ebook img

Nomor Perkara : 27/PUU-XV/2017 Amar Putusan PDF

22 Pages·2017·0.15 MB·Indonesian
by  
Save to my drive
Quick download
Download
Most books are stored in the elastic cloud where traffic is expensive. For this reason, we have a limit on daily download.

Preview Nomor Perkara : 27/PUU-XV/2017 Amar Putusan

SALINAN PUTUSAN Nomor 27/PUU-XV/2017 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA [1.1] Yang mengadili perkara konstitusi pada tingkat pertama dan terakhir, menjatuhkan putusan dalam perkara Pengujian Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Menjadi Undang-Undang dan Undang- Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang diajukan oleh: Nama : Cuaca, S.H., M.H. Pekerjaan : Swasta Alamat : Jalan Bukit Golf IV Nomor 6, RT/RW. 001/014, Poris Plawad Indah, Cipondoh, Kota Tangerang Selanjutnya disebut sebagai ------------------------------------------------------------ Pemohon; [1.2] Membaca permohonan Pemohon; Memeriksa bukti-bukti Pemohon; 2. DUDUK PERKARA [2.1] Menimbang bahwa Pemohon telah mengajukan permohonan bertanggal 15 Mei 2017 yang diterima di Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi (selanjutnya disebut Kepaniteraan Mahkamah) pada tanggal 15 Mei 2017 berdasarkan Akta Penerimaan Berkas Permohonan Nomor 43/PAN.MK/2017 dan telah dicatat dalam Buku Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: [email protected] 2 Registrasi Perkara Konstitusi dengan Nomor 27/PUU-XV/2017 pada tanggal 19 Mei 2017, yang pada pokoknya menguraikan hal-hal sebagai berikut: I. KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI 1. Bahwa Pasal 24 ayat (2) UUD 1945 (P-1), menyatakan: “Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha Negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi”; 2. Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 24C UUD 1945 (P-1) menyatakan bahwa: “Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang- Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik dan memutus perselisihan tentang hasil Pemilu”; 3. Bahwa kemudian ketentuan Pasal 10 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi [untuk selanjutnya disebut UU MK (P-4)] menyatakan: “Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk: (a) menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”; 4. Mahkamah Konstitusi merupakan salah satu pelaku kekuasaan kehakiman yang memiliki peran penting guna mengawal dan menegakkan konstitusi berdasarkan kewenangan dan kewajiban sebagaimana ditentukan oleh peraturan perundang- undangan. Apabila undang-undang yang dibentuk bertentangan dengan konstitusi atau UUD 1945, Mahkamah Konstitusi dapat membatalkan undang-undang tersebut secara menyeluruh atau sebagian perpasalnya. Selain itu, Mahkamah Konstitusi juga berwenang memberikan penafsiran terhadap sebuah ketentuan pasal-pasal undang-undang agar berkesesuaian dengan nilai-nilai konstitusi; Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: [email protected] 3 5. Bahwa melalui permohonan ini, Pemohon mengajukan pengujian Pasal 32 ayat (3a) UU KUP (P-2) yang berbunyi: “persyaratan serta pelaksanaan hak dan kewajiban kuasa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan atau berdasarkan peraturan Menteri Keuangan” dan pengujian Pasal 34 ayat (2c) UU Pengadilan Pajak yang berbunyi: “untuk menjadi kuasa hukum harus dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut: … c). persyaratan lain yang ditetapkan oleh Menteri”, terhadap Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 (P-1) yang berbunyi: “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hokum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum”; 6. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka Mahkamah Konstitusi berwenang untuk memeriksa dan mengadili permohonan a quo. II. KEDUDUKAN PEMOHON (LEGAL STANDING) 1. Bahwa Pasal 51 ayat (1) UU MK (P-4) menyatakan bahwa Pemohon adalah pihak yang menganggap hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya undang-undang, yaitu: a. perorangan warga negara Indonesia; b. kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam undang-undang; c. badan hukum publik atau privat; atau d. lembaga negara. 2. Penjelasan Pasal 51 ayat (1) UU MK (P-4) menyatakan bahwa: “Yang dimaksud dengan “hak konstitusional” adalah hak-hak yang diatur dalam Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”; 3. Bahwa sejak Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 006/PUU-III/2005 (P-6) tanggal 31 Mei 2005 dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 11/PUU-V/2007 tanggal 20 September 2007, serta putusan-putusan selanjutnya, Mahkamah berpendirian bahwa kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1) UU MK, harus memenuhi lima syarat, yaitu: Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: [email protected] 4 a. adanya hak konstitusional Pemohon yang diberikan oleh UUD 1945; b. bahwa hak konstitusional Pemohon tersebut dianggap oleh Pemohon telah dirugikan oleh undang-undang yang diuji; c. bahwa kerugian konstitusional Pemohon yang dimaksud bersifat spesifik (khusus) dan aktual atau setidaknya bersifat potensial yang menurut penalaran yang wajar dapat dipastikan akan terjadi; d. adanya hubungan sebab akibat (causal verband) antara kerugian dan berlakunya Undang-Undang yang dimohonkan untuk diuji; e. adanya kemungkinan bahwa dengan dikabulkannya permohonan maka kerugian konstitusional yang didalilkan tidak akan atau tidak lagi terjadi. 4. Bahwa selain lima syarat untuk menjadi Pemohon dalam perkara pengujian undang-undang terhadap UUD 1945, yang ditentukan dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 022/PUU-XII/2014 (P-7), disebutkan bahwa: warga masyarakat pembayar pajak (tax payer) dipandang memiliki kepentingan sesuai dengan Pasal 51 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi. Hal ini sesuai dengan adagium “no taxation without participation” dan sebaliknya “no participation without tax”. Ditegaskan Mahkamah Konstitusi “setiap Warga Negara pembayar pajak mempunyai hak konstitusional untuk mempersoalkan setiap undang-undang”; 5. Bahwa kedudukan Pemohon dalam mengajukan permohonan uji materil ini, yaitu sebagai warga Negara Indonesia dan pembayar pajak/Wajib Pajak dibuktikan dengan Nomor Pokok Wajib Pajak/NPWP (P-11). Pemohon memiliki hak konstitusional untuk menunjuk kuasa, didampingi atau diwakili kuasa dalam pelaksanaan hak dan kewajiban perpajakan Pemohon/Wajib Pajak. Hak tersebut dapat dilihat dalam Pasal 32 ayat (3) UU KUP (P-2) yang menyebutkan: “Orang pribadi atau badan dapat menunjuk seorang kuasa dengan surat kuasa khusus untuk menjalankan hak dan memenuhi kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan” dan Pasal 34 ayat (1) UU Pengadilan Pajak (P-3): “Para pihak yang bersengketa masing-masing dapat didampingi atau diwakili oleh satu atau lebih kuasa hukum dengan Surat Kuasa Khusus”. Hak tersebut merupakan perwujudan Undang-Undang Dasar 1945 yang Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: [email protected] 5 mengakui, menjamin, melindungi hak-hak setiap warga negaranya sebagaimana diatur dalam Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 (P-1) berbunyi: “setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum”; 6. Bahwa Pemohon sebagai orang perorangan warga negara Indonesia dan warga masyarakat Indonesia pembayar pajak atau Wajib Pajak, beranggapan bahwa ketentuan yang diuji materil Pemohon yaitu Pasal 32 ayat (3a) UU KUP dan Pasal 34 ayat (2c) UU Pengadilan Pajak tidak sesuai atau bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945. Pasal 32 ayat (3a) UU KUP (P-2) berbunyi: “persyaratan serta pelaksanaan hak dan kewajiban kuasa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan atau berdasarkan peraturan Menteri Keuangan”. Pasal 32 ayat (3) UU KUP (P-2) berbunyi: “orang pribadi atau badan dapat menunjuk seorang kuasa dengan surat kuasa khusus untuk menjalankan hak dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”; dan dan kemudian Pasal 34 ayat (2c) UU Pengadilan Pajak (P-3), yang berbunyi: “untuk menjadi kuasa hukum harus dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut: a. ....... b. ....... c. Persyaratan lain yang ditetapkan oleh Menteri.” 7. Pemohon beranggapan bahwa ketentuan yang diuji materil Pemohon tersebut merugikan atau berpotensi merugikan hak konstitusi Pemohon yaitu hak untuk menunjuk kuasa, didampingi atau diwakili oleh kuasa hukum yang bebas, mandiri dan bertanggungjawab dalam melaksanakan kuasa Pemohon sesuai dengan peraturan perpajakan. Timbulnya kerugian atau potensi kerugian Pemohon tersebut diakibatkan adanya kewenangan mutlak/absolut Menteri Keuangan untuk menentukan persyaratan serta pelaksanaan hak dan kewajiban kuasa; 8. Bahwa dalam mencari keadilan dalam pelaksanaan hukum perpajakan, Pemohon berhak menunjuk kuasa untuk mendampingi, memberi nasehat dan/atau mewakili Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: [email protected] 6 Pemohon/Wajib Pajak, sementara Kuasa Hukum tersebut terikat atas kewenangan Menteri Keuangan. Hal ini mengakibatkan Kuasa Hukum Pemohon tidak dapat secara leluasa atau bebas melakukan setiap tindakan atau upaya dalam menjalankan hak dan kewajiban Kuasa, karena dibayang-bayangi kewenangan Menteri Keuangan. Kewenagan Menteri Keuangan tersebut dapat atau berpotensi digunakan untuk mengintervensi independensi kuasa yang ditunjuk oleh Pemohon untuk mewakili hak dan kewajiban Pemohon di bidang perpajakan, baik di Pengadilan Pajak. Hal ini mengakibatkan tidak netralnya seorang Kuasa dalam melaksanaan hak dan kewajibannya dalam mewakili Pemohon/Wajib Pajak sehingga merugikan pemberi kuasa. Selain itu, Undang- Undang yang diuji materil Pemohon menempatkan Kedudukan Menteri Keuangan lebih tinggi atau superior atas kuasa hukum/Wajib Pajak. Padahal bahwa dalam hal terjadi perkara/sengketa perpajakan baik di dalam atau di luar Pengadilan Pajak, antara Pemohon atau Kuasa Hukum dengan Menteri Keuangan dijamin oleh konstitusi mempunyai kedudukan yang sama di hadapan hukum; 9. Dengan demikian, berdasarkan penjelasan tersebut di atas, Pemohon memiliki kedudukan hukum (legal standing) untuk mengajukan permohonan uji materil ini ke Mahkamah Konstitusi. III. ALASAN-ALASAN PEMOHON MENGAJUKAN PERMOHONAN PENGUJIAN PASAL 32 AYAT (3A) UNDANG-UNDANG KUP DAN PASAL 34 AYAT (2C) UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG PENGADILAN PAJAK 1. Bahwa Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 (P-1) menyatakan: “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-undang Dasar”. Berdasarkan ketentuan tersebut, sangat jelas terlihat bahwa pelaksanaan hak dan kewajiban rakyat ditentukan oleh rakyat sendiri dan dilaksanakan melalui Undang-undang Dasar 1945 dan peraturan perudang-undangan lainnya. Kedaulatan tersebut merupakan hak asasi setiap insan rakyat Indonesia. Oleh karena itu, perundang- undangan dan pelaksanaannya (hukum) tidak boleh bertentangan dengan kedaulatan yang melekat pada diri rakyat; Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: [email protected] 7 2. Bahwa negara hukum merupakan negara dimana penguasa atau pemerintah sebagai penyelenggara negara dalam melaksanakan tugas kenegaraannya terikat atau dibatasi pada peraturan/hukum yang berlaku. Pembatasan pelaksanaan kekuasaan ini merupakan prinsip utama dalam negara hukum, adapun tujuannya yaitu untuk menghindari tindakan sewenang-wenang dari penguasa/pemerintahan. Ciri-ciri negara hukum yaitu: adanya pengakuan terhadap hak-hak asasi manusia, pemisahan kekuasaan, pemerintahan berdasarkan undang-undang, dan adanya peradilan administrasi. Negara Indonesia adalah negara hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 1 Ayat (3) Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang dengan tegas berbunyi (P-1): “Negara Indonesia adalah Negara Hukum”. Negara Indonesia sebagai wujud pelaksanaan prinsip-prinsip negara hukum mengakui, menjamin, dan melindungi hak asasi manusia. Salah satu bentuk pengakuan, jaminan, dan perlindungan hak asasi manusia yaitu menjamin persamaan atau sederajat bagi setiap orang dihadapan hukum (Equality Before The Law) sebagaimana diatur dalam Pasal 28D ayat (1) Undang-undang Dasar Tahun 1945 (P-1) yang berbunyi: “setiap orang berhak atas pegakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum”; 3. Dalam rangka usaha mewujudkan prinsip-prinsip negara hukum dan kedaulatan rakyat dalam pelaksanaan perpajakan, konstitusi mengamanatkan dalam Pasal 23A UUD 1945 (P-1) yang berbunyi: “pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang”. Bahwa berdasarkan ketentuan ini, perpajakan sebagai sumber pendapatan negara yang vital diatur oleh undang-undang. Hal ini bertujuan untuk menjamin pelaksanaan hak dan kewajiban baik Pemerintah maupun Wajib Pajak dalam melaksanakan perpajakan. Karena sifat pungutan pajak yang memaksa tersebut, dapat menimbulkan penyalahgunaan kewenangan oleh pemerintah dalam pelaksanaan pemungutan pajak, sehingga harus diatur dalam ketentuan atau undang-undang khusus perpajakan, tanpa menghilangkan unsur kedaulatan rakyat; Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: [email protected] 8 4. Bahwa dalam rangka pelaksanaan pemungutan pajak yang bersifat memaksa, tidak dapat dipungkiri atau dihindari akan timbul permasalahan atau sengketa di bidang perpajakan. Adanya kekuasaan dan kepentingan bagi instansi yang mengeluarkan keputusan di bidang perpajakan tersebut rawan atau berpotensi terjadi konflik kepentingan (konflik interest), rawan atau berpotensi timbulnya penyalahgunaan kewenangan, rawan atau berpotensi menghilangkan unsur kedaulatan rakyat. Sementara di sisi lain Wajib Pajak kurang memiliki pengetahuan tentang hukum perpajakan. Sehingga potensi terjadinya rasa ketidakadilan bagi Wajib Pajak akibat tindakan pemerintah di dalam pelaksanaan undang-undang perpajakan harus diselesaiakan melalui suatu Lembaga yang independent, bebas dari campur tangan pihak manapun yang khusus menangani perkara/sengketa pajak yaitu Pengadilan Pajak. Bahwa berdasarkan Pasal 2 Undang-undang Nomor 14 Tahun 2014 tentang Pengadilan Pajak (P-3) menyebutkan: “Pengadilan Pajak adalah badan peradilan yang melaksanakan kekuasaan kehakiman bagi Wajib Pajak atau penanggung Pajak yang mencari keadilan terhadap Sengketa Pajak”. Ketentuan ini menciptakan kepastian hukum dan memenuhi rasa keadilan karena Pengadilan Pajak tersebut merupakan pelaksana kekuasaan kehakiman yang bebas dari intervensi dan campur tangan pihak manapun. Pembentukan Pengadilan Pajak berdasarkan undang-undang merupakan salah ciri dari negara hukum dan pelaksanaan kedaulatan rakyat, yaitu adanya peradilan administrasi. Bahwa Pengadilan Pajak tersebut merupakan peradilan khusus yang berada di lingkungan Pengadilan Tata Usaha Negara dan melaksanakan kekuasaan kehakiman yang berpuncak di Mahkamah Agung; 5. Dalam kenyataan sehari-hari Pemohon/Wajib Pajak dan petugas pelaksana dari pemerintah tidak sepenuhnya mengetahui seluruh peraturan perpajakan yang mengatur hak dan kewajiban Wajib Pajak sehingga berpotensi menimbulkan kerugian di pihak Wajib Pajak. Untuk mewujudkan perlindungan kedaulatan rakyat, negara perlu melindungi dan menjamin agar pelaksanaan hak dan kewajiban Pemohon/Wajib Pajak dapat terlaksana dengan baik yaitu dengan memberi hak bagi Wajib Pajak untuk menunjuk kuasa, didampingi atau diwakili kuasa dalam melaksanakan hak dan kewajibannya dibidang perpajakan. Hak Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: [email protected] 9 menunjuk kuasa bagi wajib pajak dapat dilihat pada Pasal 32 ayat (3) UU KUP yang menyebutkan (P-2): “Orang pribadi atau badan dapat menunjuk seorang kuasa dengan surat kuasa khusus untuk menjalankan hak dan memenuhi kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan” dan Pasal 34 ayat (1) UU Pengadilan Pajak (P-3): “Para pihak yang bersengketa masing-masing dapat didampingi atau diwakili oleh satu atau lebih kuasa hukum dengan Surat Kuasa Khusus”. Hal ini merupakan wujud pelaksanaan prinsip- prinsip negara hukum dan pelaksanaan kedaulatan rakyat yang mengakui, menjamin, dan melindungi hak asasi manusia dan memberikan kepastian hukum bagi Wajib Pajak; 6. Peran dan fungsi kuasa dalam mewakili kedaulatan Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakan memiliki peran penting untuk melindungi dan menjaga keseimbangan pelaksanaan hak dan kewajiban Wajib Pajak sesuai peraturan perundang-undangan perpajakan. Kuasa juga memberikan jasa konsultasi perpajakan (Konsultan Pajak), sebagai salah satu usaha untuk memberdayakan masyarakat Wajib Pajak dalam memahami dan menyadarkan hak-hak dan kewajiban Wajib Pajak dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Oleh karena itu, peranan dan fungsi kuasa tersebut juga membantu pemerintah atau Menteri Keuangan untuk memperlancar pelaksanaan pemungutan pajak. Di sisi lain, bahwa Kuasa juga diharapakan untuk mencari dan menegakkan kedaulatan bagi Wajib Pajak, karena Kuasa yang memiliki pengetahuan dan keahlian di bidang perpajakan diharapkan dapat mewakili dan melindungi hak dan kepentingan Pemberi Kuasa untuk mencari dan menegakkan keadilan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sehingga Kuasa juga memiliki peran dan fungsi untuk mendampingi atau memberikan nasehat kepada Wajib Pajak atas hak dan kewajiban Wajib Pajak, sehingga hak- hak wajib pajak tidak dikurangi atau ditiadakan oleh pemerintah atau pejabat yang ditunjuk oleh undang-undang perpajakan dan pelaksanaan kewajiban perpajakan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perpajakan. Dengan adanya peranan penting dari Kuasa Hukum/Konsultan Pajak tersebut, menurut Pemohon jelaslah bahwa Kuasa Wajib Pajak haruslah berdiri bebas/independent dalam melaksanakan kuasa demi melindungi hak dan kepentingan pemberi kuasa, Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: [email protected] 10 terhadap pihak manapun termasuk pemerintah dalam hal ini Menteri Keuangan cq Direktorat Jenderal Pajak sebagai pelaksana tugas penerima/pemungutan pajak; 7. Bahwa dibalik adanya kepastian hukum atas penyelesaian sengketa pajak dan hak bagi Wajib Pajak untuk menunjuk kuasa, didampingi, atau diwakili kuasa dalam pelaksanaan hak dan kewajiban perpajakannya (kedaulatannya), timbul permasalahan bagi Pemohon yaitu adanya kewenangan eksekutif atau Menteri Keuangan dalam menentukan persyaratan serta pelaksanaan hak dan kewajiban kuasa. Menurut Pemohon, ketentuan yang diuji materiil Pemohon yaitu Pasal 32 ayat (3a) UU KUP dan Pasal 34 ayat (2c) UU Pengadilan Pajak dapat atau berpotensi merugikan hak-hak konstitusional Pemohon/Wajib Pajak sesuai dengan pelaksanaan kedaulatan rakyat dan prinsip-prinsip negara hukum yang melindungi hak-hak asasi manusia. Bahwa Pasal 32 ayat (3a) UU KUP (P-2) berbunyi: “persyaratan serta pelaksanaan hak dan kewajiban kuasa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan atau berdasarkan peraturan Menteri Keuangan”; Kuasa yang dimaksud yaitu Pasal 32 ayat (3) UU KUP (P-2) berbunyi: “orang pribadi atau badan dapat menunjuk seorang kuasa dengan surat kuasa khusus untuk menjalankan hak dan memenuhi kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”; dan dan kemudian Pasal 34 ayat (2c) UU Pengadilan Pajak (P-3), yang berbunyi: “untuk menjadi kuasa hukum harus dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut: a. ....... b. ....... c. Persyaratan lain yang ditetapkan oleh Menteri.” 8. Bahwa menurut penafsiran Pemohon, ketentuan yang diuji Pemohon tersebut memberikan kewenangan mutlak/absolut kepada Menteri Keuangan untuk menentukan segala sesuatu yang berhubungan dengan persyaratan serta pelaksanaan hak dan kewajiban Kuasa untuk melaksanakan kedaulatan Pemohon/Wajib Pajak. Pemberian kewenangan yang absolut kepada Menteri Keuangan untuk menentukan persyaratan serta pelaksanaan hak dan kewajiban kuasa untuk melaksanakan kedaulatan Pemohon berarti Menteri Keuangan Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: [email protected]

Description:
PMK Nomor 111/PMK.03/2014, Pasal 26 tentang Teguran, Pembekuan, .. sesuatu yang terjadi di persidangan merujuk berita acara persidangan,
See more

The list of books you might like

Most books are stored in the elastic cloud where traffic is expensive. For this reason, we have a limit on daily download.