1 PERANAN ‘AISYIYAH DALAM PENDIDIKAN ISLAM DI KOTA MEDAN Oleh: HENDRIPAL PANJAITAN Nim : 10 PEDI 1797 Program Studi Pendidikan Islam PROGRAM PASCASARJANA INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA MEDAN 2013 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ‘Aisyiyah merupakan wadah perjuangan dan amal usaha bagi kaum perempuan Muhammadiyah. Kedudukannya sebagai Organisasi Otonomi Khusus Muhammadiyah tidak sama dengan Organisasi-Organisasi Otonomi yang lain karena gerak dan kegiatan ‘Aisyiyah seimbang dengan gerak dan kegiatan kaum laki Muhammadiyah. ‘Aisyiyah dinyatakan sebagai Organisasi Otonomi Khusus.1 Kehadiran ‘Aisyiyah dalam mengembangkan peran pendidikannya di Kecamatan Medan Timur memberikan nuansa yang berbeda, karena program pengembangan pendidikan di usia dini mampu mewujudkan intensitas belajar bermain yang notabennya adalah pemahaman karakter dan akhlak peserta didik. Dari segi kognitif, peserta didik dapat memahami latar pendidikan yang berinstrumental artinya peserta didik di taman kanak-kanak mampu memahami pendalaman pendidikan melalui permainan alat-alat musik yang bercirikan Islami. Dengan berdirinya Taman kanak-kanak bustanul athfal, para pendiri dari ‘Aisyiyah mengharapkan anak didiknya kelak menjalankan syari’at bukan saja dalam bidang keagamaan tapi juga kemasyarakatan yang betul-betul berada dalam kapasitas peradaban kontemporer (bermacam-macam). Taman kanak-kanak bustanul athfal mengharapkan para peserta didiknya untuk terus mempertahankan organisasi ke ‘Aisyiyahan, melalui program pengembangan kepribadian serta belajar kelompok menciptakan mereka tumbuh dan berkembang secara kemajemukan dalam satu tubuh ‘Aisyiyah. ‘Aisyiyah dengan motif geraknya membawa kesadaran beragama dan berorganisasi serta mengajak warganya untuk menciptakan Baldatun Thayyibatun Wa Rabbun Ghafur. Suatu kehidupan bahagia dan sejahtera penuh limpahan rahmat dan nikmat Allah SWT di dunia dan di akhirat. 1 Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah, Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga ‘Aisyiyah (Yogyakarta: ‘Aisyiyah Press, 2005), cet. IX, h. 24. 3 Dalam penjelasan di atas memberikan arti, bahwa dalam epistemologi pendidikan Islam, ilmu pengetahuan dapat diperoleh apabila peserta didik (manusia) mendayagunakan berbagai media, baik yang diperoleh melalui persepsi inderawi, akal, kalbu, wahyu maupun ilham. Oleh karena itu, aktivitas pendidikan dalam Islam hendaknya memberikan kemungkinan yang sebesar-besarnya bagi pengembangan ke semua dimensi tersebut. Menurut ‘Aisyiyah, pengembangan tersebut merupakan proses integrasi ruh dan jasad. Konsep ini diketengahkannya dengan menggariskan perlunya pengkajian ilmu pengetahuan secara langsung, sesuai prinsip-prinsip al-Qur`an dan sunnah, bukan semata-mata dari kitab tertentu. Landasan pendidikan Islam yang berpedoman pada al-Qur’an dan al-Hadis dengan membentuk muslim yang berakhlak mulia maka seutuhnya berjuang untuk kepentingan ummat.2 ‘Aisyiyah menyadari benar kondisi umat Islam di zamannya. ‘Aisyiyah melihat betapa pendidikan Islam yang ada sudah tak berdaya (minim semangat keilmuan). Untuk membangun kembali umat Islam, serta memerangi keterbelakangan umat, maka bidang pendidikan harus diberi prioritas yang tinggi.3 Dalam pandangan Islam, paling tidak ada dua sisi tugas penciptaan manusia, yaitu sebagai `abd Allah dan khalifah di muka bumi. Dalam proses kejadiannya, manusia diberikan Allah al-Ruh dan al-`aql. Untuk itu, media yang dapat mengembangkan potensi al-Ruh untuk menalar penunjuk pelaksanaan ketundukan dan kepatuhan manusia kepada Khaliqnya.4 Di sini eksistensi akal merupakan potensi dasar bagi peserta didik yang perlu dipelihara dan dikembangkan guna menyusun kerangka teoretis dan metodologis bagaimana menata hubungan yang harmonis secara vertikal maupun horizontal dalam konteks tujuan penciptannya. 2 Amir Hamzah, Pembaharuan Pendidikan dan Pengajaran Islam yang diselenggarakan oleh perguruan Muhammadiyah, 1962), cet.II, h. 59. 3 Syafi’I Ma’rif, Islam dan Masalah Kenegaraan ( Jakarta: LP3ES, 1986), h. 67. 4PP ‘Aisyiyah Majelis Dikdasmen, Pendidikan al-Islam dan ke ‘Aisyiyahan- KeMuhammadiyahan ( Jakarta, 2007), cet.III, h. 45. 4 Materi pendidikan menurut ‘Aisyiyah, adalah pengajaran al-Qur`an dan Hadis,5 membaca, menulis, berhitung, ilmu bumi dan menggambar. Materi al- Qur`an dan Hadis meliputi; ibadah, persamaan derajat, fungsi perbuatan manusia dalam menentukan nasibnya, musyawarah, pembuktian kebenaran al-Qur`an dan Hadis menurut akal, kerjasama antara agama-kebudayaan-kemajuan peradaban, hukum kausalitas perubahan, nafsu dan kehendak, demokratisasi dan liberalisasi, kemerdekaan berpikir, dinamika kehidupan dan peranan manusia di dalamnya, dan akhlak (budi pekerti), karena al-Qur’an dan al-Hadis sebagai dasar dan tolak ukur dalam upaya pemurnian agama.6 Di samping itu, menurut Abuddin Nata, bahwa pendidikan harus menempatkan kedudukannya kearah yang penting dan tinggi dalam doktrinnya.7 Oleh karena itu, pendidikan yang baik adalah pendidikan yang sesuai dengan tuntutan masyarakat di mana siswa itu hidup. Dengan pendapatnya itu, sesungguhnya ‘Aisyiyah mengkritik kaum tradisionalis yang menjalankan model pendidikan yang diwarisi secara turun temurun tanpa melihat relevansinya dengan perkembangan zaman. Pendidikan Islam berdasar pada prinsip untuk membuka, mengembangkan dan menyelesaikan masalah sosial dan memelihara sejarah dan kebudayaannya.8 Berangkat dari gagasan di atas, maka menurut ‘Aisyiyah pendidikan Islam hendaknya diarahkan pada usaha membentuk manusia muslim yang berbudi pekerti luhur, ’alim dalam agama, luas pandangan dan paham masalah ilmu keduniaan, serta bersedia berjuang untuk kemajuan masyarakatnya. Hal ini berarti bahwa pendidikan Islam merupakan upaya pembinaan pribadi muslim sejati yang bertaqwa, baik sebagai ’abd maupun khalifah di muka bumi ini. Untuk mencapai tujuan ini, proses pendidikan Islam hendaknya mengakomodasi berbagai ilmu pengetahuan, baik umum maupun agama, untuk mempertajam daya intelektualitas 5 Ibid, h. 5-6. 6 Aripin,M.T, Gagasan Pembaharuan Muhammadiyah (Jakarta: Pustaka Jaya, 1987), h. 43. 7 Abuddin Nata, Sejarah Pendidikan Islam, pada periode klasik dan Pertengahan, ( Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004), cet. II, h. 26. 8Lih. Omar Mohammad Al-Toumy Al-Syaibany, Falsafah al-Tarbiyah al-Islamiyah, Terj. Hasan Langgulung ( Falsafah Pendidikan Islam), (Jakarta: Bulan Bintang, 1979), h. 438. 5 dan memperkokoh spritualitas peserta didik. Menurur ‘Aisyiyah, upaya ini akan terealisasi manakala proses pendidikan bersifat integral. Proses pendidikan yang demikan pada gilirannya akan mampu menghasilkan alumni ”intelektual ulama” yang berkualitas.9 Oleh karena itu penulis merasa tertarik untuk menganalisis peranan ‘Aisyiyah dalam pendidikan Islam yang ditanamkan kepada peserta didik khususnya di Kota Medan yang akan dituangkan dalam proposal Tesis yang berjudul : ‘’ Peranan ‘Aisyiyah Dalam Pendidikan Islam di Kota Medan ’’. B. Rumusan Masalah Bertolak dari latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana Peranan ‘Aisyiyah dalam pendidikan Islam di Kota Medan. Untuk lebih fokus perlu adanya deskripsi lebih jelas. Dan sebagai rumusan masalah dalam kajian ini diperinci pertanyaan penelitian sebagai berikut: a. Bagaimana tujuan ‘Aisyiyah dalam memajukan pendidikan Agama Islam di Kota Medan ? b. Bagaimana metode yang diterapkan ‘Aisyiyah dalam memajukan pendidikan Islam di Kota Medan? c. Bagaimana materi yang diterapkan ‘Aisyiyah dalam memajukan pendidikan agama Islam di Kota Medan? d. Bagaimana upaya yang dilakukan ‘Aisyiyah dalam memajukan pendidikan agama Islam di Kota Medan? e. Apa kendala-kendala ‘Aisyiyah dalam memajukan pendidikan agama Islam di Kota Medan? C. Batasan Istilah Batasan istilah disini menjelaskan tentang pengertian istilah dari rumusan masalah, yakni : 1. Peranan ‘Aisyiyah Dalam Pendidikan Islam 9 PP ‘Aisyiyah Majelis Dikdasmen, Pengembangan ke ‘Aisyiyahan-Kemuhammadiyahan (Jakarta: TK Busthanul Athfal, 2007), h. 20. 6 Yang dimaksud dengan peranan ‘Aisyiyah dalam pendidikan Islam di sini adalah: 1. Tujuan peranan pendidikan Islam ‘Aisyiyah di Kota Medan Pendidikan yang dimaksud adalah pengembangan pendidikan tentang ajaran Islam mengenai syari’ah, menanamkan nilai-nilai budi pekerti yang luhur kepada peserta didik baik di panti asuhan, TK,PG,PAUD dan TPA serta kepesantrenan dan sekolah luar biasa ‘Aisyiyah. 2. Metode pendidikan Islam yang diajarkan oleh ‘Aisyiyah meliputi belajar kelompok, diskusi, serta Play Role (belajar kelompok), metode pendidikan di kepesantrenan meliputi pengajian, munaqasyah, metode pendidikan di panti asuhan meliputi sistem berasrama. Belajar malam yang disebut dengan Muwajjah dan metode pendidikan sekolah luar biasa melalui sistem Brill 3. Materi pendidikan yang disajikan berlandaskan kepada kurikulum tingkat satuan pendidikan, menggunakan silabus, dan berlandaskan kepada al- Qur’an dan Sunnah. 4. Pelaksanaan pendidikan Islam ‘Aisyiyah melalui pendidikan kurikulum yang diajarkan melalui lembaga-lembaga sekolah seperti TK, PG, PAUD,TPA, kepesantrenan, panti asuhan dan sekolah luar biasa ‘Aisyiyah 5. Kendala-kendala ‘Aisyiyah yang dihadapi adalah tentang kurangnya kontribusi para orang tua dalam mendukung program pengembangan pendidikan ‘Aisyiyah itu sendiri. D. Tujuan Penelitian Penelitian ini diharapkan bisa menjawab semua permasalahan yang telah dikemukakan pada latar belakang masalah dan rumusan masalah pada bagian terdahulu. Berpegang pada lima hal di atas, maka tujuan penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut: 1) Untuk mengetahui bagaimana tujuan ‘Aisyiyah dalam pendidikan Islam di Kota Medan 7 2) Untuk mengetahui bagaimana metode ‘Aisyiyah dalam memajukan pendidikan agama Islam di Kota Medan 3) Untuk mengetahui bagaimana materi ‘Aisyiyah dalam memajukan pendidikan agama Islam di Kota Medan 4) Untuk mengetahui upaya ‘Aisyiyah dalam memajukan pendidikan agama Islam di Kota Medan 5) Untuk mengetahui kendala-kendala ‘Aisyiyah dalam memajukan pendidikan agama Islam di Kota Medan Dari tujuan penelitian di atas diharapkan bisa menghantarkan pada sebuah pengetahuan lebih mendalam terhadap maksud peranan ‘Aisyiyah dalam pendidikan Islam khususnya di Kota Medan. E. Kegunaan Penelitian Dalam kegunaan penelitian ini terbagi menjadi tiga, yakni : 1. Secara Teoritis a. Untuk dijadikan sebagai landasan pemikiran bahwa peranan ‘Aisyiyah dalam memajukan pendidikan Islam melalui lembaga-lembaga formal dan non formal b. Untuk membantu para peneliti lain dalam menelaah kajian tentang peranan ‘Aisyiyah dalam pendidikan Islam c. Untuk memahamkan kepada masyarakat tentang pentingnya pendidikan Islam yang dibangun melalui ‘Aisyiyah 2. Secara Praktis 1. Dapat menerangkan tentang telaah terhadap pendidikan ‘Aisyiyah dalam lembaga Play Group, Taman Kanak-Kanak, Taman Pendidikan Qur’an dan Pendidikan Anak Usia Dini, serta kegiatan kepesantrenan ‘Aisyiyah, Panti asuhan putri ‘Aisyiyah dan Sekolah Luar Biasa ‘Aisyiyah di masyarakat Kota Medan 2. Sumbangan pemikiran bagi tenaga pendidik dalam memajukan dan memodernisasi pembelajaran di Institusi tersebut 8 3. Terakhir, kiranya hasil penelitian ini bisa menjadi salah satu acuan bagi peneliti berikutnya di masa yang akan datang dan menambah khazanah ilmu pengetahuan bagi penulis dalam penelitian pendidikan F. Sistematika Pembahasan Sistematika pembahasan atau sistematika penulisan yang dilakukan dalam penelitian ini terdiri dari lima bab dengan perincian sebagai berikut: Pada bab pertama atau pendahuluan tesis ini, dikemukakan latar belakang masalah, rumusan masalah, batasan istilah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, sistematika pembahasan. Landasan teori dalam penelitian ini dikemukakan pada bab kedua dengan pembahasan tentang pengertian peranan ‘Aisyiyah baik peranannya dibidang, PAUD, TK, TPA dan PG, peranannya dibidang Sekolah Luar Biasa, panti asuhan dan kepesantrenan. Metodologi penelitian, dikemukakan pada bab ketiga dengan pembahasan jenis dan pendekatan penelitian, sumber data, analisis data, teknik penjamin keabsahan data. Pada bab keempat dalam penelitian ini mengemukakan tentang hasil penelitian dan pembahasan yang terdiri dari : A. Temuan Umum Penelitian: tentang peranan ‘Aisyiyah dalam pendidikan Islam, bagaimana upaya serta karakter pendidikan yang dibangun oleh ‘Aisyiyah dalam memajukan pendidikan agama Islam di kota medan. Dan bagian B.Temuan khususnya adalah penelitian; tujuan ‘Aisyiyah dalam memajukan pendidikan agama Islam di Kota Medan melalui metode, materi, upaya, dan kendala-kendalanya. Sebagai penutup dari teoritis dan pembahasan penelitian, pada bab kelima dikemukakan kesimpulan dan saran-saran ditambah beberapa lampiran. 9 BAB II LANDASAN TEORI A. Peranan ‘Aisyiyah dalam Bidang Agama, Pendidikan, dan Sosial Dalam bidang agama ‘Aisyiyah melakukan dakwah baik untuk masyarakat abangan maupun santri dengan materi yang disesuaikan. Penyampaian dakwah dilakukan baik secara lisan yang disebut dakwah bil lisan maupun dalam bentuk perbuatan konkrit atau dakwah bil hal. Dakwah bil lisan dilakukan melalui pengajian, peringatan hari-hari besar Islam, serta ceramah-ceramah di berbagai tempat dan komunitas termasuk penjara. Sejak terbitnya suara ‘Aisyiyah pada tahun 1922, dakwah juga dilakukan lewat majalah tersebut. Sesudah kemerdekaan dakwah juga dilakukan melalui radio. Ketika stasiun televisi sudah berdiri ‘Aisyiyah juga memanfaatkannya untuk berdakwah pada peristiwa-peristiwa tertentu. Kegiatan ‘Aisyiyah dalam bidang agama mula-mula adalah mengirim muballighat ke beberapa tempat terutama pada bulan puasa untuk memimpin shalat tarawih, mengadakan peringatan hari-hari besar Islam, serta mengadakan kursus agama Islam bagi perempuan.10 ‘Aisyiyah juga telah mempelopori berdirinya mushala untuk perempuan, yang pertama kali berdiri di kauman Yogyakarta pada tahun 1922. Kemudia di Garut, ‘Aisyiyah setempat juga mendirikan “Masjid Istri” di jl. Pengkolan pada tahun 1926. Selanjutnya berdiri pula mushala di Karangkajen dan Suronatan di Yogyakarta, Keprabon Surabaya, dan Ajibarang Purwakarta.11 Usaha ini merupakan suatu kemajuan karena perempuan mempunyai tempat ibadah sendiri yang berfungsi pula sebagai tempat pengajian atau membicarakan masalah- masalah agama dan kemajuan perempuan. Sampai pada tahun 1971 jumlah mushala ‘Aisyiyah tercatat 152 di seluruh Indonesia.12 10 Suara ‘Aisyiyah, oktober/November 1952, h. 192. 11 G.F. Pijper, Fragmenta Islamica:Studien Over Het Islamisme in Nederlansch Indie ( Leiden:E.J.Brill, 1934), h. 4. 12 Laporan PImpinan Pusat ‘Aisyiyah Pada Muktamar (Ujung Pandang, ‘Aisyiyah ke-38, 1971), h. 15. 10 Pada muktamar ‘Aisyiyah tahun 1968 di Yogyakarta diputuskan tentang pembentukan gerakan jamaah untuk mempermudah pelaksanaan dakwah. Jamaah merupakan kehidupan sekelompok orang dalam lingkungan suatu tempat tinggal yang mempunyai satu ikatan jiwa. Tiap satu kelompok jama’ah minimal terdiri dari lima keluarga dan maksimal sepuluh keluarga. Setiap keluarga ‘Aisyiyah berfungsi sebagai anti jama’ah yang berkewajiban membentuk keluarga jama’ah di lingkungannya. Gerakan jama’ah ini membina lingkungan sosial menjadi warga masyarakat yang memiliki kualitas bagus dalam kehidupan beragama. Program gerakan jama’ah ini mirip dengan kegiatan Dasa Wisma yang dilakukan pemerintah mulai tahun 1985. Pada muktamar Muhammadiyah tahun 1971 di Ujung Pandang diputuskan tentang pembinaan keluarga dan masyarakat sejahtera Muhammadiyah. Untuk melaksanakan program tersebut, pada tahun 1973 ‘Aisyiyah mengadakan kursus kesehatan mental dan memberikan penerangan tentang perencanaan keluarga di Yogyakarta dan Jakarta. Program perencanaan keluarga sejahtera ini pada tahun 1985 berkembang menjadi keluarga sakinah. Sementara itu kegiatan ‘Aisyiyah dalam bidang sosial telah dilakukan sejak sebelum ‘Aisyiyah berdiri secara resmi pada tahun 1917, yaitu dalam bentuk penyantunan anak yatim. Karena tidak setiap cabang atau daerah mampu menyelenggarakan panti asuhan secara terpisah, maka terjadi penggabungan antara anak asuhan laki-laki dan perempuan. Dalam musyawarah kerja Nasional ke-3 Majelis Penolong kesengsaraan umum pada tahun 1968 di Purwokerto. Diputuskan bahwa anak asuhan laki-laki harus dipisahkan dengan anak asuhan perempuan paling lambat pada usia sepuluh tahun. Anak asuhan laki-laki ditampung di panti asuhan Muhammadiyah sedang anak perempuan ditampung di panti asuhan ‘Aisyiyah. Hingga pada tahun 1974 terdapa 27 panti asuhan yatim piatu ‘Aisyiyah yang tersebar di seluruh Indonesia. Musyawarah kerja itu juga memutuskan tentang pembentukan asuhan keluarga. Asuhan keluarga menggunakan keluarga dan rumah tangga sebagai tempat penampungan anak asuh. Sistem asuhan keluarga seperti ini lebih memungkinkan dibentuknya keluarga tiruan hingga anak akan memperoleh asuhan yang lebih
Description: