KATA PENGANTAR Seluruh pujian dan keagungan selalu saya tujukan hanya untuk Allah swt sang Khâliq seluruh alam. Shalawat dan salamnya senantiasa saya curahkan untuk baginda Nabi Muhammad saw sang pembawa hidayah di dunia. Selanjutnya bersama ini tesis dengan judul: Nilai Nilai Pendidikan Islam Dalam Qashidah Jaljalut Ali Bin Abi Thalib, penulis tesis: Jamal Abdul Nasir NPM. 12.011.358; disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Pendidikan Islam (M.Pd.I.) pada program studi Pendidikan Agama Islam program Pascasarjana (S2) Institut Agama Islam Darussalam (IAID) Ciamis, kemudian saya sebagai penulis ingin menjadikan hasil penelitian ini menjadi satu buku yang dapat dengan mudah didapatkan dan diakses oleh para pembaca. Dalam penelitian dan menyusun tesis ini, penyusun mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah andil dalam menyelesaikan penyusunan tesis ini, dan terima kasih saya ucapkan kepada tim publisher dari Gutenberg yang bersedia mempublish hasil penelitian saya dalam bentuk ebook. 1 ABSTRAK Pendidikan Islam dan nilai-nilainya tidaklah sekedar didapatkan dari manusia yang memang mempunyai kapasitas dalam pendidikan Islam, tetapi juga bisa didapatkan melalui karya tulis yang merupakan hasil internalisasi dan transformasi nilai dari diri muslim berpendidikan Islam, salah satu karya tulis itu adalah qashidah Jaljalut Ali bin Abi Thalib, dalam qashidah Jaljalut ini terdapat nilai-nilai pendidikan Islam. Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengetahui keunikan dalam qashidah Jaljalut Ali bin Abi Thalib, (2) mengetahui nilai-nilai pendidikan Islam dalam qashidah Jaljalut Ali bin Abi Thalib, (3) mengetahui kasiat bait-bait qashidah Jaljalut Ali bin Abi Thalib, (4) mengetahui relevansi qashidah Jaljalut terhadap dinamika pendidikan Islam masa sekarang. Metode penelitian yang digunakan adalah metode yang sifatnya deskriptif analitis, dengan cara content analisis (analisis isi), library research (studi kepustakaan), dengan metode kualitatif, tujuannya untuk menganalisis qashidah Jaljalut secara deskriptif empirik, menganalisisnya, dan lantas menginterpretasikan nilai-nilai pendidikan Islam dari bait- baitnya. Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa (1) keunikan qashidah Jaljalut, penamaan judulnya dari bait berbahasa Suryani, bait-baitnya kombinasi Arab-Suryani, qashidah ini karya shahabat Ali bin Abi Thalib, berima akhir konsonan, merupakan tawashih, ibtihâlat, zikir, keagamaan, dan merupakan tipe madakh, i’tizar, wasf, (2) nilai-nilai pendidikan Islam qashidah Jaljalut adalah (a) aqidah pada Allah swt, ruhaniyyat, malaikat, rasul, kitab, sam’iyyat, (b) tauhid pada uluhiyyah, rububiyyah, qauliyyah, i’tiqadi¸ asma wa sifat Allah swt, (c) ibadah berupa doa, zikir, taubat, ikhlas, tawakal, haji, zakat, (d) akhlak pada Allah swt, rasul, sesama, keluarga, diri sendiri, alam sekitar, agama, negara, (e) muamalah berupa jihad dan niaga, (3) kasiat bait-baitnya adalah dicintai Allah swt; rukyah, penyembuhan, dikabulkan hajat, taat beribadah, keselamatan, pelindung, keberkahan, pengaman, (4) relevansinya pada pendidikan Islam sekarang bahwa nilai pendidikan Islam harus ditanamkan (internalisasi), dibentuk (transformasi) pada diri muslim sehingga dapat menjadi personal traits (kebiasaan bertindak) dalam keseharian selama hidup, pendidikan Islam tidak cukup hanya sebatas transfer ilmu pada segi kognisi saja, pendidikan Islam harus diberikan secara kombinasi yakni transfer, internalisasi, dan transformasi, maka pendidikan Islam disebut berhasil. Saat ini nilai pendidikan Islam tauhid, aqidah, akhlak karimah, ibadah, muamalah di lembaga pendidikan Islam baru sebatas transfer ilmu yang terjadi saat pendidikan berlangsung saja, tidak ada internalisasi dan transformasi, sehingga nilai-nilai pendidikan Islam belum bisa menjadi bagian dari personal traits diri, belum bisa berlaku setiap hari sepanjang hidup. Sedangkan ciri khas pendidikan Islam adalah senantiasa menginternalisasikan, mentransformasikan nilai-nilai pendidikan Islam pada diri muslim sehingga dapat berlaku menjadi personal traits setiap hari sepanjang hidupnya (ad infinitum). 2 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ……………………………………………………........ ABSTRAK …………………………………………………………………….. DAFTAR ISI ………………………………………………………………....... BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah …………………………………………………. B. Perumusan Masalah ……………………………………………………… C. Tujuan Penelitian ………………………………………………………… D. Kegunaan Penelitian ……………………………………………………… BAB II LANDASAN DAN KERANGKA TEORETIS A. Landasan Teoretis ………………………………………………………… 1. Konsep dan Klasifikasi Nilai …………………………………..…………. 2. Hierarki Nilai ……………………………………………………………… 3. Letak dan Sumber Nilai ……………………………………………........... 4. Konsep Pendidikan Nilai ……………………………………….………… 5. Konsep Pendidikan Islam …………………………………………………. 6. Sumber Pendidikan Islam …………………………………………………. 7. Nilai Nilai Pendidikan Islam ……………………………………………… 8. Konsep Qashidah ………………………..………………………………… B. Penelitian yang Relevan …………………………………………………… C. Kerangka Teoretis …………………………………………………………. BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian …………………………………………………………… B. Jenis dan Sumber Data ……………………………………………………… C. Tekhnik Pengumpulan Data ………………………………………………… D. Tekhnik Analisis Data ………………………………………………………. E. Waktu dan Jadwal Penelitian ……………………………………………….. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Riwayat Ahmad bin Ali Al-Buni ……………………………….…………… B. Riwayat Ali bin Abi Thalib …………………………………………………. C. Deskripsi Isi Qashidah Jaljalut ……………………………………………… D. Keunikan Qashidah Jaljalut …………………………………….……………. E. Nilai-Nilai Pendidikan Islam dalam Qashidah Jaljalut ………………………. F. Kasiat Bait-Bait dalam QashidahtJaljalut ……………………………………. G. Relevansi Nilai-Nilai Pendidikan Islam Qashidah Jaljalut dengan Pendidikan Islam ……………………………………………………............... BAB V PENUTUP A. Kesimpulan …………………………………………………………………… B. Implikasi dan Rekomendasi……….………………………………………….. DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………….………. CURRICULUM VITAE …………………………………………………………….. 3 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan dalam Islam mempunyai kedudukan yang sangat penting dan hukumnya adalah wajib untuk seluruh muslim laki-laki dan perempuan. Islam menempatkan pendidikan pada derajat yang manifestasinya adalah pemahaman dan aktualisasi ajaran-ajaran Islam secara kaffah dalam menjalani aktifitas kehidupan. Pendidikan Islam dapat mengarahkan akal dan pikiran manusia sesuai dengan peruntukkannya yakni beribadah, bertauhid hanya kepada Allah swt, menjadi manusia yang ihsan, memimpin dunia secara Islami, ukhuwwah Islamiyyah, berakhlak karimah1, dan pada akhirnya adalah mengharap balasan ridla Allah swt berupa ketentraman, kedamaian, kesejukan, kebahagiaan, keselamatan hidup di dunia dan di akhirat. Pendidikan bukan sebatas transfer ilmu ke dalam pikiran manusia, tetapi pendidikan merupakan suatu pengajaran, bimbingan, internalisasi, pengembangkan, transformasi, mengartikulasikan nilai-nilai kebenaran, kebaikan, keindahan melalui pertimbangan nilai yang tepat dan pembiasaan bertindak secara istiqamah; inilah yang dimaksud dengan pendidikan nilai. Pendidikan nilai adalah penanaman terhadap nilai-nilai. Dalam pendidikan, mutlak harus disertai dengan pendidikan nilai.2 Islam sendiri menempatkan pendidikan nilai dan ajaran Islam dalam suatu kesatuan dan tidak dapat terpisahkan, juga akan berlaku untuk jangka waktu yang tidak terbatas tetapi selamanya (ad infinitum). Islam adalah sumber moral dan sumber nilai. Pendidikan Islam selalu menyelenggarakan pendidikan agama Islam.3 Agama Islam berfungsi sebagai sumber moral dan sumber nilai.4 Ciri khas pendidikan Islam adalah senantiasa menginternalisasikan dan mentransformasikan nilai-nilai Islamnya yakni keimanan (aqîdah-tauhîd), akhlak, ibadah (ubûdiyyah) serta muamalah,5 dalam segala aktifitas kehidupan, di manapun, kapanpun dan dalam kondisi apapun. Manusia yang telah terinternalisasi dan tertransformasi nilai-nilai pendidikan Islam dalam dirinya, dapat menginternalisasikan dan mentransformasikan nilai-nilai Islamnya itu dalam bentuk dan kemasan yang luas dan beragam, salah satunya berbentuk karya tulis seperti qashidah. Pada jaman awal Islam ajaran dan nilai-nilai Islam didapatkan langsung dari nabi 1 Muhammad saw berupa ayat-ayat Al-Qur'an dan hadits-haditsnya. Salah satu golongan yang mengalami ajaran dan nilai-nilai Islam pada masa Muhammad saw adalah al-khulafâ ar- râsyidûn yang menjadi khalifah setelah Muhammad saw –sebagai penutup para nabi- telah wafat. Ajaran dan nilai-nilai Islam pasti terinteralisasi dan tertransformasi dalam benak dan perilaku al-khulafâ ar-râsyidûn itu, para sahabat ini memiliki wawasan Islam yang luas dan murni, karena ajaran dan nilai-nilai Islamnya langsung dari nabi Muhammad saw. Nilai-nilai 1 Ahmad Tafsir. Ilmu Pendidikan Islami. PT Remaja Rosyda Karya: Bandung. 2012. h.68 2 M. Djaswidi Al-Hamdani. Pengembangan Kepemimpinan Transformasional pada Lembaga Pendidikan Islam. Penerbit Nuansa Aulia: Bandung. 2005. h. 16 3 Lihat. Transformasi Nilai-Nilai Pendidikan,… h. 26 4 Lihat. Transformasi Nilai-Nilai Pendidikan,… h. 26 5 Ramayulis. Ilmu Pendidikan Islam. Penerbit Kalam Mulia: Jakarta. 2008. h. 145 4 Islam pada jaman sahabat ini tidak sekedar ada dalam kitab Al-Qur'an, dan hadits, aktifitas kehidupan para muslim laki-laki maupun perempuan, tetapi ajaran dan nilai Islam diinternaliasaikan dan ditrasformasikan ke dalam budaya dan tradisi di daerahnya (sebagai bentuk khas ad infinitum Islam), yakni qashidah. Qashidah pada jaman pra Islam atau jaman jahiliah pun sudah ada dan memang sudah menjadi tradisi dan budaya, hanya saja isi dari qashidah itu bukan merupakan nilai-nilai dan ajaran Islam, setelah Islam datang tradisi dan budaya itu tetap ada tetapi diinternalisasikan dan ditransformasikan menjadi berisi ajaran dan penuh dengan nilai-nilai Islam, artinya internalisasi dan transformasi nilai pendidikan Islam dalam qashidah dilakukan oleh manusia muslim yang sudah memiliki potensinya yakni beriman, kekokohan keIslaman, beribadah, berakhlak karimah, berkepemimpinan, dan mempunyai tali yang kokoh kepada Allah swt, dan kepada makhluk-makhluk-Nya, 6 salah satu qashidah pada jaman al-khulafa ar-rasyidun adalah qashidah Jaljalut karya Ali bin Abi Thalib. Ali bin Abi Thalib merupakan salah satu sahabat nabi saw sekaligus sebagai ahl al-bait nabi Muhammad saw yang hidup pada masa nabi dan ada dalam pengasuhan nabi Muhammad saw sendiri. Ali bin Abi Thalib sejak kecil sudah mengakui keIslaman Muhammad dan meyakininya, maka dari itu Ali bin Abi Thalib termasuk orang pertama dari kalangan anak- anak yang menyakini Islam dan menjadi muslim. Pendidikan Islam yang dialami Ali bin Abi Thalib didapatkan langsung dari Muhammad saw sebagai nabi pembawa Islam sekaligus sebagai keponakan dan anak asuhnya, yang mana kemurnian dari nilai-nilai Islam itu akan sangat kental terlihat. Pertanyaannya sekarang adalah bagaimana membuktikan kemurnian pendidikan dan nilai-nilai Islam yang ada dalam diri Ali bin Abi Thalib sebagai keponakan, anak asuh, dan sebagai sahabat dekat nabi Muhammad saw yang sekarang keduanya telah tidak ada?. Ali bin Abi Thalib merupakan pemeluk Islam secara kaffah, dan apa-apa yang menjadi ajaran dan nilai Islam akan senantiasa dituangkannya dalam bentuk apapun, karena prinsip dari Islam adalah ad infinitum artinya di manapun dan dalam apapun, ajaran dan nilai Islam akan selalu terikat untuk selamanya, tidak terbatasi oleh budaya, tradisi. Nilai Islam seperti aqidah, tauhid, keIslaman, akhlak karimah, bermuamalah; semua itu ada tuntunannya dalam Islam yang mesti diikuti dan harus dijadikan bagian dari personal traits. 78 Jawaban dari pertanyaan di atas –untuk melihat seberapa murni dan kental ajaran dan nilai Islam dalam diri Ali bin Abi Thalib- salah satunya adalah dengan melihat hasil karyanya, yakni qashidah Jaljalut. Qashidah Jaljalut merupakan qashidah karya Ali bin Abi Thalib yang telah terinternalisasi dan tertransformasi oleh Ali bin Abi Thalib yang merupakan salah satu sahabat dekat nabi saw, sebagai keponakannya yang sarat dengan ajaran dan nilai Islam. Keberadaannya bersama nabi saw yang tidak sebentar menjadikan qashidah Jaljalut mempunyai keunikan-keunikan tersendiri yang mesti diungkap baik dari sisi keselarasan tipe qashidahnya dengan qashidah budaya pada masanya, penggunaan bahasanya, kekhasan rima, serta relevansi nilai keIslaman (baik segi aqidah, ketauhidan, ubudiyyah, akhlak karimah, 6 Mohamad Daud Ali. Pendidikan Agama Islam. PT Remaja Grafindo Persada: Jakarta. 2006. h. 12-19 7 Lihat. Ramayulis. Ilmu Pendidikan Islam,… h. 145 8 Zulkarnain. Transformasi NIlai-NIlai Pendidikan Islam. Pustaka Pelajar: Bengkulu. 2008. h. 28-30 5 berdagang, dan berjihad) pada masa Ali bin Abi Thalib terhadap dinamika pendidikan Islam saat ini. Maka dari itu penelitian qashidah Jaljalut Ali bin Abi Thalib ini menjadikan peneliti tertarik dan tertantang untuk melakukan penelitian, dalam upaya menemukan kebenaran, kemurnian kandungan akan nilai-nilai pendidikan Islam dalam bait-bait qashidahnya, berikut dengan keunikan-keunikan yang terhandung di dalamnya, serta relevansi kandungan nilai Islamnya dengan dinamika pendidikan Islam saat ini. Penelitian terhadap qashidah Jaljalut ini diberi judul: Nilai Nilai Pendidikan Islam dalam Qashidah Jaljalut Ali bin Abi Thalib. B. Perumusan Masalah Dari latar belakang masalah pada poin A, maka dapat dirumuskan masalah sebagai mana berikut ini: 1. Apa keunikan dalam Qashidah Jaljalut Ali bin Abi Thalib ? 2. Apa nilai-nilai pendidikan Islam dalam Qashidah Jaljalut Ali bin Abi Thalib ? 3. Apa kasiat bait-bait Qashidah Jaljalut Ali bin Abi Thalib ? 4. Bagaimana relevansi Qashidah Jaljalut Ali bin Abi Thalib dengan pendidikan Islam ? C. Tujuan Penelitian Dari perumusan masalah pada poin B, maka dapat dibuat tujuan penelitian sebagai mana berikut ini: 1. Mengetahui keunikan dalam Qashidah Jaljalut Ali bin Abi Thalib 2. Mengetahui nilai-nilai pendidikan Islam dalam Qashidah Jaljalut Ali bin Abi Thalib 3. Mengetahui kasiat bait-bait Qashidah Jaljalut Ali bin Abi Thalib 4. Mengetahui relevansi Qashidah Jaljalut Ali bin Abi Thalib dengan pendidikan Islam D. Kegunaan Penelitian Dari hasil penelitian, nantinya diharapkan dapat berguna bagi halayak muslimin dan muslimat, baik secara teoretik maupun praktik: 1. Kegunaan Teoretik Penelitian ini diharapkan dapat: (a) dijadikan tambahan khazanah ilmu dalam pendidikan Islam di manapun, (b) dijadikan secercah pengetahuan bagi para muslimin muslimat di manapun berada, (c) menjadi kontribusi dan tambahan pengetahuan Islam yang positif bagi lembaga-lembaga pendidikan Islam di Indonesia khususnya dalam lingkup pesantren, keagamaan dan umumnya sedunia, (d) dijadikan sebagai acuan rumusan penanaman nilai pendidikan karakter bagi para pendidik maupun lembaga pendidikan di Indonesia, agar peserta didik dapat berprilaku dan bertindak memakai norma dan akhlak al- karîmah dan dapat dijauhkan dari degradasi moral yang menjadi faktor merosotnya calon- calon pembawa amanah tanah air umumnya dan ruh yang mereka bawa khususnya, (e) sebagai penyanggah anggapan bahwa Ali bin Abi Thalib ra tidak meridlai kepemimpinan al-khulafâ ar-râsyidûn sebelumnya; Ali bin Abi Thalib meridlai kepemimpinan al-khulafâ ar-râsyidûn sebelum dirinya, sebagaimana dijelaskan pada bait-bait akhir qashidah Jaljalut. 2. Kegunaan Praktis Penelitian ini diharapkan dapat: (a) menjadi mata air ilmu bagi para pembaca muslimin muslimat, (b) dijadikan pengingat untuk segera merestorasi nilai-nilai pendidikan Islam pokok 6 yang sudah banyak menyusut dan menghilang ditelan jaman yang komplek ini, nilai-nilai Islam terdahulu yang murni harus segera diaktifkan dan dibangunkan dari tidur panjangnya untuk menjadikan bumi dan isinya yang aman, damai dan penuh ketentraman, (c) dijadikan acuan untuk para tokoh masyarakat dalam membina generasi bangsa yang penuh nilai Islam yang kokoh dan tidak tergoyahkan, (d) dijadikan sebagai acuan kurikulum pendidikan Islam di lembaga-lembaga pendidikan Indonesia baik bagi perancang dan penyusun kurikulum, pendidik, sampai kepada keluarga, masyarakat dan diri sendiri, dengan harapan dapat menjadikan bangsa yang aman, damai, jujur, penuh dengan jiwa-jiwa yang tentram, (e) melahirkan pikiran-pikiran Islam, gagasan-gagasan Islam, nilai-nilai pendidikan Islam yang terkandung dalam qashidah Jaljalut Ali bin Abi Thalib yang mana beliau hidup dalam masa Nabi Muhammad saw dan ahl al-baît, yang dapat dipedomani oleh para pembaca muslimin muslimat dalam aktifitas hidup dan kehidupan sehari-hari seraya menunggu akhir yang selamat (husn al-khâtimah) dalam hidupnya dan mendapatkan ridla Allah swt, (f) dapat dijadikan sumber ilmu bagi para pembaca muslimin muslimat untuk sekedar mengetahui atau pun memahami apa itu qashidah Jaljalut Ali bin Abi Thalib. 7 8 BAB II LANDASAN DAN KERANGKA TEORETIS A. Landasan Teoretis 1. Konsep dan Klasifikasi Nilai Konsep nilai pada awalnya hanya konsep ekonomi. Hubungan suatu komoditi atau jasa dengan barang yang hendak dibayarkan untuk mendapatkannya memunculkan konsep nilai. Makna nilai dan sistem nilai di sini dan dalam hal ini berbeda dengan konsep ekomoni itu, walau pun bukan tidak ada hubungan sama sekali, dan sangat bisa jadi pada mulanya adalah peminjaman dari konsep ekonomi. Penjelasan yang dapat diberikan adalah kesiapan untuk membayarkan sejumlah uang untuk suatu barang atau jasa yang dihendaki dan disukai. Individu yang tengah lapar membutuhkan makanan, dan menjadikannya menghasratkan makanan, dan inidividu itu akan sangat bersedia membayarkan uang sebagai imbalannya untuk terpenuhinya kebutuhan. Intinya tolok ukur untuk nilai ekonomi pun adalah keinginan dan permintaan. Sekarang dapat diambil makna dari spesifikasi ekonominya bahwa nilai adalah segala yang diinginkan dan diminta oleh manusia yang dapat menjadi pemenuh kebutuhan dan kehendaknya, maka barang itu mengandung nilai. Istilah nilai dalam pengertian luas sekarang ini diterapkan pada objek-objek, manusia beserta perilaku, segala tindak-tanduk dan karyanya.9 a. Pengertian Nilai Secara bahasa kata “nilai” berasal dari bahasa Inggris yaitu value yang kata ”value” sendiri asalnya dari bahasa Latin yaitu valere; dan berasal dari bahasa Prancis Kuno yaitu valoir. Arti denotatifnya, kata ”value”, “valere”, “valoir”, “nilai” adalah harga. Nilai adalah sesuatu yang penting dan berguna bagi kehidupan manusia, nilai merupakan harga, kadar, isi, mutu.10 Nilai adalah kualitas dan fakta dari keadaan yang sangat baik, berguna dan menjadi sesuatu yang diinginkan.11 Perlu diketahui bahwa kata “harga” telah dikaitkan dengan objek dan perspektif tertentu dan dengan makna yang sangat beragam, ada arti harga menurut perspektif ekonomi, perspektif psikologi, perspektif sosiologi, perspektif antropologi, perspektif politik dan perspektif agama dalam hal ini adalah agama Islam. Beragamnya tafsiran harga suatu nilai (harga), lahir bukan hanya karena disebabkan oleh bedanya minat manusia terhadap hal yang material atau terhadap kajian-kajian ilmiah, tetapi lebih dari sekedar itu, harga suatu nilai perlu diartikulasikan untuk menyadarkan dan memanfaatkan makna-makna dalam segala aktifitas kehidupan. Nilai keagamaan sendiri definisinya adalah nilai-nilai yang berlaku dalam kehidupan individu beragama yang sifatnya suci sehingga dijadikannya pedoman bagi dan dalam sikap serta tingkah laku individu dalam segala aktifitas kehidupan sehari-harinya.12 Harga suatu nilai-nilai akan menjadi suatu persoalan ketika sangat diabaikan. Maksudnya bahwa manusia jangan sampai mengisolasi dirinya dari salah satu atau banyak harga yang ada dalam lingkup kehidupannya, contoh harga dalam kegunaan barang 9 Lihat. Muhammad Taqi Misbah. Monoteisme: Sistem Aqidah,… h. 111-112 10 Telly Sumbu, dkk. Kamus Umum Politik & Hukum. Jala Permata Aksara: Jakarta. 2010. h. 548 11 Nicholas Rescher. Introduction To Value Theory. Prentice, Hall Inc: New Jersey. 1969. h. 1 12 Lihat. Telly Sumbu. Kamus Umum,… h. 549 8 (ekonomis), keyakinan individu (nilai psikologis), norma sosial (nilai sosiologis), nilai budaya (nilai antropologis), kekuatan atau kepentingan (nilai politis) dan keyakinan beragama (nilai Islami). Harga keseluruhan yang sifatnya material merupakan kebutuhan untuk hidup dan semua harga yang sifatnya abstrak atau immaterial menjadi esensi kehidupan. Manusia dituntut untuk menempatkan dirinya secara balance dan tawâzun, atau memaknai harga-harga lain dengan harga keyakinan beragama (nilai-nilai Islami) sebagai pusat nilai yang secara hierarkis memiliki nilai akhir (terminal) yang lebih tinggi. Dengan cara seperti ini akan menjadikan kehidupan manusia diharapkan berada dalam tatanan nilai-nilai yang melahirkan kemakmuran, kedamaian, kebahagiaan dunia dan keselamatan di akhirat yang pada intinya adalah mendapatkan ridla Allah swt yakni surga atau jannah sebagai hunian kekalnya. Nilai dan sistem nilai dalam Mulyana13 dinyatakan bahwa nilai diuraikan dalam dua gagasan yang saling bertolak belakang atau kontradiksi, (1) nilai dibincangkan sebagai nilai ekonomi yang sandarannya ada pada nilai produk, kesejahteraan, dan harga; dengan penghargaan yang tinggi pada suatu hal yang sifatnya material, (2) nilai digunakan untuk mewakili gagasan atau makna yang abstrak atau immaterial dan tidak terstruktur dengan dhahir. Sistem nilai merupakan nilai-nilai yang saling berkaitan satu dengan yang lainnya dalam sistem yang saling menguatkan dan tidak terpisahkan. Sumber nilai-nilai itu bisa dari agama dan juga bisa dari tradisi humanistik. Perlu adanya pembedaan antara nilai sebagai kata benda abstrak dengan cara memperoleh nilai sebagai kata kerja. Definisi mengenai nilai ini telah dirumuskan para ahli dalam kemasan yang berbeda- beda. Kurt Baier seorang psikolog dalam Mulyana14 mentafsirkan nilai dari perspektifnya sendiri tentang keinginan, kebutuhan, kesenangan seseorang sampai kepada sanksi dan tekanan dari masyarakat. Kurt Baier mentafsirkan nilai sebagai suatu kecenderungan perilaku yang berawal dari gejala-gejala psikologis seperti hasrat, motif, sikap, kebutuhan, dan keyakinan yang dimiliki secara individual sampai kepada wujud tingkah lakunya yang unik. Seorang antropolog melihat nilai sebagai harga-seperti telah diulas di atas; yang melekat pada pola budaya masyarakat seperti dalam bahasa, adat kebiasaan, keyakinan, hukum dan bentuk- bentuk organisasi sosial yang dikembangkan manusia. Seorang ekonom melihat nilai sebagai harga suatu produk dalam pelayanan yang dapat dikembangkan untuk kemakmuran manusia. Perbedaan perspektif antara sosiolog, antropolog dan ekonom dalam pemahaman nilai telah berimplikasi terhadap perumusan definisi nilai. Gordon Allport seorang psikolog kepribadian dalam Mulyana15 memberikan definisi nilai sebagai keyakinan yang membuat seseorang bertindak atas dasar pilihan dan kehendaknya. Gordon Allport mengklaim bahwa nilai terjadi pada wilayah psikologis yang disebut keyakinan. Ahli psikolog lain selain Gordon Allport pada umumnya menyatakan bahwa keyakinan ditempatkan sebagai wilayah psikologis yang lebih tinggi dari wilayah lainnya seperti hasrat, motif, sikap, keinginan, dan kebutuhan. Maka dari itu keputusan mengenai salah-benar (logika), baik-buruk (etika), indah-tidak indah (estetika) pada wilayah ini merupakan hasil dari rentetan proses psikologis yang kemudian mengarahkan individu pada tindakan dan perbuatan yang sesuai dengan nilai-nilai pilihannya. 13 Rahmat Mulyana. Mengartikulasikan Pendidikan Nilai. Alfabeta: Bandung. 2004. h. 8 14 Lihat. Rahmat Mulyana. Mengartikulasikan Pendidikan,… h. 8 15 Lihat. Rahmat Mulyana. Mengartikulasikan Pendidikan,… h. 9 9 Kuperman seorang sosiolog dalam Mulyana16 mendefinisikan nilai sebagai patokan normatif yang mempengaruhi manusia dalam menentukan pilihannya di antara cara-cara tindakan alternatif. Definisi Kuperman ini memiliki tekanan utama pada norma sebagai faktor eksternal yang mempengaruhi perilaku manusia. Definisi Kuperman ini lebih mengarah kepada perspektif sosiolog. Seperti sosiolog pada umumnya, Kuperman melihat norma sebagai salah satu bagian terpenting dari kehidupan sosial, sebab dengan penegakkan norma, individu justru dapat merasa senang dan terbebas dari segala tuduhan masyarakat yang akan merugikan. Oleh dari itu salah satu bagian terpenting dalam proses pertimbangan nilai atau value judgement adalah pelibatan nilai-nilai normatif yang berlaku di masyarakat dan lingkungan. Telah diketahui bahwa definisi nilai menurut Gordon Allport memakai perspektif psikologi, Kuperman memakai perspektif sosiologi. Adapun Hans Jonas memberikan definisi nilai tanpa mengerucut pada sudut pandang tertentu. Hans Jonas dalam Mulyana17 mendefinisikan nilai sebagai alamat sebuah kata “ya” atau value is address of a “yes”, arti kontekstualnya adalah bahwa nilai merupakan sesuatu yang ditujukan dengan kata “ya”. Kerangka definisi Hans Jonas lebih umum dan luas dari pada pandangan Gordon Allport dan Kuperman. Kata “ya” atau “yes” dapat mencakup nilai keyakinan individu secara psikologis maupun nilai patokan normatif secara sosiologis. Kata “alamat” pun dapat mewakili arah tindakan yang ditentukan oleh keyakinan individu maupun norma sosial. Pandangan Hans mengenai nilai berkecenderungan konvergensi atau kombinasi bahwa nilai adalah psikologis dan juga sosiologis. Sementara dari tiga definisi di atas, ada lagi definisi yang lebih panjang dan lengkap. Definisi ini dirumuskan oleh Kluckhohn. Kluckhohn dalam Mulyana18 memberikan definisi nilai sebagai konsepsi (tersirat atau pun tersurat, yang sifatnya membedakan individu atau ciri-ciri suatu kelompok) dari apa yang diinginkan, yang mempengaruhi pilihan terhadap cara, tujuan antara atau instrumental dan tujuan akhir atau terminal tindakan. Menurut Brameld menyatakan bahwa definisi Kluckhohn memiliki banyak implikasi terhadap pemaknaan nilai-nilai budaya dalam arti yang lebih spesifik bila saja dikaji lebih dalam. Implikasi-implikasi penting yang diuraikan Brameld ada enam yaitu; (1) nilai merupakan konstruk yang melibatkan proses kognitif (logika dan rasa hati), (2) nilai selalu berfungsi secara potensial, tetapi selalu tidak bermakna apabila diverbalisasi, (3) apabila hal itu berkenaan dengan budaya, nilai diungkapkan dengan cara yang unik oleh individu atau kelompok, (4) karena kehendak tertentu dapat bernilai atau tidak, maka perlu diyakini bahwa nilai pada dasarnya diequifalenkan dari pada diinginkan, nilai didefinisikan berdasarkan keperluan sistem kepribadian dan sosio-budaya untuk mencapai keteraturan atau untuk menghargai orang lain dalam kehidupan sosial, (5) pilihan di antara nilai-nilai alternatif dibuat dalam konteks ketersediaan tujuan antara (means atau instrumental) dan tujuan akhir (end atau terminal), (6) nilai itu ada atau wujûd, nilai merupakan fakta alam, manusia, budaya dan pada saat yang sama nilai adalah norma-norma yang telah disadari. 16 Lihat. Rahmat Mulyana. Mengartikulasikan Pendidikan,… h. 9 17 Lihat. Rahmat Mulyana. Mengartikulasikan Pendidikan,… h. 9-10 18 Lihat. Rahmat Mulyana. Mengartikulasikan Pendidikan,… h. 10 10
Description: