PERANAN ULAMA TANAH GAYO ACEH TENGAH DALAM PENGEMBANGAN ISLAM STUDI KASUS: TENGKU IBRAHIM MANTIQ Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Humaniora (S. Hum) Oleh Mantik NIM:104022000803 JURUSAN SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2009 1 2 PERANAN ULAMA TANAH GAYO ACEH TENGAH DALAM PENGEMBANGAN ISLAM STUDI KASUS: TENGKU IBRAHIM MANTIQ Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Humaniora (S. Hum) Oleh Mantik NIM:104022000803 Dibawah Bimbingan Drs. Azhar Saleh, M.A NIP: 19581012 199203 1 004 JURUSAN SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2009 3 PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi yang berjudul PERANAN ULAMA TANAH GAYO ACEH TENGAH DALAM PENGEMBANGAN ISLAM STUDI KASUS: TENGKU IBRAHIM MANTIQ telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 28 Juli 2009. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Program Strata 1 (S1) pada jurusan Sejarah dan Peradaban Islam. Jakarta, 28 Juli 2009 Sidang Munaqsyah Ketua Merangkap Anggota, Sekretaris MerangkapAnggota, Drs. M.Ma’ruf Misbah, MA Usep Abdul Matien,SAg, MA,MA NIP:19591222 199103 1 003 NIP:150 288 304 Anggota Penguji, Pembimbing, Drs. Saidun Derani, MA Drs. Azhar Saleh, MA NIP:19570227 199203 1 001 NIP:19581012 199293 1 004 4 LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa : 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiblakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Jakarta, 7 Juli 2009 Mantik 5 BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Bahwa ulama merupakan komponen penting dalam membina dan membangun kehidupan umat manusia, umat Islam khususnya. Karena mereka sebagai pewaris, dan sebagai penerus ajaran Islam yang telah dibawa oleh nabi Muhammad saw. Dalam menjalankan tugas suci ini, mereka senantiasa tumbuh dan hadir untuk mengisi kebutuhan zaman. Dengan demikian dapat ditegaskan, bahwa ulama bukan saja cerdas di atas mimbar, tetapi fasih juga mengimplementasikannya di dalam segala segi kehidupan bermasyarakat. Dari sudut etimologis, istilah Ulama bersal dari kata kerja alima-ya’lamu ilman yang berarti mengetahui.1 Orang yang memiliki ilmu disebut alim, sedangkan jamaknya menjadi ulama. Sehingga istilah ulama diartikan sebagai suatu kelompok orang pandai dalam suatu didiplin ilmu atau beberapa disiplin ilmu pengetahuan. Ulama dapat juga diterjemahkan dengan Cendikiawan.2 Menurut Ibnu Qayim,3 pada era awal sejarah Islam, konsep ulama ini pernah dimanifestasikan. Ulama tidak sja berarti seorang yang ahli dalam bidang ilmu agama, melainkan seseorang yang ahli dalam bidang ilmu pengetahuan duniawi. Lebih lanjut Ibnu Qayim menambahkan, karena itu pulalah maka dunia Islam pernah dikenal sebutan 1 Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia, Yayasan Penyelenggara penterjemah pentapsiran Al Qur’an: Jakarta, 1973) h.277 2 M. Dawam Raharjo, Intelektual, Itelegensia, dan perilaku Bangsa: Risalah Cendikiawan Muslim; (Mizan: Bandung, 1999). 3 Ibnu Qoyim adalah Asisten Peneliti Madya PMB_LIPI tahun 1993 6 ulama-u al kimiyai (ilmuan kimia), ulama-u al-tarikhi (sejarawan), ulama-u al ijtimari (ilmuan kemasyarakatan),ulama-u alfiqhi ataufuqaha, dan sebagainya.4 Sungguhpun demikian, istilah ulama sudah berkembang sebagai pengertian khusus, yaitu mereka yang diakui masyarakat sebagai seorang yang di satu pihak memiliki ilmu yang tinggi di bidang agama dan di lain pihak menjalankan akhlak sesuai dengan ilmu agama yang diajarkan. Sehingga dengan demikian ia sendiri dapat menjadi teladan atau panutan masyarakat. 5 Dalam sebuah hadits dikatakan, yang artinya “ulama itu adalah pewaris Nabi”. Dalam pengertian ini, ulama ditempatkan pada status social yang tinggi dalam komunitas muslim. Masyarakat Islam abad pertengahan memberikan kedudukan yang tinggi pada ulama, berkat pengetahuan keagamaan mereka.6 Yang diwarisi oleh ulama itu bukanlah stutusnya, melainkan rislahnya. Untuk dapat menjalankan peranannya dalam meneruskan rislah Nabi, ulama mengacu kepada empat sifat Nabi (1) shiddiq (jujur dan benar), (2) amanah (dapat dipercaya) (3) tabligh (menyampaikan pesan-pesan agama kepada manusia), (4) fathanah (bijaksana dalam menghadapi persoalan dan situasi yang dihadapi). Ciri-ciri di atas memang juga memiliki cirri kepemimpinan, sebab Nabi juga menjadi pemimpin masyarakat. Oleh sebab itu seorang ulama dapat berkembang menjadi seorang pemimpin masyarakat. Tetapi tugas utama ulama memang mempelajari dan mendalami ilmu agama, dan kemudian menyampaikan kepada masyarakat, baik dengan 4 Ibnu Qayim, “Ulama Di Indonesia Pada Akhir Abad XIX dan Awal Abad XX”, sejarah, Vol 3, (1993) hal.12 5 Lihat shoheh al-Bukhari, (Daar wa Muthabi al-Syab), jilid I, h. 129 6 Saletore, “ulama”, dalam buku; Elie Dalam Perspektif Sejarah, disunting oleh Sartono Kartojirdjo, (LP3ES: Jakarta, 1983) 7 cara Tabligh, mengajar atau dengan merealisasikannya pada proses perkembangan masyarakat. Demikian pula pemuda-pemuda Gayo (Aceh Tengah) yang telah memperoleh predikat Tengku setlah menempuh pendidikan di pesantren mereka kembali ke Tanah Gayo untuk memberikan dharma baktinya dalam usaha mengangkat harkat dan martabat masyarakat Gayo. Dalam upaya tersebut mereka kelihatan berlomba-lomba untuk mendirikan lembaga pendidikan modern seperti madrasah dan pesantren selain itu mereka memelopori berdirinya tempat-tempat ibadah seperti masjid dan meunasah. Disamping itu, lewat media dakwah mereka telah berhasil menyebarluaskan ajaran Islam lewat pertemuan dan ceramah-ceramah sehingga secara bertahap, masyarakat Gayo telah dapat meninggalkan tradisi-tradisi yang berbau bid’ah, tahayul dan kurafat. Dengan demikian perlu kiranya untuk mengangkat dan memperkenalkan kegiatn ulama (Tengku) Gayo dalam upaya menyebarkn Islam. Hal ini dapat menjadi tolak ukur tentang kemajuan di dalam masyarakat Tanah Gayo (Aceh Tengah) sebagai bagian yang tidak dapat terlepaskan dari kemajuan bangsa. B. PERUMUSAN MASALAH DAN RUANG LINGKUP MASLAH Agar masalahnya lebih terfokus, maka saya merumuskan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana peran Tengku Ibrahim Mantiq dalam memajukan pendidikan dan dakwah 2. Bagaimana respon rakyat Aceh Tengah terhadap kehadiran Tengku Ibrahim Mantik dalam memajukan pendidikan dan dakwah. 8 Untuk memfokuskan masalah, maka penulis akan membatasi penulisan tentang Peranan Ulama di Tanah Gayo Aceh Tengah Dalam Pengembangan Islam studi kasus Tengku Ibrahim Mantiqtahun 1930-1950. Alasannya adalah karena pada periode tersebut Tengku Ibrahim Mantiq salah satu Tengku berfikiran maju. Telah mencurahkan perhatiaannya dalam bidang pendidikan dan dakwah. Karena dalam masa itu pemuda Gayo setelah kembalinya dari perantauan mereka terus mengabdikan diri kepada kepentingan masyarakat dengan mendirikan lembaga-lembaga pendidikan. C. TUJUAN PENELITIAN Penulisan skripsi ini bertujuan untuk mengangkat dan menulis sejarah yang menyangkut tentang peranan ulama (Tengku) di Gayo (Aceh Tengah) dalam pengembangan Islam. Dengan hasil penelitian ini akan dapat memperkaya khasanah kesejarahan bangsa. Tujuan utama penulisan skripsi ini adalah sebagai persyaratan dalam menyelesaikan studi di Fakultas Adab dan Humaniora Jurusan Sejarah dan Peradaban Islam UIN Syarif Hidatullah Jakarta. E. METODE PENILITIAN Masalah sejarawan dalam usaha memilih sesuatu subyek dan mengumpulkan informasi mengenai subyek itu kegiatan tersebut belakangn seringkali diberi nama yunani heuristic. Heuristic sejarah tidak berbeda dalam hakekatnya dengan kegiatan bibliografis yang lain sejauh menyangkut buku-buku yang tercetak. Akan tetapi sejrawan harus mempergunakan banyak material yang tidak terdapat didalam buku-buku. Jika bahan- 9 bahan itu berupa dokumen-dokumen resmi, maka ia harus mencari di arsip, pengadilan- pengadilan, perpustakaan pemerintah, dan lain-lainnya. Tujuan studi ini adalah untuk mencapai penulisan sejarah, maka upaya merekontruksi masa lampau dari obyek yang diteliti itu ditempuh melalui metode sejarah. Pengumpulan data atau sumber sebagai langkah pertama kali, dilangsungkan dengan metode penggunaan bahan dokumen.7 Masih mengenai langkah pengumpulan data, observasi lapangan dilakukan dengan jalan mengadakan wawancara kepada tokoh-tokoh dari peristiwa. Dalam hal ini, informasi yang didapatkan adalah berupa sejarah lisan, yaitu dari tokoh-tokoh yang langsung mengalami peristiwa baik sebagai tokoh utama maupun pengikutnya, atau orang-orang yang langsung mendengar dari saksi pertama. Metode sejarah lisan ini dipergunakan sebagai metode pelengkap terhadap bahan documenter.8 Untuk itu maka penulis akan melakukan serangkaian penelitian kepustakaan (library reseach) dengan mengumpulkan data dari berbagai sumber seperti buku, makalah, majalah, brosur, diktat, dan lain-lain. Untuk kepentingan ini penulis memilih Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Perpustakaan Fakultas Adab dan Humaniora UIN Jakarta, Perpustakaan Nasional, Arsip Nasional dan lain-lain. Sedang penelitian lapangan penulis telah melakukan serangkaian wawancara terutama dengan muridnya serta tokoh-tokoh masyarakat Gayo baik di Aceh Tengah (Takengon) khususnya masyarakat Kenawat yang berdomisili di Jakarta. 1. Margaret M. Poloma,Sosiologi Kontenporer, terj.YASOGAMA (Jakarta: CV. Rajawali, 1984) hal. 23; lihat pula selo soemardjan,loc.Cit. 2. Kuntowijoyo, Metodologi sejarah (Yogyakarta: PT. Tiara Wacana, 1994, hal. 23 10 F. LANDASAN TEORITIS Dengan menggunakan landasan teori sebagai landasan berpikir dalam penelitian ini diharapkan dapat lebih terarah dalam penelitiannya dengan koridor dan teori. Serta mempermudah peneliti dalam melakukan upaya pengkajian terhadap peristiwa-peristiwa masa lampau.9 Sejarah sosial adalah kajian tentang seluruh lingkup kehidupan dan kebudayaan dalam masyarakat yang tercatat dalam sejarah. Sartono Kartodirdjo mendefinisikan sejarah sosial sebagai gejala sejarah yang memanifestasikan kehidupan sosial suatu komunitas atau kelompok. Sartono menegaskan bahwa sejarah sosial mencakup berbagai aspek kehidupan manusia kecuali aspek politik.10 Oleh karena itu maka dalam studi ini digunakan sudut pandang sosiologis dalam mengkaji peristiwa-peristiwa sejarah yang dikaji. Secara metodologis dalam kajian sejarah itu, sebagaimana dijelaskan oleh Weber, adalah bertujuan memahami arti subyektif dari perolaku social, bukan semata-mata menyelidiki arti obyektif. Dari sini tampaklah bahwa fungsional sosiologi mengarahkan pengkaji sejarah kepada pencarian arti yang dituju oleh tindakan individual berkenan dengan peristiwa-peristiwa kolektif, sehingga pengetahuan teoritislah yang akan mampu membimbing sejarawan dalam menemukan motif-motif dari suatu tindakan atau factor-faktor dari suatu periatiwa. Oleh karena itu pemahaman sejarawan dengan pendekatan tersebut lebih bersifat subyektif. Sebagai konsekuensi dari sudut pandang yang dipakai dalam studi ini maka digunakan pendekatan sosiologi-histories. Dengan pendekatan sejarah ini diharapkan dapat 9Dudung Abdurahman, M. Hum, Metode Penelitian Sejarah, Logos, Jakarta 1999 10Ibid
Description: