Jurnal Ilmu Komunikasi, Vol. 1, No.2, Oktober 2011 ISSN: 2088-981X KOMUNIKASI KESEHATAN: PERLUNYA MULTIDISIPLINER DALAM ILMU KOMUNIKASI 170 | Nikmah Hadiati Salisah Batasan dan Multitafsir Konsep Kesehatan Komunikasi kesehatan mengarah pada jalannya proses komunikasi dan pesan yang menyelimuti isu kesehatan. Pengetahuan dalam bidang ini dapat dikategorikan berdasarkan penekanannya ke dalam dua kelompok besar yaitu perspektif berdasarkan proses dan perspektif berdasarkan pesan. Pendekatan berdasarkan proses menggali cara-cara yang di dalamnya pemaknaan kesehatan dinyatakan, diinterpretasi dan dipertukarkan, sebuah proses investigasi interaksi dan strukturasi simbolik yang dikaitkan dengan kesehatan, sedangkan perspektif berbasis pesan terpusat pada pembentukan pesan kesehatan yang efektif, juga mengenai usaha strategis untuk menciptakan komunikasi yang efektif yang dapat mencapai tujuan para stakeholder bidang kesehatan. 1 Isu kesehatan menjadi penting untuk dikaji melalui bidang ilmu komunikasi dengan adanya masukan dari banyak penelitian bidang kesehatan yang yang menekankan perhatian pada aspek psikis maupun sosial atas penggunaan pengobatan non-medis yang dikenal dengan istilah Complementary and Alternative Medicine (CAM). Adanya penelitian yang menggali dan terkait dengan konsep sehat dan sakit dalam aplikasi yang luas ternyata bukan sekedar menyangkut kondisi berdasarkan pengukuran biomedis. Secara sederhana ada konsep disease yang dimaksudkan sebagai adanya gangguan atau ketidakteraturan pada anatomi tubuh atau fisik. Fakta bahwa sehat dan sakit juga mengarah pada adanya keragaman batasan pada masing- masing individu akibat pengaruh konstruk sosial dan budaya dalam lingkungannya. Dengan demikian konsep disease menjadi sesuatu yang berbeda dengan illness yang terstruktur oleh budaya, berdasarkan pengalaman perorangan dalam mengartikan dan mengalami kondisi tidaknyaman tubuhnya. Ada orang atau masyarakat yang membatasi pada pengalaman somatik, yang lain pada disfungsi mental, dan pada gilirannya aspek sosial, emosional dan kognitif menjadi aspek-aspek yang tidak terpisahkan bahkan saling tumpang tindih. Ini bisa menjadi kritik utama atas dikotomi disease-illness, yaitu adanya kondisi dikotomi tubuh-pikiran yang tidak tersentuh oleh bidang biomedis. Disease berakar pada kondisi sakit tubuh sehingga dianggap bersifat riil, kongkret, ilmiah dan obyektif, sebaliknya 1 Zoller, Heather M. & Dutta, M.J, Emerging Perspectives in Health Communication: Meaning, Culture and Power. (London: Routledge, 2008), p. 3 Jurnal Ilmu Komunikasi, Vol. 1, No.2, Oktober 2011 ISSN: 2088-981X Komunikasi Kesehatan | 171 illness merupakan sakit yang berakar pada pikiran sehingga dianggap masuk dalam kategori subyektif. Cara hidup dan gaya hidup manusia merupakan fenomena yang dapat dikaitkan dengan munculnya berbagai macam penyakit, selain itu hasil berbagai kebudayaan juga dapat menimbulkan penyakit. Pada masyarakat dan pengobat tradisional menganut dua konsep penyebab sakit, yaitu naturalistik dan personalistik. Penyebab bersifat naturalistik yaitu seseorang menderita sakit akibat pengaruh lingkungan, kebiasaan hidup, ketidakseimbangan dalam tubuh, termasuk juga kepercayaan pada konsep panas- dingin seperti masuk angin dan penyakit bawaan. Dalam perspektif lain sehat bagi seseorang berarti suatu keadaan yang normal, wajar, nyaman, dan dapat melakukan aktivitas sehari-hari dengan gairah. Sedangkan sakit dianggap sebagai suatu keadaan badan yang kurang menyenangkan, bahkan dirasakan sebagai siksaan sehingga menyebabkan seseorang tidak dapat menjalankan aktivitas sehari-hari seperti halnya orang yang sehat. Sedangkan konsep personalistik menganggap munculnya penyakit (illness) disebabkan oleh intervensi suatu agen aktif yang dapat berupa makhluk bukan manusia (hantu, roh, leluhur atau roh jahat), atau makhluk manusia (tukang sihir, tukang tenung).2 Pernyataan tentang pengetahuan tentang sehat dan sakit dalam perspektif naturalistik antara lain terlihat pada tradisi klasik Yunani, India, Cina, yang menunjukkan model keseimbangan (equilibrium model) seseorang yang dianggap sehat apabila unsur-unsur utama yaitu panas dingin dalam tubuhnya berada dalam keadaan yang seimbang, dan sebaliknya. Unsur-unsur utama ini tercakup dalam konsep tentang humors, ayurveda, dosha, Yin dan Yang. Dengan demikian menjadi sangat jelas bahwa konsep sehat dan sakit sesungguhnya tidak terlalu mutlak dan universal karena ada faktor-faktor lain di luar kenyataan klinis yang mempengaruhinya terutama faktor sosial budaya. Kedua pengertian saling mempengaruhi dan pengertian yang satu hanya dapat dipahami dalam konteks pengertian yang lain. Banyak ahli filsafat, biologi, antropologi, sosiologi, kedokteran, dan lain-lain bidang ilmu pengetahuan telah mencoba memberikan pengertian tentang konsep sehat dan sakit ditinjau dari masing-masing 2 HM.Rusli Ngatimin,. Dari Nilai Budaya Bugis di Sulawesi Selatan. Apakah Kusta Ditakuti atau Dibenci?. (Ujung Pandang: Lembaga Pengabdian Masyarakat Universitas Hasanuddin, 1992), hal.9 Jurnal Ilmu Komunikasi, Vol. 1, No.2, Oktober 2011 ISSN: 2088-981X 172 | Nikmah Hadiati Salisah disiplin ilmu. Masalah sehat dan sakit merupakan proses yang berkaitan dengan kemampuan atau ketidakmampuan manusia beradaptasi dengan lingkungan baik secara biologis, psikologis maupun sosio budaya. Sebuah ilustrasi misalnya ada yang mendefinisikan sakit bahwa seseorang dikatakan sakit apabila ia menderita penyakit menahun (kronis), atau gangguan kesehatan lain yang menyebabkan aktivitas kerja/kegiatannya terganggu. Walaupun seseorang sakit (istilah sehari-hari) seperti masuk angin, pilek, tetapi bila ia tidak terganggu untuk melaksanakan kegiatannya, maka ia dianggap tidak sakit. Istilah sehat sendiri dalam praktiknya mengandung banyak muatan kultural, sosial dan pengertian profesional yang beragam. Dulu dari sudut pandangan kedokteran, sehat sangat erat kaitannya dengan kesaorangn dan penyakit. Dalam kenyataannya tidak sesederhana itu, sehat harus dilihat dari berbagai aspek. WHO melihat sehat dari berbagai aspek. Definisi WHO menyatakan Health is a state of complete physical, mental and sosial well-being, and not merely the absence of disease or infirmity. 3WHO mendefinisikan pengertian sehat sebagai suatu keadaan sempurna baik jasmani, rohani, maupun kesejahteraan sosial seseorang. Untuk Indonesia sendiri dinyatakan dalam UU No.23,1992 tentang Kesehatan bahwa kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Dalam pengertian ini maka kesehatan harus dilihat sebagai satu kesatuan yang utuh terdiri dari unsur-unsur fisik, mental dan sosial dan di dalamnya kesehatan jiwa merupakan bagian integral kesehatan. Sebatas mana seseorang dapat dianggap sempurna jasmaninya? Oleh para ahli kesehatan, antropologi kesehatan dipandang sebagai disiplin biobudaya yang memberi perhatian pada aspek-aspek biologis dan sosial budaya dari tingkah laku manusia, terutama tentang cara- cara interaksi antara keduanya sepanjang sejarah kehidupan manusia yang mempengaruhi kesehatan dan penyakit. Penyakit sendiri ditentukan oleh budaya, hal ini karena penyakit merupakan pengakuan sosial bahwa seseorang tidak dapat menjalankan peran normalnya secara wajar . Dengan kata lain penyakit merupakan suatu fenomena kompleks yang berpengaruh negatif terhadap kehidupan manusia. Perilaku dan cara hidup manusia dapat merupakan penyebab bermacam- 3 Tulchinsky, T.H.& Varavikova,E.A, The New Public Health: an Introduction For The 21st Century.(San Diego: Academic Press, 2002), p. 74 Jurnal Ilmu Komunikasi, Vol. 1, No.2, Oktober 2011 ISSN: 2088-981X Komunikasi Kesehatan | 173 macam penyakit baik di zaman primitif maupun di masyarakat yang sudah sangat maju peradaban dan kebudayaannya. Ditinjau dari segi biologis penyakit merupakan kelainan berbagai organ tubuh manusia, sedangkan dari segi kemasyarakatan keadaan sakit dianggap sebagai penyimpangan perilaku dari keadaan sosial yang normatif. Penyimpangan itu dapat disebabkan oleh kelainan biomedis individu bersangkutan. Faktor emosional dan psikososial ini pada dasarnya merupakan akibat dari lingkungan hidup atau ekosistem manusia dan adat kebiasaan manusia atau kebudayaan.4 Adanya interaksi antara persepsi sehat seseorang dengan lingkungannya mengarahkan pada pemikiran mengenai pentingnya memperhitungkan aspek sosio-kultural tempat individu berada. Kondisi ”illness” yang hanya bisa dirasakan oleh individu terjadi didalam pikiran sehingga sangat ’sosially-constructed’ (Aho, 2008:3). Begitu pula dengan aspek kultural juga bisa membentuk pandangan individu terhadap obat, penyakit dan kondisi sehat sekaligus cara individu mengambil pilihan dalam hidupnya karena kultur dapat mempengaruhi kepercayaan (belief) tentang nilai (value) kehidupannya dalam kondisi tertentu. (Harter, 2005:265) Konsep kejadian penyakit menurut ilmu kesehatan bergantung jenis penyakit. Secara umum konsepsi ini ditentukan oleh berbagai faktor antara lain parasit, vektor, manusia dan lingkungannya. Para ahli antropologi kesehatan yang dari definisinya dapat disebutkan berorientasi ke ekologi, menaruh perhatian pada hubungan timbal balik antara manusia dan lingkungan alam-nya, tingkah laku penyakitnya dan cara-cara tingkah laku penyakitnya mempengaruhi evolusi kebudayaannya melalui proses umpan balik. (Foster, Anderson, 1986:3) Seperti dikutip dalam tulisannya (Mulyana, 2008:10) dari bukunya Mullavey-O’Byrne terdapat tiga paradigma atau sistem untuk menelaah kesehatan, keadaan sakit dan penyakit yaitu sistem biomedis, sistem personalistik, dan sistem naturalistik. Menurut sistem biomedis yang dominan di Barat sejak abad ke-18 hingga kini penyakit merupakan akibat dari abnormalitas fungsi atau struktur tubuh; penyakit disebabkan oleh virus atau bakteri, kecelakaan dan usia tua. Keadaan sakit, seperti juga keadaan sehat, adalah fenomena objektif yang disebabkan oleh faktor- faktor tertentu yang dapat diteliti secara ilmiah di 4 Lumenta B, Penyakit, Citra Alam dan Budaya: Tinjauan Fenomena Sosial. (Jakarta: Kanisius, 1989), hal. 7-8 Jurnal Ilmu Komunikasi, Vol. 1, No.2, Oktober 2011 ISSN: 2088-981X 174 | Nikmah Hadiati Salisah laboratorium. Penyembuhannya melalui pembedahan dan pengobatan kimiawi. Pengobatan Barat berpegang pada pendapat bahwa penyakit disebabkan oleh makhluk mikroskopis seperti bakteri, kuman atau virus yang mengacaukan fungsi fisiologis alamiah atau mekanisme pertahanan tubuh manusia. Menurut pandangan ini, penyakit juga dapat disebabkan oleh stres emosional atau masalah psikologis. Karena merasa yakin bahwa penyakit disebabkan oleh infeksi, alergi, terganggunya fungsi fisiologis seseorang, semua yang harus dilakukan yaitu menghilangkan atau menetralisasi mekanisme penyerbu atau situasi penyebab stres agar pasien bisa sembuh secepatnya. Sayangnya, tidak semua penyakit memberikan respon terhadap metode perawatan seperti itu, meskipun telah dicapai kemajuan dalam ilmu pengetahuan medis modern secara mengagumkan. Kenyataannya, sejumlah obat yang diberikan dokter mempunyai efek samping serius. Seiring perkembangan pengetahuan ternyata diketahui bahwa kondisi sehat dan sakit seseorang bukan semata disebabkan adanya gangguan secara fisik, tetapi juga akibat adanya cara dan pola berpikir mengenai konsepsi sehat dan sakit, sekaligus juga ternyata kondisi psikis seseorang dapat mempengaruhi tingkat kesehatan fisiknya. Dengan kata lain, keadaan sakit juga dikonstruksi secara sosial. Selain pendekatan biomedis, juga berkembang pengertian tentang penyakit yang mempunyai perspektif sosio kultural. Dalam bahasa Inggris dikenal kata disease dan illness sedangkan dalam bahasa Indonesia, kedua pengertian itu dinamakan penyakit. Dilihat dari segi sosio kultural terdapat perbedaan besar antara kedua pengertian tersebut. Istilah disease dimaksudkan gangguan fungsi atau adaptasi dari proses-proses biologik dan psikofisiologik pada seorang individu sedangkan illness dimaksudkan sebagai reaksi personal, interpersonal, dan kultural terhadap penyakit atau perasaan kurang nyaman. Para dokter mendiagnosis dan mengobati disease, sedangkan pasien mengalami illness yang dapat disebabkan oleh disease. Illness tidak selalu disertai kelainan organik maupun fungsional tubuh.5 Pemaknaan Sebagai Inti Pemikiran Ilmu Komunikasi 5 James Aho, and Kevin Aho, , Body Matters : a Phenomenology of Sickness, Disease, and Illness. (United Kingdom: Lexington Books, 2008),. Hal. 14 Jurnal Ilmu Komunikasi, Vol. 1, No.2, Oktober 2011 ISSN: 2088-981X Komunikasi Kesehatan | 175 Adanya sifat subyektifitas konsep sakit ini menjadi peluang bagi masuknya kajian berdasarkan perspektif ilmu komunikasi, khususnya jika menggunakan batasan komunikasi intrapersonal sebagai proses individu dalam menggali cara- cara yang di dalamnya pemaknaan kesehatan dinyatakan, diinterpretasi dan dipertukarkan, sebuah proses investigasi interaksi dan strukturasi simbolik dalam diri sendiri yang dikaitkan dengan kesehatan. Berdasarkan konteksnya, self-healing merupakan sebuah kajian yang masuk dalam bidang komunikasi kesehatan. Komunikasi kesehatan mengarah pada jalannya proses komunikasi dan pesan yang menyelimuti isu kesehatan. Dalam studi komunikasi kesehatan dapat ditemukan adanya pondasi teoretis pemikiran yang mengelompok dalam beberapa pendekatan, yaitu positivistik, interpretif, kritis dan pendekatan budaya. Jelas bahwa solusi masalah kesehatan individu bukan sekedar memperbaiki masalah kerusakan fisik seperti pada pendekatan biomedis tetapi juga dalam banyak kasus kesehatan ternyata melibatkan kompleksitas kebutuhan, motivasi dan prioritas individu. Pertanyaan permasalahan yang muncul ternyata melibatkan konsepsi komunikasi yang mengarah pada konstruksi sosial mengenai sehat dan sakit. Hal ini sangat berkaitan dengan proses pemaknaan individu terkait kondisi sehat dan sakitnya, termasuk konsep tentang apa makna kesehatan pada kondisi tertentu, bagaimana makna tersebut dikonstruksi secara budaya, milik siapa makna yang digunakan tersebut, dan dengan konsekuensi materi dan simbolik apa yang muncul selanjutnya. 6 Aspek jiwa (soul), spirit, kemauan (will), kesadaran (consciousness) dan pikiran (the mind) ini merupakan sebagian dari yang dikaji oleh komunikasi intrapersonal. Dalam hal ini komunikasi intrapersonal juga dapat diartikan sebagai ”communication within the self”. Disini individu dilihat sebagai suatu sistem komunikasi yang mengandung-diri (self-contained) yang memproses pesan dengan menerima, menyimpan dan mendapatkan kembali informasi. Dalam hal ini proses kognitif menjadi hal yang sentral, karena melibatkan persepsi dan proses decoding bentuk dan makna diskursif, menyimpan dan mendapatkan kembali informasi yang relevan dalam memori, dan melakukan konstruksi atau negosiasi makna melalui penggunaan 6 Zoller, Heather M. & Dutta, M.J, Emerging Perspectives in Health Communication: Meaning, Culture and Power. (London: Routledge, 2008), p.1-2 Jurnal Ilmu Komunikasi, Vol. 1, No.2, Oktober 2011 ISSN: 2088-981X 176 | Nikmah Hadiati Salisah strategi-strategi yang diasosiasikan dengan berpikir dan bahasa. Ditambahkan juga adanya aspek motivasi. Terkait konsep self dalam proses komunikasi dapat dinyatakan bahwa dalam teori komunikasi kontemporer terdapat asumsi bahwa individu mencari dan memproses informasi yang sesuai agar sampai pada keputusan ”rasional” yang logis dan penuh dengan kesadaran-diri (self-awareness). Pada gilirannya hal ini akan menyangkut kognisi sosial individu yang sejak awal banyak dikaji oleh ilmu psikologi dan komunikasi. Dalam kebanyakan model kognisi sosial yang berkembang, emosi, afeksi, dan motivasi dilihat sebagai tambahan atas kognisi seseorang. 7Dalam kerangka umum ini manusia dipandang sebagai ”naive scintists” yang bekerja untuk menemukan perilaku dirinya maupun orang lain. Dalam model rasional manusia ini sebuah fungsi dibangun, sedangkan eror yang muncul seringkali dilihat sebagai motivasi yang nonrasional. Pemahaman atas hubungan antara kegunaan (affect) dan kognisi menjadi penting jika bisa mengerti dampak dari komunikasi dan interaksi sosial terkait sikap (attitude) dan perasaan (feeling) seseorang.terhadap sesuatu atau orang lain. Motivasi personal dan tujuan interaksi sosial dari individu mempengaruhi interpretasi seseorang atas peristiwa sosial, yang pada gilirannya menghasilkan reaksi emosional tersendiri dalam interpretasi. (Sypher, 1988:5)8 Pengalaman personal yang terkait fisik dan perubahan fungsional tubuh beserta interpretasinya terhadap perubahan tersebut memainkan peran utama dalam menentukan perilaku yang dipilih untuk memelihara kesehatannya sekaligus mencegah dan menyembuhkan penyakitnya. Pengalaman personal sebelumnya dengan stimuli mental dan somatik, pengamatan atas yang lain yang mendukung kegiatan yang dipilih, juga kepercayaan sosial dan kultural serta nilai-nilai semuanya menciptakan rangkaian kepercayaan ”common-sense” dan prosedur-prosedur untuk interpretasi dan pengelolaan kejadian somatik atau pesan dari tubuh. Baik gejala fisik dan mental maupun perubahan fisik dan mental dalam fungsinya merupakan ”pesan” dari tubuh yang maknanya dapat dicari melalui bagaimana individu menginterpretasi dan membentuk makna tersebut. Proses 7 Sypher, H.E., Lewis Donohew, and Higgins E.T, An Overview of the Roles of Sosial Cognition and Affect in Communication. Dalam Donohew, Lewis (Ed.). “Communication, Sosial Cognition, and Affect”. (New Jersey: Lawrence Erlbaum Associate, Inc, 1988), p. 1 8 Ibid, p. 5 Jurnal Ilmu Komunikasi, Vol. 1, No.2, Oktober 2011 ISSN: 2088-981X Komunikasi Kesehatan | 177 komunikasi intrapersonal yang berlangsung ini menjadi ’jantung’ komunikasi kesehatan karena proses yang terlibat dalam interpretasi dan pemberian makna terhadap perubahan fungsional dan somatik dan prosedur yang dipakai untuk menginterpretasi dan mengontrol perubahan tersebut merupakan proses yang sama yang terlibat dalam interpretasi komunikasi dari pihak lain. 9 Pendekatan ini mulai dengan cepat menyebar dikarenakan salah satunya yaitu adanya kelemahan dalam penanganan kesehatan dengan pendekatan biomedis yang dianggap tidak manusiawi, mekanis, berorientasi-penyakit, racun, terprofesionalisasi, anatomis, dan sebagainya. Respon yang kemudian muncul meluas sampai anggapan perlunya konsep dan paradigma teoretis yang berbeda yang penting untuk memperhatikan pemikiran dengan analisis yang jauh lebih luas dan komprehensif terhadap kondisi manusia seutuhnya. Ini pada gilirannya menghasilkan pengetahuan dan keilmuan yang berdasarkan pada sifat multi dan transdisiplin ilmu. Hal ini antara lain berdasarkan fakta bahwa individu sebagai makhluk yang unik yang senantiasa melakukan proses interaksi subjektif dengan orang lain yang selalu menilai dan menilai-ulang pengalamannya dan pengalaman orang lain beserta dunia subjektivitasnya dalam pertimbangannya atas kesehatan. Ditambah lagi dengan beragamnya pengalaman seseorang, pengembangan personal, proses hidup, dan pentingnya penyembuhan dalam ranah psikologis terhadap kondisi sehatnya, keluarga dan masyarakatnya. 10 Secara lebih luas penelitian tentang kesehatan masyarakat juga masuk sebagai salah satu strategi untuk promosi kesehatan dunia. Dalam dekade terakhir strategi untuk promosi kesehatan terfokus pada tiga elemen yaitu kerangka pembentukan dan pengakuan bagi promosi kesehatan, penggalian dinamika formulasi dan penerapan kebijakan, dan pengetesan kebijakan tersebut dalam praktik baik yang bersifat nasional maupun pada tingkatan lokal. Agar strategi tersebut tepat sasaran diperlukan informasi sebanyak dan selengkap mungkin terkait individu-individu yang membentuk kelompok masyarakat, yang bisa dimulai dengan mengetahui pilihan individu dalam berpikir, 9 Leventhal, Howard, E.A. Leventhal, Linda Cameron, and Gozde Ozakinci. “Do Message From Your Body, Your Friends, Your Doctor, or The Media Shape Your Health Behavior?” Dalam Bless, Herbert (Ed.). Sosial Cognition: How Individual Construct Sosial Realitiy. (London: Psychology Press, 2004), p. 205 10 Lyn Freeman. Complementary & Alternatif Medicine. (USA: Mosby Inc, 2001), USA. P. 15 Jurnal Ilmu Komunikasi, Vol. 1, No.2, Oktober 2011 ISSN: 2088-981X 178 | Nikmah Hadiati Salisah bersikap dan berperilaku terhadap kondisi sehat dan sakitnya sendiri. Salah satu usaha untuk mengumpulkan sebanyak mungkin informasi terkait kesehatan masyarakat tersebut diperlukan sebanyak mungkin penelitian yang salah satu tujuannya yaitu untuk dapat memahami dan mengkaji interaksi dan hubungan individu-individu dengan lingkungan sosial, budaya, ekonomi dan fisik tempat dimana mereka menjalani kehidupan sehari-harinya. Penelitian terkait promosi kesehatan karenanya harus bersifat dinamis karena terkait dengan proses dan penggunaan pendekatan yang multidisipliner. Salah satu prinsip utama bagi riset promosi kesehatan yaitu fokus pada kondisi bagi perubahan. Identifikasi faktor-faktor yang memfasilitasi atau mungkin menghalangi kemajuan perilaku individu-individu dan lingkungan yang lebih konduktif dapat digunakan sebagai tujuan utama riset dalam promosi kesehatan. Selain itu riset atau penelitian diperlukan untuk mengetahui dan memahami berbagai fenomena jaringan sosial dalam konteks- konteks yang berbeda. Karya yang lebih konseptual dan empiris diperlukan untuk melakukan investigasi yang akurat terkait bagaimana aspek-aspek dalam jaringan sosial tergambarkan dalam persepsi dan gaya hidup kesehatan individu-individu dalam masyarakat yang berbeda. Untuk itulah diperlukan sebuah upaya menciptakan sebuah pemikiran-ulang terkait kesehatan masyarakat yang salah satunya dengan memunculkan permasalahan penelitian yang bergerak dari model tradisional yang berpusat-pada penyakit menuju kesehatan sebagai sumber dalam kehidupan sehari-hari. Untuk proses inilah diperlukan kemunculan konsep-konsep dan teori baru yang multidisipliner. Peran ilmu komunikasi yang terkait bidang kesehatan menekankan pada pentingnya otonomi atau kebebasan manusia, yang berarti bahwa ilmu kesehatan sebaiknya juga sangat memperhatikan otonomi manusia dan kompleksitas dinamis dalam kehidupan sehari-harinya. Hal ini bukan berarti menciptakan konflik dengan riset ilmiah yang disease- oriented tetapi lebih pada aspek pelengkap (complementary) yang menambahkan dan menekankan dimensi yang lebih bermakna. Dimensi tersebut mencakup pengalaman manusia sebagai individu yang sangat beragam, utamanya yang terkait dengan pengalaman sehat dan sakitnya. Sebagai manfaat hasil penelitian, secara teoretis penelitian ini diharapkan dapat memberikan signifikansi teori yang berupa kontribusi pengayaan teoretis atau teoretisasi dan konseptualisasi khususnya dalam bidang komunikasi kesehatan dan lebih jauh juga ingin menggali Jurnal Ilmu Komunikasi, Vol. 1, No.2, Oktober 2011 ISSN: 2088-981X
Description: