ebook img

Jurnal Jantra Vol 9 No 2 Desember 2014 PDF

115 Pages·2015·0.5 MB·Indonesian
by  
Save to my drive
Quick download
Download
Most books are stored in the elastic cloud where traffic is expensive. For this reason, we have a limit on daily download.

Preview Jurnal Jantra Vol 9 No 2 Desember 2014

Vol. 9, No. 2 ISSN 1907 - 9605 Desember 2014 JJuurrnnaall SSeejjaarraahh ddaann BBuuddaayyaa Wayang : Media Pembangunan Karakter Bangsa (cid:56) Ajaran Moral Resi Bisma dalam Pewayangan (cid:56) Wayang Hip-Hop: Hibriditas sebagai Media Konstruksi Masyarakat Urban (cid:56) Budaya Wayang: Kelestarian dan Tantangannya ke Depan (cid:56) Arjuna: Ksatria Lemah Lembut tetapi Tegas (cid:56) Keteladanan Tokoh Bima (cid:56) Pendidikan Karakter: Menafsir Nasionalisme dalam Wayang (cid:56) Seni Pedalangan sebagai Media Pengembangan Pembudayaan Nilai-nilai Pendidikan Karakter Bangsa (cid:56) Pendidikan Karakter dalam Pertunjukan Dalang Jemblung: Kajian Peran dan Fungsi Kesenian Dalang Jemblung pada Masyarakat Banyumas Jawa Tengah (cid:56) Serat Darmasarana sebagai Sumber Pembentukan Karakter Bangsa Jantra Yogyakarta ISSN Vol. 9 No. 1 Hal. 1 - 96 Juni 2014 1907 - 9605 Terakreditasi No. 510/Akred/P2MI-LIPI/04/2013 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL KEBUDAYAAN BALAI PELESTARIAN NILAI BUDAYA YOGYAKARTA Jantra dapat diartikan sebagai roda berputar, yang bersifat dinamis, seperti halnya kehidupan manusia yang selalu bergerak menuju ke arah kemajuan. Jantra merupakan jurnal ilmiah yang berisi tentang dinamika kehidupan manusia dari aspek sejarah dan budaya. Artikel Jantra berupa hasil penelitian, tanggapan, opini, maupun ide atau pemikiran penulis. Jantra terbit secara berkala dua kali dalam satu tahun, yaitu bulan Juni dan Desember. Jantra terbit pertama kali pada bulan Juni 2006. DEWAN REDAKSI JANTRA Pelindung : Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Penanggungjawab : Kepala Balai Pelestarian Nilai Budaya Yogyakarta Penasihat : Drs. Sumardi, MM. Mitra Bestari : Prof. Dr. Djoko Surjo (Sejarah) (Fakultas Ilmu Budaya UGM) Prof. Dr. Suhartono Wiryopranoto (Sejarah) (Fakultas Ilmu Budaya UGM) Prof. Dr. Su Ritohardoyo (Geografi) (Fakultas Geografi UGM) Dr. Lono Lastoro Simatupang (Antropologi) (Fakultas Ilmu Budaya UGM) Dr. Y. Argo Twikromo (Antropologi) (FISIP Universitas Atma Jaya Yogyakarta) Dr. Mutiah Amini, MA (Sejarah) (Fakultas Ilmu Budaya UGM) Penyunting Bahasa Inggris : Drs. Eddy Pursubaryanto, M.Hum. (Fakultas Ilmu Budaya UGM) Ketua Dewan Redaksi : Dra. Sri Retna Astuti Pemimpin Redaksi Pelaksana : Dra. Titi Mumfangati Dewan Redaksi : Drs. A. Darto Harnoko (Sejarah) Dra. Endah Susilantini (Sastra) Drs. Tugas Tri Wahyono (Sejarah) Dra. Siti Munawaroh (Geografi) Drs. Sujarno (Antropologi) Pemeriksa Naskah : Drs. Wahjudi Pantja Sunjata Alamat Redaksi: BALAI PELESTARIAN NILAI BUDAYA YOGYAKARTA Jalan Brigjen Katamso No. 139 (Dalem Jayadipuran), Yogyakarta 55152 Telp. (0274) 373241 Fax. (0274) 381555 E-mail: [email protected] Jantra Vol. 9, No. 2, Desember 2014 ISSN 1907 - 9605 PENGANTAR REDAKSI Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas perkenanNya Jantra Volume 9, No. 2, Desember 2014 dapat hadir kembali di hadapan pembaca. Edisi Jantra kali ini memuat 9 (sembilan) artikel di bawah tema “Wayang: Media Pembangunan Karakter Bangsa” ini dipandang penting karena Indonesia memiliki aneka budaya yang tercermin pada pertunjukan wayang di berbagai daerah. Adapun ke sembilan artikel ini masing-masing yaitu: 1). “Ajaran Moral Resi Bisma dalam Pewayangan,” yang ditulis oleh Ferdi Arifin, menguraikan ajaran nilai-nilai moralitas yang muncul dalam karakter Bisma, yang bisa dijadikan sebagai cerminan bagi masyarakat dalam membentuk sebuah karakter yang unggul untuk bangsa dan negara; 2). “Wayang Hip- Hop: Hibriditas sebagai Media Konstruksi Masyarakat Urban,” yang ditulis oleh Michael HB Raditya menguraikan tentang 'Wayang Hip Hop' yang merupakan terobosan agar wayang tetap dapat bertahan dan beradaptasi dengan kebudayaan baru, 'Wayang Hip Hop' merupakan solusi dalam membentuk karakter kolektif masyarakat di dunia yang serba modern; 3). “Budaya Wayang: Kelestarian dan Tantangannya ke Depan,” yang ditulis oleh Noor Sulistyobudi menyampaikan bahwa terdapat kandungan nilai serta kemanfaatan wayang dalam kehidupan masyarakat. Nilai-nilai luhur yang dijadikan contoh adalah nilai kepahlawanan, kejuangan, dan keperwiraan. Seni pewayangan perlu diusahakan kelestarian, tantangan-tantangan yang dihadapi pada setiap zamannya, dan seni pewayangan harus dicari cara-cara pewarisannya; 4). “Arjuna: Ksatria Lemah Lembut tetapi Tegas,” yang ditulis oleh Sri Retna Astuti, menguraikan tokoh Arjuna, salah satu ksatria Pandawa yang mempunyai karakter yang baik yang masih relevan bila diterapkan dalam perilaku kita. Dari tokoh ini bisa menjadi teladan dalam pembentukan karakter, yang dirasa agak memudar; 5). “Keteladanan Tokoh Bima,” yang ditulis oleh Samrotul Ilmi Albiladiyah menguraikan tokoh Bima, ksatria Pandawa yang digambarkan gagah berani, jujur, berhati bersih, bertekad kuat dalam mencapai cita-citanya. Pertunjukan wayang dapat dianggap sebagai sarana yang tepat untuk membangun karakter; 6). “Pendidikan Karakter: Menafsir Nasionalisme dalam Wayang,” yang ditulis oleh Mikka Wildha Nurrochsyam membahas sikap-sikap yang terkait dengan nasionalisme dari tiga tokoh wayang, yakni Karna, Kumbakarna dan Sumantri; 7). “Seni Pedalangan sebagai Media Pengembangan Pembudayaan Nilai-nilai Pendidikan Karakter Bangsa,” yang ditulis oleh Sutiyono menguraikan bahwa di dalam pertunjukan seni pedalangan terdapat nilai-nilai pendidikan karakter bangsa. Nilai-nilai ini diungkap dalam satu lakon dalam seni pedalangan, yaitu Sumantri Ngenger; 8). “Pendidikan Karakter dalam Pertunjukan Dalang Jemblung: Kajian Peran dan Fungsi Kesenian Dalang Jemblung pada Masyarakat Banyumas Jawa Tengah,” yang ditulis oleh Siti Dloyana Kusumah menguraikan bahwa dengan melihat dan menyimak penampilan kesenian Dalang Jemblung, dapat dikatakan bahwa sesungguhnya peran yang dimainkan oleh setiap dalang merupakan ungkapan keinginan untuk menciptakan tatanan kehidupan yang baik, bermoral dan berkepribadian Indonesia, yang kini erat kaitannya dengan pendidikan karakter; 9). “Serat Darmasarana sebagai Sumber Pembentukan Karakter Bangsa,” yang ditulis oleh Anung Tedjowirawan menguraikan bahwa karakter Parikesit serta ajaran Panca Pratama, Panca Guna dan Sama-béda-dana-dhendha di dalam Serat Darmasarana dapat dijadikan salah satu sumber bagi pembentukan karakter bangsa, terutama bagi pemimpin negara dan abdi negara. Dewan Redaksi mengucapkan terima kasih kepada para mitra bestari yang telah bekerja keras membantu dalam penyempurnaan tulisan dari para penulis naskah sehingga Jantra edisi kali ini bisa terbit. Selamat membaca. Redaksi i Jantra Vol. 9, No. 2, Desember 2014 ISSN 1907 - 9605 DAFTAR ISI Halaman Pengantar Redaksi i Daftar Isi ii Abstrak iii Ajaran Moral Resi Bisma dalam Pewayangan 97 Ferdi Arifin Wayang Hip-Hop Hibriditas sebagai Media Konstruksi Masyarakat Urban 107 Michael HB Raditya Budaya Wayang : Kelestarian dan Tantangannya ke Depan 121 Noor Sulistyobudi Arjuna: Ksatria Lemah Lembut tetapi Tegas 131 Sri Retna Astuti Keteladanan Tokoh Bima 139 Samrotul Ilmi Albiladiyah Pendidikan Karakter: Menafsir Nasionalisme dalam Wayang 151 Mikka Wildha Nurrochsyam Seni Pedalangan sebagai Media Pengembangan Pembudayaan 161 Nilai-nilai Pendidikan Karakter Bangsa Sutiyono Pendidikan Karakter dalam Pertunjukan Dalang Jemblung : 173 Kajian Peran dan Fungsi Kesenian Dalang Jemblung pada Masyarakat Banyumas Jawa Tengah S. Dloyana Kusumah Serat Darmasarana sebagai Sumber Pembentukan Karakter Bangsa 181 Anung Tedjowirawan Biodata Penulis 199 Indek Pengarang 203 ii Jantra Vol. 9, No. 2, Desember 2014 ISSN 1907 - 9605 AJARAN MORAL RESI BISMA DALAM PEWAYANGAN Ferdi Arifin Pascasarjana Ilmu Linguistik Universitas Gadjah Mada Jl. Sosiohumaniora, Bulaksumur Yogyakarta E-mail: [email protected] MORAL VALUES AS SEEN IN RSHI BISMA'S LIFE IN WAYANG PERFORMANCE Abstract Rshi Bisma or Dewabrata is one of the famous figures in the (Javanese)wayang. He is famous because of his vow that he willingly renounces his throne in Astina Kingdom and he lives as a Brahmacarymeaningliving without woman. This study looks attheproblems of morality that emerge in the contemporary Indonesia and tries to find the moral values in the stories about Bisma which can be used for building character of the Indonesian people. For this purpose the character of Bisma in the Javanese shadow puppet is taken as the role model since he is considered as one who “teaches” moral values throughout his life. Using direct observation and library research,the researcher identified the moral values in the stories depicting Bisma. The findings are that some characteristics of Bisma could be used as examples in the building character of the Indonesian people. Keywords: shadow puppet, Bisma, moral, character WAYANG HIP-HOP HIBRIDITAS SEBAGAI MEDIA KONSTRUKSI MASYARAKAT URBAN Michael HB Raditya Pengkajian Seni Pertunjukan dan Seni Rupa, UGM Gedung Unit IV (Pasca Lama) Jl. Humaniora Bulaksumur, Yogyakarta E-mail: [email protected] WAYANG HIP-HOP: HYBRIDITY AS A MEDIUM OF CONSTRUCTION OF URBAN SOCIETY Abstract Nowadays, modernity has penetrated into every form of culture. Many people have left traditional culture because they consider them as old fashioned. They prefer modern culture that is more instant and advanced. This trend has also infiltrated in the performing arts. Some genres tradiotional performing arts have been left behind. This article discusses how to sustain the existence of an “old-fashioned” performing arts and how to maintain its existence. “Wayang Hip Hop” is an example of asolution to maintain the existence of wayang (wayang kulit).Cultural hybridity is executed to maintain a traditional art so as to create a new art and at the same time to maintain stability of cultural values. Adapting a modern culture, the creator of “Wayang Hip Hop” has been keeping the existence of wayang. “Wayang Hip Hop” is a solution to build character in the modern world. “Wayang Hip Hop” both accommodate cultural values and build a new genre of performing art that is more favored by people. “Wayang Hip Hop” can still function as providing entertainment and guidance. Keywords: Wayang Hip Hop, hybridity, character building. iii Jantra Vol. 9, No. 2, Desember 2014 ISSN 1907 - 9605 BUDAYA WAYANG: KELESTARIAN DAN TANTANGANNYA KE DEPAN Noor Sulistyobudi Balai Pelestarian Nilai Budaya Yogyakarta Jl. Brigjen Katamso 139 Yogyakarta E-mail: [email protected] PUPPET CULTURE : SUSTAINABILITY AND ITS FUTURE CHALLENGES Abstract In this globalization era with its advanced technology in communication, the arts of puppetry is still an important part of Javanese culture. Javanese puppetry reflects the social life of theJavanese. Italso contains philosophy, myths, magics, and religion which need to be closely studied. The goal of this study is to seek the noble values ??contained in the arts of Javanese puppetry. This qualitative research mainly drew the data from the library. The values found in the puppetry are among others the spirit of heroism and the spirit of struggle. The Javanese wayang should be maintained and inheritedto the next generation. Keywords : Javanese puppetry, values, heroism ARJUNA: KSATRIA LEMAH LEMBUT TETAPI TEGAS Sri Retna Astuti Balai Pelestarian Nilai Budaya Yogyakarta Jl. Brigjen Katamso 139 Yogyakarta E-mail:[email protected] ARJUNA: A GENTLE, BUT ASSERTIVE KNIGHT Abstract Based on library research this article looks at Arjuna, one of the prominent characters in the world of (Javanese) wayang. He is a knight who can give inspiration to young generation in facing global era which has many kinds of problems. As a knight, Arjuna's characteristics are still relevant when implemented in the present era. In puppet show, we not only watch the show but also acquire guidelife. A prominent character in a puppet show can become an example to teach the national character building. To the wayang viewers, characters in a puppet show can give an example of how to behave. As we know, recently there have been a number of incidents, such as fighting among students or among people, murder, robbery, drug abuse, et cetera. These illustrations shows these actions are not our culture. In this situation, a model figure is needed and a puppet show can give a contribution by presenting prominent figures through the stories depicted in the shows. Key words: Arjuna, wayang, characters iv Jantra Vol. 9, No. 2, Desember 2014 ISSN 1907 - 9605 KETELADANAN TOKOH BIMA Samrotul Ilmi Albiladiyah Lembaga Pelestarian Pengembangan Sejarah dan Budaya “Regol Kencana” Jl. Gamelan Lor 18 Yogyakarta E-mail: [email protected] LEARNING FROM BIMA Abstract The shadow puppet dates back since the 9-10 century AD. In an inscription, this puppet show iscalled haringgit. At that time, thestory was Bima Kumara, meaning Bima when he is young. The stories of wayang are taken from the Ramayana and the Mahabharata. The Ramayana tells the story of the life of Rama, while Mahabharata tells the story of the Pandawas and the Kaurawas. The Pandawa sare the symbol of the good, while the Kaurawas the symbol of the evil. Bima is one of the Pandawa's knights. The audience in a puppet show is always interested in the character of Bima and Bima is always admired. This library research looks at his appropriate characteristics which can be used to build the character. Bima is described as honest, powerful, clean-hearted, and determined in achieving his goals. Keywords: character model, Bima PENDIDIKAN KARAKTER: MENAFSIR NASIONALISME DALAM WAYANG Mikka Wildha Nurrochsyam Pusat Penelitian dan Pengembangan Kebudayaan, Balitbang, Kemdikbud Jl. Jenderal Sudirman-Senayan, Gedung E Lantai IX, Jakarta 12041 E-mail:[email protected] CHARACTER BUILDING: INTERPRETATION OF NATIONALISM IN THE WAYANG PERFORMANCE Abstract Nationalism is a political principle which states that the should be a harmony betweenpolitics and national unity.A nation without nationalism certainly will be threatened by total destruction. On the other hand, globalization has forced to make corrections about the meaning of nationalism. This paper has two objectives: first, describing the nationalistic attitudes in the wayang characters; and second, reflecting the concept of nationalism in the wayang puppet performance as a frame of reference in the moral life of the Indonesian society. Three characters in wayang were selected, namely Karna, Kumbakarna, and Sumantri. This study used hermeneutic approach and the selected wayang characters were analysed using the the approach of the sacred symbol that tries to find the meaning of signs suggested by Clifford Geerzt (1926-2006) and Roland Barthes (1915-1980).The results of this paper show that nationalism has peculiarities in the wayang performance. Firstly, nationalism is associated with views about the perception about the right (proper) place. Secondly, nationalism is associated with views about the good attitude. Thirdly, nationalism is an ethical obligation. Keywords: nationalism, moral, wayang v Jantra Vol. 9, No. 2, Desember 2014 ISSN 1907 - 9605 SENI PEDALANGAN SEBAGAI MEDIA PENGEMBANGAN PEMBUDAYAAN NILAI-NILAI PENDIDIKAN KARAKTER BANGSA Sutiyono Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Yogyakarta Kampus Karangmalang UNY, Jl. Colombo No. 1 Yogyakarta E-mail:[email protected] THE ART OF PUPPETRY: A MEDIUM TO DEVELOP THE SOCIALIZATION AND CULTIVATION OF EDUCATIONAL VALUES ON NATIONALISM Abstract Socializing and cultivating the educational values ofnationalismcan be done through the art of puppetry (wayang performance) which is a public medium that can convey noble values of human life. As a public medium, the wayang performance has been developed as a means to cultivate the educational values of nationalism. The result of this qualitative study is based upon alibrary research. The results show that the art of puppetry contain the educational values onnationalism. These values were revealed the story entitled Sumantri Ngenger. Keywords: art of puppetry, educational values of nationalism PENDIDIKAN KARAKTER DALAM PERTUNJUKAN DALANG JEMBLUNG Kajian Peran dan Fungsi Kesenian Dalang Jemblung Pada Masyarakat Banyumas Jawa Tengah S. Dloyana Kusumah Pusat Penelitian dan Pengembangan Kebudayaan Badan Penelitian Dan Pengembangan Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan Kompleks Kemdikbud Gd E Lt 9 Jl. Jendral Sudirman - Senayan Jakarta E-mail :[email protected] [email protected] BUILDING CHARACTER THROUGH DALANG JEMBLUNG Abstract "Dalang Jemblung” is a form of traditional Javanese theater. The stories are taken from the Ramayana, the Mahabharata, or the chronicles of Java. The narration and dialogues are performed by five to six dalangs (performer)and each dalang plays a different character in the depicted story. Applying the function of language as a means to communicate symbols, each dalang uses symbols in the narration and dialogues. The most important in the performance is that every depicted story always contains cultural values which educate the audience. The character that each dalang plays always encourages character building. Key words: performers, cultural values, character building vi Jantra Vol. 9, No. 2, Desember 2014 ISSN 1907 - 9605 SERAT DARMASARANA SEBAGAI SUMBER PEMBENTUKAN KARAKTER BANGSA Anung Tedjowirawan Jurusan Sastra Nusantara, Program Studi SastraJawa Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada Jl. Sosiohumaniora, Bulaksumur, Yogyakarta E-mail:[email protected] SERAT DARMASARANA AS A SOURCE OF NATIONAL CHARACTER FORMATION Abstract This library research looks at The Serat Pustakaraja,the most outstanding literary work of R. Ng. Ranggawarsita, a laureate poet of Keraton Surakarta in the 19th century A.D. Pustakaraja meaning the Book of Kings has become the guidelines for Kings (of Surakarta) in running the kingdom. It also means the King of Books (the Book of Books) because it has become the main source of all literary works or stories about Java. Serat Paramayoga and Sìrat Pustakaraja are a source of wisdom for human life. These sìrats, which are suitable for leaders,the state apparatus, and the wider society, contain advices of how to run a kingdom. Using the theory of pragmatics, the researcher analysed The Serat Darmasarana found in the Sìrat Mahadarma which is a part of The Serat Pustakaraja Purwa. The Serat Darmasarana is the source of “Parikesit Grogol”, a story of Wayang Kulit (Javanese shadow puppet). The Serat Darmasarana, which was written in Javanese characters, was transliterated into Roman characters and then it was translated in to Indonesian. The next step was describing and interpreting the character Prabu Dipayana or Parikesit, which is the leading character of the story. In the analysis it was revealed the doctrines of Panca Pratama, Panca Guna and Sama- beda-dana-dhendha. Keywords: Serat Darmasarana, Parikesit, Panca Pratama; Panca Guna vii Ajaran Moral Resi Bisma dalam Pewayangan (Ferdi Arifin) AJARAN MORAL RESI BISMA DALAM PEWAYANGAN Ferdi Arifin Pascasarjana Ilmu Linguistik Universitas Gadjah Mada Jl. Sosiohumaniora, Bulaksumur Yogyakarta E-mail: [email protected] Naskah masuk: 20-08-2014 Revisi akhir: 24-10-2014 Disetujui terbit: 02-11-2014 MORAL VALUES AS SEEN IN RSHI BISMA'S LIFE IN WAYANG PERFORMANCE Abstract Rshi Bisma or Dewabrata is one of the famous figures in the (Javanese)wayang. He is famous because of his vow that he willingly renounces his throne in Astina Kingdom and he lives as a Brahmacarymeaningliving without woman. This study looks attheproblems of morality that emerge in the contemporary Indonesia and tries to find the moral values in the stories about Bisma which can be used for building character of the Indonesian people. For this purpose the character of Bisma in the Javanese shadow puppet is taken as the role model since he is considered as one who “teaches” moral values throughout his life. Using direct observation and library research,the researcher identified the moral values in the stories depicting Bisma. The findings are that some characteristics of Bisma could be used as examples in the building character of the Indonesian people. Keywords: shadow puppet, Bisma, moral, character Abstrak Resi Bisma atau Dewabrata merupakan tokoh pewayangan yang sangat terkenal. Dia menjadi populer karena sumpahnya yang rela melepaskan tahta di kerajaan Astina dan merelakan hidup tanpa seorang wanita sehingga harus menjalani hidup sebagai seorang Brahmacari. Artikel ini akan melihat bagaimana moralitas yang muncul pada bangsa Indonesia akhir-akhir ini. Dalam hal ini, Bisma menjadi satu tokoh di pewayangan yang mengajarkan nilai-nilai moralitas kehidupan. Dalam hal ini, metode yang digunakan untuk membuat artikel ini dengan pengamatan di lapangan dan studi pustaka yang bertujuan mencari korelasi nilai-nilai moralitas dalam lakon Bisma sebagai pembentukan karakter bangsa Indonesia. Hasil dari penelitian ini merepresentasikan ajaran nilai- nilai moralitas yang muncul dalam karakter Bisma. Tokoh Bisma bisa dijadikan sebagai cerminan bagi masyarakat dalam membentuk sebuah karakter yang unggul untuk bangsa dan negara. Kata kunci: wayang, Bisma, moral, karakter I. PENDAHULUAN dalang). Akan tetapi pada perkembangan lebih lanjut, segala aspek yang ada dalam Wayang kulit merupakan satu kebuda- ritual wayang adalah suci sehingga yaan Indonesia yang saat ini masih eksis dan pertunjukan ini akhirnya hanya dimainkan mengalami berbagai perkembangan di oleh seorang dalang.1 dalamnya. Pada masa lalu, wayang kulit merupakan sebuah bentuk ritual penyem- Mulai dari situ, perkembangan wayang bahan kepada roh-roh dengan melantunkan sangat pesat setelah masyarakat juga sudah hymne-hymne. Pada masa itu, orang mati mulai meninggalkan kepercayaan animisme dianggap sebagai roh yang paling kuat dan dan dinamisme. Wayang tidak hanya menjadi dapat memberikan segala pertolongan dalam sebuah ritual semata, melainkan juga sebagai setiap kehidupan keluarga mereka. Pada ajang seni pertunjukan dan dakwah kepada mulanya, pertunjukan wayang dilakukan masyarakat. Masuknya kebudayaan Hindu oleh orang yang melakukan ritual (bukan ke Indonesia, mempengaruhi pertunjukan 1 Sri Mulyono, Wayang: Asal Usul, Filsafat, dan Masa Depannya. (Jakarta: PT Gunung Agung, 1987), hlm. 42-50. 97

Description:
Karakter Bangsa” ini dipandang penting karena Indonesia memiliki aneka Rshi Bisma or Dewabrata is one of the famous figures in the (Javanese)wayang. Adapting a modern culture, the creator of “Wayang Hip Hop” has been Skripsi Jurusan Antropologi Budaya, UGM pada tahun 2011.
See more

The list of books you might like

Most books are stored in the elastic cloud where traffic is expensive. For this reason, we have a limit on daily download.