METODE PENENTUAN ARAH KIBLAT DAN AKURASINYA424 Dr. H. Ahmad Izzuddin, M.Ag425 ABSTRACT Seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, penentuan arah kiblat semakin mudah dilakukan. Akan tetapi karena pemahaman definisi arah menghadap kiblat yang variatif secara fiqih, maka pada ranah pemahaman masyarakat penentuan arah kiblat menjadi ramai dipermasalahkan, apakah harus benar-benar menghadap kiblat menuju ke bangunan Ka’bah ataukah cukup arah menuju ke Ka’bah. Pada awal tahun 2010 muncul isu pergeseran arah kiblat akibat pergeseran lempengan bumi dan adanya gempa bumi. Terkait permasalahan tersebut, Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia Pusat mengeluarkan Fatwa MUI No. 3 Tahun 2010 tentang kiblat Indonesia arah barat426 yang kemudian direvisi427 dengan Fatwa MUI No. 5 Tahun 2010 tentang arah kiblat yang secara substansial memberikan pemahaman perlu adanya perhitungan arah kiblat, bukan hanya sekedar arah barat.428 Dalam ranah praktis, metode penentuan arah kiblat dari masa ke masa mengalami perkembangan, dari metode tradisional yang hanya memakai tongkat istiwa sampai dengan metode modern berbasis citra satelit seperti qibla locator, google earth, dan lain-lain. Di samping itu, dari segi teori penentuan arah kiblat tidak hanya dapat diperhitungkan dengan menggunakan teori trigonometri bola, kerangka teori keilmuan yang lain seperti geodesi dapat digunakan pula untuk menghitung azimuth kiblat dengan 424Materi ini disampaikan pada AICIS IAIN Sunan Ampel Surabaya, 2012 425Anggota Badan Hisab Rukyah Kemenag RI, Koordinator Diklat Lajnah Falakiyah PBNU, Wakil Sekretaris Tim Hisab Rukyat & Perhitungan Falakiyah Jawa Tengah, Sekretaris Program Konsentrasi Ilmu Falak Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo Semarang dan Ketua Umum Asosiasi Dosen Falak Indonesia. 426Fatwa MUI Pusat no. 3 tahun 2010 : Pertama : Ketentuan Hukum (1) Kiblat bagi orang shalat dan dapat melihat Ka’bah adalah menghadap ke bangunan Ka’bah (ainul Ka’bah). (2) Kiblat bagi orang yang shalat dan tidak dapat melihat Ka’bah adalah arah Ka’bah (jihat al-Ka’bah). (3) Letak geografis Indonesia yang berada di bagian timur Ka’bah/Mekkah, maka kiblat umat Islam Indonesia adalah menghadap ke arah barat. Kedua : rekomendasi : Bangunan masjid/mushalla di Indonesia sepanjang kiblatnya menghadap ke arah barat, tidak perlu diubah, dibongkar, dan sebagainya. 427Seminar Nasional Menggugat Fatwa MUI yang diselenggarakan Prodi Ilmu Falak Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo pada tgl 27 Mei 2010 . 428Fatwa MUI No. 5 Tahun 2010, Pertama : Ketentuan Hukum (1) Kiblat bagi orang yang shalat dan dapat melihat Ka’bah adalah menghadap ke bangunan Ka’bah ('ainul Ka’bah) (2) Kiblat bagi orang yang shalat dan tidak dapat melihat Ka’bah adalah arah Ka’bah (jihat al-Ka’bah) (3) Kiblat umat Islam Indonesia adalah menghadap ke barat laut dengan posisi bervariasi sesuai dengan letak kawasan masing- masing. Kedua : Rekomendasi : Bangunan masjid/mushola yang tidak tepat arah kiblatnya, perlu ditata ulang shafnya tanpa membongkar bangunannya. 759 pendekatan bentuk Bumi sebagai ellipsoid, dan juga teori navigasi. Hal ini menunjukkan bahwa metode penentuan arah kiblat dapat diperhitungkan dengan banyak teori dalam aplikasinya. Pada dasarnya yang dimaksud dengan kiblat adalah Ka’bah di Mekah yang berada pada titik koordinat 21o 25’ 21.17” LU dan 39o 49’ 34.56” BT429. Jika ditinjau dari segi bahasa, kiblat bermakna hadapan, dan juga dapat berarti pusat pandangan. Menurut Warson Munawir (1989: 1088 dan 770), secara etimologis kata kiblat sama dengan “arah menghadap” yang dalam bahasa Arab disebut jihat atau syathrah. Menurut Duffett-Smith, Peter (1981: 28-29) dan A. E. Roy and D. Clarke, (1988: 46- 47), arah menghadap kiblat disebut dengan azimuth (arah relatif terhadap titik utara). Dalam Clive Ruggles (2005:33), lebih lengkap dijelaskan bahwa arah berkaitan dengan azimuth, yakni arah menghadap satu titik pada bidang horizon yang dihitung dari titik utara pengamat (observer). Azimuth di titik utara bernilai 0o, di titik timur bernilai 90o, di titik selatan bernilai 180o, di titik barat bernilai 270o dan satu derajat ke arah barat bernilai 359o. Sehingga dapat disimpulkan bahwa masalah kiblat merupakan masalah arah atau azimuth, yaitu arah menghadap ke Ka’bah430 di Mekah. Dalam Glossary of the Mapping Sciences, (t.th.: 153), kata arah didefinisikan :”direction is a line leading to a place or point without the distance information”, yakni sebuah garis yang menunjukkan atau mengantarkan ke suatu tempat atau titik tanpa informasi jarak. Kriteria tersebut dapat dipenuhi dengan mudah dalam kasus bidang datar, namun pada permukaan bola seperti bumi kriteria ini sulit diterapkan. Untuk keperluan navigasi, arah yang dipakai adalah arah dengan sudut konstan, akan tetapi dalam penentuan arah kiblat selama ini adalah menggunakan jarak terdekat melalui lingkaran besar (great circle) walaupun sudut arah di sepanjang garis tidak konstan. Penentuan arah kiblat dari suatu tempat dapat dilakukan dengan membuat garis penghubung di sepanjang permukaan bumi dengan prinsip jarak terdekat, yaitu 429Sebagaimana diketahui bahwa varian data titik koordinat Ka’bah sangat variatif. Di antaranya titik koordinat Ka’bah yang telah dilakukan penelitian oleh Tim KK Geodesi yang mengambil inisiatif untuk melakukan penentuan langsung dalam sistem WGS 84 yang dikoordinir Prof. Joenil Kahar yang menggunakan receiver GPS tipe navigasi Magellan GPS-3000 pada saat menunaikan ibadah haji. Kemudian diukur ulang oleh Dr. Hasanudin ZA menggunakan Garmin E MAP dengan data lintang 21o 25’ 21.5” LU dan bujur 39o 49’ 34.5” BT. Dalam suatu kesempatan penulis juga telah melakukan penentuan titik koordinat Ka’bah, tepatnya ketika melaksanakan ibadah haji 2007. Penentuan tersebut dilaksanakan pada hari Selasa 04 Desember 2007 pukul 13.45 s/d 14.30 waktu Mekah dengan menggunakan GPS Map Garmin 76CS dengan sinyal 6 s/d 7 (tujuh) satelit dengan data Lintang: 21o 25’ 21.17” dan Bujur: 39o 49’ 34.56”. Perbedaan hasil penentuan ini dapat dimaklumi, pertama: mengingat keterbatasan ketelitian peralatan yang digunakan, yakni berkisar 5-15 meter (0.15” – 0.5”). Kedua: penentuan tidak persis dilakukan di pusat bangunan Ka’bah, melainkan di titik-titik sekitarnya. 430Keterangan Abdullah bin Zubair sebagaimana dinukil Muhammad Ilyas Abdul Ghani (1423 H: 68) Ka’bah artinya (kubus, dadu) juga disebut dengan nama Baitullah, Baitul Atiq atau rumah tua yaitu bangunan berukuran 11.53 x 14 x 15 meter (lihat juga gambar ukuran Ka’bah). Di atasnya ditutup oleh kain hitam yang disebut kiswah. Di bagian pojoknya terdapat hajar aswad (artinya batu hitam) terletak di bagian luar pojok selatan Ka’bah. 760 menggunakan teori trigonometri bola (bola) dan teori geodesi (ellipsoid). Namun demikian, arah kiblat juga dapat menggunakan prinsip sudut arah konstan terhadap titik referensi tertentu (misalnya titik utara) yakni sebagaimana penentuan arah menggunakan teori navigasi. Ketiga teori ini yakni trigonometri bola, geodesi, dan navigasi dapat menghasilkan sudut arah kiblat yang berbeda. Dalam kasus tertentu, arah kiblat di Hanoi Vietnam431 yang memiliki lintang yang hampir sama dengan lintang Ka’bah, terdapat perbedaan ketika arah kiblat tersebut diperhitungkan dengan teori trigonometri bola, teori geodesi dan teori navigasi. Teori trigonometri bola dan teori geodesi menghasilkan arah dengan jarak yang lebih dekat walaupun sudut arahnya tidak konstan, sedangkan teori navigasi menghasilkan sudut arah yang konstan walaupun jaraknya lebih jauh. Dengan demikian terbangun pertanyaan : definisi arah yang bagaimanakah yang dimaksud dalam istilah fiqh arah menghadap kiblat? apakah menggunakan teori trigonometri bola, teori geodesi ataukah teori navigasi? Hal ini menjadi penting sebagaimana yang tercantum dalam dalil-dalil syar’i432 . Mengingat sebagaimana menurut Ibnu Rusyd, (1975: I/111) bahwa menghadap kiblat merupakan syarat sah shalat. Artinya yang harus dipenuhi oleh mushalli, baik posisi ketika berdiri, ruku’, maupun sujud harus mengarah menuju Ka’bah. Bagi orang yang berada di kota Mekah dan sekitarnya perintah ini tidak menjadi masalah, karena mereka dengan mudah dapat melaksanakan perintah tersebut. Akan tetapi bagi mereka yang berada di luar kota Mekah, hal ini menjadi masalah tersendiri, apakah harus tepat menghadap bangunan Ka’bah (’ainul Ka’bah) atau cukup perkiraan arahnya saja (jihatul Ka’bah). Terkait dengan ini para ulama berbeda pendapat, Imam Syafi’i dalam Kitab Al-Umm, (t.th : I/93) berpendapat bahwa bagi orang yang jauh dari Ka’bah, wajib berijtihad dengan petunjuk-petunjuk yang ada. Dengan kata lain, ia wajib menghadap ’ainul Ka’bah walaupun pada hakikatnya ia menghadap jihatul Ka’bah. 431 Titik koordinat Hanoi, Vietnam yakni 21o 01’ 60” dan Bujur: 105o 50’ 60” (diambil dari www.magnetic-declination.com). 432 Di antaranya QS. Al-Baqarah : 144 َﻦﯾﺬِﻟﱠا ﱠنإَِو ُهَﺮْﻄﺷَ ْﻢُﻜَھﻮﺟُ وُ اﻮﻟﱡَﻮﻓَ ْﻢُﺘﻨْﻛُ ﺎَﻣ ُﺚْﯿﺣَ وَ ِماَﺮَﺤﻟْا ِﺪِﺠﺴْ ﻤَْﻟا َﺮْﻄﺷَ َﻚﮭَْﺟوَ ﱢلﻮَﻓَ ﺎَھﺎَﺿْﺮَﺗ ًﺔَﻠْﺒﻗِ َﻚﻨﱠﯿَﻟﱢَﻮﻨُﻠََﻓ ِءﺎَﻤﱠﺴﻟا ﻲِﻓ َﻚﮭِْﺟوَ َﺐﱡﻠَﻘﺗَ ىَﺮَﻧ ْﺪﻗَ َنﻮﻠَُﻤْﻌَﯾ ﺎﱠﻤَﻋ ٍﻞﻓِﺎَﻐِﺑ ُﮫﱠﻠﻟا ﺎَﻣَو ْﻢﮭِﱢﺑرَ ْﻦِﻣ ﱡﻖَﺤﻟْا ُﮫﱠﻧأَ َنﻮﻤَُﻠْﻌَﯿﻟَ َبﺎَﺘِﻜْﻟا اﻮﺗُوأُ QS. Al-Baqarah : 149 َنﻮﻠَُﻤْﻌَﺗ ﺎﱠﻤَﻋ ٍﻞﻓِﺎَﻐِﺑ ُﮫﱠﻠﻟا ﺎَﻣَو َﻚﺑﱢرَ ْﻦﻣِ ﱡﻖﺤَ ﻠَْﻟ ُﮫﱠﻧإَِو ِماَﺮَﺤْﻟا ِﺪِﺠﺴْ ﻤَْﻟا َﺮْﻄﺷَ َﻚﮭَْﺟوَ ﱢلﻮَﻓَ َﺖْﺟﺮََﺧ ُﺚْﯿﺣَ ْﻦِﻣَو QS. Al-Baqarah : 150 اﻮﻤَُﻠَﻇ َﻦﯾﺬِﻟﱠا ﺎﱠﻟِإ ٌﺔﱠﺠﺣُ ْﻢﻜُْﯿﻠََﻋ ِسﺎﱠﻨﻠِﻟ َنﻮﻜَُﯾ ﺎﱠﻠَﺌﻟِ ُهَﺮْﻄﺷَ ْﻢُﻜَھﻮﺟُ وُ اﻮﻟﱡَﻮﻓَ ْﻢُﺘﻨْﻛُ ﺎَﻣ ُﺚْﯿﺣَ َو ِماَﺮَﺤﻟْا ِﺪِﺠﺴْ ﻤَْﻟا َﺮْﻄﺷَ َﻚﮭَْﺟوَ ﱢلﻮَﻓَ َﺖْﺟﺮََﺧ ُﺚْﯿﺣَ ْﻦِﻣَو َنوﺪُﺘَﮭَْﺗ ْﻢُﻜﱠﻠَﻌَﻟَو ْﻢُﻜْﯿﻠََﻋ ﻲِﺘَﻤْﻌِﻧ ﱠﻢِﺗﺄُِﻟَو ﻲِﻧﻮْﺸَ ﺧْ اَو ْﻢھُْﻮﺸَ ﺨْ ﺗَ ﺎَﻠَﻓ ْﻢُﮭْﻨﻣِ Hadits dari Anas bin Malik RA. riwayat Bukhari Muslim : ِﺖْﯿﺑَ َﻮﺤْ ﻧَ ﱢﻲﻠَﺼُﯾ َنﺎَﻛ َﻢﻠﱠَﺳوَ ِﮫْﯿﻠََﻋ ُﷲا ﱠﻰﻠَﺻ ِﷲا َلﻮْﺳُ رَ ﱠناَ ٍﺲﻧَأَ ْﻦﻋَ ْﺖِﺑﺎَﺛ ْﻦﻋَ َﮫَﻤَﻠَﺳ ُﻦﺑْ ُدَﺎَﻤﺣ ﺎَﻨﺛَﺪﱠﺣَ ُنﺎﱠﻔﻋَ ﺎَﻨﺛَﺪﱠﺣَ َﺔَﺒﯿْﺷَ ُﻦﺑْا ِﺮْﻜَﺑﻮْﺑُأَ ﺎَﻨﺛَﺪﱠﺣَ ِﻲﻓ ٌعْﻮُﻛُر ْﻢھَُو َﺔَﻤَﻠَﺳ ِﻲﻨَﺑ ْﻦﻣِ ٌﻞﺟُ رَ ﱠﺮَﻤَﻓِم اَﺮَﺤﻟْا ِﺪﺠِ ﺴْ ﻤَْﻟاَﺮْﻄﺷَ َﻚﮭَْﺟوَ ﱢلَﻮﻓَ ﺎَﮭﺿﺮْ َﺗ ًﺔَﻠْﺒﻗِ َﻚﻨﱠﯿَﻟَِﻮﻨُﻠََﻓ ِءﺎَﻤﱠﺴﻟا ﻲِﻓ َﻚﮭَْﺟوَ َﺐﱡﻠَﻘﺗَ ىَﺮَﻧﺪْﻗَ ْﺖ َﻟَﺰَﻨﻓَ ِسﺪﱠَﻘﻤُﻟْا ﻢ ﻠﺴﻣ هاور ِﺔ َﻠْﺒﻘِﻟْاَﻮﺤْ ﻧَ ْﻢھُ ﺎَﻤَﻛ اْﻮﻟُﺎَﻤَﻓ ْﺖَﻟَﻮﺣَ ْﺪﻗَ َﺔَﻠْﺒﻘِﻟْا ﱠنَأ َﻻَا ىَدﺎَﻨﻓَ ًﺔَﻌْﻛَر اْﻮﻠﱡَﺻ ْﺪَﻗوَ ِﺮْﺠﻔَﻟْا ِةَﻼﺻَ Hadits dari Abu Hurairah r.a. riwayat Bukhari : ي رﺎﺨﺒﻟا هاور ْﺮ ﱢﺒﻛََو َﺔَﻠْﺒﻘِﻟْا ِﻞﺒِﻘْﺘَﺳْ اِ: َﻢ ﱠﻠَﺳوَ ِﮫْﯿﻠََﻋ ُﷲا ﱠﻰﻠَﺻ ِﷲا ُلْﻮﺳُ رَ َلﺎَﻗ :َلﺎَﻗ ُﮫْﻨﻋَ َﻰﻟﺎَﻌَﺗ ُﷲا َﻲِﺿَر َةَﺮْﯾﺮَُھ ِﻰﺑَا َلﺎَﻗ 761 Menurut Imam Hanafi, (t.th: 2/488-489) bagi orang yang jauh dari Ka’bah cukup menghadap jihatul Ka’bah saja. Artinya seseorang yang menghadap Ka’bah dengan yakin, dalam hal ini salah satu sisi Ka’bah, maka ia sudah termasuk menghadap Ka’bah. Ini sejalan dengan pendapat Imam Malik (t.th: I/145), bahwa bagi orang yang jauh dari Ka’bah dan tidak mengetahui arah kiblat secara pasti, maka ia cukup menghadap ke arah Ka’bah secara zhan (perkiraan). Namun bagi orang yang jauh dari Ka’bah dan ia mampu mengetahui arah kiblat secara pasti dan yakin, maka ia harus menghadap ke arahnya. Dari beberapa pendapat tersebut, pendapat Imam Syafi’i lah yang penulis pandang lebih tepat, yakni bagi orang yang jauh dari Ka’bah wajib menghadap ’ainul Ka’bah walaupun pada hakikatnya ia menghadap jihatul Ka’bah (arah Ka’bah). Karena jika sudah berusaha untuk menghadap ke ’ainul Ka’bah, maka paling tidak jika terjadi kesalahan, masih dalam lingkup menghadap jihatul ka’bah (arah ka’bah). Mengingat dalam konsep ibadah, keyakinan akan lebih mantap bila dibangun atas dasar keilmuan yang dapat mengantarkan ke arah yang lebih tepat dalam hal menghadap kiblat. Dengan demikian, seorang mushalli mempunyai kewajiban memaksimalkan usahanya untuk menghadap arah kiblat setepat mungkin. Sehingga hal yang terpenting adalah memperhitungkan arah menghadap kiblat secara akurat. Dalam lacakan sejarah pada awal perkembangan Islam, tidak ada masalah tentang penentuan arah kiblat, karena nabi Muhammad saw selalu ada bersama-sama shahabat dan beliau sendiri yang menunjukkan arah ke kiblat apabila berada di luar kota Mekah. Namun ketika Rasulullah saw tidak lagi bersama para shahabat dan mereka mulai mengembara ke luar kota Mekah untuk mengembangkan Islam, penentuan arah kiblat menjadi sebuah permasalahan. Mereka berijtihad dengan merujuk pada kedudukan bintang-bintang yang dapat memberi petunjuk arah kiblat. Dalam Khafid, (2007: 4) bintang utama yang dijadikan pedoman dalam penentuan arah utara di tanah Arab adalah bintang qutbi/polaris (bintang Utara), yakni satu-satunya bintang yang menunjuk tepat ke arah utara bumi. Arah utara tersebut ditunjukkan oleh garis yang menghubungkan antara tubuh rasi ursa mayor dan ujung ekor dari rasi ursa minor. Berdasarkan bintang ini, mereka berijtihad untuk mendapatkan arah menghadap Baitullah. Namun bagi penduduk luar tanah Arab termasuk Indonesia, menurut Khafid, (2006: 10), kaidah penentuan arah kiblat berdasarkan bintang kutub (Qutbi/Polaris) menjadi rumit. Menurut Khafid jika berada di wilayah Indonesia pada lintang selatan, cukup sulit untuk melihat petunjuk titik utara, karena posisi rasi bintang tersebut berada di bawah ufuk. Sebagaimana dalam tampilan program Stary Night pada gambar di bawah ini yang menggambarkan posisi bintang Polaris berada di daerah lintang utara (gambar kiri bawah) dan posisi bintang Polaris berada di daerah lintang selatan (gambar kanan bawah) : 762 Gambar 1. Rasi bintang Polaris atau Qutbi di daerah lintang utara dan lintang selatan (Sumber: program starry night) Pada perkembangan masa selanjutnya muncul berbagai metode penentuan arah kiblat dengan memanfaatkan benda-benda langit yaitu posisi Matahari ketika berada di atas Ka’bah yang disebut dengan yaumu rashdil qiblat. Peristiwa ini hanya terjadi dua kali dalam setahun yaitu pada tanggal 27/28 Mei dan tanggal 15/16 Juli433 tergantung pada kerangka teoritik yang digunakan, apakah memakai data geografik atau geosentris. Selanjutnya berkembang metode penentuan arah kiblat dengan menggunakan rubu’ mujayyab atau yang biasa dinamakan kuadrant, (Howard R. Turner, 2004: 79) yaitu sebuah alat tradisional yang digunakan untuk mengukur sudut arah kiblat. Kemudian alat penunjuk arah yaitu kompas untuk menunjukkan arah mata angin yang dapat digunakan juga untuk menunjukkan arah kiblat suatu tempat dengan perkiraan. Seiring perkembangan teknologi, GPS (Global Positioning System) untuk menunjukkan titik koordinat di permukaan Bumi secara akurat dan theodolite digital sebagai alat ukur sudut dapat digunakan untuk menunjukkan arah kiblat yang akurat. Beberapa software penentuan arah kiblat, seperti google earth, qibla locator, qibla direction dapat dimanfaatkan pula untuk mengecek arah kiblat bangunan Masjid atau Mushala dilihat dari atas permukaan Bumi. Dari metode-metode penentuan arah kiblat tersebut, setiap metode memiliki kelebihan, kelemahan dan keakuratan yang berbeda-beda. Sehingga perlu kiranya ditelusuri: apa kelebihan dan kelemahan masing-masing metode tersebut dan bagaimana akurasinya? Secara teori, metode-metode penentuan arah kiblat di atas merupakan aplikasi teori arah kiblat yakni menggunakan perhitungan besar sudut suatu tempat yang dihitung sepanjang lingkaran kaki langit dari titik utara hingga titik perpotongan 433Terkait dengan metode rashdul kiblat ini, ternyata banyak digunakan oleh kalangan muslim dalam penentuan arah kiblat secara praktis, tidak hanya oleh masyarakat muslim Indonesia tapi juga masyarakat muslim Malaysia dan Singapura, seperti yang pernah penulis (saat penulia berkesempatan mengikuti short course di National University of Singapura pada tgl 1-26 November 2010) melihat di papan pengumuman masjid terdapat pengumuman kepada masyarakat untuk melakukan penentuan arah kiblat di masjid kerajaan Johor Malaysia dan masjid Sultan di Singapura. 763 lingkaran vertikal yang menuju ke tempat tersebut dengan lingkaran kaki langit searah dengan arah jarum jam (Departemen Agama RI, 1981: 224). Menurut Abdul Hikam (t.th.: 64), sudut perhitungan tersebut dinamakan sudut kiblat atau zāwiyatul qiblat.434 Perhitungan tersebut dimaksudkan untuk mengetahui arah ke Ka’bah dihitung dari suatu tempat di permukaan Bumi. Selama ini teori yang dipakai dalam penentuan arah kiblat yaitu mengikuti jarak terdekat sepanjang lingkaran besar (great circle) melewati Ka’bah dihitung dari tempat/ kota yang diperhitungkan. Garis melengkung warna kuning pada gambar di bawah ini menunjukkan arah atau jarak terdekat dari Semarang ke Ka’bah dihitung sepanjang lingkaran besar, sedangkan warna merah menunjukkan arah atau jarak terjauh. Gambar 2. Jarak terdekat dalam teori trigonometri bola Teori segitiga bola atau teori trigonometri bola (spherical trigonometri) yang selama ini digunakan untuk menghitung arah kiblat yakni teori ukur sudut bidang datar yang diaplikasikan pada permukaan berbentuk bola seperti Bumi 435 (http://beritakbar.blogspot.com/2009/06, akses 17 Juli 2011). Menurut KH. U. Sadykov, (2007: 15), teori ini pertama kali ditemukan oleh Al-Biruni (Abu Raihan Al-Biruni)436 434Istilah ini digunakan untuk sudut kiblat yang dihitung dari Barat ke Utara. 435Sebagaimana diutarakan K. U. Sadykov, (2007: 57), bahwa adanya anggapan bahwa Bumi berbentuk bola (bulat) sudah diketahui sejak ilmuwan Yunani purba. Pitagoras (6 abad sebelum Masehi) berbicara tentang bentuk bola pada benda-benda langit dan Bumi. Aristoteles juga menganggap semua benda langit dan Bumi berbentuk bola. Salah satu bukti bahwa Bumi berbentuk bola adalah Bumi menunjukkan bayangannya yang bundar pada permukaan Rembulan sewaktu terjadi gerhana Rembulan. Yang perlu menjadi sebuah catatan bahwa penentuan bentuk dan ukuran yang pasti merupakan pencapaian perkembangan Astronomi dan geodesi di tahun-tahun terakhir. Sejumlah persoalan yang berhubungan dengan bentuk Bumi belum ditemukan secara tuntas sampai tahun itu (6 abad sebelum Masehi). 436Al-Biruni adalah salah seorang fuqaha terbesar dan seorang eksperimentalis ilmu alam yang amat tekun pada abad pertengahan Islam. Ia lahir pada tahun 362 H/973 M di pinggiran kota Kath ibukota Khawarizm, daerah delta Amu Darya Republik Karakal Pakistan. Ia menguasai matematika, kedokteran, 764 dengan mengelaborasi rumus matematika. Al-Biruni menggunakan kaidah teori trigonometri khusus, yang kemudian menjadi embrio dari geometri segitiga bola. Al- Biruni banyak mempelajari karya-karya dari astronom muslim sebelumnya, terutama astronom-astronom yang paling ia sukai, di antaranya yaitu Al-Battani437 dan Al- Khawarizmi438. M. Natsir Arsyad (1989: 148) menjelaskan bahwa Al-Biruni telah berjasa menetapkan arah kiblat dengan bantuan astronomi dan matematika. Menurut K. U. Sadykov (2007: 24), beberapa karya Al-Biruni secara spesifik menjelaskan pengukuran azimuth kiblat dengan menggunakan segitiga bola (trigonometri bola). Sebagaimana gambar di bawah ini, teori trigonometri bola dalam perhitungan azimuth kiblat mengasumsikan permukaan bumi sebagai bentuk bola yang memerlukan tiga titik: titik pertama yaitu A terletak di daerah yang dihitung arah kiblatnya, titik kedua terletak di Ka’bah yaitu B, dan titik ketiga terletak di Kutub Utara yaitu C. Ketiga titik tersebut dihubungkan dengan garis lengkung, yang kemudian diperoleh segitiga bola. Sudut yang diapit oleh garis yang menghubungkan kutub utara dan tempat yang akan dihitung dengan garis yang menghubungkan tempat yang dihitung dengan Ka’bah inilah yang disebut arah kiblat. farmasi, astronomi dan fisika dengan baik. Ia juga dikategorikan sebagai ahli sejarah, geografi, kronologi, bahasa, serta seorang pengamat adat-istiadat dan sistem kepercayaan yang terkenal kejujuran dan obyektivitasnya. Beberapa karyanya dalam bidang astronomi yang terkenal antara lain “At-Tafhim li Awa’il Sina’at at-Tanjim”, “Al-Qanun al-Mas’udi fi al-Haya wa an-Nujum”, Fi Ifrad al-Makal fi Amr al- Azlal”, dan sebagainya. (M. Natsir Arsyad, 1989: 147-152). 437Al-Battani merupakan salah seorang astronom Arab terbesar yang lahir sekitar tahun 244 H/853 M di Harran atau daerah sekitarnya. Ia banyak melakukan observasi-observasi astronomi di sebuah observatorium yang dibangun oleh khalifah al-Ma’mun sehingga dijuluki sebagai astronom yang banyak melakukan observasi gemilang. Di samping itu, ia menjadi seorang guru untuk orang-orang Eropa yang banyak memperkenalkan terminologi-terminologi astronomis yang digali dari bahasa Arab asli, seperti azimuth, zenith, nadir, dan lain sebagainya, kepada dunia Arab. Karya-karyanya antara lain “Az-Zij”, berisi uraian-uraian astronomis dan dilengkapi dengan tabel-tabel, “Kitab Ma’rifat Matali al-Buruj fi ma bayna Arba’ al-Falak”, sebuah buku yang memberikan suatu penyelesaian secara matematis terhadap soal-soal astrologis, “Syarh al-Malakat al-Arba’ li Batlamius”, sebuah uraian dan komentar tajam terhadap ‘tetrabilon’-nya Ptolomeus, “Risalah fi Tahkik Akdar al-Ittisalat”, sebuah uraian mengenai penentuan secara tepat kuantitas dari penerapan-penerapan astrologis. Baca buku M. Natsir Arsyad, Ilmuan Muslim Sepanjang Sejarah, Bandung: Mizan, 1989, h. 74-76. 438Al-Khawarizmi adalah orang muslim pertama dan ternama, penemu ilmu hitung atau matematika. Karya-karyanya mengenai ilmu hitung India dan tabel-tabel astronomi tertua telah diterjemahkan oleh Adelard dari Bath pada abad ke-12 M, seperti “Zij as-Sindhind”. Baca buku M. Natsir Arsyad, Ilmuan Muslim Sepanjang Sejarah, Bandung: Mizan, 1989, h. 33-35. 765 Gambar 3. Teori trigonometri bola dalam hisab penentuan arah kiblat Perhitungan dalam teori trigonometri bola ini memiliki prinsip yang sama dengan teori geodesi, yakni menggunakan lingkaran besar (great circlce), sehingga menghasilkan sudut arah yang tidak konstan. Hanya saja Teori trigonometri bola memakai referensi bumi berbentuk bola, sedang teori geodesi memakai referensi bumi berbentuk ellipsoid. Berbeda pula dengan perhitungan arah menghadap kiblat dengan menggunakan teori navigasi. Teori yang biasa dipakai untuk route perjalanan pesawat terbang atau kapal laut yang lebih mengutamakan garis yang mempunyai sudut arah (azimuth) yang konstan di sepanjang garis tersebut. Pada umumnya garis semacam ini mempunyai jarak yang lebih jauh dibanding dengan garis geodetic atau garis di sepanjang lingkaran besar.439 Inilah salah satu perhitungan alternatif untuk mendapatkan garis penghubung ke Ka’bah dengan memakai prinsip garis loxodrom yang didefinisikan sebagai garis penghubung dari suatu titik ke titik lainnya di permukaan bumi berdasarkan prinsip sudut arah di sepanjang garis tersebut tetap (konstan). Di mana garis loxodrom ini adalah jalur miring atau serong di permukaan Bumi, akan tetapi terlihat garis lurus di peta mercator. Sehingga di peta mercator (peta datar) tampak lurus, walau sebenarnya di permukaan Bumi tampak melengkung. Sebagai perbandingan teori great circle dan small circle, dapat dilihat pada gambar di bawah ini: 439Sebagaimana pernyataan Dr. Ing. Khafid (Pusat Pemetaan Dasar Kelautan dan Kedirgantaraan, Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional) yang dikemukakan beberapa waktu yang lalu 9 Juni 2009 dengan pengalamannya dalam bidang navigasi. 766 Gambar 4. Perbedaan garis arah pada great circle dan small circle (Sumber: http://www.googleearth.com) Gambar di atas menunjukkan contoh perbedaan garis pada great circle dan small circle untuk arah dari Hanoi ke Mekah, di mana sepanjang garis merah adalah mengikuti lingkaran besar, busur lingkaran yang biasa disebut dengan geodetic line atau orthodrom. Busur lingkaran merah merupakan jarak terdekat dari Hanoi ke Mekah, namun di sepanjang garis ini sudutnya tidak konstan. Di sisi lain, karena Hanoi mempunyai lintang yang hampir sama dengan Mekah, maka dalam gambar terlihat bahwa arah Hanoi ke Mekah dapat juga mengikuti garis hijau (lingkaran kecil) atau arah Barat. Busur lingkaran ini biasa disebut dengan small circle atau loxodrom yang mempunyai sifat bahwa sudut di sepanjang garis ini tampak lurus. Garis tersebut yang sering dipakai untuk navigasi, baik oleh kapal laut maupun pesawat terbang. Gambar 5. Perbedaan garis arah pada teori segitiga bola dan teori navigasi (Sumber: http://www.googleearth.com) 767 Sebagaimana gambar di atas, perbedaan garis pada lingkaran great circle dan lingkaran small circle, dapat pula dilihat dari arah wilayah di Indonesia ke Mekah. Garis melengkung kuning menunjukkan arah kiblat dari Semarang ke Mekah yang merupakan jarak terdekat dari Semarang ke Mekah, namun sebagaimana arah kiblat dari Hanoi ke Mekah, daerah-daerah di sepanjang garis ini sudutnya tidak konstan. Namun arah menuju Mekah juga dapat mengikuti busur hitam seperti pada gambar di atas. Sudut kiblat yang dibentuk oleh garis hitam dari Semarang ke Mekah memang tidak sama dengan daerah-daerah di sepanjang garis hitam, namun sudut kiblat untuk daerah di sepanjang daerah tersebut dapat dihitung dengan menggunakan perbandingan sudut. Dari gambaran di atas, maka ada sebuah pertanyaan yang perlu dijawab : apakah arah kiblat mengikuti garis yang mempunyai arah konstan (loxodrom) atau mengikuti garis yang arahnya tidak konstan (orthodrom)? Dari ketiga teori di atas yaitu teori trigonometri bola, teori geodesi dan teori navigasi, aplikasi teori manakah yang sesuai dengan definisi arah dalam istilah arah menghadap kiblat? Dari latar belakang di atas dengan banyak pertanyaan yang perlu dijawab, penelitian ini akan mengkaji definisi arah yang bagaimanakah yang terdapat dalam istilah fiqh arah menghadap kiblat, kerangka teoritik manakah yang perhitungannya sesuai dengan definisi arah dalam istilah fiqh dan mengkaji bagaimanakah akurasi dari metode-metode pengukuran arah kiblat. Pemilihan kajian ini berdasarkan pada beberapa alasan, yakni : Pertama, definisi arah yang selama ini dipahami masyarakat adalah jarak terdekat menuju kepada suatu tempat atau titik yakni yang terdapat dalam teori perhitungan arah dalaam teori trigonometri bola dan teori geodesi. Akan tetapi sudut yang dihasilkan tidaklah konstan. Sedangkan ada teori navigasi yang dapat menghasilkan arah yang konstan walaupun jarak yang ditempuh lebih jauh. Sehingga definisi arah yang bagaimana yang dikehendaki oleh istilah fiqh arah menghadap kiblat. Kedua, metode-metode pengukuran dan pengamatan arah kiblat yang berkembang di masyarakat, di antaranya menggunakan bayang-bayang matahari pada saat yaumu rasdhil qiblat, menggunakan azimuth kiblat dengan garis busur, rubu’ mujayyab, segitiga siku, theodolite, dan lain sebagainya. Dari beberapa metode tersebut, belum diketahui metode dan kerangka teoritik yang tepat dan akurat. Ketiga, dari teori trigonometri bola, teori geodesi dan teori navigasi, belum diketahui aplikasi teori perhitungan arah kiblat yang manakah yang sesuai dengan definisi arah dalam istilah fiqh. 768
Description: