ebook img

(kitabah) sebagai pilar keilmuan perspektif al-quran PDF

32 Pages·2016·0.7 MB·Indonesian
by  
Save to my drive
Quick download
Download
Most books are stored in the elastic cloud where traffic is expensive. For this reason, we have a limit on daily download.

Preview (kitabah) sebagai pilar keilmuan perspektif al-quran

599 TULIS-MENULIS (KITABAH) SEBAGAI PILAR KEILMUAN PERSPEKTIF AL-QURAN: PENDEKATAN TAFSIR TEMATIK, HERMENEUTIK, DAN LINGUISTIK Risman Bustamam Jurusan Ilmu al-Qur’an dan Tafsir, Fakultas Ushuluddin Adab dan Dakwah IAIN Batusangkar, Sumatera Barat, Indonesia ABSTRAK Manusia adalah makhluk belajar, dengan segala potensinya. Belajar dan pembelajaran, kemudian harus menggerakkan semua potensi manusia itu. Justru itu, membaca dan menulis sebagai kegiatan inti dan kunci dalam proses pembelajaran, seharusnya diselaraskan sebagai keahlian peserta didik muslim. Selama ini keterampilan membaca menjadi focus yang dikampanyekan, padahal menulis juga hal yang sangat vital dan strategis dalam pandangan Al- Quran. Al-Quran dalam banyak ayat mengajarkan tentang kode etik dalam kegiatan tulis menulis, semisal; bersikap jujur, benar, bertanggaungjawab, memberi manfaat, saling menghormati, tidak menuding dan memprovokasi, dan menjadi kunci dokumentasi, tranformasi, dan pengembangan ilmu pengetahuan. Kata Kunci: menulis, qalam, membaca, pembelajaran, ilmu A. Pendahuluan P ermasalahan inti yang dikaji dalam tulisan ini adalah tentang problem kebahasaan (linguistic)sekaligus problem teologis dan masalah pendidikan (edukasi) yang melekat pada salah satu kata di dalam Al-Quran yakni kata ‘menulis, tulisan” (ةياتك/kitabah). Kedua masalah ini terjadi kasus lafazh ‘tulis-menulis’ dalam kerangka berpikir berikut. Problem linguisticdalam tafsir Al-Quran biasanya muncul karena kata atau lafazh Al-Quran tidak selalu mengandung makna tunggal, melainkan ada yang memiliki makna ambigu, samar, atau bahkan pluralitas makna. Pilihan makna yang diambil atau diyakini seorang mufassir terhadap Al-Quran, oleh karenanya, tidak selalu absolute benar atau tepat, setidaknya manakala dibandingkan dengan pendapat atau dalam penilaian mufassir lain. Perbedaan pemaknaan atau penafsiran akan berdampak pada perbedaan konsep dan keyakinan tentang muatan dan tujuan sejati yang diinginkan Allah. Salah atau berbeda penafsiran, berakibat pada lahirnya perbedaan dan bahkan kekeliruan keyakinan. Karena itu, perlu digunakan beberapa pendekatan tafsir untuk Batusangkar International Conference I, 15-16 October 2016 600 mendekatkan interpretasi kepada ‘kebenaran atau ketepatan makna’ yang diklaim sebagai ‘makna yang dituju Tuhan.” Dalam kaitan lafazh ‘kitabah’ maknanya sesungguhnya tidak sesederhana makna literalnya, karena menulis mencakup mengarang karya sastra dan atau membuat sebuah karya tulis. Keluasan makna menulis ‘kitabah’ dimaksud bisa ditemukan dalam kajian Bahasa Indonesia. Dalam KBBI online yang penulis kutip, dijelaskan bahwa; menulis;1 membuat huruf (angka dan sebagainya) dengan pena (pensil, kapur, dan sebagainya);2 melahirkan pikiran atau perasaan (seperti mengarang, membuat surat) dengan tulisan: ~ roman(cerita), mengarang cerita; ~ surat membuat surat; berkirim surat; 3 menggambar; melukis: ~ gambar pemandangan;4 membatik (kain): tulisan;1 hasil menulis; barang yang ditulis; cara menulis; 2 karangan (dalam majalah, surat kabar, dan sebagainya atau yang berupa cerita, dongeng, dan sebagainya); buku-buku (karya-karya tulis dan sebagainya): aku ingin membaca ~ Chairil;3 gambaran; lukisan; 4 batik (yang dibatik bukan dicetak tentang kain); 5ki suratan (nasib, takdir); dengan ~ , dengan tertulis (tidak dengan lisan); (KKBI Online, Senin, 15 Agustus 2016, jam 21.09 WIB). Dalam bahasa Arab,akar kataبتك (k-t-b) makna asalnya adalah ‘menggabungkan antarkulit yang disamak dengan cara menjahitkannya.’ Makna ini kemudian biasa dipakai untuk makna ‘menggabungkan antara satu huruf dengan huruf lainnya dengan tulisan, atau juga bermakna ‘menggabungkan huruf dengan huruf menjadi kata.’ Maka dinyatakan bahwa makna asli dari kitabah adalah membentuk suatu struktur; lambang atau huruf melalui tulisan, atau juga digunakan untuk makna ‘mengarang atau menyusun kata, baik yang tertulis atau pun tidak tertulis.’ Karena itu, tidak salah jika kalamullah atau wahyu disebut dengan al-kitab(secara literal bermakna karya tulis) meskipun iatidak atau belum tertulis dalam sebuah Kitab.Kata Kitab sebagai produk dari kata kerja k-t-b dalam bahasa Arab makna aslinya adalah ‘sesuatu yang ditulis dengan tulisan.’ Kitab dengan demikian adalah lembaran yang di dalamnya tertera tulisan.’ (Al-Raghib, tp.th, pada Maktabah Syamilah: 423-424). Hanya saja, dalam penggunaannya di dalam Al-Quran, kata k-t-b-kitabah-kitab, mengandung banyak makna sesuai konteksnya. Makna darik-t-b-kitabah-kitabiniketika digunakan Al-Quran dalam beberapa ayat tidak semata bermakna ‘tulis-menulis- Integration and Interconnection of Sciences “The Reflection of Islam Kaffah” 601 tulisan’, namun juga makna lain yang terkesan sudah jauh dari makna ‘menulis’, yakni makna ‘menentukan’ dalam beberapa bentuk atau kadar penentuan tersebut, yakni itsbat (menetapkan), taqdiir (menakdirkan), ijaab (mewajibkan), al-fardh (memfardhukan), dan al-`azm (bertekad). Beberapa contoh ayat yang menunjukkan makna-makna demikian dapat dilihat pada terjemahan ayat berikut; Katakanlah: "Kepunyaan siapakah apa yang ada di langit dan di bumi." Katakanlah: "Kepunyaan Allah." Dia telah( بَ َتكَ َةَحْْرَّلا هِسِ فْ َن ىَلعَ) menetapkan atas Diri-Nya kasih sayang. Dia sungguh akan menghimpun kamu pada hari kiamat yang tidak ada keraguan padanya. Orang-orang yang meragukan dirinya mereka itu tidak beriman (6: 12); 51. Katakanlah: "Sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan(اَنَل ُللََّّ ا بَ َتكَ امَ لََِّّإ)apa yang telah ditetapkan Allah untuk kami. Dialah Pelindung kami, dan hanya kepada Allah orang-orang yang beriman harus bertawakal." (9: 51); ….Meraka itulah orang-orang yang telah( فِ بَ َتكَ نَ اَيملِْْا مُِبِِوُل ُق) menanamkan keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka dengan pertolongan yang datang daripada-Nya…..(58: 22), dan 3. Dan jika tidaklah karena( َءلَََلْْ ا مُهِيَْلعَ ُللََّّ ا بَ َتكَ نَْأ)Allah telah menetapkan pengusiran terhadap mereka, benar-benar Allah mengazab mereka di dunia. Dan bagi mereka di akhirat azab neraka. (59: 3)(Al-Raghib, tp.th, pada Maktabah Syamilah: 424-425). Dari kajian makna kebahasaan dalam bahasa Indonesia dan bahasa Arab di atas, jelas bahwa ‘menulis’ bukanlah semata menorehkan pena di atas kertas atau wadah lainnya. Lebih dari itu, ‘menulis’ sesungguhnya adalah sebuah konsep tentang aktifitas tulis menulis, dari bentuk sederhana semisal mencoretkan pena atau pensil di atas wadah, hingga menulis dalam bentuk membuat sebuah karya, misalnya karya sastra atau karya ilmiah. Menulis dengan demikianadalah membuat sebuah symbol, menyusun ungkapan, merumuskan keputusan dan pemikiran, yang mengandung makna atau pesan tertentu yang ingin disampaikan kepada audien atau komunikan. Sebagai fenomena linguistic atau kebahasaan, di dalam Al-Quran kata k-t-b dan bentuk turunannyabanyak digunakan dalam berbagai konteks. Tentunya perlu dikaji Batusangkar International Conference I, 15-16 October 2016 602 makna ‘menulis’ yang tergelar dalam banyak Al-Quran. Menulis yang tergelar dalam banyak ayat tersebut, tentunya mesti dimaknai dengan tepat. Salah dalam mengartikan, memaknai, dan menafsirkan term ‘menulis’ yang ada di dalam Al-Quran, dari masalah linguistic beralih ke masalah teologis. Sebab, interpretasi yang keliru itu bisa berdampak lebih seriuspada pengamalan ajaran Islam, karena masalah ‘tulis-menulis’ juga merupakan bagian integral dari isi Al-Quran. Al-Quran yang diturunkan dalam masa dan tempat ‘konteks’ tertentu, bagaimana pun juga konteks itu akan memberikan kontribusi pengaruh terhadap makna ayat- ayatnya. Karena itu, dalam memahami dan menafsirkan ayat Al-Quran, tidak hanya konteks historisnya yang perlu digali, melainkan juga konteks redaksional dan konteks kekiniannya. Oleh karena penafsiran teks ayat Al-Quran dilingkupi oleh konteks historis, konteks linguistic, dan konteks kekinian, maka kajian terhadap ‘term tulis- menulis’ dalam Al-Quran perlu dikaji dengan pendekatan hermeneutic, linguistic, dengan bingkai kajian tafsir tematik, serta kontens analisis. Tulis-menulis sebagai problem pendidikan, utamanya di perguruan tinggi, merupakan masalah akut dan umum. Sudah sering terdengar keluhan pejabat tinggi di Negara ini, bahwa dosen kurang aktif dalam menulis, sehingga secara kuantitas dan kualitas masih sangat belum memadai. Sebaliknya, dosen pun sering mengeluhkan rendahnya kemampuan mahassiwa dalam tulis menulis, utamanya kualitasnya dalam membuat makalah kuliah. Sesungguhnya, manusia sudah diberi oleh Allah swt potensi fisik dan psikologis untuk menerima dan mengembangkan ilmu, yakni pendengaran, penglihatan dan pikiran, dan hati dan intuisi (QS.al-Sajadah/32: 9); Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalamnya roh (ciptaan)-Nya dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati.. Maka kemudian Allah memberi manusia kemampuan berbahasa, agar manusia bisa berkomunikasi dengan sesamanya dan agar ilmu, pengalaman, dan pengetahuan yang sudah dimilikinya bisa diekpresikan dan diungkapkan. Allah berfirman dalam surah al-Rahman/55: 3-4; )3( نَ اسَ ْنلِْْا قَ َلخَ )4( نَ اَي َبْلا ُهمََّلعَ(Dia menciptakan manusia, Mengajarnya pandai berbicara). Allah pun member manusia kemampuan berbahasa secara beragam dan unik, sebagaimana Integration and Interconnection of Sciences “The Reflection of Islam Kaffah” 603 dijelaskan pada QS.al-Rum/30: 22; مُُْ ِتَنسِ ْلَأ فُ لََِتخْ اوَ ضِ رَْلْْاوَ تِ اوَامَسَّ لا قُ لْخَ هِِتيََآ نْ مِوَ مُُِناوْلَأو (Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah menciptakan langit dan bumi ْ َ َ dan berlain-lainan bahasamu dan warna kulitmu…). Ini menunjukkan bahwa kemampuan tulis –menulis yang merupakan bagian dari potensi fitri manusia, juga merupakan cara belajar vital dalam pendidikan (Djamarah, 2008: 38-45). Ini perlu menjadi kepedulian semua pihak di perguruan tinggi, sebagai lembaga pusat kajian ilmiah dan pengembangannya. Karena itu, ayat-ayat tentang tulis-menulis di dalam Al- Quran perlu dijadikan sebuah paradigm etik dalam pengembangan kemampuan tulis menulis di lembaga perguruan tinggi atau lembaga riset Islam. Di sinilah kemudian ayat-ayat tentang tulis-menulis yang semula adalah masalah teks kebahasaan dan teks suci serta teks yang memiliki konteks, pun menjadi masalah pendidikan Islam, yang harus mendapatkan sentuhan interpretasi yang konseptual dan aplikatif. B. Metodologi; Metode dan Pendekatan Kajian Menurut Imam Suprayogo dan Tobroni (2001: 40-41), kajian teks Kitab Suci sebagai bagian dari penelitian agama, meliputi penelitian tentang sikap terhadap kitab suci dan penafsiran terhadap kitab suci tersebut. Sikap terhadap kitab suci akan mempengaruhi metode dan hasil penafsiran terhadap kitab suci. Sikap terhadap kitab suci itu antaralain; Pertama, legalistic; memandang kitab suci sebagai kumpulan hukum agama yang harus dilaksanakan dan dipahami dengan benar sebagai ukuran kesalehan.Kedua, literalis atau tekstualis atau skripturalis; memandang kitab suci sebagai himpunan huruf dan kata suci sehingga dalam memahaminya menafikan aspek sastra, konteks sosiologis dan historis wahyu serta konteks kekiniannya dan aspek lainnyaa di luar teks.Ketiga, kontekstualis, modernis atau demitologis; menekankan keaslian teks dan makna kitab suci dengan menghilangkan unsur unsur mitos terlebih dahulu dari teks, untuk selanjutnya tidak memandang ayat-ayat kitab suci tidak sebagai teks yang kosong dari konteks, baik konteks sosio-histroris ia diturunkan maupun konteks kekinian saat penafsirannya. Keempat, egoistis; memandang kitab suci dan menafsirkannya tidak didasarkan pada iman dan ta’abbudi tetapi pada kepentingan pribadi, bila sesuai kepentingan dan pikirannya akan diterima dan jika sebaliknya akan Batusangkar International Conference I, 15-16 October 2016 604 ditolak. Dari semua sikap terhadap kitab suci tersebut, yang paling komprehensif dan fleksibel dalam upaya penafsiran Al-Quran adalah sikap kaum kontekstualis, modernis atau demitologis. Pada sikap kaum inilah memungkiankannya atau masuknnya penggunaan metode atau pendekatan Tafsir Tematik, Hermeneutik, dan Content Analysis, yang merupakan rumpun penelitian dengan pendekatan Filologis (Imam Suprayogo dan Taobroni, 2001: 68-69). Pendekatan Filologik mendasari penelitian dari keyakinan bahwa manusia sebagai adalah makhluk berbahasa, sedangkan kitab suci juga diwahyuan dengan bahasa Tuhan yang berbicara dengan manusia antaralain dengan bahasa (ayat qauliyah). Mengutip Komaruddin Hidayat, Suprayogo menyimpulkan bahwa bahasa dalam konteks teks agama ada tiga, yakni ungkapan yang digunakan dalam menjelaskan hal-hal metafisis semisal tentang Tuhan, bahasa kitab suci, dan bahasa ritual keagaamaan. Dalam penelitian dan tulisan ini, karena yang diteliti adalah bahasa Al-Quran maka yang digunakan pertama adalah metode tafsir. Metode tafsir yang penulis maksud di sini adalah penggunaan langkah dan kaedah tertentu dan relevan yang berlaku di dalam ilmu tafsir Al-Quran, serta memakai langkah kerja tafsir tematik atau maudhu’i, guna menganalisa ayat-ayat Al-Quran yang menjadi objek kajian yakni tentang kitabah ‘tulis menulis’.Teknis kerja tafsir tematik yang dimaksud adalah 1) mengumpulkan ayat-ayat tentang kitabah dan memilihnya untuk menentukan mana yang relevan dibahas, 2) menyusun ayat secara sistematis, untuk selanjutnya dijadikan sub tema bahasan, 3) mengurutkan sub tema bahasan berdasarkan urutan Makkiyah dan Madaniyah, dengan memulainya dari Makkiyah-Madaniyah, dengan mempertimbangkan urutan surat tertinggi dalam mushhaf menuju nomor urutan terkecil dalam mushhaf, 4) melakukan kajian makna bahasa, munasabat, konteks umum ke- makkiyah-an dan ke-madaniyah-an surat, dan asbab nuzul ayat jika ada. Konsep Makkiyah yang dimaksud adalah surat dan atau ayat-ayat yang diturunkan sebelum Nabi Muhammad hijrah ke Madinah. Madaniyah adalah ayat atau surat yang diturunkan setalah Nabi hijrah ke Madinah. Kemudian, yang kedua, dalam penelitian Filologis juga digunakan metode atau pendekatan Content Analysis(analisis isi),-merujuk Hendri Subiyakto melalui Bagong Suyanto yang dikutip Suprayogo, yaitu ‘tinjauan yang menyeluruh dari semua isi Integration and Interconnection of Sciences “The Reflection of Islam Kaffah” 605 sebuah komunikasi yang disampaikan media massa, atau kitab suci, atau sumber informasi lainnya, secara objektif, sistematis, dan relevan secara sosiologis. Dari 9 (sembilan) keadaan yang bisa dilakukan kajian Content Analysisterhadapnya yang ditawarkan Hendri Subiyakto, hanya 3 yang penulis gunakan karena yang 3 ini yang paling relevan dengan tafsir Al-Quran, yaitu; 1) membandingkan pesan dari sumber yang sama pada waktu tertentu yang berbeda dengan maksud melihat pada kecendereungan isi, dan 2) membandingkan pesan dari sumber yang sama dalam siatuasi yang berbeda, dengan maksud melihat pengaruh situasi terhadap pesan, dan 3) membandingkan pesan dari sumber yang sama dalam situasi atau sasaran khalayak yang berbeda. Sumber yang sama di sini adalah Al-Quran dan ayat-ayatnya, yang diturunkan dalam konteks waktu, orang, redaksi, pesan, dan tujuan yang sama dan atau berbeda satu sama lainnya (Imam Suprayogo dan Taobroni, 2001:71-73). Dalam aplikasinya pada tulisan ini, Content Analysis digunakan untuk membantu pengayaan tafsir dan analisis makna ayat Al-Quran, terutama dalam menggali konteks kebahasaannya. Selanjutnya, yang ketiga, hermeneutic, yang penulis gunakan dalam kajian dan tulisan ini adalah hermeneutic sebaga metode dalam penelitian kualitatif, guna memahami makna teks baik kitab suci, buku, undang-undang, agar tidak terjadi distorsi antara pesan atau informasi dengan teks, penulis/pemiliki teks, dan pembaca teks, sehingga kajian lebih komprehensif. Hermeneutik yang digunakan di sini adalah hermeneutic ilmiah, bukan hermeneutic dogmatis. Hermeneutik ilmiah adalah kecenderungan menggunakan hermeneutik untuk mengungkapkan dan mempelajari makna murni yang terkandung dalam teks, termasuk teks Kitab Suci, untuk diterjemahkan, dipahami, dijelaskan, dan ditafsirkan (Imam Suprayogo dan Taobroni: 2001, hal. 74-76). Pada tataran aplikasinya dalam tulisan ini, hermeneutic digunakan untuk membantu memahami konteks ayat, terutama konteks social-historisnya. C. Kajian: Tulis-Menulis (Kitabah) Perspektif Al-Quran 1. Data Ayat yang Menjadi Objek Bahasan Penggunaan kata dasar k-t-b di dalam Al-Quran, dlihat dari sisi pemakaiannya dapat dibagi kepada dua bentuk yaitu bentuk isim dan fi’il. Dalam Mu’jam Mufahras Alfazh Al-Quran, pemakaian kata k-t-b beserta bentuk-bentuk turunannnya digunakan Batusangkar International Conference I, 15-16 October 2016 606 dalam bentuk isim sebanyak 251 kali, sedangkan pemakian dalam bentuk fi’il sebanyak 51 (lima puluh satu) kali (Abdul Baqi, 1987: 591-595). Dalam tulisan ini, ayat-ayat tersebut akan dipilih dan dikaji dengan menggunakan pendekatan tafsir tematik adalah ayat-ayat yang menggunakan akar kata k-t-b dengan berbagai derivasinya yang bermakna‘tulis-menulis’ dalam arti hakiki atau asli dalam bahasa Arab dan atau bahasa Al-Quran, bukan makna lainnya semisal; ‘menentukan’ dalam beberapa bentuk atau kadar penentuan tersebut, yakni itsbat (menetapkan), taqdiir (menakdirkan), ijaab (mewajibkan), al-fardh (memfardhukan), dan al-`azm (bertekad). Karena focus kajian adalah ayat-ayat yang terkait ‘tulis-menulis’ maka ayat-ayat yang tidak menggunakan akar kata k-t-b namun terkait dengan aktifitas tulis-menulis, semisal imla’ atau dikte, aqlam atau pena, shuhuf atau lembaran bertulis, midad atau tinta, atau khathth atau tulis tangan, akan ikut dijadikan kajian tambahan untuk pengayaan kajian.Term imla’dan turunannya disebut sebanyak 10 kali, namun hanya satu kaliyang bermakna imlak atau dikte (Abdul Baqi; 676). Term qalam atau pena disebut Al-Quran sebanyak 4 kali dalam Al-Quran (Abdul Baqi: 552).Sedangkan kata midad yang bermakna tinta hanya digunakan 1 kali, meskipun akar kata madda sendiri dan bentuk turunan lainnya disebut dalam Al-Quran sebanyak 31 kali (Abdul Baqi; 662). Sementara term qirthas alias kertas disebut di dalam Al-Quran sebanyak 2 kali (Abdul Baqi; 543). 2. Penafsiran Ayat dan Analisisnya Dari keseluruhan ayat-ayat termasuk kategori focus kajian dimaksud, maka beberapa poin penting yang dibicarakan dan diajarkan Al-Quran tentang tulis menulis adalah sebagai berikut; a. Pena adalah media belajar dan pembelajaran يذَِّلا )3( مُرَكَْلْْا كَ ُّبرَوَ ْأرَ ْقا )2( قٍَلعَ نْ مِ نَ اسَ ْنلِْْا قَ َلخَ )1( قَ َلخَ يذَِّلا كَ ِبرَ مِسْ بِِ ْأرَ ْقا )5( مَْلعْ َي ْلََ امَ نَ اسَ ْنلِْْا مََّلعَ )4( مَِلقَْلبِِ مََّلعَ 1. Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan 2. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. 3. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah 4. Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam, 5. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya (QS.al-Alaq/96: 1-5) Integration and Interconnection of Sciences “The Reflection of Islam Kaffah” 607 Surat al-Alaq adalah surat ke-96, ayat 1-5 adalah wahyu pertama turun kepada Nabi Muhammad. Surat ini dalam ilmu Tafsir dinyatakan sebagai surah Makkiyah (Kemenag RI, 2004: 598). Perihal tulis menulis, terdapat pada ayat ke- 4 yang menjelaskan tentang Allah yang mengajar dengan perantaraan qalam atau pena. Dari perspektif hermeneutic dan kajian conten analysis, ayat ini mengisyaratkan bahwa membaca dan menulis sudah dikenal dengan baik oleh masyarakat Arab. Ayat 1-5 surat al-Alaq ini mengandung ajaran tentang pentingnya membaca dan menulis dalam proses pembelajaran atau mencari ilmu. Belajar atau mencari ilmu adalah merubah diri dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak mampu menjadi mampu. Allah sudah memberi manusia potensi itu, sehingga manusia bisa mengetahui apa yang tidak diketahuinya dengan perantaraan membaca dan menulislah sebagai aktifitas utama dan pendukungnya. Ini menunjukkan bahwa membaca, yang diperintahkan Allah dua kali pada dua ayat di surah ini, harus lebih banyak dan intens daripada menulis. Itulah sebabnya, Allah mengaitkan perintah membaca yang kedua kalinya pada ayat ke tiga dengan sifatNya yang maha pemurah. Ini agar manusia giat dan termotivasi untuk membaca supaya ilmunya terus berkembang. Namun membaca saja tidaklah cukup, karena ilmu akan semakin jadi ilmu yang merubah manusia dari tidak tahu menjadi berilmu, lebih dari sekedar tahu, manakala mereka juga aktif menulis. Itulah sebabnya di sini Allah menyatakan Dia juga mengajar manusia melalui perantaraan qalam, selain melalui alam dengan alam ciptaanNya. Menurut al-Zuhaili, jika pada ayat 1-3 Allah memerintahkan manusia untuk membaca, maka pada ayat ke- 4 ini Allah menyatakan bahwa Dia mengajar manusia dengan perantaraan qalam. Artinya, manusia diajari Allah kemampuan menulis dengan perantaraan pena. Kemampuan menulis itu adalah sebuah nikmat yang besar dari Allah swt. Memang melalui bahasa lisan manusia bisa berkomunikasi dengan sesamanya, namun jika tidak ada aktifitas tulis menulis maka ilmu bisa lenyap, tiada bekas. Jika tidak ada tulis menulis, warisan agama pun akan pupus, peradaban manusia tidak akan semakin tertata, dan keteraturan manusisa akan sirna. Dengan demikian, menulis dan tulisan adalah pilar penjaga ilmu dan pengetahuan, alat penjamin kelestarian kisah orang terdahulu dan pemikiran mereka, menjadi alat tranformasi ilmu antar bangsa dan generasi, sehingga perkembangan dan pertumbuhan Batusangkar International Conference I, 15-16 October 2016 608 ilmu pengetahun dapat diketahui oleh banyak bangsa dan generasinya. Itulah sebabnya, Islam sangat menuntut ummatnya untuk ahli dan giat membaca dan menulis. Apalagi ketika Islam baru diturunkan di Arab, mereka adalah bangsa yang ummi, yakni kurang terampil membaca dan menulis. Menulis adalah salah satu model mengamalkan atau bekerja untuk ilmu. Maka ada pepatah sahabat mengatakan: Siapa yang berkerja untuk ilmu atau mengamalkan ilmunya, maka ia akan diberi Allah ilmu terhadap apa yang belum ia ilmui (al-Zuhaili, dalam Syamilah 30: 314-318). Dari kajian tafsir di atas, secara linguistik dan Content analysis dapat ditangkap dan disimpulkan bahwa Allah atau Al-Quran sangat menganjurkan manusia dalam proses belajar mencari ilmu dan mengasah potensi untuk memiliki kemampuan terbaik dalam hidupnya, harus lebih banyak membaca dan giat menulis. Alhasil, manusia akan dapat mendokumentasikan ilmu dan pengetahuannya, mewariskannya dan mengembangkannnya antarbangsa dan antargenerasi. Adalah sebuah kenaifan, jika manusia muslim modern meninggalkan tradisi membaca buku dan tidak terampil menulis. Al-Quran sendiri sebagai sumber dan pedoman utama dalam Islam artinya adalah bacaan. Itu artinya membaca adalah aktifitas vital dalam Islam. Namun membaca saja tidak cukup, karena untuk membaca harus ada yang dibaca. Apa yang akan dibaca jika manusia tidak menuliskan ilmu dan pengetahuannya. Maka menulis merupakan hal penting dan vital dalam Islam. Inilah yang harus diajarkan dan ditanamkan kepada generasi muda muslim sejak dini dan lintas bangsa. b. Pena Merupakan Simbol Karya Tulis yang Multi-guna )1( نَورُُطسْ َي امَوَ مَِلقَْلاوَ ن 1. Nun, demi kalam dan apa yang mereka tulis (QS.al-Qalam/68: 1), Dalam teori ilmu Tafsir, surah ke 68, Al-Qalam termasuk surat Makkiyah. Surat ini diawali dengan kalimat qasam alias sumpah. Dalam klasifikasi Al-Quran dan Terjemahannya Kemenag RI (2004: 565) dinyatakan bahwa ayat 1- 7 surat al- Qalam ini berisi tentang ‘Bantahan Allah Swt terhadap Tuduhan Orang Kafir’, salah satunya adalah tuduhan mereka kepada pribadi Nabi Muhammad saw. Terjamahan ayat-ayat yang berisi tuduhan kepada Nabi tersebut dan bantahan Allah atasnya adalah; 2. Berkat nikmat Tuhanmu kamu (Muhammad) sekali-kali bukan orang gila 3. Dan sesungguhnya bagi kamu benar-benar pahala yang besar yang tidak putus- putusnya. Integration and Interconnection of Sciences “The Reflection of Islam Kaffah”

Description:
TULIS-MENULIS (KITABAH) SEBAGAI PILAR KEILMUAN. PERSPEKTIF AL-QURAN: PENDEKATAN TAFSIR TEMATIK,. HERMENEUTIK, DAN LINGUISTIK. Risman Bustamam. Jurusan Ilmu al-Qur'an dan Tafsir, Fakultas Ushuluddin Adab dan Dakwah. IAIN Batusangkar, Sumatera Barat, Indonesia.
See more

The list of books you might like

Most books are stored in the elastic cloud where traffic is expensive. For this reason, we have a limit on daily download.