TAFSIR ALIRAN IDEOLOGIS DI INDONESIA: STUDI PENDAHULUAN TAFSIR ALIRAN IDEOLOGI SUNNI DALAM TAFSIR KEMENTERIAN AGAMA Rohimin Pascasarjana IAIN Bengkulu Jl. Raden Fatah Pagar Dewa Kota Bengkulu E-mail: [email protected] Abstract : Ideological Flow Interpretation of Indonesia: Preliminary Study of Sunni Ideology in the Interpretation of the Ministry of Religion. This paper is intended to explore and inventorying the pattern of interpretation of Sunni ideology in Indonesia in the reformation era. The object of this research is the Interpretation of Religious Ministry. The principal problem used as the object of this research is the verses of Jabari and qadari in the Koran about an act of God (Allah’s af’al) and human actions (af’al al’ibad). In Indonesia, interpretation of ideological streams appears and evolves with the entry and development of Islam in the archipelago. It in turn appeared in the interpretation of Ministry of religion, especially 30 chapters in 2005 titled, the Qur’an wa tafsîruhu, Alquran and its interpretation, which consists of ten volumes and one volume of Preamble. In this interpretation are the verses of Jabari and qadari included in Sunni stigma. In the verses of Jabari and qadari, the interpreters emphasize more on the interpretation using moderate Sunni paradigm. Keywords: Ideological Flow Interpretation; Sunni Ideology; the Interpretation of the Ministry of Religion. Abstrak: Tafsir Aliran Ideologis Indonesia: Studi Pendahuluan Tafsir Aliran Ideologi Sunni Dalam Tafsir Kementerian Agama. Tulisan ini bertujuan ingin menelusuri dan menginventarisasi corak tafsir aliran-ideologi Sunni di Indonesia era reformasi dengan obyek penelitiannya adalah Tafsir Kementerian Agama. Pokok masalah yang dijadikan sebagai obyek penelitiannya adalah ayat-ayat jabari dan qadari dalam Alquran yang berbicara tentang perbuatan Tuhan (af’al Allah) dan perbuatan manusia (af’al al‘ibad). Di Indonesia tafsir aliran ideologis muncul, tumbuh, dan berkembang seiring dengan masuk dan berkembangnya Islam di Nusantara dan pada gilirannya muncul dalam Tafsir Kementerian agama, khususnya dalam Tafsir Kementerian Agama 30 juz tahun 2005 yang berjudul, Alqur’an wa tafsîruhu, Alquran dan Tafsirnya, yang terdiri dari sepuluh jilid dan satu jilid Mukaddimah. Di dalam tafsir ini ditemukan tafsiran-tafsiran terhadap ayat-ayat jabari dan qadari yang masuk dalam stigma Sunni. Terhadap ayat-ayat jabari dan qadari ini para mufasirnya lebih dominan menggunakan penafsiran dengan paradigma Sunni yang bercorak moderat. Kata Kunci; Tafsir Aliran Ideologis; ideologi Sunni; Tafsir Kementerian Agama. Pendahuluan pandangan dalam memetakan mazhab-mazhab tafsir yang sudah berkembang selama ini. Ada Salah satu bentuk dinamika sejarah tafsir ulama yang melihatnya dari sisi perspektif atau Alquran, mulai dari era klasik sampai era modern- pendekatan yang dipakainya, sehingga muncul kontemporer dewasa ini ialah munculnya tafsir istilah tafsir sufi, falsafi, fiqhi, ‘ilmi, adabi ijtimai’, “aliran ideologis” dalam karya-karya tafsir, termasuk dan lain sebagainya. Bahkan ada pula yang melihat karrya-karya tafsir di Indonesia. Fenomena tafsir dari perkembangan pemikiran manusia, sehingga aliran ideologis sebetulnya fenomena tafsir masa mazhab tafsir itu dapat dipetakan menjadi mazhab lalu, yang kemudian menjadi obyek dan sasaran kritik ulang dan didekonstruksi dalam produk tafsir era modern-kontemporer untuk menjadi lebih ilmiah dan obyektif. Karena salah satu karakteristik Aliranaliran Tafsir Dari Periode Klasik, Pertengahan, Hingga tafsir modern-kontemporer adalah ilmiah, kritis, ModernKontemporer, (Yogyakarta: Adab Press, 2014), h. 167. Menurut Mustaqim, ada empat Karakteristik Tafsir Modern- dan non-sektarian1. Para ulama berbeda-beda Kontemporer, yaitu, Memosisikan Alquran sebagai Kitab Petunjuk, Bernuansa Hermeneutis, Kontektual dan berorientasi pada spirit Alquran, Ilmiah, Kritis, dan non sekretarian. Lihat, 1 Abdul Mustaqim, Dinamika Sejarah Tafsir Alquran, Studi Abdul Mustaqim, Dinamika ... h. 159-168. 169 | MADANIA Vol. 20, No. 2, Desember 2016 tafsir periode mitologis, ideologis, dan ilmiah2. atas, maka tulisan ini mencoba melakukan studi Perbedaan pemetaan mazhab-mazhab tafsir awal tentang potret tafsir ideologis di Indonesia (almadzâhib fî attafsir) yang sudah berk embang dengan fokus penelitian pada tafsir “institusional” selama ini, dengan berbagai namanya menunjukkan Kementerian Agama. Adapun yang menjadi fokus bahwa mufasir Alquran sulit untuk menghindari penelitian untuk melihat kecenderungan tafsir aliran dirinya dari subjektifitas totalitas diri. Sementara ideologi Sunni dalam tafsir Kementerian Agama di sisi lain Alquran dipandang sebagai kitab yang ini adalah ayat-ayat yang berkaitan dengan sifat ihtimal, yang mengandung banyak sisi makna. Sikap dan perbuatan Allah serta sifat dan perbuatan seorang mufasir memandang bahwa esensinya Islam manusia5. Untuk elaborasi tentang kecenderungan tidak menutup pintu ijtihad kepada siapapun dalam tafsir aliran teologis Sunninya difokuskan pada mencari metodologi penafsiran Alquran, selama ayat-ayat yang berkaitan dengan perbuatan Allah hal itu sesuai dengan kaidah-kaidah penafsiran dan dan perbuatan manusia., yaitu sifat dan perbuatan tuntunan syariat. Karena Alquran itu kitab suci yang Allah yang wajîbul wujûd serta sifat dan perbuatan relevan, dimana pun, kapanpun, dan bagaimanapun. manusia yang mumkînul wujûd. Menghubungkan pembahasan tentang sifat-sifat Allah dan sifat- Dalam kenyataannya, potret dan gambaran sifat manusia dalam pembahasan tulisan ini serta karya-karya tafsir sulit untuk memisahkan dari inventarisasi ayat-ayat yang berkaitan dengan kedua paham keagamaan mufasirnya, termasuk karya- sifat tersebut (sifat Allah dan sifat manusia) sebagai karya tafsir di Indonesia. Paham keagamaan bahan analisis teologis yang memang sulit untuk ideologis pengarangnya, baik secara langsung dipisahkan. Karena dalam ranah teologi antara maupun tidak, masuk alam narasi produk tafsirnya. keduanya saling melengkapi dan saling menegaskan. Maka untuk melihat kecenderungan tafsir aliran ideologi Sunni pada tafsir Kementerian Agama, Tafsir Aliran-Ideologis penulis meneliti produk-produk tafsir yang dimuatkan dalam tafsir Kementerian agama, Tafsir sebagai satu disiplin ilmu (`ilmu altafsîr), khususnya dalam tafsir Kementerian Agama yang sebagai metode, dan produk pada masa- 30 juz tahun 2005 yang berjudul, Alqur’an wa masa awal, pada periode klasik, tumbuh dan tafsîruhu, “Alquran dan Tafsirnya”, (edisi yang berkembang tidak seperti yang terjadi pada disempurnakan) yang terdiri dari sepuluh jilid periode pertengahan ( III – IX H./9 -15 M. ) dan dan satu jilid mukadimah3. Dilihat dari aspek periode modern-kontemporer ( XII – XIV H./18 mufasirnya, dalam penyusunannya sebuah karya -21 M.). Ada beberapa kelebihan tafsir pada tafsir biasanya terdiri dari dua bentuk penyusunan, individual dan kolektif. Tafsir Kementerian Agama 5 Menurut kaum mutakallimin, terutama Aliran Asy’ariyah, Maturidiyyah Samarkand, dan kaum Mu’tazilah dapat diungkap- termasuk tafsir dengan mufasir kolektif.4 kan sebagai berikut : a. Jika Allah mempunyai kekuasaan dan Atas dasar pemikiran dan beberapa asumsi di kehendak mutlak memberikan kekuatan dan kehendak-Nya kepada manusia untuk melakukan perbuatan, sedangkan Perbuatan Allah dalam keadaan tidak terbatas, maka meskipun 2 Abdul Mustaqim, Madzahibut Tafsir, (Nun Pustaka: manusia mempunyai kekuatan dan kehendak, tetapi ia tidak Yogyakarta, 2003), h. 17. dapat melakukan perbuatannya dengan bebas. Pendapat ini 3 Ayat dan surah yang dikaji secara khusus untuk melihat diikuti oleh aliran Asy’ariyah. b. Jika Allah mempunyai kekuasaan tentang arah penafsiran ideologi Sunni ialah, Q. S. Al-An’am dan kehendak mutlak memberikan kekuatan dan kehendak-Nya, [6]: 35 dan 37, Q.S. ar-Ra’du [13]: 16, Q.S. az-Zumar [39]: 62, sebagai titipan, kepada manusia untuk melakukan perbuatan, Q.S. Yasin [36] : 82, Q.S. an-Nahl [16]: 40, Q.S. Maryam [19]: 35, sedang perbuatan Allah sudah dibatasi oleh hukum perbuatan- Q.S. Âli ‘Imrân [4]: 47 dan 59, Q.S. al-Baqarah [2]: 117, Q.S. al- Nya sendiri, maka manusia dapat melakukan perbuatannya Qashash [28]: 68, Q.S. al-Insan [76 ]: 30, Q.S. al-Kahfi [13] : 29, sendiri secara bebas dengan kekuatan dan kehendak yang telah 4 Islah Gusmin, Khazanah Tafsir Indonesia Dari Hermeneutika dititipkan padanya. Pendapat ini diikuti oleh aliran Maturidiyah hingga Ideologi, (Teraju: Jakarta, 2003), h. 176-177. Lebih lanjut Samarkand. c. Jika Allah yang mempunyai kekuasaan dan Gusmin menjelaskan dalam menyusun sebuah karya tafsir, kehendak mutlak memberikan kekuatan dan kehendak- seseorang bisa melakukannya secara individual, kolektif-dua Nya dengan sepenuhnya kepada manusia untuk melakukan orang atau lebih- atau bahkan dengan membentuk tim atau (menciptakan) perbuatannya sendiri dengan kekuatan dan panitiakhusus secara resmi. Dalam konteks sifat mufasir ini, karya kehendak yang telah diberikan kepadanya. Pendapat ini diikuti tafsir di Indonesia secara garis besar terbagi menjadi dua macam: oleh aliran Mu’tazilah. Lihat, Asnawi, Pemahaman Syeikh (1). Individual dan (2). Kolektif atau tim. Bandingkan, M. Nurdin Nawawi Tentang Ayatayat Qadar Dan Ayat Jabar Dalam Tafsirnya Zuhdi, Pasaraya Tafsir Indonesia, Dari Kontestasi Metodologi Hingga Marah Labid suatu studi teologi Islam, (Badan Litbang & Diklat Kontektualisasi, (Kaukaba: Yogyakarta, 2014), h. 197-200. Departemen Agama RI: Jakarta, 2006), h. 6. | 170 Rohimin: Tafsir Aliran Ideologis di Indonesia periode klasik, terutama pada masa sahabat, dan menjelaskan Alqur’an alKarîm. Masing-masing antara lain yaitu, (1). Tidak bersifat sektarian golongan berusaha meyakinkan umat dalam rangka yang dimaksudkan untuk membela kepentingan mengembangkan paham mereka. Untuk mencapai mazhab tertentu, ( 2). Tidak banyak perbedaan maksud itu, mereka mencari ayat-ayat Alquran dan pendapat di antara mereka mengenai hasil hadis-hadis Nabi Saw, lalu mereka tafsirkan sesuai penafsirannya, (3). Belum kemasukan riwayat- dengan keyakinan mereka anut. riwayat Isrâiliyat yang dapat merusak akidah Ketika inilah berkembang apa yang disebut Islam6. Dari gambaran di atas, maka tafsir pada dengan tafsir bi alra’yu (tafsir melalui pemikiran periode klasik khususnya memiliki keistimewaan atau ijtihad). Kaum fukaha menafsirkannya yang berkualitas tinggi, memiliki nilai yang dari sudut pandang hukum fikih, seperti yang lebih populer, dan tidak banyak menimbulkan dilakukan oleh Al-Jashshash, Al-Qurtubi, dan pertanyaan-pertanyaan yang meragukan. lain-lain; kaum teolog menafsirkannya dari sudut Pada abad pertengahan berbagai corak pemahaman teologis seperti al-Kasysyaf, karangan ideologi penafsiran muncul, terutama masa al-Zamakhsyari; dan kaum sufi juga menafsirkan akhir Dinasti Bani umayyah dan awal Dinasti Alquran menurut pemahaman dan pengalaman Bani Abbas. Terlebih ketika penguasa pada batin mereka seperti tafsir Al-qur’an al-’Azhîm oleh masa khalifah kelima Dinasti Bani Abbas, yaitu al-Tustari, Futûhat Makiyyat, oleh Ibn ‘Arabi dan Harun Al-Rasyid ( 785-809 M.). Dunia Islam ketika lain-lain. Selain itu dalam bidang bahasa dan qiraat itu benar-benar memimpin peradaban dunia. juga lahir tafsir, seperti tafsir Abi al-Su’ud oleh Abu Dalam sejarah peta pemikiran Islam, periode ini al-Su’ud, al-Bahr al-Muhith oleh Abu Hayyan ; dan dikenal sebagai zaman keemasan ( the golden lain-lain. Dari sinilah mengapa tafsir begitu banyak, age atau alashr azdzahabî)7. Kemunculan corak karena begitu banyak sudut pandang menafsirkan ideologi dalam penafsiran Alquran pada abad Alquran dengan ra’yu dikalangan ulama-ulama pertengahan ini menjadi titik awal munculnya muta’akhirîn sehingga tak heran jika sekarang stigma tafsir ideologis dalam berbagai bentuk abda modern lahir lagi tafsir menurut tinjauan dan corak. Produk-produk tafsir bernuansa sosiologis dan sastra Arab seperti tafsir al-Manar ideologi keagamaan tertentu dikembangkan untuk dan dalam bidang sains muncul pula karya Jawahir membela kepentingan mazhab-mazhab tertentu Thanthawi dengan tafsir alJawâhir. Begitu pesat yang bersifat sektarian. perkembangan tafsir bi alra’yu, maka benar sekali Tafsir aliran merupakan salah satu bentuk apa yang dikatakan oleh Manna’ al-Qaththan bahwa subjektifitas dan kecenderungan mufasir dalam tafsir bi al-ra’yu telah mengalahkan perkembangan sejarah penafsiran Alquran. Produk tafsir tidak bisa tafsir alMa’tsur. terlepas dari unsur dominasi keilmuaannya dan pada gilirannya muncullah aliran tafsir. Lahirnya Sekilas Tentang Tafsir Kementerian Agama Aliran-aliran tafsir sesungguhnya merupakan sebuah Setelah menerbitkan terjemah Alquran pada keniscayaan sejarah, sebab tiap generasi ingin tahun 1965, Departemen Agama menyusun selalu “mengkonsumsi” dan menjadikan Alquran tafsir Alquran yang ide penulisannya dilandasi sebagai pedoman hidup, bahkan kadang-kadang oleh komitmen pemerintah untuk memenuhi sebagai legitimasi bagi tindakan dan prilakunya. kebutuhan masyarakat di bidang kitab suci, dan Masing-masing menggunakan segenap kemampuan- untuk membantu umat Islam dalam memahami nya dalam memahami dan menjabarkan Alquran kandungan kitab suci Alquran secara lebih dengan pendekatan yang berbeda-beda. Setelah mendalam. Kehadiran tafsir Alquran tersebut berakhir masa salaf dan peradaban Islam semakin sangat membantu masyarakat untuk memahami maju dan berkembang berbagai mazhab dan aliran pengertian dan makna ayat-ayat Alquran, walaupun penafsiran dikalangan umat Islam dalam memahami disadari bahwa tafsir Alquran sebagaimana terjemah Alquran dalam bahasa Indonesia tidak 6 Abdul Mustaqim, Dinamika..., h.87. akan dapat sepenuhnya menggambarkan maksud 7 Abdul Mustaqim, Pergeseran Epistimologi Tafsir, ayat-ayat Alquran. (Pustaka Pelajar: Yogyakarta, 2008 ), h. 61. 171 | MADANIA Vol. 20, No. 2, Desember 2016 Tafsir yang diberi nama Alquran dan Tafsirnya Sumber rujukan dalam penyusunan tafsir ini, disusun oleh sebuah tim yang dibentuk Kementerian Agama ini, baik saat penyusunan oleh Menteri Agama. Tim ini disebut Dewan awal hingga tahapan penyempurnaan, tafsir ini Penyelenggara Pentafsir Alquran. Tim ini bertugas ditulis secara kolektif oleh tim yang terdiri dari menulis tafsir yang di kemudian hari disempurnakan pakar-pakar tafsir, hadis, dan ilmu-ilmu keislaman oleh Tim Penyempurnaan Alquran dan Tafsirnya. lainnya yang terkait. Referensi yang digunakan saat Sebagai kelanjutan dari terbitnya Alquran dan penyempurnaan juga mengalami penambahan. Terjemahnya, pada tahun 1972 dibentuklah Dewan Awalnya, kitab-kitab tafsir yang masyhur seperti Penyelenggara Pentafsir Alquran yang diketuai oleh tafsir alMarâgî, tafsir Mahâsin alTa`wîl, tafsir Anwar Prof. R.H.A. Soenarjo, S.H. guna menyusun tafsir alTanzîl wa Asrâr alTa`wîl, dan tafsir Ibn Katsîr. Alquran. Pembentukan Tim ini didasarkan pada Sementara dalam edisi revisi, setidaknya ada 60 Keputusan Menteri Agama (KMA) No. 90 Tahun literatur yang dikutip, termasuk di dalamnya Bibel 1972. Setahun kemudian, KMA itu direvisi dengan yang seringkali dinamakan riwayat isrâiliyat9. KMA No. 8 Tahun 1973 yang salah satu isinya Metodologi penulisan tafsir ini menggunakan menetapkan Prof. H. Bustami A. Gani sebagai ketua metode tahlîlî atau penafsiran ayat per ayat sesuai Tim. Penyempurnaan tim dilakukan lagi melalui urutan yang ada dalam mushâf, mulai al-Fâtihah KMA RI No. 30 Tahun 1980 dengan ketua Tim hingga al-Nâs. Penafsiran dilakukan sesuai topik yang baru yaitu Prof. KH. Ibrahim Hosen, LML. yang bisa terdiri dari beberapa ayat dan terkadang Sebagai respon atas banyaknya tanggapan dan hanya satu ayat saja. Sementara untuk menentukan saran dari masyarakat terkait penyempurnaan topiknya, dilakukan penelitian terkait keselarasan Alquran dan Tafsirnya, baik isi, format, maupun kandungan (munasabah) yang ada dalam ayat. bahasa, Departemen Agama menerbitkan KMA Beberapa ayat yang memiliki tema yang sama RI No. 280 Tahun 2003 yang isinya memberikan disatukan dalam satu topik dan ditafsirkan secara mandat Pembentukan Tim Penyempurnaan Alquran pararel. Jika satu ayat memiliki kandungan tema yang dan Tafsirnya Depag RI. Pada awal kehadirannya, utuh, sementara ayat sebelumnya dan sesudahnya Tafsir Departemen Agama tidak dicetak utuh dalam 30 juz, melainkan bertahap. Percetakan pertama mencantumkan indeks pada bagian akhir setiap jilid, 9.Dengan kali pada tahun 1975 berupa jilid I yang memuat juz memb edakan karakteristik penulisan teks Arab antara ke- lompok ayat yang ditafsirkan, dengan ayat-ayat pendukung dan I sampai juz III. Dan percetakan secara lengkap 30 penulisan teks hadis. juz baru dilakukan pada tahun anggaran 1980/1981 9 Terkait dengan penggunaan Bibel sebagai sumber, dengan format dan kualitas yang sederhana. penulis menganggap hal ini menarik walaupun sebenarnya bukan hal yang baru. Kitab-kitab tafsir klasik seperti al-Tabarî dan Selanjutnya, Lajnah Pentashih Mushaf Alquran al-Qurtubî juga telah menjadikan isrâiliyat sebagai rujukannya. melakukan perbaikan dan penyempurnaan materi Sependek pembacaan penulis, tidak ada larangan atau anjuran mengambil informasi dari Bibel atau dari para pemuka agama dan teknis penulisannya secara gradual. Perbaikan Nashrani dan Yahudi, dalam artian bahwa keterangan dan tafsir yang relatif agak luas dilakukan pada tahun informasi itu seratus persen benar atau salah sama sekali. Dalam sebuah hadis, Rasulullah menyatakan bahwa informasi yang 1990. Perbaikan ini lebih banyak dilakukan pada berasal dari al-Kitab (Bibel) dan ahli kitab statusnya mengambang sisi aspek kebahasaan dengan pertimbangan dan tingkat kebenaran dan kesalahannya sama-sama lima puluh perkembangan bahasa, dinamika masyarakat persen, : ”Janganlah kalian membenarkan ahli kitab dan jangan pula mendustakan mereka. Tetapi katakanlah bahwa kalian serta ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek)8. beriman kepada apa-apa yang telah diturunkan Allah kepada kita dan apa-apa yang telah diturunkan kepada kalian” (HR. 8 Adapun aspek-aspek perbaikan dan penyempurnaan Al-Bukhârî dari Abu Hurayrah). Saat menafsirkan ayat 30 surah yang ada dalam Tafsir edisi 2004: 1.Bahasa, sesuai perkembangan Yûsuf, Tafsir ini enggan berpolemik seputar identitas al-’Azîz dan bahasa Indonesia kontemporer 2. Substansi, yang terkait istrinya. Hal ini dikarenakan nama-nama tersebut tidak terdapat makna dan kandungan ayat, 3. Munâsabah dan asbâb nuzûl, 4. dalam riwayat yang sahîh,vi walaupun ada banyak riwayat dalam Transliterasi yang mengacu pada Pedoman Transliterasi Arab- tafsir-tafsir dan literatur lainnya yang menyebutkan namanya. Latin berdasarkan SKB Dua Menteri tahun 1978, 5.Teks ayat Namun saat menafsirkan ayat 246-252 surah al-Baqarah, Tafsir Alquran dengan menggunakan rasm Utsmânî yang diambil dari ini memberikan penjelasan panjang (hampir empat halaman) Mushaf Alquran Standar yang ditulis ulang, 6.Terjemah ayat terkait kisah Samuel dan Dâwud, dengan menggunakan Bibel dengan mengacu kepada Alqurandan Terjemahnya Departemen sebagai rujukannya. Penggunaan Bibel, dengan melihat kasus Agama yang disempurnakan (edisi 2002), 7.Dengan melengkapi ”istri al-’Azîz” dan ”Samuel”, sedikit menggambarkan adanya kosa kata yang fungsinya menjelaskan makna lafal tertentu inkonsistensi terkait penggunaan sumber yang valid dan riwayat yang terdapat dalam kelompok ayat yang ditafsirkan, 8.Dengan yang sahîh sebagai rujukan tafsir ini. | 172 Rohimin: Tafsir Aliran Ideologis di Indonesia tidak memiliki keterkaitan tema dengannya, maka batil. Selain itu, Alquran adalah satu-satunya satu ayat tersebut ditafsirkan sendirian, misalnya teks Islam yang terjaga otentisitasnya dan dapat ayat 92 surah Âli ’Imrân. Setiap ayat ditulis terpisah beradaptasi mengikuti rotasi waktu dan tempat. dari ayat yang lain. Pemisah antar ayat tersebut Alquran di hadapan kita sekarang tak berbeda adalah nomor ayat tersebut yang ditulis dalam sedikitpun dari Alquran yang pernah disampaikan kurung. Terjemahan ayat diambil dari Alquran dan oleh Nabi Muhammad SAW. terjemahnya yang telah diterbitkan oleh Depag Pengenalan tafsir Sunni sebagai sebuah RI terlebih dahulu. Penafsiran dimulai dengan proses dan produk dipandang penting, guna menerangkan secara singkat kandungan surahnya. untuk mendapatkan kontektualisasi Alquran Informasi singkat seputar surah dipaparkan, dalam pemahaman aliran ideologi keagamaan. misalnya nama surah (terkadang disebutkan Melalui pengenalan tafsir Sunni, ayat Alquran dari mana penamaan surah itu berasal), jumlah dapat ditafsirkan secara runtun melalui proses ayatnya, apakah ia masuk kategori makiyah atau tafsiran Sunni, keterjagaan dan keterpeliharaan madaniyah, dan pokok-pokok isinya. Munasabah produk tafsir dan perbandingan penafsiran akan atau keselarasan isi antar ayat, antar topik, dan satu semakin kaya, terhindar dari bias rasionalitas surah dengan surah selanjutnya juga diterangkan. semata, karena dengan mengembalikan produk Terkait dengan penafsiran ayat per ayat, pada tafsir kepada generasi alsalaf alshalih, dianggap umumnya kesimpulan ayat-ayat sebelumnya urgen, sebab generasi ini dianggap sebagai acuan diterangkan secara sekilas. Asbâb nuzûl atau dan panutan dalam persoalan agama, termasuk kondisi yang melatar belakangi turunnya ayat juga dalam persoalan penafsiran Alquran. Generasi dijelaskan. Jika ayat yang ditafsirkan mengandung salaf ini memahami agama secara sederhana, masalah fikih, maka kadang-kadang pendapat para karena dinamika sosial belum berkembang seperti sahabat, tabi’in dan ulama disebutkan.Tafsir ini generasi sesudahnya, generasi ini masih hidup juga banyak mengeksplorasi kajian kebahasaan secara homogen dan belum bersentuhan dengan terkait etimologi kosa kata (satu kata berbahasa budaya yang heterogen, yang lebih kompleks. Arab seringkali memiliki banyak makna), derivasi dan kanjugasi kata, serta repetisi atau pengulangan Tradisi Tafsir Sunni kata tersebut (beserta turunannya berupa konjugasi Ke-Sunni-an dalam karya tafsir di Indonesia dan derivasinya) dalam Alquran. bersifat historis dan ideologis. Sunni sebagai aliran ideologi muncul, tumbuh, dan berkembang seiring Mengenal Tafsir Sunni dengan perkembangan Islam Nusantara (baca Tafsir Sunni sebagai salah satu bentuk corak Indonesia). Perkembangan karya-karya tafsir Sunni tafsir aliran, muncul, tumbuh, dan berkembang tidak telepas dari pengaruh islamisasi di Indonesia seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan itu sendiri. Islam Indonesia sebagai agama historis aliran dan ideologi keagamaan masyarakat. masuk dan berkembang melalui berbagai jalur. Kemunculannya dipengaruhi unsur subjektifitas Tradisi tafsir-tafsir Sunni, yang berseberangan mufasir, baik individual maupun kolektif. Di satu dengan tradisi tafsir Syî’ah, Mu’tazilah, dan sisi pertumbuhan ini tak dapat pula dipungkiri Khawârij tumbuh dan berkembang subur, karena posisi sentral Alquran sebagai petunjuk Dengan memasukkan unsur tafsir pada bagi seluruh kelompok aliran-aliran yang lahir pemetaan ini, bisa kita kemukakan, bahwa dalam dalam rahim Islam. Semuanya memosisikan tradisi Sunni terdapat tiga aliran tafsir: ittijâh Alquran sebagai sumber pemahaman dan juga salafî, ittijâh kalâmî, dan ittijâh shûfî. Termasuk larut menikmati hidangan Alquran yang sangat aliran yang pertama adalah tafsir Ibn Katsîr, dan komprehensif. Ada dua sifat yang menjadikan termasuk aliran yang kedua adalah At-tafsir al- Alquran selalu menjadi rujukan. Pertama karena Kabîr-nya Fakhrur Râzî, sementara diantara tafsir Alquran dipandang sebagai hudan, petunjuk bagi yang ketiga adalah Lathâiful Isyârât-nya Imam Al- umat manusia, dan kedua karena Alquran sebagai Qusyairî. Menilik posisi aliran-aliran ini yang berada furqan, pembeda antara yang benar dan yang di rumah besar Sunni, sudah barang tentu mereka 173 | MADANIA Vol. 20, No. 2, Desember 2016 memiliki garis besar metode yang sama, misalnya ahl dan assunnah. Menurut M. Quraish Shihab, tafsîrul Qur`ân bil Qur`ân, tafsir Alqur’an bil hadîts, Sunnah secara harfiyah berarti tradisi, Ahl as- tafsir Alqur’an bi aqwâlish shahâbah, dan tafsir Sunnah berarti orang-orang yang secara konsisten Alqur’an bi aqwâlittâbi’îin, dan tafsir Alqur’an mengikuti tradisi Nabi Muhammad saw., dalam biallughah. Alquran harus ditafsirkan dengan hal ini, adalah tradisi Nabi dalam tuntunan yang umum dalam bahasa; dalam menentukan lisan maupunamalan beliau serta sahabat mulia makna harus sesuai dengan konteks (assiyâq); beliau. Selanjutnya, Quraish Shihab menemukan dalam menafsirkan harus memperhatikan situasi kesukaran untuk menjelaskan siapa-siapa saja asbab annuzûl dan alur cerita (qishshah); Dalam yang dinamai ahlussunnah dalam pengertian memberikan makna mendahulukan makna syar’î terminologi ini, karena banyaknya kelompok- ketimbang makna ‘urfî; dan lain sebagainya. kelompok yang termasuk di dalamnya.10. Tafsir-tafsir di luar tradisi Sunni biasanya tidak Terma Ahlussunnah wa al-jamaah adalah men erima semua konsep-konsep tafsir Sunni di atas terma yang lahir dari berbagai perbedaan yang secara sempurna. Syiah misalnya, tak menerima terjadi dalam tubuh umat Islam terutama di hadits-hadits yang ditransmisikan melalui sanad bidang teologi dan politik. Pemikiran ahlussunnah Sunni, walau konsep dasarnya mengenai tafsir bil di hadap-hadapkan dengan pemikiran mu’tazilah ma`tsûr sama. Contoh lain adalah Mu’tazilah yang pada tataran teologi dan dengan Syi’ah pada terlalu mudah membuang hadits, apalagi atsar dimensi politik. Posisi yang saling berhadapan sahabat dan tabi’în, jika tampak bertentangan itusampai hari ini masih tetap ada meskipun dengan arra`yu, sehingga mengurangi keutuhan dengan kadar yang berbeda-beda. Ahlussunnah konsep tafsîr bil ma`tsûr. Begitu juga dengan tafsîr wa al-Jamaah atau disebut juga dengan sunni falsafî yang berani “melampaui” makna nash ayat adalah mainstream (representasi dari keberadaan) dengan konsep dialektika khithâbîburhânî-nya, atau Islam secara keseluruhan11. tafsir shûfî nadzarî yang merambah ke wilayah Dalam terminologi NU istilah ahlussunnah batin teks dan meninggalkan zahir-nya. wal jamaah yang disingkat ASWAJA sebagai suatu Di luar kesamaan-kesamaan metode di atas, paham sebenarnya belum dikenal pada masa aliran-aliran Sunni juga memiliki sejumlah perbeda- al-Asy’ari ( 260-324 H/873-935 M), tokoh yang an, terutama menyangkut tafsir birra’yi. Selain dianggap sebagai salah seorang pendiri paham pemetaan salafîkalâmîshûfî, tradisi tafsir Sunni ini. Bahkan para pengikut al-Asy’ari sendiri seperti juga terkelompokkan dalam sejumlah corak atau al-Baqillani ( w. 403 H ) dan Asy-Syahrastani warna tafsir. Sebut saja misalnya, tafsir fiqhî, tafsir (w.548 H) juga belum pernah menyebutkan terma lughowî, tafsir adabî, tafsir ijtimâ’îhudâ`î, dan tafsir tersebut. Pengakuan secara eksplisit mengenai ‘ilmî. Tafsir fiqhî adalah salah satu tafsir yang paling adanya paham aswaja baru dikemukakan oleh mulus dan tak banyak dipersoalkan. Jika takwil Azzabidi ( w. 1205 H.) yang menyatakan, bahwa hanya berarti mencari tahu hukum Allah (ta’wîl apabila disebut aswaja maka yang dimaksud adalah fiqhî) pada semua kasus yang terjadi di muka bumi, pengikut al-Asy’ari dan al-Maturidi (w.333 H/944 maka hampir pasti semua aliran Sunni tak akan M). Hal ini berarti, paham aswaja baru dikenal jauh mempermasalahkan legalitasnya. Dalam khazanah sesudah wafatnya tokoh yang dianggap sebagai Sunni, tak ada satu aliran pun yang berani menarik pendirinya, yaitu al-Asy’ari dan al-Maturidi.12 diri dari keterkaitan dengan hukum syar’î, sehingga Perkembangan aswaja ini di NU tidak terl epas takwil fiqhî dengan demikian mutlak diperlukan. dari konteks di mana dan kapan ide tersebut muncul. Dan untuk memenuhi kebutuhan ini, sejumlah tafsir fiqhî telah lahir, seperti Ahkâmul Qur`ân karya Ibn 10 M. Quraish Shihab, SunnahSyiah Bergandengan Tangan! al-‘Arabî dan Ahkâmul Qur`ân karya al-Jashshâs. Mungkinkah? Kajian atas Konsep Ajaran Dan Pemikiran, ( Lentera Hati: Jakarta, 2007 ), h. 57. 11 Eka Putra Wirman, Kekuatan Ahlussunnah wa aljamaah, Sunni Dan Ahlussunnah (Badan Litbang Dan Diklat Kementerian Agama RI: Jakarta, 2010), h. 1 Term ahlussunnah merupakan term bentukan 12 Ahmad Zahra, Tradisi Intelektual NU, Lajnah Bahtsul dari prase ahl assunnah yang terdiri dari term Masa’il 1926199, ( Lkis, Yogyakarta, 2004), h. 47-48. | 174 Rohimin: Tafsir Aliran Ideologis di Indonesia Selain karena cengkeraman kolonial Belanda, institusional dalam persoalan tafsir Kitab Suci. faktor karena gencarnya gerakan modernisasi yang Untuk mengetahui keberadaan tafsir ideologis digalakkan oleh para pembaru guna menghadapi Sunni dalam tafsir Alquran dan terjemahannya”, kaum tradisionalis adalah pembangkit semangat produk Kementerian agama ini, maka melalui peneguhan paham aswaja yang kemudian tafsiran terhadap ayat-ayat Jabari dan Qadari melahirkan suatu jam’iyah yang ddinamakan NU. yang berkaitan dengan perbuatan Tuhan dan Sehingga tidak salah bila dikatakan bahwa, aswaja perbuatan manusia dapat dikaji dan dianalisis dalam NU adalah unsur yang penting secara teoritis, melalui data-data berikut ini.: walaupun secara praktis belum maksimal dapat Berdasarkan penafsiran yang dikembangkan diindensifikasi. Secara teoritis dikatakan penting dalam tafsir, “Alquran dan terjemahannya”, sebab bila aswja NU ini benar-benar diaplikasikan produk Kementerian agama, melalui tafsiran dalam tataran akademia-keilmuan akan mempunyai terhadap ayat-ayat jabari dan qadari yang implikasi yang cukup signifikan pada cara berpikir berkaitan dengan perbuatan Tuhan, maka ulama dan intelektual NU.13 perbuatan-perbuatan Tuhan tidak disifati Menurut Imam Baihaqi (ed), sebagaimana dengan tujuan-tujuan tertentu dalam dikutip Zahra, Bila ditelusuri secara historis, Aswaja melaksankannya. Perbuatan Tuhan, seperti versi NU pertama kali dicetuskan oleh kelompok menciptakan seseorang atau kewajiban salat Taswirul Afkar ( potret pemikiran ) pimpinan K.H.A. kepada manusia, tidak mempunyai tujuan Wahab Hasbullah, cikal bakal NU di Surabaya. Dalam atau kemaslahatan yang mendorong untuk Qanun Asasi NU sendiri, KHM. Hasyim Asy’ary terjadinya perbuatan-perbuatan tersebut, tidak mengemukakan secara eksplisit definisi tetapi hal ini tidak menafikan bahwa aswaja sebagaimana yang dipahami selama ini, perbuatan-perbuatan tersebut mempunyai melainkan hanya menekankan mengenai keharusan hikmah (kebijaksanaan), karena kalau tidak warga aswaja untuk berpegang pada mazhab figh demikian perbuatan itu akan sia-sia dan yang empat. Rumusan aswaja sebagai paham perbuatan itu tidak layak bagi Tuhan, karena yang mengikuti al-Asy’ari dan al-Maturidi dalam perbuatan Tuhan bersifat wajib alwujud. bidang aqidah, empat mazhab dalam bidang fiqh Dalam Alquran dinyatakan, “Kata kanlah, dan mengikuti al-Junaid al-Baghdadidan al-Ghazali “Siapakah Tuhan langit dan bumi?” Jawabnya: dalam bidang tasauf baru dikemukakan kemudian “Allah”. Katakanlah: “Maka Patutkah kamu oleh KH. Bisri Mustafa (Rembang). Konsep aswaja mengambil pelindungpelindungmu dari diambil dari Kitab al--Kawakib al-Lam’ah karya KH. selain Allah, Padahal mereka tidak menguasai Abul Fadhal, Sinori, Tuban, yang kemudian disahkan kemanfaatan dan tidak (pula) kemudharatan dalam muktamar XXIII di Solo ( 1962 ) dan difinalkan bagi diri mereka sendiri?”. Katakanlah: “Adakah para kiai NU saat itu dengan tim editornya antara sama orang buta dan yang dapat melihat, atau lain KH. Sanysuri (Denanyar, Jombang) dan kiai samakah gelap gulita dan terang benderang; Turaichan Adjhuri Kudus).14 Apakah mereka menjadikan beberapa sekutu bagi Allah yang dapat menciptakan seperti Penafsiran Dalam Tafsir Kementerian ciptaanNya sehingga kedua ciptaan itu Agama serupa menurut pandangan alam mereka?” Katakanlah: “Allah adalah Pencipta segala Sebagaimana dikemukakan di atas, bahwa sesuatu dan Dialah Tuhan yang Maha Esa tulisan ini bertujuan ingin menelusuri ke- lagi Maha Perkasa”. (Q.S. Ar-Ra’du [13] : 16). cenderungan “tafsir aliran ideologis” dalam tafsir Kementerian Agama, yang dipandang sebagai Dalam memberikan uraian tafsir tentang tafsir representatif-akomodatif bagi umat Islam “Allah adalah Pencipta segala sesuatu dan Dia- Indonesia dan memiliki otoritas kelembagaan lah Tuhan yang Maha Esa lagi Maha Perkasa”. Di atas ditegaskan bahwa, Allah menciptakan segala sesuatu dan Dia memelihara segala sesuatu. (Q.S. 13 Ahmad Zahra, Tradisi Intelektual NU, Lajnah..., h. 48. Az-Zumar [39]: 62). Dan jika perpalingan mereka 14 Ahmad Zahra, Tradisi Intelektual NU, Lajnah..., .h. 48-49. 175 | MADANIA Vol. 20, No. 2, Desember 2016 (darimu) terasa Amat berat bagimu, Maka jika menurut pendapat mereka Allah tidak bersifat kamu dapat membuat lobang di bumi atau tangga absolut dalam kehendak dan kekuasaan-Nya16. ke langit lalu kamu dapat mendatangkan mukjizat Maka dengan keyakinan tersebut, menurut kepada mereka (maka buatlah). kalau Allah Fazlur Rahman, kaum Mu’tazilah membawa menghendaki, tentu saja Allah menjadikan mereka rasionalisme mereka sedemikian jauh dengan semua dalam petunjuk sebab itu janganlah sekali- cara mensejajarkan akal dengan wahyu dalam kali kamu Termasuk orang-orang yang jahil (Q.S. al- menemukan kebenaran agama.17 An’am [6] : 35). Maksudnya ialah: janganlah kamu Tidak ada suatu keberatanpun atas Nabi merasa keberatan atas sikap mereka itu berpaling tentang apa yang telah ditetapkan Allah baginya. daripada kami, kalau kamu merasa keberatan (Allah telah menetapkan yang demikian) sebagai cobalah usahakan suatu mukjizat yang dapat sunnah-Nya pada nabi-nabi yang telah berlalu memuaskan hati mereka, dan kamu tentu tidak dahulu. dan adalah ketetapan Allah itu suatu akan sanggup. Dan Dialah yang menciptakan langit ketetapan yang pasti berlaku, (Q.S. al-Ahzab [33]: dan bumi dengan benar. dan benarlah perkataan- 38). Yang dimaksud dengan sunnah Allah di sini Nya di waktu Dia mengatakan: “Jadilah, lalu ialah mengerjakan sesuatu yang dibolehkan Allah terjadilah”, dan di tangan-Nyalah segala kekuasaan tanpa ragu-ragu. di waktu sangkakala ditiup. Dia mengetahui yang Berkaitan dengan perbuatan Allah, ketika ghaib dan yang nampak. dan Dialah yang Maha menafsirkan Q.S. al-An’am [6]: 35 dan 73, dinyatakan Bijaksana lagi Maha mengetahui.15 bahwa, “dalam ayat tersebut Allah menyatakan Arah pemahaman tafsir Kementerian Agama kepada Nabi Muhammad, bahwa jika Nabi merasa tentang perbuatan manusia (af’al alibad ) tampak keberatan atas keingkaran orang-orang musyrik kelihatan mengarah kepada pemahaman Sunni yang berpaling dari agama Allah dan mengajukan dengan mengatakan bahwa perbuatan manusia permintaan-permintaan yang beraneka ragam adalah bersifat jabari yang pada dasarnya di bawah agar mereka beriman, maka Nabi dipersilahkan kekuasaan dan kehendak Allah. Pemahaman di mencari lorong di bumi atau tangga di langit atas, berbeda dengan pemahaman mu’tazilah untuk mendapatkan bukti lain untuk memuaskan yang menyatakan bahwa perbuatan manusia mereka, Nabi tentu tidak akan bisa, karena itu diciptakan oleh dirinya sendiri, baik perbuatan jangan marah atau sedih karena pembangkangan baiknya maupun perbuatan buruknya, dan ia mereka. Yang akan memberikan petunjuk kepada berhak atas perbuatan-perbuatannya untuk mereka hanyalah Allah, karena itu serahkanlah pada menerima pahala atau siksa di akhirat nanti. Allah. Allah menegaskan “Engkau hai Muhammad Sedangkan daya (qudrah) yang dipergunakan adalah manusia yang diangkat menjadi Rasul, untuk menciptakan perbuatannya itu telah karena itu engkau tidak dapat melakukan sesuatu diciptakan Allah pada dirinya, sebagai titipan, dan yang melampaui batas kesanggupan manusia. dipergunakan pada setiap perbuatannya, secara Yang sanggup mendatangkan yang demikian itu langsung. Dengan demikian, dapat dikatakan hanyalah Allah, karena Allah yang menguasai bahwa Allah adalah sebgai pencipta pertama segala sesuatu”. Jika Allah menghendaki mereka untuk segala yang ada di alam ini, termasuk daya mendapat petunjuk, beriman dan mengakui risalah yang terdapat dalam diri manusia itu sendiri, yang engkau sampaikan, atau menjadikan mereka sedangkan manusia adalah pencipta kedua seperti malaikat, yang selalu tunduk dan patuh untuk melakukan perbuatan dengan dayanya kepada Allah, atau menjadikan semua mereka terhadap segala yang telah diadakan (diciptakan) Allah. Kaum Mu’tazilah hanya berkeyakinan 16 Lihat ulasan Asnawi dari berbagai catatan kakinya bahwa Allah telah memberikan kemerdekaan dengan menjelaskan penegasan Muhammad As-Syahrastaniy dan kebebasan baginya dalam menentukan dan Harun Nasution, dalam Pemahaman Syeikh Nawawi Tentang kehendak dan perbuatannya. Oleh karena itu, Ayatayat Qadar Dan Ayat Jabar Dalam Tafsirnya Marah Labid suatu studi teologi Islam, (Badan Litbang & Diklat Departemen Agama RI: Jakarta, 2006), h. 140. 17 Muhammada Fazlur Rahman Ansari, Islam, alih bahasa, 15 Q. S. al-An’am [6] :73. Ahsin Muhammad, (Penerbit Pustaka: Bandung, 1994), h. 123. | 176 Rohimin: Tafsir Aliran Ideologis di Indonesia menjadi orang yang baik, sama tingkatan dan dapat ditandingi, kekuasaan hanya di tangan kemampuan mereka, sama adat dan budi pekerti Allah semata. Allah memberikan keterangan mereka, tentulah yang demikian itu amat mudah tentang kekuasaannya, memberi pengertian ke- bagi Allah, tetapi Allah berkehendak lain, Allah pada seluruh manusia bahwa tidak ada sesuatu menganugerahkan kepada mereka akal, pikiran, pun yang terlepas dari pengetahuan-Nya. Allah kemauan dan perasaan, yang dengannya mereka mengetahui seluruh alam, baik yang tampak dapat menimbang dan memilih mana yang baik, maupun tidak, mengetahui perbuatan yang di- mana yang buruk, mana yang benar dan mana lakukan secara terang-terangan ataupun yang yang salah dan sebagainya. Allah mengatur alam dilakukan secara rahasia. Dia sangat bijaksana ini dengan sunah-Nya. Segala sesuatu berjalan menciptakan segala sesuatu secara serasi dan menurut sunah-Nya, tidak seorangpun yang harmonis seuai dengan fungsinya”19. sanggup merubah, menambah, mengurangi, atau Dari beberapa petikan tafsir tentang ayat-ayat menukar sunah-Nya itu. Karena itu, janganlah yang berkaitan dengan sifat dan perbuatan Allah engkau hai Muhammad seperti orang yang tidak di atas, yang berkaitan dengan bangunan aliran tau tentang sunnah-Nya itu, sehingga mencita- teologi tafsir, maka tafsir Kementerian Agama citakan sesuatu yang tidak sesuai dengan sunnah dapat dikategorikan bahwa produk tafsir yang Allah”18. dihasilkan lebih dominan kecenderungan beraliran Sementara pada Q.S. al-An’am [6]: 73 teologi Sunni dalam menafsirkan ayat. Bangunan ditafsirkan, “bahwa Allah mengajak manusia teologi Sunni jabari yang dikembangkan adalah untuk memikirkan kejadian alam semesta ini agar penguatan pada kehendak Allah yang absolut yang terbuka pikirannya serta meyakini, bahwa kejadian tidak ada intervensi perbuatan manusia. Anugerah alam semesta ini yang penuh dengan keindahan akal kepada manusia, pikiran, kemauan, dan tentu ada yang menciptakan, yaitu Allah yang perasaan, hanya dapat menimbang dan memilih menciptakan langit dan bumi dengan segala mana yang baik, mana yang buruk, mana yang penghuninya yang menjadi bukti kebenaran, benar dan mana yang salah, namun sepenuhnya serta menciptakan pula hukum alam yang sesuai dengan kehendak Allah. Allah memiliki berlaku umum yang kadangkala mengandung kekuasaan untuk mengadili seluruh manusia, hikmah dan rahasia yang menunjukkan sifat-sifat kekuasan Allah tidak dapat ditandingi, kekuasaan penciptanya, keesaannya dan kekuasaannya yang hanyalah di tangan Allah semata. Allah mengatur tidak terbatas. Langit dan bumi serta segala isinya alam dengan sunnah-Nya. Segala sesuatu berjalan diciptakan Tuhan secara serasi dan teratur, tidak menurut sunnah-Nya, tidak seorangpun yang ada yang sia-sia ( Q.S. Âli ‘Imrân [3] : 191 dan Q.S. sanggup merubah, menambah, mengurangi, atau ad-Dukhân [44] : 38-39). Allah menegaskan bahwa menukar sunnah-Nya. pada saat menciptakan alam dan menetapkan Penafsiran terhadap Q.S. al-Zumar [39]:62 hukum-hukum-Nya, semuanya berjalan menurut ditegaskan bahwa, Allah menegaskan bahwa Dialah kehendaknya, tak ada kesulitan sedikit pun dan pencipta segala sesuatu yang ada, baik di bumi tidak ada yang menghalangi serta mengubah maupun di langit, Dialah pencipta alam seluruhnya, hukumnya, semua kejadian berlangsung baik tak ada sesuatupun yang dapat menciptakan dengan patuh ataupun secara terpaksa. Itulah selain Dia. Ini adalah suatu hakekat kebenaran sebabnya Allah menegaskan bahwa pada saat yang tidak seorang pun dapat mengingkarinya. menciptakan langit dan bumi dia menciptakannya Tidak seorangpun dapat mnyatakan bahwa diri- dengan benar, karena seluruh perintah-Nya adalah nya pencipta alam, karena tidak akan diterima benar dan ciptaannya pun benar ( Q.S. al-A’râf [7]: akal bahwa seseorang mempunyi kekuatan dan 54 ). Allah memiliki kekuasaan untuk mengadili kekuasaan untuk menciptakan jagad raya ini, dan seluruh manusia, itulah kekuasan Allah yang tidak tidak dapat pula diterima akal bahwa alam ini terjadi dengan sendirinya tanpa ada penciptanya. 18 Departemen Agama RI, Alquran Dan Tafsirnya (Edisi yang disempurnakan), jilid III JUZ 7,8,9, ( Departemen Agama RI: Jakarta, 19 Departemen Agama RI, Alquran Dan Tafsirnya ...., jilid III 2009 ), h. 105-106. Selanjunya disebut Alquran dan Tafsirnya. JUZ 7,8,9, h.158-159. 177 | MADANIA Vol. 20, No. 2, Desember 2016 Allah lah yang mengurus segala yang ada, ilmunya Tuhan, “Kun fa yaKun”, dipandang sebagai sebuah sangat luas mencakup semua makhluknya, Dia bentuk pengakuan atas kuasa Tuhan yang tanpa mengendalikan semua itu sesuai dengan ilmu, batas. Juga, dipandang sebagai sebuah bentuk hikmah dan kebijaksanaannya20. kepasrahan pada Tuhan. Prase yang tertulis Sedangkan pada Q.S. ar-Ra’d [13]: 16 di- dalam beberapa surat dan ayat Alquran ini22, tegaskan bahwa, Nabi diminta oleh Allah Swt. secara dominan memang dimaknai seiring dengan Untuk menanyakan kepada orang-orang yang terjemahan tekstualnya, “jika Tuhan berkehendak menyekutukan Allah, “siapakan pencipta alam maka jadilah sesuai kehendak Tuhan. Artinya, semesta yang keindahannya sangat meng- semua juziyat peristiwa dan kejadian yang terjadi agumkan manusia”. Kemudian nabi sendiri di muka bumi ini sesungguhnya merupakan diminta untuk menjawab pertanyaan tersebut skenario dan keinginan (iradah) Allah. Tidak ada dan mengatakannya kepada mereka, “Dia Allah yang tidak di luar keinginan Allah, prase Kun fa ya lah yang menciptakan semuanya, mengatur dan Kun, memang sebuah bentuk dukungan terhadap memelihara secara tertib, dan sempurna”. Allah terminologi takdir. Untuk sampai kepada takdir yang maha sempurna dalam segala-galanya, tidak perbuatan manusia tidak dianggap sebagai sebuah bisa disamakan dengan berhala,benda mati yang proses perbuatan menuju takdir, karena Tuhan sama sekali tidak dapat memberi manfaat dan yang menentukan takdir, Tuhan yang menentukan menolak kemodharatan. Allah adalah pencipta segala-galanya, Manusia hanya menerima dan segala sesuatu, termasuk pula pencipta berhala- menerima sepenuhnya. berhala, dialah yang maha esa dan mahaperkasa21. Dalam tafsir Kementerian agama dalam Dari simpulan-simpulan produk penafsiran menafsirkan Q.S. Yâsin [36]: 82 ditegaskan ayat-ayat yang berkaitan dengan perbuatan Allah bahwa Allah menerangkan betapa mudah baginya di atas sangat begitu tampak bahwa ayat-ayat menciptakan sesuatu. Apabila Ia menghendaki tersebut mengarah kepada kecenderungan tafsir untuk menciptakan suatu makhluk, cukuplah Allah aliran teologi Sunni yang berkembang di Indonesia berfirman, “jadilah”, maka dengan serta merta dan pernah berkembang di dunia Islam. Perbuatan terwujudlah makhluk itu. Mengingat kekuasaannya Allah (mencipta, mengatur, dan memelihara) yang demikian besar, maka dengan adanya hari dipandang sebagai perbuatan tidak terbatas, kebangkitan itu, di mana manusia dihidupkan- mutlak, dan absolut. Dalam persoalan dan bekenaan Nya kembali sesudah terjadinya kehancuran di dengan, perbuat penciptaan Allah, di dalam tafsir hari kiamat, bukanlah suatu hal yang mustahil, Kementerian agama dinyatakan bahwa absolutisme dan tidak patut diingkari23. Allah dalam menciptakan sesuatu dikenal dengan Pada Q.S. al-Nahl [16]: 40 ditafsirkan bahwa, konsep “kun fayakun” yang banyak diungkapkan Allah Swt. Menerangkan bahwa kekuasaan-Nya di dalam Alquran. Konsep ini menggambarkan tidak terbatas dan tidak dibatasi sedikitpun oleh bahwa Allah Swt. Dalam memenuhi iradahnya, semua makhluk, baik yang di langit maupun tidak terikat dengan kekuatan lain yang ada di yang di bumi, Allah Swt menyatakan bahwa luar zatnya. Kemutlakan kehendak Allah bersifat apabila ia berkehendak untuk menghidupkan absolut. Allah memiliki semua kemaha-an yang bisa orang yang mati, ia cukup mengatakan ke- disifatkan pada zat-Nya. Absolutisme perbuatan Allah dalam penciptaan bersifat mutlak dan tidak 22 Lihat Q.S. Yâsin [36]: 82, Q.S. al-Nahl [16], Q.S. Maryam [19]: 35, Q.S. Âli’ îmrân [4] : 47 dan 59, Q.S. al-Baqarah [2] : bisa dikalahkan oleh kehendak yang lain. Keinginan 117. Prase kun fa yakun, dan bentukan teologi yang dinalarkan untuk menciptakan sesuatu mudah dan gampang, dalam menjelaskan beberapa surat dan ayat ini dalam sejumlah kitab-kitab tafsir Sunni merupakan sebagai salah satu bentuk kapan saja dan di mana saja. pengakuan absolutisme Tuhan dalam perbuatan-Nya dan Dalam teologi Sunni, perbuatan penciptaan sikap penyerahan perbuatan manusia (af’al alibad) kepada perbuatan Tuhan. Ketundukan manusia dalam perbuatannya dan pengakuan perbuatan Tuhan dipandang sebagai bagian 20 Departemen Agama RI, Alquran Dan Tafsirnya ..., Jilid 8 untuk meraih perbuatan Tuhan. Juz 22,23,24, h. 472-473. 23 Departemen Agama RI, Alquran Dan Tafsirnya (Edisi 21 Departemen Agama RI, Alquran Dan Tafsirnya ...., Jilid 5 yang disempurnakan), jilid 8 JUZ 22,23,24.( Departemen Agama Juz 13,14, 15, h. 86-87. RI: Jakarta, 2009 ), h. 256. | 178
Description: