Baluddin Siregar:Pendidikan Akidah Dalam Qs. Al-Hasyr Ayat 22-24 Menurut Perspektif Jamâl Al-Dīn Al-Qâsimī PENDIDIKAN AKIDAH DALAM QS. AL-HASYR AYAT 22-24 MENURUT PERSPEKTIF JAMÂL AL-DÎN AL-QÂSIMÎ Baluddin Siregar*, Achyar Zein**, Zulheddi*** *Mahasiswa Program Studi Pendidikan Islam Pascasarjana UIN Sumatera Utara **Dr., M.Ag Co Author Dosen Pascasarjana UIN Sumatera Utara ***Dr., M.A Co Author Dosen Pascasarjana UIN Sumatera Utara Abstract: This research is to find out how is the interpretation about the education’s of moral value on Imâm Jamâl al-Dîn al-Qâsimî verse al-Hasyr 22-24, the amount of the education’s of moral value and the contribution. This research is used qualitative method or the research to library study. The education’s of moral value on al-Hasyr 22-24 is the education teachesillahiyat, Rubûbiyah, Ulûhiyyah and Asma’ dan all around including to Tauhid. The amount of the education’s of moral value on Imâm Jamâlu al-Dîn al-Qósîmi at al-Hasyr 22-24 has forteen around on asmaul husna, those are al- ’Alm, ar-Rahman, al-Malk, al-Qudus, as-Salám, al-Mukmin, al-Muhaimin, al-Aziz, al-Jabar, al-Mutakabbir, al-Kháliq, al-Musawwir, and al-Hakm. The contribution is showing every where of education, it ’s obligated teaching the moral value verse. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pendidikan akidah dalam tafsir Imâm Jamâl al-Dîn al-Qâsimî pada surat al-Hasyr 22-24, jumlah kandungan pendidikan akidah dan apa kontribusinya. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif atau penelitian bersifat studi pustaka. Pendidikan akidah dalam surat al-Hasyr ayat 22-24 adalah pendidikan yang mengajarkan tentangIlahiyat(ketuhanan). RubûbiyyahAllah swt.‘Ulûhiyyah Allah(Tauhid Ulûhiyyah) danAsmâ al- Husna dan sifat Allah yang semuanya masuk dalam kalimat Tauhid. Jumlah kandungan pendidikan akidah dalam tafsir Imâm Jamâl al-Dîn al-Qâsimî pada surat al-Hasyr 22-24 mengandung empat belas (14)asmâul husna dari seluruh jumlahasmâul husna yang ada, yakni ,al-’Âlim, ar-Rahmân, al-Mâlik, al-Quddûs, as-Salâm, al-Mukmin, al-Muhaimin, al-Azîz, al-Jabbâr, al-Mutakabbir, al-Khâliq, al-Musawwir, dan al-Hakam. Kontribusi pendidikannya adalah; mengisyaratkan bahwa dalam dunia pendidikan di mana saja, harus mengajarkan tentang nilai-nilai akidah. Kata Kunci; Pendidikan, Aqidah dan Pemikiran Pendahuluan Pendidikan akidah memiliki peran penting dalam dunia pendidikan karena merupakan salah satu pelajaran yang mengajarkan siswa bertingkah laku yang baik sesuai dengan ajaran agama Islam. Hal lain yang juga sangat penting adalah Pendidikan akidah itu sendiri yang diimplementasikan ke dalam pelajaran dasar dari siswa terutama di Sekolah Dasar sampai mereka mendapatkan dan mengetahui hal-hal yang mendasar di dalam akidah itu sendiri. Oleh karena itu Pelajaran Pendidikan Agama Islam mengenai akidah menjadi pelajaran yang sangat penting dan utama untuk diberikan 176 3 AT-TAZAKKI: Vol. 2 No. 2 Juli-Desember 2018 Baluddin Siregar:Pendidikan Akidah Dalam Qs. Al-Hasyr Ayat 22-24 Menurut Perspektif Jamâl Al-Dīn Al-Qâsimī kepada siswa di madrasah. Mengajar merupakan suatu perbuatan yang bersifat unik tapi sederhana, karena berkenaan dengan manusia yang pada prinsipnya membimbing manusia dalam sebuah kegiatan yang berprogram dan mengandung makna.1 Proses pembelajaran di kelas merupakan hal yang tidak bisa dihindari oleh seorang guru terhadap murid sebagai anak didik baik secara formal maupun non formal. Oleh karena itu mutu pembelajaran yang diberikan guru harus selalu ditingkatkan hal tersebut meliputi penampilan, bahan ajar, dan metode yang dikembangkan dalam proses pembelajaran. Dalam proses belajar mengajar harus ada interaksi antara guru dan muridnya, guru memberikan rangsangan terhadap murid yang meliputi bahan pelajaran yang akan dipelajari, sedangkan murid memberikan reaksi terhadap pelajaran yang diberikan oleh guru. Belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan seorang untuk memperolah suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.2 Omar Muhammad Al-Toumy Al-Syaibani sebagaimana yang dikutip oleh Thohirin dalam bukunya Psikologi Pembelajaran pendidikan Islam menyatakan pendidikan Islam mengenai keyakinan (akidah) adalah usaha mengubah tingkah laku individu yang dilandasi oleh nilai-nilai Islam dalam kehidupan pribadinya atau kehidupan kemasyarakatan dan kehidupan dalam alam sekitarnya melalui proses kependidikan.3 Dengan demikian pendidikan Islam mengenai akidah adalah proses dalam membentuk manusia yang mampu mengembangkan potensi yang dimilikinya untuk mewujudkan cita-cita diinginkan. Pendidikan yang dimaksud adalah pendidikan yang berdasarkan Alquran dan Sunnah Nabi (berdasarkan pada akidah).4 Pendidikan akidah mempunyai kedudukan dan peranan yang sangat penting, sebab melalui pendidikan tersebut dapat dibentuk kepribadian anak (bertakwa kepada Allah swt). Pendidikan akidah juga merupakan salah satu kebutuhan manusia dalam mengembangkan diri sesuai dengan potensi yang ada pada manusia tersebut, dalam hal ini D.Marimba menyatakan bahwa pendidikan adalah bimbingan pimpinan secara sadar oleh si pendidik terhadap pendidikan jasmani dan rohani peserta didik menuju terbentuknya pribadi utama. Berdasarkan pendapat diatas maka dalam proses pendidikan itu terdapat beberapa unsur-unsur, diantaranya unsur usaha (kegiatan dan pelaksanaan), unsur adanya anak didik, unsur adanya pendidikan, dan unsur adanya alat-alat yang dipergunakan. Unsur-unsur tersebut merupakan hal yang menentukan dalam memperoleh hasil sesuai dengan apa yang diinginkan, oleh sebab itu pelaksanaan pendidikan perlu diperhatikan.5 Begitu pentingnya pendidikan akidah maka dengan sewajarnya semua pihak yang terkait dengan pendidikan tersebut perlu untuk mendukungnya baik itu pendidik, orang tua maupun masyarakat. Baik dan tidaknya dukungan dari pihak-pihak tersebut tentu tidak terlepas dari efektivitas mereka terhadap pelajaran pendidikan agama Islam. Pelaksanaan praktik ibadah seperti ibadah shalat merupakan implementasi untuk berkeyakinan kepada Allah swt, dan hal ini dapat membentuk kepribadian seseorang dalam berakidah. Alquran merupakan kitab suci umat Islam. Sebagai kitab suci umat Islam, Alquran diyakini sebagai kalam Tuhan sehingga disebut kalam ilahi (kalam Allah). Ulama salaf mengatakan bahwa Alquran merupakan perkataan yang paling baik dan kisah-kisah yang paling baik, sebagaimana posisinya sebagai pembeda di antara kitab-kitab suci lainnya.6 Alquran ialah “wahyu yang diterima oleh Malaikat Jibril dari Allahswt. dan disampaikan kepada Rasul-Nya Muhammad saw. yang tidak dapat ditandingi oleh siapapun, yang diturunkan berangsur-angsur lafal dan maknanya, yang dinukilkan dari Muhammad saw. kepada umatnya dengan jalur mutawatir, dan tertera dengan sempurna dalam mushaf, baik lafal, maupun maknanya, sedang yang membacanya diberikan pahala; karena membaca Alquran dihukumkan ibadah.7 (definisi secara istilah) Alquran seratus persen berasal dari Allah swt. baik secara lafal maupun makna. Diwahyukan oleh Allah swt. kepada Rasul dan Nabi-Nya Muhammad saw. melalui 3 177 Baluddin Siregar:Pendidikan Akidah Dalam Qs. Al-Hasyr Ayat 22-24 Menurut Perspektif Jamâl Al-Dīn Al-Qâsimī wa%yu al-jaliyy“wahyu yang jelas yaitu dengan turunnya malaikat utusan Allah swt. Jibril a.s. untuk menyampaikan wahyu-Nya kepada Rasulullah saw.8 Sebagaimana Allah swt. berfirman dalam surat An- Naml ayat 6; Dan Sesungguhnya kamu benar-benar diberi Al qur’an dari sisi (Allah) yang Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui (Qs. an-Naml;6). Aquran diturunkan dalam bentuk global. Oleh karena itu butuh ilmu lain untuk memahaminya. Untuk memahami hal tersebut membutuhkan tafsir atau ta wil maupun ilmu-ilmu lain yang berkaitan dengannya yang termaktub dalam bahasanUlûm Alqurân. Pada zaman nabi, ilmu tafsir pun sudah dikenal. Sebab ayat turun belum tentu dapat dipahami oleh masyarakat pada saat itu, sehingga butuh penjelasan. Pada zaman tersebut, masyarakat bisa bertanya secara langsung kepada Nabi Muhammad saw. namun setelah beliau wafat, kepada siapa orang bertanya untuk meminta penjelasan?. Maka seiring berkembangnya zaman, pasca wafatnya Nabi besar Muhammad saw, muncul para mufassir dari zaman klasik hingga kontemporer. Pada awalnya mereka lebih banyak menggunakan hadits-hadits maupun literatur sebagai sumber rujukan dalam menafsirkan sebuah ayat. Namun seiring berkembangnya zaman, mufassir lebih luas pemikirannya dalam menafsirkan ayat yaitu menggunakaan rasio atau akal pikiran. Sebagaimana dikelompokkan oleh Abd al-Hayy al-Farmawi sebagai tafsirbi al-ma¹aûrdanbi al-ra’yi. Jika menelisik metode penafsiran pada era sahabat Nabi saw, dijumpai bahwa pada prinsipnya setelah menemukan tidak adanya penjelasan Nabi menyangkut persoalan yang diangkat mereka merujuk kepada penggunaan bahasa dan syair-syair Arab klasik.9 Tafsirbi al-ma’auryang paling menonjol adalahTafsîr Jamî’ul Bayân fî Tafsîr Al-Qur’ân, yang biasa disebutTafsîr Ath- labârî.10 Semakin kontemporer, pemikiran mufassir lebih banyak menggunakan sumber tafsirbi al ra’yi, terkadang itu memicu pertentangan bahkan penolakan. Sehingga penulis tertarik mengkaji pemikiran salah satu tokoh mufassir kontemporer yaitu Al-Qâsimî (1283-1332 H) yang memiliki nama lengkap Muhammad Jamal al-din bin Muhammad Said bin Qâsim bin Shólih bin Ismâil bin Abu Bakr al-Qâsim al-Damsyîqi dalam kitab tafsirnya Ma%âsinu al-Ta¹wîl. Jamâlu al-Dîn Al-Qâsimî termasuk dari kalangan ulama besar Syam (Syiria). Rasyid Ridha memberi komentar terhadapnya bahwa ia adalah orang alim dari Syam, yang langka, pembaru ilmu-ilmu keislaman, penghidup Sunnah dengan ilmu dan amal, dalam pengajaran dan terpelajar, dalam karya dan termasuk dari lingkaran pertemuan antara petunjuk salaf dan perkembangan yang dibutuhkan zaman. Pendidikan Agama Islam memiliki peran penting dalam dunia pendidikan karena merupakan salah satu pelajaran yang mengajarkan siswa bertingkah laku yang baik sesuai dengan ajaran agama Islam. Hal lain yang juga sangat penting adalah Pendidikan Agama Islam memberikan pelajaran dasar dari Agama Islam sehingga siswa terutama di Sekolah Dasar mendapatkan dan mengetahui hal-hal yang mendasar di dalam Agama Islam. Oleh karena itu Pelajaran Pendidikan Agama Islam menjadi pelajaran yang sangat penting dan utama untuk diberikan kepada siswa di sekolah. Mengajar merupakan suatu perbuatan yang bersifat unik tapi sederhana, karena berkenaan dengan manusia yang pada prinsipnya membimbing manusia dalam sebuah kegiatan yang berprogram dan mengandung makna. Dipandang dari sudut potensi manusia yang terdiri dari dua jenis, yakni potensi lahir dan potensi batin, maka dapat dilihat ada beberapa aspek yang perlu dikembangkan. Pertama, dari aspek pendidikan fisik manusia. Kedua dari aspek pendidikan ruhani manusia yang meliputi aspek pikiran dan perasaan manusia. Adapun manusia ditinjau dari segi fungsinya sebagai khalifah, maka aspek yang perlu dikembangkan yaitu aspek pemahaman, penguasaan, dan tanggung jawab terhadap kelestarian alam raya.11 Berkenaan dengan itu, maka perlu dikembangkan aspek pendidikan ilmu pengetahuan dan aspek pendidikan moral serta aspek keterampilan pengelolaan alam raya. 3 177 BAaTlu-TdAdiZn ASiKreKgIa:r :VPoenl.d i2d ikNano .A k2i dJahu lDi-aDlaems eQms. bAel-rH 2as0y1r A8yat 22-24 Menurut Perspektif Jamâl Al-Dīn Al-Qâsimī Ditinjau dari segi fungsi manusia sebagai hamba (abdun), maka aspek yang penting untuk dididik yaitu aspek pendidikan ketuhanan. Berdasarkan alur pikir yang dibangun di atas, maka beberapa aspek pendidikan yang perlu ditanamkan kepada manusia itu menurut konsep pendidikan Islam, yaitu: 1) Aspek pendidikan ketuhanan dan akhlak, 2) Aspek pendidikan akal dan ilmu pengetahuan, 3) Aspek pendidikan fisik, 4) Aspek pendidikan kejiawaan, 5) Aspek pendidikan keindahan (seni), 6) Aspek pendidikan keterampilan, 7) Aspek sosial. Omar Muhammad Al-Toumy Al-Syaibany menyatakan pendidikan Islam adalah usaha mengubah tingkah laku individu yang dilandasi oleh nilai-nilai Islam dalam kehidupan pribadinya atau kehidupan kemasyarakatan dan kehidupan dalam alam sekitarnya melalui proses kependidikan.12 Dengan demikian pendidikan Islam adalah proses dalam membentuk manusia yang mampu mengembangkan potensi yang dimilikinya untuk mewujudkan cita-cita yang diinginkan. Pendidikan yang dimaksud adalah pendidikan yang berdasarkan Alquran dan Sunnah Nabi. Pendidikan mempunyai kedudukan dan peranan yang sangat penting, sebab melalui pendidikan dapat dibentuk kepribadian anak. Pendidikan juga merupakan salah satu kebutuhan manusia dalam mengembangkan diri sesuai dengan potensi yang ada pada manusia tersebut, dalam proses pendidikan itu terdapat beberapa unsur-unsur, di antaranya unsur usaha (kegiatan dan pelaksanaan), unsur adanya anak didik, unsur adanya pendidikan, dan unsur adanya alat-alat yang dipergunakan. Unsur-unsur tersebut merupakan hal yang menentukan dalam memperoleh hasil sesuai dengan apa yang diinginkan, oleh sebab itu pelaksanaan pendidikan perlu diperhatikan. Begitu pentingnya pendidikan agama Islam, maka dengan sewajarnya semua pihak yang terkait dengan pendidikan tersebut perlu untuk mendukungnya baik itu guru, orang tua maupun masyarakat. Baik tidak dukungan dari pihak-pihak tersebut tentu tidak terlepas dari efektivitas mereka terhadap pelajaran pendidikan agama Islam. Pendidikan akidah merupakan landasan utama seorang muslim, identitasnya ditentukan oleh akidahnya yang benar, dia adalah sebuah pondasi bangunan, kuat tidaknya bangunan ditentukan oleh “pondasinya”, ia adalah akar sebuah pohon, hidup matinya pohon tergantung sehat tidaknya/kuat rapuhnya akar sang pohon. Sehingga “Akidah” menjadikan seorang muslim hanya tunduk, patuh pasrah kepada Allah. Pengakuan tersebut harus dicerminkan dengan keyakinan teguh dalam hati sampai akhir hayat, juga diucapkan secara lisaniyah, serta teraplikasi dalam setiap aktivitas gerak fisik. Kitab Alquran telah mengikrarkan bahwa akidah mengarahkan seluruh aspek kehidupan dan tidak mengotak-ngotakkannya. Seluruh aspek dalam hidup manusia hanya dipandu oleh hanya satu kekuatan, yaitu akidah. Konsekuensinya ialah penyerahan (Islamisasi) manusia secara total mulai dari kalbu, wajah, akal pikiran, qaul (ucapan), hingga amal – kepada Allah semata-mata.13 Manusia harus mengedepankan pendidikan akidah kepada generasi penerus yang bakal menjadi ahli warisnya. Pendidikan akidah harus diberikan mendahului pendidikan disiplin ilmu yang lain. Bahkan, pendidikan akidah seharusnya mendasari pendidikan ilmu pasti, ilmu sosial dan politik, sains dan teknologi, ilmu ekonomi, biologi, olahraga, dan sebagainya. Pendidikan akidah yang diberikan Lukman kepada anaknya itu dapat menambah khazanah setiap orang yang peduli dengan pendidikan. Pendidikan adalah proses sosialisasi menuju kedewasaan intelektual, sosial, dan moral sesuai kemampuan dan martabat manusia. Para pelaku pendidikan semestinya juga bisa menjadikan pendidikan akidah sebagai dasar untuk menjalankan setiap ragam kurikulum pendidikan. Pendidikan akidah haruslah menyentuh unsur kognisi (pengetahuan) yang menjadikan anak didik menjadi haqqul yaqin tentang adanya Allah swt. Selain itu, pendidikan akidah Islamiyah juga seharusnya menyentuh aspek afeksi (sikap), sehingga setiap anak didik bisa melakukan pengabdian kepada Allah swt. Pendidikan akidah yang terkandung dalam surat al-Hasyr 22-24; Artinya; (22) Dialah Allah yang tiada Tuhan selain Dia, yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, Dia-lah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. (23) Dialah Allah yang tiada Tuhan selain Dia, raja, yang Maha suci, yang Maha Sejahtera, yang Mengaruniakan Keamanan, yang Maha Memelihara, 3 178 Baluddin Siregar:Pendidikan Akidah Dalam Qs. Al-Hasyr Ayat 22-24 Menurut Perspektif Jamâl Al-Dīn Al-Qâsimī yang Maha Perkasa, yang Maha Kuasa, yang memiliki segala Keagungan, Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan. (24) Dialah Allah yang Menciptakan, yang Mengadakan, yang membentuk Rupa, yang mempunyai asmaaul Husna. bertasbih kepadanya apa yang di langit dan bumi. dan dialah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana (Qs. al-Hasyr; 22-24) Menurut Imâm Jamâl al-Dîn al-Qâsimî dalam tafsirnya (Ma%âsinu al- Ta¹wîl) mendefenisikan bahwa pendidikan akidah yang terkandung dalam ayat di atas dinyatakan sebagai bentuk pengakuan manusia terhadap keagungan dan kekuatan Allah sebagai yang adil dengan menciptakan seluruh apa yang ada di langit dan di muka bumi. Setiap manusia memiliki fitrah, yaitu mengakui kebenaran (bertuhan), tetapi hanya wahyulah yang menunjukkan kepadanya siapa Tuhan yang sebenarnya. Keyakinan tidak boleh bercampur sedikit pun dengan keraguan, karena Akidah selama itu bersumber dari wahyu Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw, kemudian diajarkan kepada ummatnya. Akidah Islam bukanlah hasil rekayasa perasaan atau pemikiran Nabi Muhammad saw sendiri melainkan ajaran langsung dari Allah swt. Hal ini menurut Imâm Jamâl al-Dîn al-Qâsimî termuat dalam firman Allah swt. dalam surat an-Najm ayat 3-4; Artinya; (3) Dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al-Quran) menurut kemauan hawa nafsunya. (4) Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya) (Qs. an-Najm; 3-4) Seseorang yang memiliki keyakinan atau kepercayaan yang kuat dengan sepenuh hati tanpa ada keraguan sedikitpun dalam hatinya terhadap kebenaran Allah Swt dan ajarannya, akan memiliki jiwa yang tenteram, karena Allah yang diyakininya itu akan selalu mengarahkannya ke jalan yang lurus.14 Dan ketenangan hatinya akan semakin kuat pada saat ia ingat kepada Allah swt Yang Maha Wujud itu. Berdasarkan ayat-ayat di atas, menurut Imâm Jamâl al-Dîn al-Qâsimî bahwa pendidikan akidah terbagi dalam tiga bagian, yakni; 1) Sesuatu yang dipercayai atau diyakini kebenarannaya dengan sepenuh hati tanpa keraguan sedikitpun dan dijadikan sebagai pijakan yang benar dalam kehidupan manusia; 2) Akidah yang meyakini tentang keesaan Allah itu telah ada pada diri manusia sejak manusia sebelum dilahirkan dan dibawanya hingga manusia itu dilahirkan kedunia sebagai fitrahnya; 3) Akidah akan mampu mendatangkan ketenangan atau ketenteraman jiwa dan kebahagiaan bagi yang memiliki dan meyakininya. Karena mereka hidup di atas pijakan yang benar dan amat kokoh. Agama Islam adalah agama yang diwahyukan Allah swt. kepada Nabi Muhammad saw. dan agama Islam adalah agama ber-intikan pada aspek keimanan dan perbuatan (amal) Keimanan itu merupakan akidah dan pokok, di atasnya berdiri syari at Islam. Akidah dan syari’at keduanya saling berhubungan dan tidak dapat dipisahkan antara yang satu dengan yang lainnya. Keduanya adalah bagaikan buah dengan pohonnya, sebagai musabbab dengan sebabnya atau sebagainatijah(hasil) denganmukoddimahnya (pendahuluannya). Oleh karena adanya hubungan erat itu maka amal perbuatan selalu disertakan penyebutannya dengan keimanan.15 Landasan Teori A. Biografi Imâm Jamâl al-Dîn al-Qâsimî Imâm Jamâl al-Dîn al-Qâsimî termasuk dari kalanganulama besar Syam (Syiria)al-muhaqqiq, al-alim,al-jalil. Syeikh Muhammad Jamâl al-dîn bin Muhammad amâl al-Dîn bin Muhammad Said bin Qásim bin Sholeh bin Ismail bin Abu Bakar ini lebih dikenal dengan al-Qâsîmi. Beliau dinasabkan pada kakek beliau yang bernama Syeikh Qâsimî seorang ulama terkemuka di Syam.Imâm Jamâlu 3 179 BAaTlu-TdAdiZn ASiKreKgIa:r :VPoenl.d i2d ikNano .A k2i dJahu lDi-aDlaems eQms. bAel-rH 2as0y1r A8yat 22-24 Menurut Perspektif Jamâl Al-Dīn Al-Qâsimī al-Dîn al- Qâsimî dilahirkan pada hari Senin bulan Jumâdil ‘Ula tahun 1283 H/1866 M di Damaskus dan wafat pada tanggal 23 hari Sabtu bulanJumâdil ‘Ula tahun 1332 H/1914 M.16 Ia tumbuh di tengah keluarga yang dikenal takwa dan berilmu. Ia tumbuh di haribaan ayahhandanya. Ia juga menerima prinsip-prinsip dasar ilmu agama dan hukum dari ayahnya.Ayah Imâm Jamâl al-Dîn al- Qâsimî adalah seorang ahli fikih dan juga seorang sastrawan bernama Abu ‘Abdillah Muhammad Sa’id Abi al-Khair. Ayahnya mewarisi perpustakaan yang berisi banyak literatur keilmuan dari kakeknya, ayahnyalah yang mewariskan dan mengalirkan berbagai ilmu kepada Imâm Jamâl al-Dîn al- Qâsimî langsung dari sumbernya, yaitu buku-buku. Perlu diketahui, perpustakaan pribadi ayah Imâm Jamâl al- Dîn al- Qâsimî memuat berbagai buku mengenai tafsir, hadis, fikih, bahasa, tasawuf, sastra, sejarah, usul fikih, sosial-kemasyarakatan, olah raga, hukum perbandingan, filsafat, dan sejarah perbandingan agama. Kemudian ia menerima ilmu lainnya dari ulama zamannya, di antaranya yang terkemuka Syaikh al-Bakr al-Atthar, Syaikh Abdur Razaq al-Bithar. Berbicara mengenai Al- Qâsimî, tidak lepas dari pujian-pujian para ulama terhadapnya. Antara lain; Amir al-Bayan dan Syakib Arsalan, ia memuji Al- Qâsimî dan berkata: “Tersebut pada dekade ini, Jamal Damaskus, dan Jamal al-Qattar al-Syami seluruhnya dalam limpahan keutamaannya, luas ilmunya, tajam indranya, kecerdasannya, tinggi akhlaknya, kemuliaan debatnya dan berkumpulnya di antara watak yang agung dan pengetahuan yang mumpuni. Ia tinggi dalam keutamaan dan ilmu, tinggi di langit kemasyhuran dan kemuliaan hingga ia dan Syaikh Abdur Raziq al-Bithar, dua orang alim dari pemuka ahli Syam yang ada kemiripan. Seperti dikatakan Amir Syakib, dalam hal toleran terhadap makhluk, kemampuan berpikir mereka, agungnya cita-citanya dan melimpahnya ilmu mereka, yang memadukan anatara rasio dan wahyu, antara riwayat hadits dan pemahaman, tiada yang lebih mulia dari keduanya di masa itu, baik di bidang pemikiran. Mereka memiliki pandangan lebih jauh menembus jiwanya dalam memahami kitab dan nash juga dalam membedakan lafal yang umum dan yang spesifik, dan keberadaan mereka merupakan pukulan yang telak terhadap aliranHasywiyah, yaitu golonganal-Mujassamahdalam akidah. Itulah kalangan jahat yang keberadaannya dan seumpamanya merupakan tantangan bagiIslam pada perkembangannya.17 Syaikh Rasyid Ridha berkata tentang dia. Dia adalah orang Alim dari Syam, yang langka, pembaru ilmu-ilmu keislaman, penghidup Sunnah dengan ilmu dan amal, dalam pengajaran dan terpelajar, dalam karya dan termasuk dari lingkaran pertemuan antara petunjuk salaf dan perkembangan yang dibutuhkan zaman. Ia seorang ahli Fiqh, Mufassir, ahli Hadits, ahli sastra, seniman, yang takwa dan cepat bertaubat, yang pengasih dan selalu kembali kepada Allah, yang memilikikarangan melimpah dan bahasan yang diterima.18 Sedangkan salah satu ulama yang banyak mempengaruhi perkembangan intelektual beliau adalah Muhammad Abduh. Sejak ia berkenalan dengan Muhammad Abduh pada tahun 1904, ia mengganti gaya bahasa sajak yang sejak lama digelutinya dengan gaya bahasa prosa dalam banyak karya tulisnya. Dikatakan, bahwa ia juga termasuk orang yang anti taklid dan menyerukandibukanya pintu ijtihad. B. Kepribadian dan Wawasan Keilmuan Imâm Jamâl al-Dîn al-Qâsimî Imâm Jamâl al-Dîn al-Qâsimî tumbuh di tengah keluarga yang memegang teguh nilai-nilai ketakwaan dan dikenal memiliki wawasan yang luas. Ayahnya adalah seorang fakih dan juga ahli dalam bidang sastra. Cakrawala pemikirannya mulai terbentang di hadapannya sejak dini. Ia melakukan berbagai kajian dalam perpustakaan pribadinya yang didirikan oleh kakeknya dan diwariskan kepadanya dari ayahnya. Perpustakaan tersebut memuat banyak buku tentang tafsir, hadis, fikih, bahasa, tasawuf, sastra, sejarah, ushul fikih, sosial-kemasyarakatan, olahraga, hukum perbandingan, filsafat klasik dan kontemporer serta berbagai buku mengenai kelompok-kelompok Islam dan buku-buku tentang agama lain. Imâm Jamâlu al-Dîn al- Qâsimî merupakan pengagum Ibnu Taimiyah sehingga termasuk pentolan madrasah salaf. Ia mencapai kemahiran yang luas dalam meneliti dan menguasai keilmuannya. Hingga ia sendiri menceritakan tentang dirinya bahwa Allah telah melimpahkan karunia-Nya. Ia 180 3 Baluddin Siregar:Pendidikan Akidah Dalam Qs. Al-Hasyr Ayat 22-24 Menurut Perspektif Jamâl Al-Dīn Al-Qâsimī mendengar Shahih Muslim, baik secara riwayah atau dirayah di satu majelis selama 40 hari, sunan Ibnu Majah selama 21 hari, imam al-Muwattha’ selama 19 hari dan melihat sendiri kitabtaqrib al- Tahzibkarya Ibnu Hajar serta merevisi kesalahan yang ada di dalamnya, memperkokoh dan mensyarahnya dari catatan yang amat sah. Imâm Jamâl al-Dîn al- Qâsimî pernah dituduh menjadi da’i bermazhab baru yang dikenal dengan mazhab Jamali. Beliau ditangkap dan dimintai keterangan. Akan tetapi ia menjawab tuduhan itu dan membuktikan ketidak benarannya dan ia pun dilepaskan.19 C. Imâm Jamâl al-Dîn al- Qâsimî dan Mahâsin at-Ta’wil Jamâl al-Dîn al- Qâsimî atau biasa disebut dengan Imâm Jamâl al-Dîn al- Qâsimî merupakan murid dari Muhammad Abduh yang menafsirkan Alquran secara keseluruhan selain Syeikh Mustafa al-Maghribi dan Rasyid Ridha (meski tidak selesai). Mahâsinu at-Ta’wílatau lebih dikenal dengan nama Tafsir Jamâl al-Dîn al- Qâsimî adalah karya raison d’etre-nya bidang ini (atau kajian pendidikannya).20 Mulai disusun sekitar tahun 1329 H. berjumlah 17 bagian (volume) dalam 10 jilid.21 Tafsir ini merupakan tafsir Alquran yang lengkap susunannya dan menggunakan bahasa yang sederhana. Dibuat agar mudah dipahami oleh beragam kalangan masyarakat. Dilatarbelakangi oleh kondisi sosial masyarakat Islam yang mengalami kemerosotan, baik dari segi politik, kebudayaan, dan kehidupan keagamaan. Dalammuqoddimahtafsirnya, ia berkata tentang salah satu sebab penyusunan kitabnya; “Setelah kugunakan setengah dari hidupku untuk banyak menelaah dan kemampuan analisa tersebut menyesuaikan dengan umurku. Aku ingin mengetengahkannya dalam sebuah karya tafsir, sebelum datang rahasia Tuhan yang memfanakan, aku ingin berkhidmat untuk-Nya, membawa secara beraturan. Maka segera kupenuhi azam dan kumohon kepada Allah yang terbaik dalam penetapan kaidah-kaidah dan maksud-maksud tafsirnya dalam sebuah kitab,”Mahásinu at-Ta’wil”. Berisikan pendalamanku selama ini terhadp berbagai kitab tafsir. Ku depankan tafsir para salaf kuiringi dengan hadis-hadis yang shahih dan hasan, dan kurangkai dengan daya potensi akalku, aku tidak berpanjang lebar dalam pembahasan yang bertele-tele dan rumit, tetapi aku berusaha sebaik mungkin dalam mencari solusi ketika berhadapan dengan berbagai masalah”.22 Sebagaimana beberapa mufassir generasi di atasanya, sebelum memulai kitabnya ia merumuskan tentang kaidah-kaidah petning dalam hal penafsiran. Dan itu hampir memakan separuh kitab dari jilid pertama kitab tafsirnya. Dalam menyusun kitab tafsirnya Imâm Jamâlu al-Dîn al-Qósîmi merujuk pada rujukan-rujukan sebagaimana berkut; 1) Ayat-ayat Alquran itu sendiri dengan jalan mengaitkan antara ayat yang satu dengan yang lain, terutama jika ada kesamaan redaksi (tafsîr bi al-Ma’tsûr); 2) Hadis-hadis yagn shahih dan hasan sesuai dengan kaidah-kaidah pada kitabqawâ’id al-Tahdîts yang disusunnya; 3) Pendapat dari parasalaf al-Shâlihdari kalangan sahabat dantâbi’înjuga dari salafiyah belakangan seperti Ibnu Taimiyyah, Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, Ibnu Katsir, Ibnu Jazm, dan Imam as-Syathibi; 4) Keumuman (muthlaq) bahasa itu sendiri, sedang Alquran diturunkan dalam bahasa Arab; 5) Penafsiran yang disesuaikan dengan maknakalâmdan konteksnya dengan kekuasaan syariat. Untuk porsi akal (tafsir bi al-Ra’yi) Imâm Jamâl al-Dîn al-Qâsimî memberikan catatan, bahwa penggunaan akal sangat didukung oleh Alquran, terutama ketika memahami banyaknashyang memerlukan pembuktian ilmiah. Tetapi Imâm Jamâl al-Dîn al-Qâsimî mencela jika penafsiran hanya didasarkan pada akal semata, seperti pada Mu’tazilah, walaupun Imâm Jamâlu al-Dîn al- Qâsimî juga mengambil dari Zamakshari.23 181 3 AT-TAZAKKI: Vol. 2 No. 2 Juli-Desember 2018 Baluddin Siregar:Pendidikan Akidah Dalam Qs. Al-Hasyr Ayat 22-24 Menurut Perspektif Jamâl Al-Dīn Al-Qâsimī D. Eksistensi Tafsîr Mahâsin At-Ta’wîl Tafsir ini merupakan salah satu kitab tafsir beliau yang sangat besar andilnya dalam pengembangan metode penafsiran Alquran. Tafsirnya meliputi 17 juz yang pertama kali dipublikasikan oleh Dár al-Ihya’ al-Kutub al-Arabiyah di Kairo. Kitab ini diteliti oleh Muhammad Bahjat al-Baithar, salah seorang anggota majma’ al-ilmi al-Araby(lembaga ilmu pengetahuan Arab). Imâm Jamâl al-din al- Qâsimî menyusun tafsirnya setelah berulang kaliistikharahdan memulainya pada tanggal 10 Syawwal 1316 H.24 Imâm Jamâl al-Dîn al-Qâsimî memberikan pengantar dalam kitab tafsirnya secara khusus dalam satu juz awal yang berisikan kaidah-kaidah tafsir. Imâm Jamâl al-Dîn al-Qâsimî berusaha membangun sebuah perspektif dan meluruskan kembali tradisi tafsir agar tetap berlandaskan pada kaidah-kaidah tafsir seperti yang dicantumkan oleh beliau dalam juz pertama.25 Uraian satu juz tersendiri,yang memuat sistematika dan kaidah-kaidah tafsir dalammahâsinu at-ta’wîlmerupakan salah satu keunikan tersendiri dari kitab tafsir ini. Dalam muqoddimahnya ini juga tampak bahwa Imâm Jamâl al-Dîn al-Qâsimî banyak mengutip dari as-Syâtibi, Ibnu Taimiyah, Izzuddin bin Abdussalam, al-Nahdlawi, Abi Amru al- Dani, Abi Ubaid al-Qâsim bin Salâm serta Hazem Imâm Jamâl al-Dîn al-Qâsimî tampaknya terpengaruh dengan tendensi ilmiah dalam tafsirnya. Beliau mengetengahkan sub pokok bahasan untuk menjelaskan secara detail masalah-masalah ilmu astronomi yang terdapat dalam Alquran serta memberinya keterangan bahwa beliau mengutipnya dari beberapa pakar astronomi.26 Imâm Jamâl al-Dîn al-Qâsimî juga mengetengahkan beberapa pendapat para ahli tafsir klasik dan mengutip dari tafsir-tafsir mereka. Beliau mengutip dari tafsir Ibnu Jarîr al-Thabâri, al-Zamaksyari, Raghib al-Ashfihani, Fakhru ar-Razi, Ibnu Katsir al-Damsyiqî, Ibnu Qoyyim, Abi Hayyan al-Andalusi, ibnu Athiya al-Andalusi, al-Qurthubi, al-Baidawi dan Abi Sa’ud. Juga beberapa mufassir mazhab Zaidiyah dan Burhanuddin al-Biqa’I dan Muhammad Abduh. Bahkan Imâm Jamâl al-Dîn al- Qâsimî hampir mengutip secara tekstual penafsiran yang dinyatakan di dalam tafsir Ibnu Katsir dan banyak pembahasan lainnya di dalam kitab tafsir beliau. Selain di atas, juga ditemukan bahwa Imâm Jamâl al-Dîn al-Qâsimî banyak mengetengahkan pendapat ulama di dalam kitab tafsirnya seperti al-Syâfi’i, Ibnu Sa’ad, al-Farra’ pemiliki Ma’ani Alquran al-Qadhi Abdul Jabbar, Ibnu Hazem, al-Syahrastani, al-Akbari, Ibnu Munayyar al-Askandari, Izzuddin Muhammad bin Abdussalam, Ibnu Hajar, Ibnu Taimiyah, Ibnu al-Qoyyim, al-Suyuthi dan al-Harali.27 E. Karya-karya Imâm Jamâl al-Dîn al-Qâsimî Imâm Jamâlu al-Dîn al-Qâsimî memulai kehidupan ilmiyahnya sebagai pengajar di masa hidup ayahnya, setelah ayahnya wafat ia menggantikan kedudukannya di Masjid Sananin Damaskus. Ia mengembangkan semangatnya dalam keilmuan, dalam menyusun, mensyarah, kritik dan reformasi sehingga karangannya berkembang dan karyanya yang banyak hingga jumlahnya tidak kurang dari 80 buah, baik yang dicetak maupun yang masih berupa dokumen asli (makhtuthat).28 Abdul Majid al-Muhtasab mengatakan juga bahwa di usianya yang belum genap lima puluh tahun telah meninggalkan 100 karya. Para penulis yang sezaman dengan al-Qâsimî menganggap sajak dalam bidang karya kepenulisan sebagai pesona utama. Keindahan sastra telah menjadi panutan yang senantiasa diikuti oleh para penulis dalam karya tulis mereka. Setelah itu, berkembanglah gaya penulisan prosa (thariqah tharassul). Muhammad Abduh adalah salah satu ulama yang menggunakannya bahkan menganjurkan penyebarannya. Imâm Jamâlu al-Dîn al-Qâsimî merupakan pengagum Muhammad Abduh, dia kemudian menggunakan sajak dengan prosa dalam banyak tulisannya setelah perkenalannya dengan Muhammad Abduh pada tahun 1904 Masehi.29 Berikut beberapa karya Imâm Jamâlu al-Dîn al-Qâsimî;30 1. Masâsinu al- Ta¹wîl Fi Tafsír Quran al-Karîm 2. Faslu al-Karîm fii Haqiqát audi Ru ilal Mayyiti ina al-Kalâm 3. Al-Basu fii Jami’il al-Qirâ’ati al-Utârif alaiha 182 3 Baluddin Siregar:Pendidikan Akidah Dalam Qs. Al-Hasyr Ayat 22-24 Menurut Perspektif Jamâl Al-Dīn Al-Qâsimī 4. Dalâil at-Tauîd 5. Mauidzatul Mukmin min Ihya’Ulumuddin 6. Qawâid at-Tahdîs fiFunûn Muctala al-Hadîs Imâm Jamâlu al-Dîn al-Qâsimî adalah seorang ahli dalam bidang tafsir, ilmu-ilmu keislaman, dan seni. Selain itu, beliau juga menghasilkan beberapa karya di bidang lain, seperti Tauhid, hadis, akhlak, tarikh, dan ilmu kalam. Selain menulis beberapa buah kitab di atas, Imâm Jamâlu al-Dîn al-Qósîm juga mempublikasikan buah pikirannya di majalah dansuhuf-suhuf.Karenanya total karya Imâm Jamâlu al- Dîn al-Qósîm berjumlah 72 kitab.31 Di antara 6 yang sudah disebutkan di atas, masih ada lagi beberapa karya hasil yang ditulis langsung oleh Imâm Jamâlu al-Dîn al-Qâsimî , yakni; 1. Diwân al-Khithâb 2. Al-fatawâfi al-Islâm 3. Irsyâd al-Khalqi ila al-‘Amali bi al-Barqi 4. Syarh Luqhatâh al-‘Ajlân 5. Naqd an-Nashâih al-Kâfiyah 6. Madzib al-a’rab wa Falâsifah al-Islâm fi al-Jin 7. Mau’idzah al-Mu’minin 8. Syarâf al-Asbat 9. Tanbiih at-Thâlib ila Ma’rifati al-Fardli wa al-Wájib 10.Jawâmi’ al-Adab fi Akhlâq al-Anjab 11.Ishlâh al-Masâjid min al-Bida’I wa al-‘Awaidi 12.Ta’thir al-Masyâm fi Matsari Dimasyqi al-Syám 13.Tarjamah al-Imâm al-Bukhári 14.Bait al-Qâshid fi Diwân al-Imâm al-Wâlid as-Sa’id 15.Ikhtishâr al-Ihyâ’.32 F. Deskripsi Umum Tentang Tafsir Mahâsinu al-Ta’wîl Secara umum bahwatafsîrMa%âsinual- Ta¹wîlini terdiri dari 10 jilid dengan 17 juz (bagian), dengan rincian; a. Jilid satu terdiri dari juz 1 yang berisikanmuqoddimahdan juz 2 berisikan penafsiran Qs al- Fâtihah dan al-Baqarah hingga ayat 157. b. Jilid dua terdiri atas juz 3 yang berisikan tentang penafsiran Qs al-Baqarah ayat 158 hingga akhir dan juz 4 nya berisikan tentang penafsiran Qs ali-Imran. c. Jilid 3 terdiri atas juz 5 yang berisikan tentang penafsiran Qs al-Nisâ. d. Jilid 4 terdiri atas juz 6 yang berisikan tentang penafsiran Qs al-Mâidah dan Qs al-An’âm. e. Jilid 5 terdiri atas juz 7 yang berisikan tentang penafsiran Qs al-A’râf dan juz 8 nya berisikan tentang penafsiran Qs al-Anfâl dan Qs al-Taubah. f. Jilid 6 terdiri atas juz 9 berisi penafsiran Qs Yunus,Hud, Yusuf, dan al-Ra’ad dan juz 10 terdiri atas penafsiran Qs Ibrâhím, al-Hijr, al-Nahl, dan al-Isrâ’. g. Jilid 7 terdiri atas juz 11 penafsiran Qs al-Kahfi, Maryam, Tâhâ, dan al-Anbiyâ dan juz 12 berisi penafsiran Qs al-Hajj, al-Mu’minun, al-Nur dan al-Furqân. h. Jilid 8 terdiri atas juz 13 berisi penafsiran Qs al-Syu’râ dan Qs al-Ahzâb dan juz 14 nya berisikan tentang penafsiran Qs Saba’ dan al-Jâsiyah. i. Jilid 9 terdiri atas juz 15 berisi penafsiran Qs al-Ahqâf dan al-Rahmân juz 16 berisikan tentang penafsiran Qs al-Wâqiah dan Qs al-Qiyâmah. j. Jilid 10 terdiri atas juz 17 berisikan tentang penafsiran Qs al-Insân hingga al-Nâs. 183 3 AT-TAZAKKI: Vol. 2 No. 2 Juli-Desember 2018 Baluddin Siregar:Pendidikan Akidah Dalam Qs. Al-Hasyr Ayat 22-24 Menurut Perspektif Jamâl Al-Dīn Al-Qâsimī Kesimpulan 1. Pendidikan akidah dalam tafsir Imâm Jamâl al-Dîn al-Qâsimî pada surat al-Hasyr 22-24 adalah pendidikan yang mengajarkan tentangIllahiyat(ketuhanan). Yaitu yang memuat pembahasan yang berhubungan denganillah(Allah) dari segi sifat-sifat-Nya, anma-nama-Nya, danaf’al(perlakuan) Allah swt.RububiyyahAllah swt. Yaitu mengimani sepenuhnya bahwa Allah swt yang Maha Esa, yang tidak ada sekutu dan penolong baginya. Allah swt. Adalah Dzat yang memiliki hak menciptakan, berkuasa, dan hak memerintah. Tidak ada pencipta yang hakiki, tidak ada penguasa yang mutlak, serta tidak ada yang berhak memerintah kecuali Allah swt.Uluhiyyah Allah(Tauhid Uluhiyyah). Yaitu mengimani hanya Dia-lah sesembahan yang tidak ada sekutu bagi-Nya mengesakan Allah swt. Melalui segala ibadah yang memang disyariatkan dan diperintahkan-Nya dengan tidak menyekutukan- Nya dengan sesuatu apapun baik seorang Malaikat, Nabi, Wali, maupun yang lainnya. Asma’ dan sifat Allah. Yaitu menetapkan apa-apa yang ditetapkan Allah untuk Dzat-Nya yang terdapat dalam kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya baik itu berkenaan dengan nama-nama maupun sifat-sifat Allah swt. Tanpatahrif(penyelewengan),ta’til(penghapusan),takyif(menanyakan bagaimana), dantamsil(pengumpamaan. Kemudian pendidikan akidah dalam surat al-Hasyr ayat 22-24 tersebut juga menginterpretasikan (menafsirkan) tentang pendidikan akidah mengenai kalimat Tauhid. 2. Jumlah kandungan pendidikan akidah dalam tafsir Imâm Jamâl al-Dîn al-Qâsimî pada surat al- Hasyr 22-24 mengandung empat belas (14) dari seluruh jumlah asmaul husna yang ada, yakni , al- ’Alm, ar-Rahman, al-Malk, al-Qudus, as-Salám, al-Mukmin, al-Muhaimin, al-Aziz, al-Jabar, al- Mutakabbir, al-Kháliq, al-Musawwir, dan al-Hakm. 3. Kontribusi pendidikan akidah terhadap pendidikan Islam dalam tafsir Imâm Jamâlu al-Dîn al- Qósîmi dalam surat al-Hasyr ayat 22-24 adalah pendidikan akidah yang mengisyaratkan bahwa dalam dunia pendidikan di mana saja, harus mengajarkan tentang nilai-nilai akidah. Agar manusia memperoleh kepuasan batin, keselamatan dan kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat, sebagaimana yang dicita-citakan. Dengan tertanamnya akidah dalam jiwa manusia maka manusia akan mampu mengikuti petunjuk Allah yang tidak mungkin salah sehingga tujuan mencari kebahagiaan bisa tercapai. Agar manusia terhindar dari pengaruh akidah yang menyesatkan (musyrik), yang sebenarnya hanya hasil pikiran atau kebudayaan semata. Agar terhindar dari pengaruh faham yang dasarnya hanya teori kebendaan (materi) semata. Misalnya kapitalisme, komunisme, materialisme, kolonialisme dan lain sebagainya Endnotes: 1Arifin,Hubungan Timbal Balik dengan Pendidikan Agama Islam(Jakarta: Bulan Bintang, 1987), h. 172. 2Slameto,Belajar dan Fakor-faktor yang Mempengaruhinya(Jakarta; PT Remaja Rosda Karya, 2004), h. 2. 3 Tohirin, Psikologi Pemhelajaran Pendidikan Agama Islam(Jakarta, Rajawali Pers, 2005) h. 8 . 4 Nur Uhdiyati,Pengantar Ilmu Pendidikan Islam(Bandung, Pustaka, Setia, 1997), h. 15. 5 Ahmad D. Marimba,Pengantar Filsafat Pendidikan Agama Islam (Bandung : PT Ma’rifat1974), h. 19. 6Ibnu Taimiyah,Menyingkap Rahasia Sepertiga Al-Qur’an,Terj. Abdullah Karim Kitab Jawabu Ahli Ilmi wal Iman Fima Akhbara bihi Rasulurrahman Bianna (Qulhuallahu ahad) tadilu tsulitsal quran (Yogyakarta;Adi Fadli, Pilar Religia,2006), h. 49. 7Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Tafsir Al-Bayan. Tafsir Penjelas Al-Qur’anul Karim (Semarang; Pustaka Rizki Putra, 2012), h. 1. 8Yusuf Al-Qardhawi,Berinteraksi dengan Al-Qur’an,Terj. Ahmad Tafsir (Jakarta: Gema Insani,1999), h. 25. 184 3
Description: