ONINA MANGA MANCUANA MANGENGE: EKSPRESI KEBAHASAAN ORANG WOLIO (KAJIAN LINGUISTIK ANTROPOLOGIS) Oleh: Firman Alamsyah Mansyur 13/359922/SSA/0906 Mahasiswa Program Doktor Ilmu-Ilmu Humaniora (Linguistik) ABSTRAK Penelitian ini mengkaji ekspresi kebahasaan pada ungkapan tradisional orang Wolio yang disebut Onina Manga Mancuana Mangenge (OMMM) dalam perspektif Linguistik Antropologis. Kajian ini mendeskripsikan bentuk, makna, fungsi dan cerminan sistem kognisi orang Wolio dengan menggunakan metode analisis kualitatif dan kuantitatif. Hasil kajian ini menunjukkan bahwa OMMM secara kebahasaan dapat berbentuk kata kompleks, frasa, dan kalimat. Namun demikian, secara umum OMMM berbentuk kalimat berita, imperatif, tunggal, majemuk setara atau tidak setara, bertopik, serta dapat berupa kalimat inversi dan ellipsis. Bentuk dan makna leksikonnya dapat diklasifikasikan dalam tiga belas ranah yang sangat terkait dengan kehidupan sosial budaya orang Wolio. Pemerian leksikon OMMM mencerminkan spesifik budaya orang Wolio dalam memahami dunia di sekelilingnya. Selain itu, kajian ini menemukan delapan fungsi OMMM bagi orang Wolio, serta sepuluh tema yang bersifat universal terkait sistem kognisi orang Wolio yang tercermin dalam OMMM. Akhirnya kajian ini mengkofirmasi pandangan para ahli sebelumnya bahwa adanya hubungan yang erat antara bahasa dan budaya yang tidak terpisahkan satu sama lain, mendukung versi lemah dari konsep linguistic relativity ‘relativitas bahasa’, serta mendukung pandangan para ahli yang memandang pengaruh bahasa pada budaya, dan pikiran lebih kearah “predipositional rather than determinative . Kata Kunci: bentuk kebahasaan, leksikon, fungsi, sistem kognisi, linguistik antropologis PENDAHULUAN Salah satu bentuk tradisi lisan orang Wolio di Sulawesi Tenggara adalah “Onina manga mancuana mangege” yang berarti “Perkataan para orang tua dulu” (selanjutnya disingkat OMMM). OMMM adalah ungkapan tradisional orang Wolio yang mengandung pesan-pesan kearifan hidup yang diturunkan dari generasi tua kepada generasi muda, dan dimiliki secara bersama oleh masyarakat Wolio. Kajian terhadap OMMM tidak hanya penting untuk menjelaskan kedudukannya secara kebahasaan yang sampai saat ini belum tersentuh,1 namun dapat menjadi salah satu pintu masuk dalam memahami budaya orang Wolio. Hal tersebut senada dengan pandangan Danandjaja (1984: 17) yang menjelaskan bahwa folklor mengungkapkan kepada kita secara sadar atau tidak sadar, bagaimana folknya berpikir dan mengabadikan apa yang dirasakan penting (dalam suatu masa) oleh folk pendukungnya. Penggunaan OMMM dalam komunitas Wolio2 menjadi suatu fenomena kebahasaan yang menarik dikaji dari. Secara umum, bentuk dan makna ungkapan OMMM dapat dilihat pada contoh – contoh berikut ini. (1) Binci-binciki kuli ‘Cubitlah sedikit kulit’ (Janganlah menyakiti orang lain) (2) Yinda-yindamo karo somanamo lipu ‘Tidak-tidaklah diri asalkan daerah’ (Janganlah mendahulukan kepentingan diri/pribadi dari daerah) (3) Mapi kangare te kumbi ‘Sakit malas daripada kudis’ (Lebih sakit sifat malas daripada penyakit kudis) Contoh di atas menunjukan fenomena bahasa dan budaya yang sangat menarik dan penting yang tercermin dalam OMMM. Selain itu, contoh OMMM tersebut mengandung nilai-nilai budaya positif yang menjadi sistem kognisi dan kearifan lokal orang Wolio. Oleh karena itu, untuk mengupas hubungan antara bahasa dan budaya yang tercermin dalam OMMM dengan baik, maka digunakan perspektif linguistik antropologis dalam kajian ini. Linguistik antropologis dalam kajian ini bertujuan mengkaji bahasa dengan mengumpulkannya secara lansung dari penutur aslinya untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik tentang bahasa tersebut, dan hubungannya dengan keseluruhan budaya, di mana bahasa digunakan dalam konteks sosial yang alami (Lihat Danesi, 2004:7). 1 Dari hasil kajian pustaka yang penulis lakukan, penelitian dan dokumentasi terhadap OMMM belum dilakukan secara mendalam dan sistematis. 2 Komunitas Wolio adalah suatu kesatuan hidup manusia Wolio yang orang-orangnya mempunyai sistem adat-istiadat yang sama, dan berinteraksi dengan menggunakan bahasa Wolio, serta terikat oleh suatu rasa identitas komunitas sebagai orang Wolio. Bahasa Wolio merupakan bahasa ibu bagi orang Wolio yang berdiam di Kotamadya Baubau yang dulunya merupakan pusat kerajaan dan kesultanan Buton (Lihat Abas dkk, 1983: 2-3). Dari segi objek material, kajian ini mengkaji bahasa Wolio dan tradisi lisan orang Wolio. Kajian terhadap bahasa Wolio sudah dilakukan oleh beberapa ahli, misalnya Abas dkk (1983) dan Anceaux (1988) mengkaji tata bahasa Wolio dengan pendekatan struktural, serta Mansyur (2013) yang mengkaji sistem sapaan bahasa Wolio dalam perspektif sosiolinguistik. Dari penelitian sebelumnya terhadap bahasa dan kebudayan orang Wolio, belum ditemukan kajian ilmiah terhadap ungkapan tradisional orang Wolio ini. Dari uraian di atas, sangat penting untuk ditekankan bahwa kajian terhadap OMMM secara sistematis dan mendalam sangat diperlukan. Penelitian ini berupaya mendokumentasikan, melestarikan, dan memberikan perspektif yang lebih berwarna bagi khasanah kajian tradisi lisan nusantara, serta memberikan kontribusi yang positif bagi pembangunan budi pekerti di Indonesia, khususnya bagi masyarakat Wolio di Sulawesi Tenggara. Selain itu, penelitian ini diharapkan memberikan sumbangan teoretis, dan metodologis pada bidang kajian linguistik antropologis dan kajian tradisi lisan yang terkait dengan hubungan antara bahasa, budaya, dan kognisi yang tercermin dalam tradisi lisan masyarakat, yaitu OMMM. Akhirnya , kajian ini secara umum berupaya menjawab Bagaimana deskripsi kebahasaan yang diekspresikan dalam Onina Manga Mancuana Mangenge (OMMM) “Perkataan Para Orang Tua Dahulu”? Untuk membahas masalah tersebut secara sistematis dan mendalam, tulisan ini menggambarkan dan menjelaskan bentuk dan makna OMMM, fungsi OMMM bagi orang Wolio, serta sistem kognisi orang Wolio yang tercermin dalam OMMM-nya. KERANGKA TEORI Kajian ini mengkaji ungkapan tradisional orang Wolio yang disebut OMMM dengan menggunakan kacamata linguistik antropologis3. Perspektif tersebut bertujuan mengupas bahasa yang digunakan dalam OMMM untuk mendapatkan pemahaman budaya 3 Linguistik antropologis adalah bidang ilmu yang mengkaji bahasa melalui kacamata antropologis. Di Amerika, ilmu ini dinamakan antropologi linguistis (dengan variannya linguistik antropologis). Kedua istilah ini, sering kali penggunaannya dipertukarkan. Di Eropa dipakai istilah “etnolinguistik”. Penggunaan istilah etnolinguistik di Amerika hanya populer pada akhir tahun 1940-an dan awal tahun 1950-an (Lihat Duranti, 1997: 2-4). Sementara di Indonesia, istilah linguistik antropologis lebih dikenal dengan linguistik budaya (Riana, 2003). penuturnya. Foley (2001: 3-5) menyatakan linguistik antropologis berupaya mengungkapkan makna tersembunyi yang ada dibalik pemakaian bahasa, pemakaian bentuk-bentuk bahasa yang berbeda, pemakaian register dan gaya. Suhandano (2004: 33) menjelaskan bahwa terdapat perbedaan cara kerja antara disiplin anthropological linguistics (linguistik antropologis) dan linguistic anthropology (antropologi linguistis). Studi linguistik antropologis bermula dari fakta kebahasaan, sementara antropologi linguistis tidak bermula dari fakta kebahasaan, melainkan dari fakta kebudayaan. OMMM merupakan ekspresi kebahasaan orang Wolio yang mencerminkan hubungan yang erat antara bahasa dan budaya yang tidak dapat dipisahkan. Menurut Kramsch (1998:3) ada tiga hal mengapa bahasa dan budaya tidak dapat dipisahkan satu sama lain, yaitu: (1) language express cultural reality (bahasa mengespresikan realitas budaya), (2) language embodies cultural reality (bahasa sebagai penjelmaan realitas budaya), (3) language syimbolizes cultural reality (bahasa sebagai simbol realitas budaya). Salah satu pandangan yang menarik perhatian para ahli dalam kajian linguistik antropologis adalah relativitas bahasa. Pandangan diajukan oleh ilmuwan Jerman yaitu Johann Herder (1744-1803) dan Wilhelm von Humbolt (1762-1835 yang mengatakan bahwa “different people speak differently because they think differently, and that they think differently because their language offers them different ways of expressing the world arround them”. Gagasan ini kemudian digunakan oleh linguistik Amerika Franz Boas (1858-1942), Edward sapir (1897-1941), dan kemudian Benjamin Lee Whorf (1897-1942) (Kramsch, 2009: 11). Kajian ini menggunakan pendekatan etnosains (ethnoscience) atau antropologi kognitif untuk mengungkap sistem kognisi orang Wolio yang tercermin dalam OMMM. Pendekatan ini mulai dikenal dalam antropologi budaya di Amerika pada tahun 1960-an. Pendekatan etnosains (ethnoscience) mempunyai nama lain seperti The New Ethnography atau Cognitive Anthropology (Spradeley, 1979, 1997; Ahimsa-Putra, 1985; Brown, 2006). Paradigma ini bertujuan mengungkap aspek pengetahuan manusia yang menjadi pembimbing dalam perilaku sehari-hari sebagaima definisi etnosains adalah pengetahuan yang dimiliki oleh suatu bangsa atau lebih tepat lagi suku bangsa atau kelompok sosial tertentu (Ahimsa-Putra, 2003: 34-35). Tyler (1969: 3) menjelaskan bahwa intisari dari antropologi kognitif adalah bukanlah fenomena material itu sendiri akan tetapi yang menjadi fokusnya adalah organisasi kognitif dari fenomena material itu. Karena itu, antropologi kognitif berupaya untuk mengungkap bagaimana masyarakat yang berbeda mengorganisasi dan menggunakan budayanya. Selanjutnya, Goodenough (1957, dalam Tyler, 1969: 3) menjelaskan bahwa antropologi kognitif memandang setiap orang memiliki sistem yang unik untuk merasakan dan mengorganisasi fenomena material seperti benda-benda, peristiwa, perilaku, dan emosi. Sehingga, dari nama-nama yang dipakai dalam ranah tertentu dapat diketahui patokan apa yang dipakai oleh suatu masyarakat untuk membuat klasifikasi, yang berarti dapat diketahui “pandangan hidup” pendukung kebudayaan tersebut. Selain itu, Ahimsa-Putra (1985: 107) juga menekankan bahwa melalui bahasa, kita dapat mengungkap berbagai pengetahuan baik yang tersembunyi (tacit) maupun yang tidak (ekspicit). Linguistik Antropologis OMMM Teori Tata Bahasa dan Teori Fungsi (Buhler dan Antropologi Makna dalam Lingusitik Jakobson) Kognitif/etnosains Fungsi OMMM OMMM sebagai Bentuk dan Makna OMMM Cermin Sistem Analisis Bentuk Satuan Analisis Sistem Fungsi OMMM Kebaha saan dan Makna Pengetahuan, nilai-nilai, Leksikon kepercayaan dalam OMMM Tabel 1. Kerangka Teori METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif dalam lingkup kajian linguistik antropologis. Penelitian ini menggunakan dua model penelitian, yaitu penelitian pustaka dan lapangan. Teknik pustaka terkait dengan penggunaan sumber-sumber tertulis dalam memperoleh data (Subroto, 1992: 42). Teknik yang digunakan dalam penelitian pustaka adalah teknik baca dan catat. Penelitian lapangan dilakukan di Kota Baubau, Provinsi Sulawesi Tenggara. Pengumpulan data lapangan dilakukan dengan teknik observasi partisipasi, dan wawancara: yaitu (1) wawancara relatif tertutup,dan (2) wawancara relatif terbuka. Ada beberapa tahapan yang akan dilakukan sebelum melakukan wawancara, yaitu keprihatinan → penjajakan → kerjasama → partisipasi (Spradley, 1997: 102). Sebelum data (254 OMMM) dianalisis, data yang terkumpul ditranskripsikan ke dalam data tertulis secara ortografis. Analisis data penelitian ini berangkat dari analisis bahasa dan kemudian kebudayaan dengan cara memeriksa kandungan budaya yang ada dalam kelas-kelas linguistik (Suhandano, 2004: 21-22). Data tersebut kemudian dianalisis untuk mengarah pada penemuan sistem makna budaya tertentu melalui penafsiran dan penyimpulan. Selain itu, analisis quantitatif dilakukan dengan metode statistika dengan mengubah data kebahasaan (OMMM) dalam bentuk angka-angka dan persentase untuk mendukung pendeskripsian dan penjelasan data kualitatif lebih terukur, dan lebih jelas (lihat Mahsun, 2007:271). Data-data yang telah dikumpulkan dianalisis dengan beberapa tahap, yaitu: (1) terjemahan harfiah dan kontestual, (2) analisis bentuk satuan kebahasaan OMMM, (3) menganalisis fungsi OMMMM, dan (4) menganalisis sistem kognisi orang Wolio yang tercermin dalam OMMM, dan (4) membuat kesimpulan umum terkait kajian ini. HASIL PENELITIAN/PEMBAHASAN 4.1 Bentuk dan Makna OMMM Pembahasan bentuk terkait bentuk satuan kebahasaan OMMM, dan pembahasan makna terkait dengan makna literal, makna tidak literal, dan makna referensial yang di acu dan menjadi sumber inspirasi dalam OMMM. 4.1.1 Bentuk Satuan Kebahasaan OMMM Dari hasil analisis data, OMMM dapat berbentuk kata tunggal yang kompleks, frasa, dan kalimat. Secara umum bentuk satuan kebahasaan OMMM adalah kalimat. OMMM dapat bebentuk kalimat berita, kalimat suruh /imperatif, dan kalimat tanya. Bentuk kalimat tanya sangat jarang terjadi atau tidak seproduktif kalimat berita dan kalimat suruh. Selain itu, OMMM juga dapat berbentuk kalimat berklausa dan tidak berklausa, kalimat sederhana dan kalimat luas, kalimat majemuk setara dan tidak setara, kalimat bertopik, kalimat inversi, dan kalimat elipsis. Tabel 2 . Bentuk Satuan Kebahasaan OMMM Bentuk Jenis Dasar pengkategorian Jumlah Persentase Satuan (%) Kebahasaan Kata Kata Ulang Bentukan kata 4 1,57 Kompleks Verbal Frasa F Nomina Distribusi dua kata atau 6 2,36 lebih yang intinya adalah nomina tidak melebihi batas fungsi unsur klausa F Verbal Distribusi dua kata atau 1 0,39 lebih yang intinya adalah verba dan tidak melebihi batas fungsi unsur klausa F Depan Distribusi dua kata atau 24 9,45 lebih yang intinya adalah preposisi dan tidak melebihi batas fungsi unsur klausa Kalimat K. Berita Fungsinya untuk 204 80,31 memberitahukan sesuatu K. Suruh Fungsi untuk menyuruh, 11 4,33 Sebenarnya Penanda verbal di awal K. Larangan Fungsinya untuk 36 14,17 melarang , penanda kata boli dan yinda 47 18,5 Tanya Fungsinya untuk 3 1,18 bertanya Berklausa Kelengkapan S dan P 219 86,22 Tidak Ketidaklengkapan S 35 13,77 berklausa dan P Sederhana Jumlah klausa satu 116 45,66 Luas Jumlah klausa lebih dari 103 40,55 satu Setara Adanya dua klausa inti 63 24,8 atau lebih Tidak setara Adanya klausa inti dan 40 15,74 subordinat Bertopik Kelengkapan Topik dan 250 98,42 Komen Elipsis Pelesapan unsur 110 39,3 Inversi Posisi P mendahului S 59 23,2 4.1.2 Leksikon Yang Menjadi Sumber Inspirasi OMMM Bentuk leksikon dan klasifikasi OMMM berdasarkan makna referensialnya mengungkapkan tiga belas ranah yang menjadi sumber inspirasi OMMM. Ranah tersebut adalah ranah manusia menjadi yang sangat dominan (20,47 %), diikuti ranah binatang (13,78 %)), peralatan hidup (11,41 %), religius (8,66), tumbuhan (7,87 %), permukaan bumi (6,29 %), tenaga/kekuatan (4,72 %), makanan (3,14 %), benda langit (3,14), organisasi sosial (3,14) , rumah (1,97 %), logam (1,57 %), dan gravitasi (1,57 %). Analisis leksikon yang menjadi sumber inspirasi OMMM juga mengungkapkan adanya leksikon khas Wolio dan yang merupakan bentuk pinjaman dari bahasa Melayu dan Arab yang secara historis mempunyai hubungan dengan kebudayaan orang Wolio. Akhirnya, bentuk OMMM baik dari satuan kebahasaan, dan leksikonnya mencerminkan sistem kognisi dan pengalaman ataupun realitas budaya orang Wolio. 4.2 Fungsi OMMM OMMM mempunyai fungsi yang sangat penting bagi orang Wolio. Dari hasil analisis ditemukan delapan fungsi terkait tujuan penggunaan OMMM bagi orang Wolio, yaitu: (1) fungsi menasihati penekanannya pada lawan tutur, (2) fungsi penguat gagasan penekanannya pada konteks yang dibicarakan (3) fungsi mengkritik penekanannya pada lawan tutur, (4) fungsi bergosip penekanannya pada lawan tutur yang tidak hadir/orang ke tiga (O3), (5) fungsi mendeskripsikan atau menjelaskan sesuatu penekanannya pada konteks yang dibicarakan, (6) fungsi bersemboyan penekanannya pada penutur , (7) fungsi memuji penekananya pada lawan tutur , dan (8) fungsi mengekspresikan perasaan penekanannya pada diri penutur. Dari delapan fungsi tersebut dapat diketahui fungsi yang paling dominan atau prominen sampai fungsi yang paling sedikit jumlahnya atau kurang menonjol, yaitu, fungsi mendeskripsikan atau menjelaskan sesuatu (74,0), fungsi mengkritik (70,4), fungsi menasihati (59,8), fungsi bergosip (25,9), fungsi penguat gagasan (14,9), fungsi bersemboyan (10,2), fungsi ekspresi perasaan (7,4), dan fungsi memuji (4,7). Penggunaan OMMM ini juga menunjukkan adanya pewarisan yang tetap berjalan, walaupun pewarisannya pada saat ini kepada generasi muda mengalami masalah akibat globalisasi yang mempengaruhi sikap anak-anak muda Wolio. Kesadaran tentang fungsi OMMM ini sangat penting bagi pewarisan dan pemertahanan oral tradition orang Wolio yang semakin terancam. Dalam hal ini OMMM bermanfaat dalam mengatur dan memantapkan perilaku atau tindakan orang Wolio menjadi lebih baik. Tabel 3. Fungsi OMMM No Fungsi OMMM Jumlah Persentase OMMM (%) 1 Menasihati 152 59,8 2 Memperkuat gagasan atau pendapat 38 14,9 3 Mengkritik 179 70,4 4 Bergosip 66 25,9 5 Memberi Ilustrasi atau penjelasan 188 74,0 6 Menyatakan Semboyan/Motto 26 10,2 7 Memuji 12 4,7 8 Mengekspresikan Perasaan 19 7,4 Akhirnya fungsi OMMM di atas dapat digambarkan sebagai berikut ini. (Konteks) Fungsi Penguat Gagasan (Lawan Tutur) (Penutur) Fungsi Menasihati (O2) Fungsi Bersemboyan Fungsi Memuji (O2) Fungsi Mengekspresikan Fungsi Mengkritik (O2 dan O3) perasaan Fungsi Bergosip (O3) (Konteks ) Fungsi Mendeskripsikan dan Menjelaskan Ket: : menunjukan arah hubungan tidak lansung antara penutur dan lawan tutur O3 : menunjukan arah hubungan lansung antara penutur dan lawan tutur (O2) : tanda panah menunjukan arah penekanan tuturan terkait fungsi OMMM Gambar 1: Model Fungsi OMMM 4.3 OMMM Sebagai Cermin Sistem Kognisi Orang Wolio 4.3.1 Sistem Kognisi terkait Religi OMMM mencerminkan sistem kognisi orang Wolio mengenai religinya. Kognisi ini menggambarkan keyakinan dan pandangan orang Wolio terhadap bagaimana hubungan mereka dengan tuhannya yang merupakan wujud tertinggi dan ajaran agama Islam sebagai bagian kepercayaan orang Wolio. a. Hubungan Manusia dan Tuhannya (4) (A)Poromu yinda (a)saangu, (a)pogaa yinda (a)koolota Berkumpul tidak satu, terpisah tidak berjarak ‘Berkumpul tidak menyatu, terpisah tidak berjarak’
Description: