ebook img

Tafsir Ibnu Katsir Juz 6 PDF

616 Pages·022.809 MB·Indonesian
Save to my drive
Quick download
Download
Most books are stored in the elastic cloud where traffic is expensive. For this reason, we have a limit on daily download.

Preview Tafsir Ibnu Katsir Juz 6

AL­IMAM ABDLFIDA ISMA'IL IBNU KASIR AD­DIMASYQI Tafsir An ­ Nisa 148 s.d. Al ­ Maidah 82 SINAR BARU ALGENSINDO Tafsir Ibnu Kasir 1 JUZ 6 An-NIsa, ayat 148-149 Allah tidak menyukai ucapan buruk (yang diucapkan) dengan te­ rus terang kecuali oleh orang yang dianiaya. Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. Jika kalian melahirkan se­ suatu kebaikan atau menyembunyikan atau memaafkan sesuatu kesalahan (orang lain), maka sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Mahakuasa. Ibnu Abu Talhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna ayat ini, bahwa Allah tidak menyukai bila seseorang mendoa­ kan kecelakaan terhadap orang lain, kecuali jika ia dianiaya olehnya. Maka saat itu Allah memberikan rukhsah kepadanya untuk mendoa­ kan kecelakaan terhadap orang yang berbuat aniaya terhadapnya. Hal ini disebutkan melalui firman­Nya: kecuali oleh orang yang dianiaya. (An­Nisa: 148) Akan tetapi, jika si teraniaya bersikap sabar dan tidak mendoakan ke­ celakaan terhadap orang yang berbuat aniaya kepadanya, maka hal ini lebih baik baginya. 2 Juz 6- An-Nisa Abu Daud mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdul­ lah ibnu Mu'az, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah men­ ceritakan kepada kami Sufyan, dari Habib, dari Ata, dari Siti Aisyah yang menceritakan bahwa pernah ada yang mencuri barang miliknya, lalu ia mendoakan kecelakaan terhadap pelakunya. Maka Nabi Saw. bersabda: Janganlah kamu mendoakan kecelakaan terhadapr.ya. Al­Hasan Al­Basri mengatakan, "Janganlah seseorang mendoakan ke­ celakaan terhadap orang yang berbuat aniaya, tetapi hendaklah ia mengucapkan dalam doanya seperti ini: 'Ya Allah, tolonglah daku terhadapnya dan kembalikanlah hak milikku darinya." Menurut riwayat yang lain yang bersumber darinya iAl­Hasan Al­Basri), Allah memberikan kemurahan (rukhsah) kepada seseorang yang mendoakan kecelakaan bagi orang yang telah berbuat aniaya ke­ padanya, tanpa membalasnya. Abdul Karim ibnu Malik Al­Jazari mengatakan sehubungan de­ ngan makna ayat ini, "Makna yang dimaksud berkenaan dengan se­ orang lelaki yang mencacimu, lalu kamu balas mencacinya. Tetapi ji­ ka seseorang berbuat kedustaan terhadapmu, janganlah kamu balas ia dengan berbuat kedustaan terhadapnya. Karena Allah Swt. telah ber­ firman: 'Dan sesungguhnya orang­orang yang membela diri sesudah ter­ aniaya, tidak ada suatu dosa pun atas mereka *(Asy­Syura: 41)." Abu Daud mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al­Qa*nabi, telah menceritakan kepada kami Abdul Aziz ibnu Muhammad, dari Al­Ala, dari ayannya, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah Saw. per­ nah bersabda: Tafsir Ibnu Kasir 3 Dua orang yang saling mencaci menanggung apa yang diucap­ kan oleh keduanya, tetapi dosanya ditanggung oleh orang yang memulai di antara keduanya, selagi pihak yang teraniaya tidak melampaui batas. Abdur Razzaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ai­Mu­ sanna ibnus Sabbah, dari Mujahid sehubungan dengan makna firman­ Nya: Allah tidak menyukai ucapan buruk (yang diucapkan) dengan te­ rus terang kecuali oleh orang yang dianiaya. (An­Nisa: 148) Makna yang dimaksud ialah misalnya seorang lelaki bertamu kepada seseorang, lalu pemilik rumah tidak menjamunya dengan baik. Sete­ lah keluar, si lelaki mengatakan, "Dia menyambutku dengan buruk dan tidak menjamuku dengan baik." Mujahid mengatakan bahwa si­ kap yang demikian itu termasuk ucapan buruk (yang diucapkan) de­ ngan terus terang, kecuali oleh orang yang dianiaya sehingga dia menjamu tamunya dengan baik. Ibnu Ishaq mengatakan, dari Ibnu Abu Nujaih, dari Mujahid se­ hubungan dengan makna firman­Nya: Allah tidak menyukai ucapan buruk (yang diucapkan) dengan te­ rus terang kecuali oleh orang yang dianiaya. (An­Nisa: 148) Mujahid mengatakan, bahwa makna yang dimaksud ialah seorang la­ ki­laki turun istirahat (bertamu) kepada seseorang, lalu pemilik rumah tidak menjamunya dengan baik. Setelah keluar, si laki­laki mengatar kan, "Dia menjamuku dengan buruk dan tidak menjamu dengan baik." Menurut riwayat yang lain, makna yang dimaksud berkenaan dengan seorang tamu yang memindahkan rahl (barang­barang bawa­ annya. Sesungguhnya hal tersebut sama dengan mengatakan ucapan buruk terhadap temannya. Hal yang sama diriwayatkan oleh bukan hanya seorang ulama dari Mujahid dengan makna yang semisal. 4 Juz 6-An-Nisa Jamaah meriwayatkan selain Imam Nasai dan Imam Turmuzi melalui jalur Al­Lais ibnu Sa'd, sedangkan Imam Turmuzi meriwa­ yatkannya melalui hadis Ibnu Luhai'ah; keduanya dari Yazid ibnu Abu Habib, dari Abui Khair Marsad ibnu Abdullah, dari Uqbah ibnu Amir yang menceritakan bahwa kami (para sahabat) pernah bertanya, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya engkau sering mengutus kami, lalu kami menginap di kalangan suatu kaum, tetapi mereka tidak menjamu kami. Bagaimanakah menurut pendapatmu dengan masalah ini?" Rasulullah Saw. menjawab: Apabila kalian turun istirahat pada suatu kaum dan mereka me­ nyuguhkan kepada kalian jamuan yang selayaknya bagi tamu, maka terimalah jamuan mereka itu. Dan jika mereka tidak mela­ kukannya, maka ambillah dari mereka hak tamu yang selayaknya dilakukan oleh mereka. Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muham­ mad ibnu Ja'far, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, bahwa ia pemah mendengar Abui Judi menceritakan sebuah hadis dari Sa'id Ibnul Muhajir, dari Al­Mjqdam ibnu Abu Karimah, dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Manakala seorang muslim kedatangan suatu kaum sebagai tamu­ nya, dan pada pagi harinya tamunya itu dalam keadaan mahrum (tidak diberi jamuan apa pun), maka sudah seharusnya bagi se­ tiap muslim membela dirinya sehingga ia dapat mengambil jamuan malamnya dari kebun dan harta milik orang muslim ter­ sebut. Tafsir Ibnu Kasir 5 Hadis diriwayatkan oleh Imam Ahmad secara munfarid bila ditinjau dari segi ini. Imam Ahmad mengatakan pula, telah menceritakan ke­ pada kami Yahya ibnu Sa'id, dari Syu'bah, dari Mansur, dari Asy­ Sya'bi, dari AI­Miqdam ibnu Abu Karimah yang mendengar bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Jamuan malam bagi tamu adalah wajib atas setiap orang mus­ lim; dan jika si tamu dalam keadaan lapar di halaman rumahnya pada pagi harinya, maka hal itu merupakan utang bagi pemilik rumah. Jika si tamu menginginkan jamuan, ia boleh menagihnya, boleh pula meninggalkannya. Kemudian Imam Ahmad meriwayatkannya pula dari Gundar, dari Syu'bah, juga dari Ziyad ibnu Abdullah Al­Bukai', dari Waki' dan Abu Na'im, dari Sufyan As­Sauri; ketiga­tiganya dari Mansur dengan lafaz yang sama. Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam Abu Daud melalui hadis Abu Uwwanah, dari Mansur dengan lafaz yang sama. Dari pengertian hadis­hadis di atas dan yang semisal dengannya, Imam Ahmad dan lain­lainnya berpendapat bahwa menjamu tamu itu hukumnya wajib. Termasuk ke dalam bab ini sebuah hadis yang diri­ wayatkan oleh Al­Hafiz Abu Bakar Al­Bazzar, telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Ali, telah menceritakan kepada kami Safwan ibnu Isa, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ajian, da­ ri ayahnya, dari Abu Hurairah, bahwa seorang lelaki datang kepada Nabi Saw., lalu bertanya, "Sesungguhnya aku mempunyai seorang te­ tangga yang selalu menyakiti diriku." Maka Nabi Saw. bersabda ke­ padanya: Keluarkanlah semua barang milikmu dan letakkanlah di tengah jalan. 6 Juz 6 - An-Nisa Kemudian lelaki itu mengambil semua barang miliknya, lalu ia lem­ parkan ke jalan. Maka setiap orang yang lewat bertanya, "Mengapa kamu ini?" Ia menjawab, 'Tetanggaku selalu menyakitiku." Orang tersebut mengucapkan, "Ya Allah, laknatilah dia. Ya Allah, hinakan­ lah dia." Akhirnya tetangganya itu berkata, "Kembalilah ke rumahmu. Demi Allah, aku tidak akan menyakitimu lagi untuk selamanya." Imam Abu Daud meriwayatkannya di dalam Kitabul Adab, dari Abu Taubah Ar­Rabi', dari Nafi', dari Sulaiman ibnu Hayyan (yaitu Abui Ahmar), dari Muhammad ibnu Ajian dengan lafaz yang sama. Kemudian Al­Bazzar mengatakan. "Kami belum pernah menge­ tahui dia meriwayatkan hadis dari ADU Humirah kecuali dalam sanad ini." Hadis ini diriwayatkan oleh Abu Juhaifah dan Wahb ibnu Abdul­ lab, dari Nabi Saw. Dan Yusuf ibnu Abdullah ibnu Salam, dari Nabi Saw. Firman Allah Swt.: Jika kalian melahirkan suatu kebaikan atau menyembunyikan atau memaafkan suatu kesalahan (orang lain), maka sesungguh­ nya Allah Maha Pemaaf lagi Mahakuasa. [An­Nisa: 149) Jika kalian, hai manusia, menampakkan kebaikan atau menyembunyi­ kannya atau memaafkan orang yang berbuat kesalahan terhadap diri kalian, sesungguhnya hal tersebut termasuk amal taqarrub (mende­ katkan diri) kepada Allah, dan Dia akan memberi kalian pahala yang berlimpah. Karena sesungguhnya termasuk sifat Allah SwL ialah memberi maaf kepada hamba­hamba­Nya, padahal Dia berkuasa menghukum mereka. Karena itulah dalam firman selanjutnya disebut­ kan: maka sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Mahakuasa. (An­ Nisa: 149) Di dalam sebuah asar disebutkan bahwa para malaikat penyangga Arasy selalu bertasbih menyucikan Allah Swt. Sebagian dari mereka Tafsir Ibnu Kasir 7 mengatakan dalam tasbihnya, "Mahasuci Engkau, sifat Penyantun­Mu melebihi sifat Ilmu­Mu." Sebagian yang lain mengatakan, "Mahasuci Engkau, sifat Pemaaf­Mu melebihi Kekuasaan­Mu." Di dalam sebuah hadis sahih disebutkan seperti berikut: Harta benda tidaklah berkurang karena sedekah, dan tidak seka­ li­kali Allah menambahkan kepada seorang hamba karena maaf­ nya melainkan keagungan; dan barang siapa yang rendah diri karena Allah, niscaya Allah mengangkat tinggi kedudukannya. An-Nisa, ayat 150-152 Sesungguhnya orang­orang yang kafir kepada Allah dan rasul­ rasul­Nya, dan bermaksud memperbedakan antara Allah dan ra­ sul­rasul­Nya, dengan mengatakan, "Kami beriman kepada se­ bagian (dari rasul­rasul itu), dan kami kafir terhadap sebagian (yang lain)," serta bermaksud (dengan perkataan itu) mengambil jalan (lain) di antara yang demikian (iman atau kafir), merekalah orang­orang yang kafir sebenar­benarnya. Kami telah menyedia­ kan untuk orang­orang yang kafir itu siksaan yang menghinakan. Orang­orang yang beriman kepada Allah dan para rasul­Nya dan tidak membeda­bedakan seorang pun di antara mereka, ke­ 8 Juz 6-An-Nisa lak Allah akan memberikan kepada mereka pahala. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Allah Swt. mengecam tindakan orang­orang yang kafir kepada­Nya dan kepada rasul­rasul­Nya dari kalangan orang­orang Yahudi dan Nasrani. Karena mereka dalam imannya membeda­bedakan antara iman kepada Allah dan iman kepada rasul­rasul­Nya. Mereka beriman kepada sebagian para nabi dan mengingkari sebagian yang lainnya, hanya berdasarkan selera dan tradisi serta apa yang mereka jumpai dari nenek moyang mereka semata, sama sekali tidak berdasarkan ke­ pada dalil yang melandasi keyakinan mereka. Sebenarnya tidak ada jalan bagi mereka untuk itu, yang mendorong mereka berbuat hal ter­ sebut hanyalah semata­mata karena dorongan hawa nafsu dan fanatis­ me. Orang­orang Yahudi —semoga laknat Allah menimpa mereka— beriman kepada semua nabi, kecuali Nabi Isa a.s. dan Nabi Muham­ mad Saw. Orang­orang Nasrani beriman kepada semua nabi, tetapi mereka ingkar kepada pemungkas para nabi dan yang paling mulia di antara mereka, yaitu Nabi Muhammad Saw. Orang­orang Samiri (suatu sekte Mari Yahudi) tidak beriman ke­ pada seorang nabi pun sesudah Yusya', pengganti (khalifah) Nabi Musa ibnu Imran. Orang­orang Majusi —menurut suatu pendapat— pada mulanya beriman kepada seorang nabi mereka yang dikenal dengan nama Za­ radesy (Zoroaster), kemudian mereka kafir kepada syariatnya, maka nabi mereka diangkat oleh Allah dari kalangan mereka. Makna yang'dimaksud ialah 'barang siapa yang kafir kepada se­ seorang dari kalangan para nabi, berarti ia kafir kepada semua nabi' Karena sesungguhnya diwajibkan bagi kita beriman kepada setiap na­ bi yang diutus oleh Allah kepada penduduk bumi ini. Barang siapa yang mengingkari kenabiannya karena dengki atau fanatisme atau ke­ cenderungan belaka, berarti jelas imannya kepada nabi yang ia per­ cayai bukanlah berdasarkan iman yang diakui oleh syariat, melainkan hanya semata­mata karena maksud tertentu, hawa nafsu, dan fanatis­ me. Karena itulah disebutkan oleh Allah dalam ayat ini melalui fir­ man­Nya: Tafsir Ibnu Kasir 9 Sesungguhnya orang­orang yang kafir kepada Allah dan rasul­ rasul­Nya. (An­Nisa: 150) Allah menyebut mereka dengan nama orang­orang yang kafir kepada Allah dan rasul­rasul­Nya. dan bermaksud memperbedakan antara Allah dan rasul­rasul­ Nya. (An­Nisa: 150) Yakni dalam hal iman. dengan mengatakan, "Kami beriman kepada sebagian (dari ra­ sul­rasul itu), dan kami kafir terhadap sebagian (yang lain)" ser­ ta bermaksud (dengan perkataan itu), mengambil jalan (lain) di antara yang demikian (iman dan kafir). (An­Nisa: 150) Artinya, mereka hendak membuat jalan tersendiri antara iman dan kafir. Kemudian Allah Swt memberitahukan perihal mereka melalui firman­Nya: merekalah orang­orang yang kafir sebenar­benarnya. (An­Nisa: 151) Kekufuran mereka terbukti dan tiada alasan untuk dikatakan beriman bagi seseorang yang berkeyakinan demikian, sebab iman seperu itu bukanlah iman yang diakui oleh syariat Karena seandainya mereka benar­benar beriman kepada seorang rasul karena diutus oleh Allah, pastilah mereka beriman pula kepada rasul lainnya, terlebih lagi iman­ nya kepada rasul yang lebih jelas dalilnya dan lebih kuat buktinya

See more

The list of books you might like

Most books are stored in the elastic cloud where traffic is expensive. For this reason, we have a limit on daily download.