ebook img

Sebaran akuifer dan pola aliran air tanah di Kecamatan Batuceper dan Kecamatan Benda Kota PDF

14 Pages·2007·1.17 MB·Indonesian
by  
Save to my drive
Quick download
Download
Most books are stored in the elastic cloud where traffic is expensive. For this reason, we have a limit on daily download.

Preview Sebaran akuifer dan pola aliran air tanah di Kecamatan Batuceper dan Kecamatan Benda Kota

Jurnal Geologi Indonesia, Vol. 1 No. 3 September 2006: 115-128 Sebaran akuifer dan pola aliran air tanah di Kecamatan Batuceper dan Kecamatan Benda Kota Tangerang, Propinsi Banten MOHAMAD SAPARI DWI HADIAN*, UNDANG MARDIANA*, OMAN ABDURAHMAN**, dan MUNIB IKHWATUN IMAN*** *Jurusan Geologi Unpad, Jln. Raya Bandung - Sumedang KM 21, Jatinangor Sumedang, Indonesia **Badan Geologi, Jln. Diponegoro No. 57 Bandung, Indonesia ***Pusat Lingkungan Geologi, Jln. Diponegoro No. 57 Bandung, Indonesia SARI Secara geologis, Kecamatan Batuceper dan Benda, Kota Tangerang termasuk dalam Cekungan Jakarta bagian barat, yang tersusun atas endapan aluvium pantai, endapan delta dan sebagian tersusun atas material gunung api. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sebaran dan pola pengaliran air tanah baik dangkal maupun dalam, yang menjadi salah satu dasar untuk menentukan model geometri akuifer sebagai tempat menyimpan dan mengalirnya air tanah, dan selanjutnya digunakan untuk mengidentifi kasi konservasi air tanah. Pendekatan survei geolistrik, pengamatan hidrogeologi di lapangan, dan data pemboran telah menghasilkan sebaran akuifer baik dangkal maupun dalam. Umumnya, akuifer dangkal berkembang ke arah dalam menjadi akuifer semitertekan, dan akhirnya tertekan. Pola pengaliran menunjukkan depresi konus permukaan air tanah setempat, terutama sekitar Kota Tangerang. Kondisi demikian berhubungan dengan pengambilan air yang berlebihan pada zone tersebut, serta bentuk alamiah akuifer berupa lensa. Kata kunci: Cekungan Jakarta, air tanah, pola pengaliran, akuifer, konservasi air tanah ABSTRACT Geologically the Batuceper and Benda Sub-Regencies belongs to the western part of the Jakarta Basin. The area is covered by coastal alluvial and delta deposits, and volcanic product. Understanding the distribution and groundwater pattern, either in the shallow part or the deep part, are of the basic thing for a geometric model and its groundwater fl ow in identifying the groundwater conservation. The result of the aquifer distribution, either in the shallow or the depth parts, was approached by the geoelectrical and hydrogeological surveys in the fi eld and well data that has resulted in aquifer distribution, either in the shallow or the deep parts. In general, the shallow aquifer developed downward becomes semi confi ned and confi ned aquifers. Groundwater fl ow pattern indicated local cones depression of groundwater level, especially around the city. Depression of groundwater level is considered to be related to the natural shape of aquifer as lences. However, it was possible to be caused by over pumping in this zone. Keywords: Jakarta Basin, groundwater, fl ow pattern, aquifer, groundwater conservation PENDAHULUAN an (precipitation) dari laut, danau, maupun sungai; lalu mengalami kondensasi di atmosfer, dan kemu- Air yang kita gunakan sehari-hari telah menjalani dian menjadi hujan yang turun ke permukaan bumi. siklus meteorik, yaitu telah melalui proses penguap- Air hujan yang turun ke permukaan bumi tersebut 115 116 Jurnal Geologi Indonesia, Vol. 1 No. 3 September 2006: 115-128 ada yang langsung mengalir di permukaan bumi Lingkup dan Metode Penelitian (run off) dan ada yang meresap ke bawah permukaan Lingkup penelitian meliputi analisis data bumi (infi ltration). Air yang langsung mengalir di sekunder, pengamatan dan analisis data lapang- permukaan bumi tersebut ada yang mengalir ke an, dan pembuatan model akuifer. Pengamatan sungai, sebagian mengalir ke danau, dan akhirnya di lapangan meliputi aspek morfologi, hidrologi, sampai kembali ke laut. Sementara itu, air yang geologi, permukaan air tanah pada akuifer dang- meresap ke bawah permukaan bumi melalui dua kal dan fi sika air tanah yang ditunjang oleh hasil sistem, yaitu sistem air tidak jenuh (vadous zone) dan pengukuran geo-listrik dan hasil pemboran data sistem air jenuh. Sistem air jenuh adalah air bawah sekunder (bekerja sama dengan Dinas Lingkungan tanah yang terdapat pada suatu lapisan batuan dan Hidup Pemerintah Kota Tangerang). Pengolahan berada pada suatu cekungan air tanah. Sistem ini dan analisis data, baik yang berasal dari lapangan dipengaruhi oleh kondisi geologi, hidrogeologi, dan maupun data sekunder, dilakukan untuk memperoleh gaya tektonik, serta struktur bumi yang membentuk gambaran sebaran akuifer, serta pola pengaliran air cekungan air tanah tersebut. Air ini dapat tersimpan tanah dangkal maupun dalam. Analisis data dengan dan mengalir pada lapisan batuan yang kita kenal memakai beberapa penampang hasil geolistrik dan dengan akuifer (aquifer). pemboran menghasilkan model akuifer air tanah. Pesatnya perkembangan pembangunan di Kompilasi model akuifer air tanah ini dapat dipakai berbagai sektor di kota-kota besar, termasuk kota untuk menentukan zone konservasi air tanah. Tangerang, dapat memacu kebutuhan sumber daya alam dan kemungkinan timbulnya permasalahan yang berkaitan dengan kondisi lingkungan, hingga TATAAN GEOMORFOLOGI, IKLIM, DAN GEOLOGI persoalan sosial ekonomi. Salah satu kebutuhan tersebut adalah tersedianya sumber air sebagai fak- Geomorfologi tor utama untuk berlangsungnya kegiatan proses Secara umum geomorfologi daerah kajian dapat produksi. Hal ini menjadi sangat dominan, sehingga dibagi menjadi tiga satuan geomorfologi, yaitu: diperlukan pengelolaan dan pemanfaatan sumber satuan dataran aluvium pantai, satuan dataran alu- daya air secara selektif sesuai dengan kemampuan vium sungai, dan satuan dataran vulkanik. dan kapasitas sumber daya air yang dimiliki. Satuan dataran aluvium pantai terbentuk dari Daerah Tangerang dan sekitarnya telah banyak endapan pematang pantai, endapan rawa pasang diteliti, di antaranya yang membahas: (1) geologi surut, dan endapan dataran banjir. Sebaran satuan regional daerah Jakarta dan Tangerang (Effendi, ini terhampar seluas sekitar 10% di bagian utara 1974; Rusmana, 1991); (2) konservasi air tanah dae- daerah kajian. Topografi yang terdapat pada satuan rah Jakarta-Tangerang-Bogor-Bekasi (Haryadi dan ini cukup landai dengan kemiringan sekitar 5%, Fauzi, 1994, Hadipurwo dan Hadi, 2000; Prawoto, dan tersusun oleh endapan lempung lanauan, lanau 2001); dan (3) hidrogeologi regional (IWACO, 1986; pasiran, dan pasir. Sukardi, 1986). Namun demikian, pada umumnya Satuan dataran aluvium sungai terdapat di ba- penelitian yang sudah dilakukan masih bersifat re- gian barat daerah kajian seluas sekitar 5%. Satuan gional, sedangkan untuk kebutuhan suatu konservasi bentang alam ini merupakan dataran bergelombang air tanah yang komprehensif diperlukan suatu kajian dengan kemiringan lereng yang umumnya kurang yang rinci mengenai model hidrogeologi (wadah). dari 5%, kecuali pada lembah sungai yang mencapai Oleh karena itu, kajian akuifer dan pola pengaliran 30%. Aliran sungai berarah selatan-utara, setem- air tanah pada akuifer tak tertekan (akuifer bebas) pat membentuk pola dendritik, dan secara umum dan akuifer tertekan di Kecamatan Batuceper dan berpola sejajar. Satuan ini terbentuk oleh endapan Kecamatan Benda, Kotamadya Tangerang, men- batuan sedimen berupa lempung lanauan, tuf, dan jadi sangat penting dan menarik untuk dilakukan. batu pasir tufan. Tulisan ini mencoba mengungkap sebaran dan Satuan dataran vulkanik terdapat pada bagian pola aliran air tanah di kedua kecamatan tersebut, tengah, selatan, dan timur daerah kajian seluas ham- sehingga diperoleh kejelasan akan geometri akuifer pir 85%. Satuan ini membentuk dataran bergelom- dan potensinya. bang dengan kemiringan lereng kurang dari 5%, Sebaran akuifer dan pola aliran air tanah di Kecamatan Bacuceper dan Benda 117 Kota Tangerang, Propinsi Banten (M.S.D. Hadian dkk.) kecuali pada lembah sungai yang mencapai 30%. bagian timur. Tinggian ini dicirikan oleh kelurusan Satuan ini terbentuk oleh batu pasir tufan, endapan bawah permukaan berupa lipatan dan patahan nomal, lahar, dan batu pasir. berarah utara-selatan. Di bagian timur patahan nor- mal tersebut terbentuk cekungan pengendapan yang Klimatologi disebut dengan Subcekungan Jakarta. Secara klimatologis, daerah kajian memiliki Batuan yang menutupi daerah kajian (Gambar tingkat curah hujan selama periode 1994 - 2003 1) merupakan batuan Kuarter yang terdiri atas Tuf adalah antara 1157 mm - 2577 mm per tahun. Bulan Banten yang tersusun atas tuf, tuf batu lempung, basah jatuh pada Februari dengan rata-rata curah batu pasir tufan; ditindih oleh endapan kipas aluvium hujan 354 mm, dan bulan kering jatuh pada Agustus yang terdiri atas pasir tufan berselingan dengan dengan rata-rata curah hujan 38 mm. konglomerat tufan; endapan pematang pantai yang Temperatur udara rata-rata tahunan selama peri- terdiri atas pasir halus – kasar, cangkang moluska; ode 1994 - 2004 adalah antara 26,9 - 27,6 oC dengan serta endapan aluvium yang terdiri atas bongkah, temperatur udara rata-rata bulanan adalah antara kerakal, kerikil, pasir halus, dan lempung. 26,5 - 27,7 oC. Temperatur udara maksimum 27,7 oC Di Subcekungan Jakarta, berdasarkan data pem- terjadi pada Oktober, sedangkan temperatur udara boran menunjukkan adanya endapan aluvium yang minimum terjadi pada Februari, yaitu 26,5 oC. menebal ke arah utara (Gambar 2), yang disusun oleh Kelembaban udara daerah kajian berkisar antara klastika halus hingga kasar, sedangkan cekungan di 73,3% - 85,4%, atau rata-rata 79,3%. Kelembaban Barat Tangerang High memiliki ciri endapan pantai udara tertinggi terjadi pada Januari dan terendah dan delta. Struktur-struktur tersebut, pada saat ini, pada September. sulit dijumpai di permukaan karena endapan Kuarter Geologi yang berumur lebih muda telah menutupi lapisan Secara geologis, daerah Tangerang berada pada batuan tersebut. Endapan Kuarter yang menindihi suatu tinggian struktur yang dikenal dengan sebutan batuan tersebut berupa batuan vulkanik yang berasal Tangerang High. Tinggian ini terdiri atas batuan dari Gunung Gede-Pangrango dan Salak. Hampir Tersier yang memisahkan Cekungan Jawa Barat seluruh daerah kajian ditutupi oleh batuan vulkanik Utara di bagian barat dengan Cekungan Sunda di yang berasal dari Gunung Gede-Pangrango dan Gambar 1. Peta Geologi daerah Tangerang dan sekitarnya (Effendi, 1974). 118 Jurnal Geologi Indonesia, Vol. 1 No. 3 September 2006: 115-128 Gambar 2. Penampang geologi utara - selatan berdasarkan data pemboran di Cekungan Jakarta. Salak serta sebagian kecil ditindihi oleh endapan material endapan vulkanik yang berasal dari gunung aluvium. Deskripsi singkat satuan batuan dari tua api di sebelah selatan Kabupaten Tangerang, seperti ke muda yang terdapat di daerah kajian (Tabel 1) Gunung Salak dan Gunung Gede-Pangrango. Batuan adalah sebagai berikut: ini diendapkan pada umur Plistosen (20.000 - dua juta tahun). Kipas vulkanik tersebut terbentuk pada a. Satuan Batuan Tuf Banten Atas/Tuf Banten saat gunung api menghasilkan material vulkanik Satuan ini terdiri atas lapisan tuf, tuf batu apung, dengan jumlah besar. Kemudian ketika menjadi dan batu pasir tufan yang berasal dari letusan Gu- jenuh air, tumpukan material tersebut bergerak ke nung Rawa Danau. Tuf tersebut menunjukkan sifat bawah dan melalui lembah. Ketika mencapai tempat yang lebih asam (pumice) dibandingkan dengan yang datar, material tersebut akan menyebar dan batuan vulkanik yang diendapkan sesudahnya. membentuk endapan seperti kipas. Bagian atas satuan tersebut menunjukkan adanya c. Endapan Pantai dan Endapan Pematang perubahan kondisi lingkungan pengendapan dari Pantai lingkungan pengendapan di atas permukaan air Endapan batuan ini berasal dari material batuan menjadi di bawah permukaan air. Satuan ini berumur yang terbawa oleh aliran sungai dan berumur antara Plio–Plistosen atau sekitar dua juta tahun (Effendi, 20.000 tahun hingga sekarang. Endapan tersebut 1974). tersusun oleh material lempung, pasir halus dan b. Endapan Vulkanik Muda kasar, dan konglomerat serta mengandung cangkang Endapan ini terdiri atas material batu pasir, batu moluska. Endapan aluvium tersebut dapat memben- lempung tufan, endapan lahar, dan konglomerat yang tuk endapan delta, endapan rawa, endapan gosong membentuk endapan kipas. Ukuran butiran berubah pasir pantai, dan endapan sungai dengan bentuk menjadi semakin halus (lempungan) dan menebal meander atau sungai teranyam. ke arah utara. Hal ini menunjukkan sumber mate- d. Endapan Aluvium rial berasal dari selatan. Satuan ini terbentuk oleh Endapan ini terdiri atas lempung, lanau, pasir, Sebaran akuifer dan pola aliran air tanah di Kecamatan Bacuceper dan Benda 119 Kota Tangerang, Propinsi Banten (M.S.D. Hadian dkk.) Tabel 1. Stratigrafi Daerah Kajian BATUAN KUARTER Aluvium Qa Aluvium Pantai: lempung, setempat mengandung material organik, mudah digali, pemeabilitas rendah, jenuh air. Aluvium Sungai: lempung, pasir, kerikil, kerakal, dengan komposisi andesitik - basaltik, lepas- lepas, mudah digali, permabilitas tinggi. Aluvium Lembah: lempung tufan, pasir, lepas-lepas, mudah digali/permeabilitas sedang-tinggi, muka air tanah dangkal. Endapan Pematang Pantai QBr Pasir halus dengan komposisi andesitik, mengandung fragmen cangkang, lepas-lepas, mudah digali, air tanah dangkal, setempat terdapat air tanah segar. Endapan Vulkanik Muda Qav Lempung tufan, pasir tufan, konglomerat, endapan lahar, butiran mengkasar ke arah selatan, pelapukan dalam, permeabilitas meningkat ke arah selatan, muka air tanah dalam. BATUAN TERSIER QTvb Tuf Banten Atas Tuf, batuapung, breksi, dan batupasir tufan. kerikil, kerakal, dan bongkah yang berumur Kuar- tanah berada pada kedalaman -37,75 m. ter dan tersebar pada daerah pedataran serta sekitar Sumur bor yang terletak di stasiun radio Batu- aliran sungai. ceper berada pada ketinggian 10,8 m dpl. dan men- capai kedalaman -120 m, dengan litologi penyusun berupa lempung, tuf, pasir, pasir lempungan, dan PEMBAHASAN perselingan lempung dan pasir. Akuiklud terdapat pada kedalaman 22,5 – 25 m, 29 – 32,5 m, 73 – 84,5 Data Pemboran m, dan 93 – 97,5 m. Lapisan akuifer I terdapat pada Data pemboran yang berada di sekitar Ceng- kedalaman 0 – 22,5 m, 25 – 29 m, dan 32,5 – 73 m; kareng yang mempunyai ketinggian 7 m di atas dan lapisan akuifer II terdapat pada kedalaman 84,5 permukaan laut (dpl.) dengan kedalaman pemboran – 93 m, dan 97,5 – 106 m. mencapai –200 m, menunjukkan urutan stratigrafi Dari hasil pengolahan data, diperoleh peta se- perselingan klastika halus dan kasar berupa batu baran daya hantar listrik untuk akuifer dangkal dan lempung, batu pasir, batu pasir kuarsa, batu pasir dalam seperti pada Gambar 3 dan 4. Penelusuran tufaan, breksi, konglomerat, dan batu lempung ketebalan akuifer dangkal dan akuifer dalam pun pasiran. dilakukan untuk mengetahui trend sebaran ketebalan Lapisan yang dapat berfungsi sebagai akuiklud masing-masing akuifer, seperti ditampilkan pada terdapat pada kedalaman 0 – 10,5 m, 16,5 – 25,5 m, Gambar 5 dan Gambar 6. 40,5 – 101,5 m, dan 104,5 – 200 m. Berdasarkan data Berdasarkan pendugaan geolistrik, pada daerah pemboran ini, terdapat tiga lapisan akuifer, yaitu: kajian terdapat dua jenis akuifer, yaitu akuifer dang- lapisan akuifer I (air tanah tak tertekan) berada pada kal yang berada di atas kedalaman 50 m bmt (di kedalaman 10,5 – 16,5 m dan 25,5 – 40,5 m, sedang- bawah permukaan tanah) dan akuifer dalam yang kan lapisan akuifer II (air tanah dalam) berada pada berada di bawah kedalaman 50 m bmt. kedalaman 101,5 – 104,5 m, dengan permukaan air Di kecamatan ini diperoleh hasil bahwa akuifer 1 2 0 J u r n a l G e o lo g i I n d o n e s ia , V o l. 1 N o . 3 S e p te m b e r 2 0 0 6 : 1 1 5 - 1 2 8 Gambar 3. Peta hasil konturing nilai resistivitas pada akuifer dangkal (kedalaman <50 m) (Sumber peta dasar: Dinas Lingkungan Hidup - Pemerintah Kota Tangerang, 2004). Sebaran akuifer dan pola aliran air tanah di Kecamatan Bacuceper dan Benda 121 Kota Tangerang, Propinsi Banten (M.S.D. Hadian dkk.) h a nt eri m e P p - u d Hi n a g n u k g n Li s a n Di ar: s a d a et p er b m u S m) ( 0 5 < n a m a al d e k m ( a al d er uif k a a d a p s a vit sti si e ai r nil g n uri nt ko4). asil 200 eta hang, ar 4. PTanger mba aot GK 122 Jurnal Geologi Indonesia, Vol. 1 No. 3 September 2006: 115-128 Gambar 5. Sebaran ketebalan akuifer dangkal (kedalaman <50 m) di Kecamatan Batuceper dan Kecamatan Benda, Kota Tangerang. Sebaran akuifer dan pola aliran air tanah di Kecamatan Bacuceper dan Benda 123 Kota Tangerang, Propinsi Banten (M.S.D. Hadian dkk.) Gambar 6. Sebaran ketebalan akuifer dalam (kedalaman >50 m) di Kecamatan Batuceper dan Kecamatan Benda, Kota Tangerang. 124 Jurnal Geologi Indonesia, Vol. 1 No. 3 September 2006: 115-128 dangkal (kedalaman kurang dari 50 m) memiliki Sistem air tanah tak tertekan di Kecamatan permukaan air tanah antara 2 – 10 m di bawah Benda dijumpai pada kedalaman antara 2 – 10 m permukaan tanah setempat (bmt), sedangkan pada di bawah permukaan tanah setempat (bmt). Batuan akuifer dalam (kedalaman lebih dari 50 m) diperoleh penyusun akuifer sistem air tanah tersebut berada permukaan air tanah antara 40 m – 60 m (bmt). Hasil pada satuan endapan pantai. Akuifer tak tertekan pengukuran permukaan air secara rinci ditampilkan ini berubah menjadi semitertekan pada tempat yang dalam bentuk kontur permukaan air tanah (Gambar lebih dalam. Permeabilitas batuan pada satuan enda- 7 dan 8). pan ini sedang, dan pada beberapa lokasi berubah menjadi tinggi, khususnya pada daerah akumulasi Jenis Akuifer dan Pola Aliran Air Tanah endapan sungai dengan butiran pasir kasar hingga kerakal. Ketinggian permukaan air tanah tak tertekan Jenis dan Sebaran Akuifer ini antara 2 – 10 m (bmt). Debit aliran pada sumur- Akuifer yang berkembang di daerah yang secara sumur gali pada sistem akuifer ini berkisar antara administratif termasuk Kecamatan Batuceper ini 0 – 3 liter/detik. berlitologi pasir tufan, dan dapat dibedakan ber- Tipe akuifer yang berkembang pada kecamatan dasarkan kedalamannya menjadi akuifer dangkal ini adalah Sistem Endapan Aluvium Pantai. Batuan dan akuifer dalam. Akuifer dangkal di sini dibatasi penyusun endapan ini umumnya berupa lempung, hanya untuk akuifer-akuifer yang terdapat hingga pasir, dan kerikil hasil dari erosi dan transportasi kedalaman sampai 50 m bmt, dan akuifer dalam batuan di bagian hulunya. Umumnya batuan pada adalah akuifer yang terdapat pada kedalaman lebih endapan aluvium bersifat tidak kompak, sehingga dari 50 m mt. potensi air tanahnya cukup baik. Ketebalan akuifer di kawasan Kecamatan Batu- Morfologi pada endapan aluvium pantai umum- ceper ini beragam mulai dari 5 m - 25 m untuk nya datar sampai sedikit bergelombang. Dari segi akuifer dangkal (kedalaman sampai 50 m), hingga kuantitas, air tanah pada endapan aluvium pantai ketebalan 4 - 80 m untuk akuifer dalam (kedalaman dapat menjadi sumber air tanah yang baik, terutama lebih dari 50 m). Akuifer dangkal (kedalaman kurang pada lensa-lensa batu pasir lepas. dari 50 m) adalah akuifer tak tertekan dan pada tem- Namun demikian, dari segi kualitas air tanah pat yang semakin dalam berubah menjadi akuifer pada akuifer endapan aluvium pantai tergolong semitertekan. Sedangkan akuifer dalam (kedalaman buruk yamg ditandai dengan bau, warna kuning, lebih dari 50 m) merupakan akuifer tertekan yang keruh karena tingginya kandungan garam, besi, serta dibatasi oleh dua lapisan kedap air (impermeable mangan (Fe dan Mn). Akan tetapi kualitas air tanah layer) pada bagian atas dan bawahnya. Penampang yang baik umumnya dapat dijumpai pada endapan G-H merupakan suatu contoh sebaran vertikal dalam akuifer aluvium pantai berupa akuifer tertekan. kaitannya dengan sifat dan ketebalan akuifer (Gam- Kondisi air tanah endapan aluvium pantai ba- bar 9) di daerah Kecamatan Batuceper. nyak ditentukan oleh geologi di hulunya. Endapan Sementara itu, akuifer yang berkembang di aluvium ini dapat menjadi tebal jika cekungan yang Kecamatan Benda pun berupa litologi pasir tufaan. membatasi terus menurun karena beban endapannya, Adapun ketebalan akuifer tersebut beragam, yaitu misalnya dibatasi oleh sesar/patahan turun. Akuifer akuifer dangkal (kedalaman kurang dari 50 m) yang pada sistem ini tersusun oleh endapan pasir halus memiliki ketebalan mulai dari 5 m – 25 m dan yang belum terkompaksi dan setempat terdapat air akuifer dalam (kedalaman lebih dari 50 m) yang tanah segar. memiliki ketebalan 4 m – 80 m. Akuifer dangkal (kedalaman kurang dari 50 m) adalah akuifer bebas Karakteristik Pola Pengaliran dan Fisik Air (tak tertekan) dan pada tempat yang semakin dalam Tanah berubah menjadi akuifer semitertekan. Sedangkan Peta pola aliran air tanah dangkal memperlihat- akuifer dalam (kedalaman lebih dari 50 m) meru- kan terbentuknya depresi konus air tanah, terutama pakan akuifer tertekan yang dibatasi oleh dua lapisan di sekitar Kota Tangerang. Hal yang mungkin men- kedap air (impermeable layer) pada bagian atas dan jadi penyebab kondisi tersebut adalah perkembangan bawahnya. alamiah geometri akuifer endapan delta yang cende-

Description:
SARI. Secara geologis, Kecamatan Batuceper dan Benda, Kota Tangerang termasuk dalam Cekungan. Jakarta bagian barat, yang tersusun atas
See more

The list of books you might like

Most books are stored in the elastic cloud where traffic is expensive. For this reason, we have a limit on daily download.