KONSULTASI DAN PERTIMBANGAN GUBERNUR TERHADAP KEBIJAKAN ADMINISTRATIF PEMERINTAH PUSAT DI PROVINSI ACEH BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2006 TENTANG PEMERINTAHAN ACEH DISERTASI Untuk Memperoleh Gelar Doktor dalam Bidang Ilmu Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Di Bawah Pimpinan Rektor Universitas Sumatera Utara Prof. Dr. Runtung, S.H., M.Hum Untuk Dipertahankan di Hadapan Sidang Terbuka Senat Universitas Sumatera Utara Oleh: AMRIZAL NIM: 118101008/HK PROGRAM DOKTOR ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2016 Universitas Sumatera Utara KONSULTASI DAN PERTIMBANGAN GUBERNUR TERHADAP KEBIJAKAN ADMINISTRATIF PEMERINTAH PUSAT DI PROVINSI ACEH BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2006 TENTANG PEMERINTAHAN ACEH DISERTASI Untuk Memperoleh Gelar Doktor dalam Bidang Ilmu Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Di Bawah Pimpinan Rektor Universitas Sumatera Utara Prof. Dr. Runtung, S.H., M.Hum Untuk Dipertahankan di Hadapan Sidang Terbuka Senat Universitas Sumatera Utara Oleh: AMRIZAL NIM: 118101008/HK PROGRAM DOKTOR ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2016 Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara KONSULTASI DAN PERTIMBANGAN GUBERNUR TERHADAP KEBIJAKAN ADMINISTRATIF PEMERINTAH PUSAT DI PROVINSI ACEH BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2006 TENTANG PEMERINTAHAN ACEH ABSTRAK Amrizal1 Faisal Rani2 Budiman Ginting3 Pendastaren Tarigan4 Pengaturan desentralisasi asimetris Aceh dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UU No.11 Tahun 2006), antara lain, diatur dalam Pasal 8 ayat (3), bahwa pelaksanaan kebijakan administratif Pemerintah Pusat yang berkaitan lansung dengan Pemerintahan Aceh, dilakukan setelah konsultasi dan pertimbangan Gubernur, seperti pembagian wilayah, pembentukan kawasan khusus, perancangan dan pembentukan peraturan perundang-undangan yang berkaitan langsung dengan Pemerintahan Aceh dan kebijakan administratif lainnya, seperti, Kriteria, Norma, Standar, dan Prosedur. Kewenangan ini berbeda dengan substansi Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Provinsi Papua joncto Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2008 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua dan Papua Barat, Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta, dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 (UU No.23 Tahun 2014) yang sudah diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Pemerintahan Daerah. Penelitian ini mengkaji, pertama, mengapa ada konsultasi dan pertimbangan gubernur terhadap kebijakan administratif Pemerintah Pusat yang berkaitan langsung dengan Pemrintahan Aceh, kedua, bagaimana perspektif Negara Kesatuan Republik Indonesia terhadap konsultasi dan pertimbangan gubernur tersebut, dan ketiga, apa saja hambatan pelaksanaannya. Penelitian ini dapat memberi sumbangan pemikiran, konsep-konsep hubungan Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. Khususnya, konsepsi konsultasi dan pertimbangan gubernur terhadap kebijakan administratif pemerintah pusat di Aceh. Selanjutnya, menjadi bahan pertimbangan dan masukan dalam membangun hubungan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan daerah khususnya Pemerintahan Aceh. Metode penelitian yang digunakan yaitu penelitian yuridis normatif, dengan menelaah semua peraturan perundang-undangan yang berkaitan desentralisasi dan desentralisasi asimetris (otonomi khusus) serta asas-asas hukum. 1 Mahasiswa Prograram Doktor pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan. 2 Guru Besar pada Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh 3 Guru Besar pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan 4 Staf pengajar pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan Universitas Sumatera Utara Hasil penelitian diperoleh bahwa dasar pengaturan konsultasi dan pertimbangan gubernur terhadap kebijakan administratif Pemerintah Pusat yang berkaitan langsung dengan Pemerintahan Aceh, dikarenakan adanya tuntutan rakyat Aceh terhadap Pemerintah Pusat dalam menjalankan kebijakan administratif yang berkaitan langsung dengan Pemerintahan Aceh agar tidak lagi diabaikan sebagaimana pernah terjadi masa Orde Lama dan Orde Baru, seperti peleburan Provinsi Aceh ke dalam Provinsi Sumatera Utara dan tidak diimplementasikan syari’at Islam, Undang-Undang Nomor 44 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Keistimewaan Propinsi Daerah Istimewa Aceh dan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh Sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Kewenangan konsultasi dan pertimbangan gubernur ini dalam pelaksanaan desentralisasi asimetris tidak kontradiksi dengan UUD RI 1945, UU No.23 Tahun 2014, peraturan perundang- undangan lainnya, asas-asas hukum, serta Pancasila, yang mengakui keberagaman daerah dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika. Namun, pengaturan kewenangan tersebut sebagian belum sinkron dengan UU No.23 Tahun 2014. Hambatan pelaksanaannya, yaitu: pertama, adanya perbedaan pemahaman antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Aceh terhadap substansi UU No.11 Tahun 2006; kedua, tidak diatur sanksi dalam UU No.11 Tahun 2006 terhadap keterlambatan pelaksanaan; Ketiga, kurangnya political will Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Aceh dalam menjalan substansi UU No.11 Tahun 2006. Keempat, lemahnya pengawasan Tim Pemantau Otonomi Khusus Aceh dari DPR- RI baik dilakukan Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Aceh. Kelima, akibat perubahan dan penggantian Tim Konsultasi baik Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Aceh, sehingga menimbulkan mis-pemahaman terhadap substansi keistimewaan dan kekhususan Aceh. Oleh karenanya, perlu mempertahankan secara berkelanjutan keberlakuan kewenangan konsultasi dan pertimbangan gubernur tersebut; adanya political will dan konsistensi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Aceh dalam penyelenggaraan pemerintahan dalam konteks desentralisasi asimetris; membentuk Tim Konsultasi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Aceh menjadi Tim Ad-Hoc, yang memahami substansi UU No.11 Tahun 2006, UU No.23 Tahun 2014 dan peraturan perundang-undangan lainnya, sehingga lebih efektif dan efisien; dan, konsistensi pengawasan Tim Pemantau Otonomi Khusus Aceh dari DPR-RI, terhadap pelaksanaan otonomi khusus dan keistimewaan Aceh. Key word : Konsultasi dan Pertimbangan, Kebijakan Administratif, Pemerintahan Aceh Universitas Sumatera Utara CONSULTATION AND CONSIDERATION OF THE GOVERNOR OF THE CENTRAL GOVERNMENT ADMINISTRATIVE POLICIES IN ACEH PROVINCE UNDER THE ACT NUMBER 11 YEAR 2006 REGARDING GOVERNMENT OF ACEH ABSTRACT Amrizal5 Faisal Rani6 Budiman Ginting7 Pendastaren Tarigan8 Setting asymmetric decentralization Aceh in Act Number 11 Year 2006 concerning Aceh Government, among others, set forth in Article 8 paragraph (3), that the implementation of the administrative policy of the central government relating directly to the Government of Aceh, made after consultation and consideration of the Governor. Among the administrative policies, namely the division of the territory, the establishment of special zones, the design and creation of legislation directly related to the Aceh Government and other administrative policies, such as, criteria, norms, standards, and procedures. The authority is different from the substance of the Act Number 21 Year 2001 concerning Special Autonomy for Papua Province joncto Act No. 35 of 2008 on Special Autonomy for Papua and West Papua, Act Number 29 Year 2007 concerning the Government of Special Province of Jakarta as the capital of the Republic of Indonesia, Act Number 13 Year 2012 concerning Specialty of Yogyakarta, and Act Number 23 Year 2014 has been amended by Act Number 9 Year 2015 concerning Regional Government. This study examines, first, why there is consultation and consideration of the governor of the Central Government administrative policies that are directly related to Governance for Aceh, secondly, how the perspective of the Unitary Republic of Indonesia to the consultation and consideration of the governor, and thirdly, what are the barriers to implementation. This research can contribute ideas, concepts relationship central government and the regional governments. In particular, the conception consultation and consideration of the governor of the administrative policies of the central government in Aceh. Subsequently, into consideration and input in establishing the relationship between the central government and regional authorities, especially the Governing of Aceh. The research method used is a normative juridical research, by examining all legislation relating asymmetric decentralization and decentralization (autonomy) as well as the principles of law. 5 Doctoral Student of Legal Studies Program at Faculty of Law, University of Sumatera Utara, Medan. 6 Professor Faculty of Law University of Syiah Kuala, Banda Aceh 7 Professor Faculty of Law University of Sumatera Utara, Medan 8 Lecturer Faculty of Law University of Sumatera Utara , Medan Universitas Sumatera Utara The result showed that the basic arrangement of consultation and consideration of the governor of the administrative policies of the Central Government that are directly related to the Aceh Government, due to the demands of the people of Aceh to the central government in implementing administrative policies that are directly related to the Aceh Government to no longer be ignored as had happened during the Old Order and New Order, such as smelting province of Aceh in Sumatera Utara province and not implemented the Shari'ah, the Act Number 44 Year 1999 concerning Specialty of Aceh and Act Number 18 Year 2001 concerning Special Autonomy for Aceh Province. The authority of the governor's consultation and consideration in the implementation of asymmetric decentralization is not a contradiction with the 1945 Constitution, the Regional Government Law, the principles of law, other legislation, as well as Pancasila, which recognizes the diversity of the region with the motto Unity in Diversity. However, setting up the authority of the majority is not in sync with the Government Law. Barriers to implementation, namely: first, the difference in understanding between the Central Government and the Government of Aceh on the substance of the Act No.11 Year 2006; second, is not regulated in the Act No.11 Year 2006 sanctions against the delay in implementation; Third, the lack of political will of the central government and the Aceh Government in running the substance of the Act No.11 Year 2006. Fourth, weak oversight of Special Autonomy Aceh Monitoring Team of the Parliament either by the Government and the Central Government of Aceh. Fifth, due to changes and replacement of both the Central Government Consultation Team and the Government of Aceh, causing a mis-understanding of the substance of the privileges and specificity of Aceh. Therefore, need to maintain an ongoing basis the authority consultation and consideration of the governor; the existence of political will and consistency of the Central Government and Aceh in governance; Consultation Team forming the Central Government and Aceh into Ad-Hoc Team, who understand the substance of the Act No.11 Year 2006, the Regional Government Law and other legislation, making it more effective and efficient; and, the consistency of the supervision of the Monitoring Team Aceh Special Autonomy of the House of Representatives, on the implementation of special autonomy and privileges Aceh. Key words : Consultancy and Consideration, Administrative Policy, Aceh Government Universitas Sumatera Utara KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim. Alhamdulillahirabbil’alamin, segala puji dan syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah S.W.T. yang telah melimpahkan rahmat dan karunianya, sehingga dapat meyelesaikan Disertasi ini sebagai tugas akhir guna memperoleh gelar Doktor di bidang Ilmu Hukum pada Program Doktor Universitas Sumatera Utara. Kajian Disertasi ini dimaksudkan untuk mendapatkan konsepsi mengenai konsultasi dan pertimbangan gubernur terhadap kebijakan administratif Pemerintah Pusat yang berkaitan langsung dengan Pemerintahan Aceh. Sehingga diharapkan menemukan landasan atau dasar yang dapat dijadikan pedoman dalam mengatur kebijakan-kebijakan administratif Pemerintah Pusat dalam konteks politik hukum (legal policy) melalui pembentukan peraturan perundang-undangan yang responsif dalam membangun hubungan antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintahan Daerah, berkaitan pelaksanaan teori desentralisasi, khususnya hubungan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Aceh dalam konteks desentralisasi asimetris. Melalui kata pengantar ini, Penulis menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya dan sedalam-dalamnya kepada Tim Promotor Prof. Dr. Faisal Rani, S.H., M.Hum., sebagai Ketua Promotor, Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum., dan Dr. Pendastaren Tarigan, S.H., M.S., sebagai Universitas Sumatera Utara Kopromotor, yang dengan tulus dan bijaksana meluangkan waktu untuk Penulis sehinggga Disertasi ini dapat Penulis selesaikan. Selama proses bimbingan dan penulisan Disertasi ini, Penulis banyak mendapatkan nasihat dan motivasi serta hal-hal yang baru dari Tim Promotor, baik dalam berpikir dan bersikap serta memaknai dunia keilmuan dan ilmu hukum, khususnya berkaitan dengan Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara. Terimakasih dan penghargaan setinggi-tingginya juga Penulis sampaikan kepada Tim Penguji yang telah bersedia dan meluangkan waktu untuk memberikan saran dan masukan yang konstruktif serta hal-hal baru yang berhubungan dengan substansi Disertasi ini, yang sangat bermanfaat dan berarti bagi Penulis dalam menyusun Disertasi ini, baik pada saat, Kolokium, Seminar Hasil Penelitian, Ujian Tertutup, dan Promosi yaitu Prof. Dr. Suhaidi, S.H., M.H., Prof. Dr. Saldi Isra, S.H., M.P.A., dan Dr. Faisal Akbar, S.H., M.H. Kemudian Penulis juga ucapkan terima kasih sedalam-dalamnya kepada semua guru Penulis, pengajar Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah banyak memberikan ilmu, khususnya ilmu hukum pada saat perkuliahan. Kemudian, Penulis juga menyampaikan terimakasih kepada: 1. Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. Runtung, S.H., M.Hum., beserta Wakil Rektor Universitas Sumatera Utara yang telah memberi kesempatan kepada Penulis untuk menimba ilmu pada Program Doktor Ilmu Hukum (S3) Universitas Sumatera Utara. Universitas Sumatera Utara
Description: