1 Sang Pemetik Cahaya Apresiasi atas Sang Pemetik Cahaya “Tulisan yang menarik dan menginspirasi berangkat dari kisah nyata. Disajikan dengan bahasa yang apik. Adalah Chifrul El Hamasah, dengan kepolosan dan keluguannya mampu menarik orang lain untuk berbagi penggalan kisah kehidupan tanpa pamrih bahkan hingga sesuatu yang sifatnya sangat pribadi. Bercengkerama dengan rakyat kelas bawah pun ia jalani sepenuh hati. Membuat kita tahu apa yang terjadi di dunia mereka yang selama ini mungkin tidak menarik dikarenakan pesona mereka yang kurang memikat. Juga pernah “dikerjai” oleh seseorang, lagi-lagi karena kepolosannya yang bukan dibuat-buat tapi begitulah adanya. Kisah pribadi pun ia sajikan dengan tulus. Mudah-mudahan dengan hadirnya tulisan ini sebagai souvenir pernikahan beliau, dapat mengingatkan kita, memberi pencerahan, dan memperluas cakrawala berpikir karena banyak pelajaran yang dapat dipetik di dalamnya.” [[[[IIIIhhhhssssaaaannnn IIIIsssswwwwaaaallllddddiiii –––– aaaalllluuuummmmnnnniiii DDDDeeeepppptttt.... KKKKiiiimmmmiiiiaaaa AAAAnnnnaaaalllliiiissssaaaa –––– GGGGrrrraaaannnnaaaaddddaaaa UUUUnnnniiiivvvveeeerrrrssssiiiittttyyyy –––– SSSSppppaaaannnnyyyyoooollll]]]].... “Lewat buku ini kita bisa melihat sesuatu yang sederhana menjadi istimewa, bermakna, dan nyastra!” [[[[EEEElllllllliiiittttaaaa PPPPeeeerrrrmmmmaaaattttaaaa AAAAnnnnwwwwaaaarrrr –––– aaaalllluuuummmmnnnniiii SSSSaaaassssttttrrrraaaa IIIInnnnggggggggrrrriiiissss –––– UUUUGGGGMMMM]]]].... “Jangan terkecoh! Chifrul yang saya kenal tidaklah semeliuk-meliuk tulisan-tulisannya ini!” [[[[IIIIqqqqbbbbaaaallll LLLLaaaatttthhhhiiiiffff –––– ssssaaaahhhhaaaabbbbaaaatttt ddddaaaannnn ppppeeeennnnuuuulllliiiissss bbbbuuuukkkkuuuu ““““DDDDeeeeaaaarrrr AAAAllllllllaaaahhhh””””]]]] "Benarlah bahwa selalu ada cahaya yang bisa dipetik dalam keseharian hidup kita. Setidaknya, itulah yang dilakukan sang penulis. Lewat untaian kata yang puitis, ia membagi cahaya itu pada siapa saja yang membaca buku ini." [[[[SSSSaaaarrrriiii YYYYuuuulllliiiiaaaannnnttttiiii,,,, PPPPeeeennnnuuuulllliiiissss bbbbuuuukkkkuuuu SSSSuuuurrrrggggaaaa ddddiiii TTTTeeeellllaaaappppaaaakkkk KKKKaaaakkkkiiii AAAAyyyyaaaahhhh]]]] i Sang Pemetik Cahaya “Setelah membaca tulisan-tulisan di buku ini, cuma satu kalimat yang muncul dalam benak : WOW!!! Selamat datang penulis muda berbakat!” [[[[AAAAbbbbdddduuuullll HHHHaaaalllliiiimmmm –––– mmmmaaaahhhhaaaassssiiiisssswwwwaaaa SSSS2222 TTTTeeeekkkknnnniiiikkkk KKKKiiiimmmmiiiiaaaa ---- IIIITTTTSSSS]]]] Pertama kali membaca daftar isi buku "Sang Pemetik Cahaya" karya akhi Chif ini, saya sadar bahwa bacaan yang ada di tangan saya tersebut bukan yang kali pertama saya baca. Iya, sebagian besar isinya sudah saya baca melalui catatan2 beliau di socmed. Tapi,tetap ada dorongan kuat untuk menuntaskannya. Membacanya, membuat emosi kita serasa diasah dan diaduk-aduk. Satu kesan yg saya tangkap adalah tulisan ini hadir dari hati sang penulis. Mungkin yang tak banyak orang tahu adalah bhwa buku ini adalah hasil karya seorang lulusan Teknik Kimia, tetapi gaya bahasanya bisa disandingkan dengan lulusan sastra, Kereen !!! [[[[AAAAkkkkhhhh SSSSwwwweeeeaaaarrrr –––– PPPPeeeennnnggggggggeeeemmmmaaaarrrr BBBBuuuukkkkuuuu IIIIssssllllaaaammmmiiii]]]] "Saat awal baca judul Sang Pemetik cahaya, terbesit cahaya apa yang akan saya petik dr buku ini dan alhasil setelah membaca buku ini saya yakin masing2 orang akan terinspirasi mndapatkan cahaya masing. Di bagian emak benar2 menjadi perenungan diri saya. .amazing and inspiring. Awesome! :) [[[[TTTTuuuuttttuuuussss WWWWaaaahhhhyyyyuuuu ---- kkkkeeeettttuuuuaaaa LLLLDDDDKKKK UUUUWWWWKKKKSSSS]]]] ii Sang Pemetik Cahaya Kata Pengantar: Kisah Pemilik Tiga Cahaya Rafif Amir Ahnaf * /1/ Saya hendak mengulas sedikit tentang egoisme yang tak kunjung lenyap dan menjadi semacam tabiat hidup bangsa ini. Di jalan raya, kita sering menemukan dengan mata telanjang antar pengendara kendaraan yang berebut jalan, bahkan tak mengindahkan pengguna jalan yang hendak menyebrang. Di kantor pun demikian, semua seakan berlomba mengkayakan diri sendiri dan tak peduli pada apa yang menimpa rekan sekantornya. Bahkan mungkin mereka bersyukur saat dirinya tak kena PHK sedangkan teman-temannya banyak yang harus menyandang status baru sebagai pengangguran. Tak kalah memprihatinkan, berulang kali kita menyaksikan di depan televisi, orang-orang yang saling menyerobot antrian, yang “terpaksa” menginjak-injak manusia lainnya karena rebutan sedekah ribuan rupiah. Budaya Narsisme berlebihan pun tengah melanda para remaja, gaya hidup hedon dipertontonkan di jejaring sosial, di layar kaca, dan perangkat-perangkat teknologi yang ada. Semua itu tak lain karena ingin menunjukkan betapa hebat, betapa pintar, dan betapa cantik dirinya. Inilah zaman solilokui, zaman ketika setiap manusia sibuk mementingkan dirinya sendiri. Bahkan tentang cerita-cerita yang berhembus dari mulutnya, bahkan dialog-dialog yang ia bangun saat menyapa saudaranya, semua tentang dirinya. /2/ Akan tetapi Chifrul menyuguhkan cerita yang berbeda. Ia melepas segala keegoan dan hasrat menjadikan dirinya sebagai tokoh penting dalam cerita. Dalam buku yang Anda baca ini, Chifrul menempatkan dirinya sebagai pengamat, sebagai manusia biasa yang menancapkan empati pada fakta- fakta kemanusiaan di sekitarnya. Ia tidak hendak menonjolkan akhlak, tetapi menjadikan akhlak sebagai pintu masuk menyelami hakikat kemanusiaan. iii Sang Pemetik Cahaya Chifrul melebur bersama orang-orang yang selama ini dianggap kecil. Ia berusaha membangun dialog-dialog yang menyentuh titik empati untuk kemudian sampai pada akhlakul karimah dan akhlakul mahmudah. Seperti dalam “Maaf, Telah Membuatmu Menangis” dalam buku ini, Chifrul benar-benar dapat melukiskan perih jiwa sang pengemis, melalui percakapan yang ia mulai sendiri – betapa banyak kita menemukan, orang yang enggan memulai percakapan, apalagi dengan seorang pengemis – dan diakhiri cucuran airmata lawan bicaranya. Pun saya yakin bukan hanya karena pemberian itu sang pengemis menangis, tapi juga kerendahhatian seorang pemuda yang sudi mendengarkan kisahnya, sudi menjadikan dirinya tempat berbagi kisah yang menindih dadanya bertahun-tahun. Chifrul juga seorang yang sangat menghargai orang lain yang mau bekerja keras, meski yang mereka raih tak seberapa. Itu bisa disimak dari kisahnya yang berjudul “Senja yang Menyelalukan Pagi” tentang seorang bapak yang mendidik anaknya dengan penuh sayang, juga seorang nenek penghafal Al-Quran yang memiliki rumah di dalam pasar. Tidak hanya jalinan cerita, Chifrul juga mendedah hikmah dari setiap kisah yang ia tulis. Seperti dalam “Kakimu, Kakiku, Kaki Kita”, ia menulis, “Pun demikian, kaki kami telah hilang. Telah berganti motor-motor yang berjalan berkali-kali lebih cepat. Membuat jauh tidak berarti peluh”. Sebuah renungan yang cukup dalam. Dan barangkali hanya sedikit orang yang dapat merasakannya. Bahwa teknologi telah banyak membunuh semangat, membunuh kemanusiaan. Suguhan terakhir dari buku ini adalah “Cinta Emak” dan “Tafsir- Tafsir Kamar Mandi”. Jika Tafsir-Tafsir Kamar Mandi membuat kita menyadari bahwa untuk mencintai, untuk melahirkan empati yang tinggi, harus memiliki kepekaan sosial dan daya jelajah memahami yang tinggi pula, Cinta Emak justru akan membuat mata Anda berkaca-kaca. Sebuah episode perjalanan sang penulis yang mengharukan dan akan membuat Anda kembali merenung tentang silam yang telah banyak memberikan pelajaran tentang sebenar-benar kehidupan. /3/ iv Sang Pemetik Cahaya Sebuah hadis yang diriwayatkan Ath-Thabrani berbunyi: Tiga orang yang selalu diberi pertolongan Allah adalah seorang mujahid yang selalu memperjuangkan agama Allah swt, seorang penulis yang selalu memberi penawar, dan seorang yang menikah demi menjaga kehormatan dirinya. Dan penulis buku ini, Chifrul, adalah seorang aktivis mahasiswa bahkan sejak semasa ia kuliah. Ia juga seorang penulis, buku ini buktinya dan puluhan tulisan lain di blog dan catatan facebooknya. Ia tidak hanya menulis, tetapi menulis untuk menginspirasi. Terakhir, semua yang membaca buku ini pasti tahu, bahwa ia telah menikah. Pernikahan yang semoga selalu dibaluri niat suci mulai awal hingga penghujung ajal. Pernikahan yang semoga senantiasa bertabur barakah mulai pelaminan hingga mimbar-mimbar yang dipenuhi cahaya, di surga. Maka, Chifrul telah merangkai ketiganya di usianya yang masih relatif muda. Ia telah melengkapi syarat-syarat datangnya pertolongan Allah sesuai hadis Ath-Thabrani. Tinggal kini ia memperjuangkan, mengasah tiga amal pamuskas yang ia genggam itu sehingga semakin meningkat taraf kualitas dan efek kebaikan sistemis yang ditimbulkannya. Dengan demikian, pertolongan Allah pun semakin karib. /4/ Oleh karena itu, buku ini sungguh hadiah yang sangat istimewa, bukan hanya karena kontennya yang menggugah jiwa, tapi karena pula tak banyak acara walimah yang menyuguhkan buku sebagai souvenirnya. Bukan karena ingin membuat berbeda, akan tetapi Chifrul menyadari bahwa buku akan selalu abadi. Ia hanya akan musnah oleh api. Chifrul tidak memberikan cindera mata berupa hiasan meja, misalnya. Atau katakanlah barang-barang yang bisa dimanfaatkan untuk kebutuhan rumah tangga, justru karena ia menyadari bahwa perannya sangat kecil ketimbang buku dalam menghantarkannya mendulang pahala. Buku, seperti yang ia tulis ini barangkali akan menginspirasi Anda sebagai pembaca sekaligus sebagai undangan yang pernah hadir dalam acara walimahnya, atau siapapun yang Anda perkenalkan dengan buku ini baik sengaja ataupun tidak v Sang Pemetik Cahaya sengaja. Kemudian terbitlah keinginan, motivasi, harapan untuk berbuat lebih banyak kebaikan karena merasa tergugah dengan cerita-cerita inspitaif di dalam buku ini. Sehingga pahala tidak hanya mengalir pada pembacanya, akan tetapi juga penulisnya. Maka buku ini semacam investasi akhirat di saat yang tepat, yang dilaunching saat salah satu acara sakral kehidupan tengah berlangsung: pernikahan. Barangkali juga semaca simbol, bahwa hendaklah setiap walimah harus menyertakan kebaikan-kebaikan di dalamnya. Bukan hanya untuk mendapatkan materi dari “amplop” para undangan, tetapi juga doa dan kucuran pahala berlimpah dari tetamu sepeninggal mereka dari sana. /5/ Sang Pemetik Cahaya, judul buku ini, semoga kelak mengantarkan penulisnya bertemu Sang Pemilik Cahaya setelah terlebih dahulu ia memetik perempuan cahaya untuk bersanding dengannya menempuh perjalanan jauh di sepanjang usia. Itu doa dari saya. SSSSiiiiddddooooaaaarrrrjjjjoooo,,,, 5555 SSSSeeeepppptttteeeemmmmbbbbeeeerrrr 2222000011112222 **** KKKKeeeettttuuuuaaaa FFFFoooorrrruuuummmm LLLLiiiinnnnggggkkkkaaaarrrr PPPPeeeennnnaaaa ((((FFFFLLLLPPPP)))) SSSSiiiiddddooooaaaarrrrjjjjoooo vi Sang Pemetik Cahaya Sebelum Cahaya : Sebuah Prakata Penulis Jika kita sanggup menghitung pasir di tepian pantai, maka seharusnyalah rasa syukur kita sebanyak itu pula, atau malah lebih seharusnya. Syukur yang hanya dipersembahkan kepada Allah SWT. Dialah Sang Pencipta yang tak ada satupun makhluk kecuali telah merasakan RahmatNya, baik yang diharap-harap maupun yang dicurahkanNya begitu saja. Sungguh, rasa syukur kita tak akan pernah memenuhi genangan Rahmat dari Dia Yang Maha Pemurah. Jika kita kini merasai nikmat berislam dan beriman, maka tak lain karena lantaran seorang Rasul mulia yang dengan pesona kecerdasan dan kemurahan hatinya telah menukar zaman jahiliyah dengan alam yang penuh cahaya. Bersholawat dan mengikuti sunnahnya adalah bentuk terindah menjadi seorang manusia. Yang bila hal demikian menjadi istiqomah, maka Rasul SAW. telah menyiapkan senyumnya yang lebih dari indah ketika menyambut para pengikut setianya di pintu surga. Telah lama sang penulis mengingini sebuah buku terbit dari ketukan-ketukan alat tulisnya. Mempersatukan embun yang telah terkondensasi di pikiran. Menghadirkannya dalam sebuah hidangan ringan. Dalam sepotong buku mungil yang semoga penuh kehangatan. Sesungguhnya apa yang berpusing di sekitar kita selalu membawa kisah. Mungkin sensasional, menyentak kesadaran. Mungkin sederhana saja, sekadar angin lalu. Bisa jadi yang sesungguhnya menghentak terasa tak ada istimewanya karena indera perasa kita yang berkarat lantaran tak sering diasah. Melalui buku ini, penulis menuangkan perjalanannya mengasah jiwa dengan kisah. “Sang Pemetik Cahaya”. Hitam, putih, biru, merah, kuning, dan aneka wewarna lain adalah para penyusun cahaya. Setiap warna memiliki panjang gelombangnya yang berbeda satu dengan lainnya. Menjadikannya beraneka. Kaya akan spektra. Begitu juga dengan kisah hidup kita. Setiap peristiwa menyimpan hikmah. Menjadi elemen penyusun drama vii Sang Pemetik Cahaya kumpulan manusia. Selalu ada hikmah. Selalu ada cahaya. Tinggal bagaimana cara kita memetiknya. Buku ini merupakan himpunan dari larik-larik “cahaya” yang penulis temukan di perjalanan kesehariannya. Memetikknya lalu meruntainya dengan kekata. Dan menghadirkannya dalam karangan bunga bersimbah cahaya. Kumpulan coretan tangan ini, oleh penulisnya dihadiahkan untuk pernikahannya. Hadiah yang semoga merupa prasasti kelanggengan kisah kasihnya. Hadiah yang semoga bermanfaat baginya dan semesta yang telah berbaik hati merengkuhnya. Terima kasih untuk semua pihak yang telah membantu lahirnya buku ini. Untuk ibu, bapak, emak, kakak-kakak, keluarga besar, kawan-kawan semua serta tak lupa istri penulis tercinta. Terima kasih untuk Mas Rafif Ahnaf yang berkenan melakukan proses editing naskah dan berbaik hati memberikan sebuah pengantar untuk buku ini. Penulis jelas tak sanggup mengimbangi kebaikan pihak-pihak tersebut sebelumnya. Hanya saja penulis menitipkan sejumput doa, “Semoga Allah membalas kebaikan mereka, dan mempertemukan kita di mimbar-mimbar dari cahaya. Insya Allah.” Special credit : Bro Faishal Anshary yang telah berbaik hati membuatkan versi e-book dari buku saya ini. Jazzakumullah khoiron katsiiraa. 6666 SSSSeeeepppptttteeeemmmmbbbbeeeerrrr 2222000011112222,,,, CCCChhhhiiiiffffrrrruuuullll EEEEllll HHHHaaaammmmaaaassssaaaahhhh viii Sang Pemetik Cahaya Judul buku "Sang Pemetik Cahaya" Kata Pengantar oleh Rafif Amir Ahnaf - iii Prakata Penulis oleh Chifrul El Hamasah - vii Daftar Cahaya: 1. Di Sisi Awan, Aku Menunggui Hujan - 1 2. Maaf, Telah Membuatmu Menangis - 3 3. Kakiku, Kakimu, Kaki Kita - 7 4. Senja Yang Menyelalukan Pagi - 11 5. Sebuah Masa Transisi : Dari Keluguan ke Kedewasaan - 16 6. Mengasah Mata Batin - 22 7. Relativitas Emosi - 26 8. Terdera di Bibir Senja - 31 9. Mengeja Misteri : Dari Pernikahan ke Perjalanan Tak Terduga ke Tanah Suci - 36 10.Tafsir-tafsir Kamar Mandi - 43 11.Cahaya Menyulam Cahaya - 46 Sebuah suplemen hati "Cinta Emak" - 49 Tentang Penulis ix
Description: