ebook img

TEORI TERBENTUKNYA LEMBAGA ADAT ARIFIN ABDULLAH Dosen Tetap Prodi Ilmu Hukum PDF

19 Pages·2017·0.09 MB·Indonesian
by  
Save to my drive
Quick download
Download
Most books are stored in the elastic cloud where traffic is expensive. For this reason, we have a limit on daily download.

Preview TEORI TERBENTUKNYA LEMBAGA ADAT ARIFIN ABDULLAH Dosen Tetap Prodi Ilmu Hukum

TEORI TERBENTUKNYA LEMBAGA ADAT ARIFIN ABDULLAH Dosen Tetap Prodi Ilmu Hukum Pada Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Ar-Raniry Banda Aceh Abstrak Secara historis desa merupakan cikal bakal terbentuknya masyarakat politik dan pemerintahan di Indonesia jauh sebelum bangsa ini terbentuk. Struktur sosial yang sejenis desa, Masyarakat adat dan lain sebagainya telah menjadi institusi sosial yang mempunyai posisi yang sangat penting. Desa merupakan institusi yang otonom dengan tradisi, adat istiadat dan hukumnya sendiri relatif mandiri. Hal ini antara lain ditunjukkan dengan tingkat keragaman yang tinggi membuat desa mungkin merupakan wujud bangsa yang paling konkrit.Kenyataan tersebut merupakan bukti bahwa setiap komunitas adat mempunyai corak dan sistem institusi masyarakatnya yang berbeda-beda, Soepomo mengutip dari penelitian Van Vollenhoven, bahwa ada persekutuan-persekutuan hukum di berbagai daerah kepulauan Indonesia. Berhubung dengan tata susunan tersebut, maka berbeda pula antara peraturan-peraturan hukum adat yang berlaku di berbagai daerah tersebut Keyword : Lembaga, adat 1. Pendahuluan Untuk membangun kerangka konsep bagi penelitian ini, penulisan ini menggunakan pendekatan teori tentang Lembaga sebagai grand theory, teori ini nantinya mampu menggambarkan tentang terbentuknya lembaga dalam masyarakat, dari kerangka teori tersebut menimbulkan teori berikutnya yaitu teori tentang persekutuan hukum dan kekerabatan masyarakat adat sebagai middle range theory,teori inimenggambarkan tentang teori kekerabatan yang berkembang di nusantara. Selanjutnya melalui middle range theorydapat meneteskan teori berikutnya yaitu teori tentang perdamaian dalam masyarakat adat sebagai applied theory. Dalam hal ini penyelesaian perselisihan secara damai sebagaimana terkandung dalam salah satu variabel dari penelitian ini adalah aspek yang paling utama untuk digali sehingga dapat ditemukan suatu cara tersendiri dalam masyarakat yang diteliti untuk menentukan pilihan hukum yang diikuti secara konkrit. 1. Teori Lembaga Lembaga biasanya didefinisikan dengan pola perilaku manusia yang mapan, terdidri atas interaksi sosial berstruktur dalam suatu kerangka nilai yang relevan.Keberadaan lembaga dibatasi oleh dua unsur dasar, pertama unsur struktural, kedua, unsur keyakinan dan cita-cita manusia.unsur struktural mengacu pada sistem hubungan yang diatur oleh suatu lembaga. Lembaga pendidikan misalnya, mengatur hubungan yang bersifat intelektual, mencakup proses belajar mengajar, dan yang lain-lain yang terkait. Sedangkan keyakinan dan cita-cita mengacu pada pandangan hidup serta sistem nilai yang di anut dalam suatu masyarakat.Untuk itulah keyakinan dan cita-cita merupakan unsur dasar dari lembaga. Hanif Nurcholis mengutip pendapat dari Horton, menjelaskan bahwa lembaga adalah: Suatu sistem norma yang dipakai untuk mencapai tujuan dan aktivitas yang dirasa penting, atau kumpulan kebiasaan dan tata kelakuan yang terorganisir yang terpusat dalam kegiatan utama manusia (system a norms to achieve some goal or activity that people feel is important, or, more formally, an organized cluster of folkways an mores contered arounds a major human activity). Kutipan di atas menerangkan bahwa, lembaga itu berupa norma-norma yang dipakai masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya.Norma-norma itu berupa kebiasaan (folkways) dan tata kelakuan (mores) 1 Berkaitan dengan hal di atas Rafael Raga Maran, menyimpulkan, berdasarkan jenisnya terdapat banyak macam lembaga.Sehingga sangat sulit untuk membagi-baginya kedalam jenis- jenis tertentu. Oleh karena itu di sini akan dilihat lembaga dari jenis pembentukannya, terdapat lembaga yang terjadi secara otomatis, dan terdapat pula lembaga yang terjadi karena dibentuk dengan sengaja oleh sekelompok orang dalam masyarakat. Lembaga-lembaga yang terjadi secara otomatis disebut institution by pure fact.Dikatakan demikian karena peroses terjadinya tidak disengaja, tapi akibat dari permainan kekuatan dan peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam masyarakat yang bersangkutan. Contohnya seperti terjadinya kelas-kelas sosial, cara hidup, dan tingkat pendapatan. Lembaga-lembaga yang dibentuk dengan sengaja disebut institution by design, yang disebut juga dengan lembaga-lembaga normatif, karena lembaga-lembaga tersebut dibangun berdasarkan norma-norma tertentu.Lembaga ini berfungsi menurut undang-undang, peraturan yang harus dipatuhi oleh para anggotanya.Di sini orang terikat oleh kewajiban legal, moral, sosial tertentu, tetapi tidak ada paksaan fisik untuk menyesuaikan diri dengannya.Ketaatan terhadap lembaga-lembaga jenis ini bersifat sukarela atau ketaatan berdasarkan kesadaran.2 2. Teori Persekutuan hukum dan kekerabatan Persekutuan-persekutuan hukum di Indonesia dapat di bagi atas dua golongan menurut dasar susunannya:3 a.Persekutuan yang berdasarkan suatu keturunan (geneologi) b.Persekutuan yang berdasarkan pertalian daerah (territorial) Soepomo menjelaskan bahwa yang dimaksudkan dengan persekutuan yang berdasarkan geneologis ini, apabila seseorang menjadi persekutuan itu masuk dalam suatu keturunan yang sama. 1Hanif Nurcholis,Teori dan Praktik Pemerintahan dan Otonomi Daerah,Cet. I. PT Grasindo, Jakarta, 2005, hal.117 2Rafael Raga Maran,Pengantar Sosiologi Politik,Cet. I, PT Rineka Cipta, Jakarta, 2001, hal. 51 3Soepomo,Op.Cit,hal. 47 Berkaitan dengan jenis persekutuan geneologis di atas, maka dapat dibedakan tiga macam pertalian keturunan, yaitu: a. Pertalian darah menurut garis bapak (patrineal), misalnya pada orang-orang Batak, Nias, Sumba. b. Pertalian darah menurut garis ibu (matrilineal), misalnya seperti famili di Minangkabau c. Pertalian darah menrut garis ibu dan garis bapak (parental), misalnya orang-orang Jawa, sunda, Aceh, Bali, Kalimantan. Di sini untuk menentukan hak-hak dan kewajiban seseorang, maka famili dari pihak bapak adalah sama artinya dengan famili dari pihak ibu. Koentjaraningrat mrenyatakan, mengutip teori yang dikembangkan oleh Bachofen seorang ahli hukum jerman, sebagaimana dalam teorinya tersebut setelah meneliti suku-suku bangsa masyarakat di dunia, maka dalam teorinya Bachofen juga menemukan empat jenis evolusi keluarga manusia, yaitu keluarga inti, matriarchate,patriarchate, dan yang ketiga parental.4 a. Promiskuitas Keluarga inti di sini menurut Bachopen menjelaskan dalam kehidupan manusia yang jauh masa lampau, dalam kehidupan manusia ada keadaan promiskuitas, dimana manusia hidup serupa sekawan binatang berkelompok, dan laki-laki serta wanita berhubungan dengan bebas dan melahirkan keturunannya tanpa ikatan.Kelompok keluarga inti sebagai inti masyarakat belum ada pada waktu itu. Keadaan ini merupakan tingkat pertama dalam proses perkembangan masyarakat. b. Matriarchate Setelah proses terbentuknya keluarga inti di atas pada evolusi berikutnya, lambat laun manusia sadar akan hubungan antara si ibu dengan anak-anaknya sebagai kelompok kelurga inti dalam masyarakat, karena anak-anak hanya menegenal ibunya, tetapi tidak mengenal ayahnya. Dalam kelompok keluarga inti ini, ibulah yang menjadi kepala keluarga. c. Patriarchate Sebagai kelanjutan dari proses keluarga di atas, tingkat berikutnya terjadi karena para pria tak puas dengan keadaan ini, lalu mengambil calon-calon isteri mereka dari kelompok-kelompok 4Koentjaraningrat,Sejarah Teori Antropologi,Cet.I. UI Press, Jakarta. 1987. hal. 38 lain dan membawa gadis-gadis itu kepada kelompok mereka sendiri. Dengan demikian keturunan yang dilahirkan akan tetap tinggal dalam kelompok pria. Kejadian ini menyebabkan secara lambat laun kelompok-kelompok keluarga dengan ayah sebagai kepala, dan dengan meluasnya kelompok-kelompok keluarga tersebut maka timbullah keadaan patriarchate. d. Parental Jenis keluarga yang terakhir ini terjadi pada waktu perkawinan di luar kelompok, yaitu exogami, berubah menjadi endogami karena berbagai sebab.Endogami atau perkawinan di dalam batas-batas kelompok menyebabkan bahwa anak-anak sekarang senantiasa berhubungan langsung dengan anggota keluarga ayah maupun ibu.Dengan demikian patriarchate lambat laun hilang, dan berobah menjadi susunan kekerabatan yang oleh Bachofen disebut susunan parental. Selanjutnya persekutuan berdasarkan lingkungan daerah (territorial), jenis pertalian berdasarkan lingkungan daerah ini, apabila keanggotaan seseorang dalam persekutuan itu tergantung dari soal apakah seseorang itu bertempat tinggal dalam lingkungan daerah persekutuan itu atau tidak.Orang yang tinggal bersama dalam suatu desa (di Jawa dan Bali misalnya) atau marga (di Palembang) merupakan satu golongan yang mempunyai tata susunan ke dalam dan bertindak sebagai kesatuan terhadap dunia luar.Orang dapat untuk sementara waktu, meninggalkan tempat tinggalnya tanpa kehilangan keanggotaan dari golongannya tersebut. Orang dari luar yang masuk kedalam persekutuan itu tidak dengan sendirinya menjadi teman segolongan, ia harus diterima sebagai teman segolongan menurut hukum adat. Misalnya dengan diperbolehkan ikut serta dalam rukun desa, dan sebagainya. Persekutuan hukum yang berdasar lingkungan daerah ini dapat di bagi dalam tiga jenis:5 1. Persekutuan desa (dorp) Persekutuan desa disini ialah, golongan orang yang terikat pada suatu tempat kediaman. 2. Persekutuan daerah (streek) Persekutuan daerah di sini ialah, apabila di dalam suatu daerah tertentu yang terletak beberapa daerah (dorp) yang masing-masing mempunyai tata susunan dan pengurus yang 5Ibid,hal. 48 sejenis, masing-masing boleh dikatakan hidup berdiri sendiri, akan tetapi semuanya merupakan bagian bawahan dari daerah. 3. Perserikatan dari beberapa desa Perserikatan dari beberapa desa di sini ialah, apabila dari beberapa badan persekutuan kampung yang terletak berdekatan yang satu dengan yang lain, mengadakan permufakatan untuk memelihara kepentingan-kepentingan bersama. Teori Damai dalam hukum adat Melihat idiologisasi hukum adat di Indonesia, Soepomo6 dalam pidatonya pernah mengungkapkan, bahwa hukum adat Indonesia adalah bercorak komunal sehingga memungkinkan tidak terjadinya konflik dan perselisihan antar sesama golongan. Maksud dari pernyataan ini adalah tidak ada rasa pertentangan antara individu dengan golongannya karena dalam suasana batinnya golongan tersebut identik dengan individu yang bersangkutan. Soepomo juga menegaskan walaupun secara lahiriah hukum adat dari golongan- golongan atau suku-suku di Indonesia adalah sama dan kalaupun terjadi perbedaan hal tersebut merupakan sesuatu yang bersifat gradual dan tidak bersifat prinsip.7 Pendapat senada dikemukakan Hazairin yang dikutip oleh Soerjono Soekanto, beliau menggambarkan mengenai hukum adat, yang boleh dikatakan terdapat di semua wilayah di Indonesia.Bahwa kehidupan mereka berciri communal, asas-asas sperti gotong royong, tolong menolong, serasa dan semalu mempunyai peranan besar dalam kehidupan sosial.8 Pernyataan di atas menunjukkan bahwa dalam hukum adat tidak mengutamakan kepentingan secara individual, prinsif inilah yang menjadi corak perbedaan dengan hukum barat, sebagaimana hukum barat mengenal penyelenggaraan hukum yang bersifat individu, sementara dalam hukum adat, mengenal individu sebagai subyek yang bertujuan untuk mengabdi kepada kepentingan masyarakat. Jadi di sini hukum adat memiliki tujuan primer tercapainya keselarasan 6H.R. Otje Salman Soemadinigrat,Rekonseptualisasi Hukum Adat Kontemporer,Cet.I, PT Alumni, Bandung, 2002, hal. 122 7Ibid,hal. 122 8Soerjono Soekanto,Hukum Adat Indonesia,Cet. VI, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003, hal. 11. individu dengan masyarakat.Berbeda dengan hukum barat yang tujuan primernya adalah menjaga kepentingan individu. Keadaan di atas menyebabkan dalam masyarakat adat lebih mudah terciptanya kedamaian dan segala perselisihan lebih mengutamakan penyelesaian dengan jalan musyawarah antar sesama masyarakat. Berkaiatan dengan hal di atas, Otje Salman, mengutip pendapat dari Hollemanndalam pendapatnya Hollemann mengkonstruksikan 4 (empat) sifat umum dari masyarakat adat yaitu magis relegius, komunal, konkret dan kontan.9 a. Magis Relegius Sifat ini diartikan suatu pola pikir yang didasarkan pada religiusitas, yakni keyakinan masyarakat tentang adanya sesuatu yang bersifat sakral, sebelum masyarakat adat bersentuhan dengan hukum agama, religiusitas ini diwujudkan dalam cara berpikir yang prelogika, animistis dan kepercayaan pada alam gaib yang menghuni suatu benda. b. Komunal (Commun) Masyarakat hukum adat memiliki asumsi bahwa setiap individu, anggota masyarakat merupakan bagian integral dari masyarakat secara keseluruhan.Diyakini pula bahwa setiap kepentingan individu sewajarnya disesuaikan dengan kepentingan-kepentingan masyarakat, karena tidak ada individu yang terlepas dari masyarakatnya. c. Konkret Sifat ini diartikan sebagai sifat yang serba jelas atau nyata, menunjukkan bahwa setiap hubungan hukum yang terjadi dalam masyarakat tidak dilakukan secara diam-diam atau samar, misalnya perjanjian jual beli, selalu memperlihatkan adanya perbuatan serba nayata, yakni setiap kesepakatan selalu diiringi dengan pemindahan benda atau objek perjanjian atau objek kesepakatan. d. Kontan 9Ibid. Hal. 29 Sifat ini mengandung kesertamertaan, terutama dalam hal pemenuhan prestasi, bahwa setiap pemenuhan prestasi selalu diiringi dengan kontra prestasi yang diberikan secara serta merta (seketika). 2. Pembahasan Pengertian Lembaga Lembaga biasanya didefinisikan dengan pola perilaku manusia yang mapan, terdiri atas interaksi sosial yang berstruktur dalam suatu kerangka nilai yang relevan.Keberadaan lembaga dibatasi oleh dua unsur dasar, pertama unsur struktural, dan kedua unsur keyakinan dan cita-cita manusia.Unsur struktural mengacu kepada sistem hubungan yang diatur oleh suatu lembaga.Sementara keyakinan dan cita-cita merupakan unsur dasar dari suatu lembaga.10 Legitimasi kekuasaan politik dalam suatu masyarakat juga ditentukan oleh keyakinan dan sistem nilai yang dianut masyarakat.Artinya suatu kekuasaan politik dikatakan absah kalau digunakan untuk mewujudkan nilai-nilai tertinggi yang dicita-citakan masyarakat yang bersangkutan.11 Lembaga merupakan interaksi manusia yang bersifat teratur dan stabil.Pola hubungan yang dipengaruhi lembaga itu berbeda dengan hubungan antar manusia yang bersifat sporadis, spontan, dan tidak stabil.Pola hubungan kelembagaan diatur dengan norma-norma yang mapan.12 Menurut MauriceDuverger, ada dua jenis lembaga yang perlu diperhatikan, yaitu lembaga model struktural yang menentukan hubungan antar sistem manusia. model lembaga ini yang disebut institusi. Satu lagi lembaga model formal teknis dan material, yang menekankan segi- segi seperti konstitusi, perkumpulan lokal, perlengkapan fisik, mesin, kop surat, staf, hierarki administratif, dan sebagainya. Ini yang disebut organisasi.13 Soejono Soekanto mengartikan istilah lembaga kemasyarakatan dengan terjemahan istilah asing yaitu social institution.Akan tetapi sampai kini belum ada kata sepakat tentang istilah 10Rafael Raga Maran,Op.Cit,hal.48 11Ibid 12Ibid 13Maurice Duverger,Op. Cit.hal.99 Indonesia yang menggambarkan isi sosial institution tersebut.14Ada yang menyatakan dengan pranata sosial, seperti yang dikemukan oleh Koenjaraningrat, beliau mengatakan pranata sosial adalah sistem tata kelakuan dan hubungan yang berpusat kepada aktivitas untuk memenuhi komplek-komplek kebutuhan khusus dalam kehidupan masyarakat.Defenisi tersebut menekankan kepada sistem tata kelakuan atau norma-norma untuk memenuhi kebutuhan.15 2. Proses Terbentuknya Lembaga Kehidupan masyarakat ditentukan dan digerakkan oleh lembaga-lembaga yang terdapat di dalamnya. Tanpa lembaga-lembaga sosial, kehidupan masyarakat akan berantakan, dan cita-cita individual dan sosial pun tak mungkin terwujud. Manusia tidak bisa hidup sendirian.Oleh sebab itu manusia melakukan aktivitas-aktivitas secara bersama untuk kebutuhan-kebutuhan hidup dan cita-citanya.Harus diakui bahwa banyak kebutuhan manusia tak bisa dipenuhi oleh orang perorangan.Manusia dan masyarakat membutuhkan lembaga-lembaga.16 Soerjono Soekanto mengatakan bahwa, lembaga-lembaga kemasyarakatan terdapat di dalam setiap masyarakat.karena setiap masyarakat tentu mempunyai kebutuhan-kebutuhan pokok yang apabila dikelompok-kelompokkan, terhimpun menjadi lembaga-lembaga kemasyarakatan di dalam berbagai bidang kehidupan. Suatu lembaga kemasyarakatan menurut Soerjono merupakan himpunan kaidah-kaidah dari segala tingkatan yang berkisar pada suatu kebutuhan pokok di dalam kehidupan masyarakat.17 Dengan demikian lembaga-lembaga kemasyarakatan mempunyai beberapa fungsi: 1. Memberikan pedoman kepada warga masyarakat, bagaimana mereka harus bertingkah laku atau bersikap dalam menghadapi masalah-masalah masyarakat terutama yang menyangkut kebutuhan-kebutuhan pokok. 2. Menjaga keutuhan masyarakat yang bersangkutan 14Soerjono Soekanto,Sosiologi Suatu Pengantar,Cet. XXX, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2005, hal. 197 15Koentjaraningrat,Pengantar Antropologi,Cet.II, Penerbit Universitas, Jakarta, hal.113 16Rafael Raga Maran,Loc.Cit, hal 48 17Soerjono Soekanto,Pokok-Pokok Sosiologi Hukum,Cet. XV, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2005, hal. 77-78 3. Memberikan pegangan kepada masyarakat untuk mengadakan sistem pengendalian sosial (social control)18 Pendapat di atas menerangkan bahwa, tidak semua kaidah-kaidah merupakan lembaga kemasyarakatan, akan tetapi hanya yang mengatur kebutuhan pokok saja yang merupakan lembaga kemasyarakatan. Artinya kaidah-kaidah tersebut harus mengalami proses pelembagaan terlebih dahulu. Untuk menjadi salah satu bagian dari lembaga kemasyarakatan, yang dimaksudkan di sini adalah agar kaidah-kaidah tadi diketahui, dimengerti, ditaati, dan dihargai dalam kehidupan sehari-hari. Proses pelembagaan tidak berhenti demkian saja, akan tetapi dapat berlangsung lebih jauh lagi sehingga suatu kaidah tidak saja melembaga, akan tetapi menjiwai dan mendarah daging (internalized) pada warga masyarakat.19 Berkaitan dengan hal di atas Soerjono Soekanto mengutip pendapat beberapa klasifikasi lembaga kemasyarakatan dari Gillin dan Gillin sebagai berikut:20 1. Lembaga masyarakat, dari sudut perkembangannya dikenal adanya cresive institutiondan enacted institution. Creasive institution atau lembaga-lembaga utama, merupakan lembaga-lembaga kemasyarakatan yang dengan sendirinya tumbuh dari adat-istiadat masyarakat. Sebaliknya enacted institution dengan sengaja untuk memenuhi tujuan- tujuan tertentu, tetapi yang masih tetap didasarkan pada kebiasaan-kebiasaan di dalam masyarakat. Pengalaman-pengalaman di dalam melaksanakan kebiasaan tersebut kemudian disistematisir dan diatur untuk kemudian dituangkan kedalam lembaga- lembaga yang disahkan oleh penguasa (masyarakat yang bersangkutan). 2. Lembaga masyarakat, dari sudut sistem nilai-nilai yang diterima masyarakat, timbul klasifikasi atas basic institusiaondan subsidiary institution. Basic institution dianggap sebagai lembaga kemasyarakatan yang sangat penting untuk memelihara dan mempertahankan tata tertib dalam masyarakat. Sebaliknya subsidiary institution yang dianggap kurang penting seperti misalnya kegiatan-kegiatan untuk rekreasi. 18Ibid.Hal.78 19Ibid 20Soerjono Soekanto,Sosiologi...,Op. Cit,hal.211

Description:
Secara historis desa merupakan cikal bakal terbentuknya masyarakat menggambarkan tentang terbentuknya lembaga dalam masyarakat, dari
See more

The list of books you might like

Most books are stored in the elastic cloud where traffic is expensive. For this reason, we have a limit on daily download.