JURNAL EKONOMI dan PEMBANGUNAN Vol 21, No. 2, Desember 2013 Ekonomi Syariah Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia i ii PENGANTAR REDAKSI Ajaran Islam sebagaimana tertuang dalam syariah (ayat-ayat kauliyah) dengan praktek Al-Qur’an dan Al-Hadits tidak hanya berisi kehidupan nelayan (ayat-ayat kauniyah). Hal pedoman ibadah melainkan juga panduan yang sebaliknya terjadi pada etos kerja nelayan dalam bermuamalah. Kedua dimensi ajaran sebagaimana diungkapkan oleh Mochamad tersebut telah dicoba diterapkan dari generasi ke Nadjib dalam peranan ajaran Islam sebagai generasi dan sejarah mencatat bahwa peradaban norma etika ternyata belum mampu mendorong Islam mengalami jaman keemasannya ketika etos kerja komunitas nelayan untuk membangun ajaran tersebut diterapkan secara “kaffah” atau penghargaan terhadap perilaku hemat, disiplin, menyeluruh. Sebagai contoh, ketika ajaran jujur, dan menjauhi perilaku konsumtif sebagai zakat diterapkan secara konsisten pada masa modal dasar sikap kewirausahaan (ayat-ayat kekhalifahan Umar Bin Abdul Azis, konon kauniyah). tak ada lagi penduduk yang berhak menerima Aspek ekonomi syariah lainnya yang zakat (mustahiq) karena penghasilan mereka menjadi topik kajian dalam jurnal ini adalah sudah berada di atas garis kemiskinan (mishab). kewirausahaan Islami. Melalui penelusuran Namun demikian kisah sukses tersebut banyak panjangnya Jusmaliani yang mencoba yang kurang berhasil untuk direplikasi oleh memodelkan sampai pada kesimpulan bahwa generasi muslim sesudahnya hingga sekarang ada empat karakteristik kewirausahaan Islami ini. Ini suatu fenomena menarik untuk dikaji yaitu selalu bertafakur dalam menjalankan secara terus menerus. Mengapa ajaran yang usaha, mengembangkan kreativitas dan inovasi sama bisa diterapkan dengan sukses pada suatu yang sangat diperlukan dalam memenangkan kurun waktu tertentu tetapi kurang sukses pada persaingan, good corporate governance, dan kurun waktu yang lain? Dalam konteks ini, karya manfaat yang diperoleh senantiasa ditujukan tulis Firmansyah dan Yeni Septia yang mencoba pada tiga hal yakni amal, investasi, dan konsumsi. memahami peran zakat dalam pengentasan Selanjutnya, minimnya penelitian tentang kemiskinan dan peningkatan kemampuan peranan agama terhadap perilaku konsumen kewirausahaan perempuan mustahik menjadi menjadi daya dorong bagi Susilowati dan Chitra menarik untuk dibaca secara sesama. untuk mengisi kekurangan tersebut. Hasil Sementara itu hasil kajian dan penelitian penelitian keduanya terhadap perilaku konsumen Masyhuri mencoba memahami ayat-ayat kauliyah halal sampai pada kesimpulan bahwa ada dan ayat-ayat kauniyah terkait dengan kehidupan empat faktor yang mempengaruhi yakni sikap, ekonomi nelayan juga sangat menarik dibaca. Pada satu sisi ayat-ayat kauliyah membimbing norma subyektif, persepsi kontrol perilaku dan manusia untuk berbisnis dengan prinsip bagi religiusitas. Temuan ini mempunyai implikasi hasil dan berbagi risiko (musyarakah), pada yang cukup penting dari aspek teoritis maupun sisi yang lain secara naluriah para nelayan kebijakan. juga cenderung menyikapi usaha penangkapan ikan yang penuh risiko dan ketidakpastian Salam, dengan metode pemerataan risiko. Dengan demikian ada keselarasan antara norma ekonomi Dewan Redaksi iii iv JURNAL EKONOMI dan PEMBANGUNAN Vol. 21, No. 2, Desember 2013 Daftar Isi v vi EKONOMI SYARIAH DALAM ETIKA PEMERATAAN RESIKO SYARIAH ECONOMIC WITHIN THE FRAMEWORK OF RISK SHARING ETHICS Masyhuri Pusat Penelitian Ekonomi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia [email protected] Abstrak Makalah ini bertujuan mengungkap pentingnya sistem musyarakah dan bagi hasil pada usaha perikanan tangkap. Dari perspektif syari’ah dan analisa kualitatif, terbukti bahwa musyarakah dan bagi hasil merupakan faktor penting yang mendorong berkembangnya usaha perikanan tangkap.Usaha penangkapan ikan laut merupakan usaha padat modal, serta beresiko tinggi, sementara modal usaha bagi nelayan masih merupakan kendala besar. Musyarakah merupakan sistem yang dikembangkan nelayan dalam mengatasi kesulitan pengadaan modal usaha yang mereka hadapi, sementara bagi hasil merupakan sistem pengelolaan terhadap pendapatan mereka yang tidak teratur. Kedua sistem tersebut melembaga sebagai hasil adaptasi nelayan terhadap usaha yang mereka lakukan yang padat modal dan beresiko tinggi. Pemahaman terhadap kedua aspek tersebut sangat bermanfaat sebagai dasar kebijakan pengembangan usaha perikanan tangkap. Kata Kunci: Musyarakah, Bagi Hasil, Pemerataan Pendapatan. Abstract This article aims at addressing how importance is the role of musyarakah and revenue sharing systems in the Indonesian small scale fishing industry. From syari’ah perspective and qualitative analysis, it is orgued that the systems play an important role in the development of fishing sector. The sea fishing industry is a capital-intensive and also a high risky industry,while investment for fisherman is still a crucial problem. Musyarakah provides the syar’i manner of how fishermen obtain their financial needs, while revenue sharing constitutes the manner of how fishermen manage their uncertainly income. Both of them become institutionalized as a result of the adaptation of fisherman to the capital-intensive and a high risky of sea fishing industry. Such institutions should be important as a basic in lounching of the policy development of fishing sector. Keywords: Musyarakah, Revenue Sharing, Income Equality. PENDAHULUAN dianjurkan oleh Keynesian, tetapi juga terlibat penuh dalam membentuk moral dan etika pelaku Bagi hasil merupakan salah satu konsep penting ekonomi. Menurut sistem ekonomi syari’ah, dari sistem ekonomi syari’ah, suatu sistem ekonomi tercapainya kesejahteraan bukan terletak pada yang di dalamnya terkandung aspek transendental, mekanisme pasar, tetapi terletak pada pelaku dibangun atas landasan filosofi bahwa manusia ekonomi atau manusianya itu sendiri. Tanpa itu merupakan kholifah Allah Swt di muka bumi moral dan etika, pasar tidak akan terkendali, dan harus bertanggung jawab pada Nya kelak dan bila demikian, kesejahteraan masyarakat setelah kematian (Masyhuri, 2005). Sistem sulit terwujud (Qardhawi, 1997; Qardhawi, ekonomi ini memang berbeda dengan sistem 2001). Bagi hasil dalam system ekonomi syariah ekonomi kapitalis, yang berfaham utilitarianisme, diterapkan sebagai subtitusi sistem bunga. individualisme dengan laissez faire (Yaumidin, Di kalangan masyarakat Indonesia, bagi 2005). Campur tangan pemerintah dalam sistem hasil sebagai suatu sistem bukanlah hal yang ekonomi syari’ah tidaklah hanya terbatas pada baru, bahkan telah populer sejak lama.Tidak kebijakan fiskal dan moneter, sebagaimana yang 125 diketahui secara pasti kapan sistem tersebut merupakan pilihan terbaik? Apakah bagi hasil mulai dikenal secara luas, tetapi yang jelas yang berkembang di antara nelayan merupakan konsep tersebut telah mengakar dalam kehidupan kearifan mereka, sebagai kristalisasi dari adaptasi masyarakat. Di kalangan petani Jawa misalnya, mereka terhadap kekhasan lingkungan dan sistem tersebut umumnya berlaku antara pemilik jenis usaha yang mereka lakukan? Pertanyaan- lahan dan penggarap, dengan perhitungan maro, pertanyaan ini menyodorkan permasalahan mertelu,mrapat, prowolu, yakni bagi hasil atas penting yang perlu diungkapkan. perhitungan 50%-50%, 2/3%-1/3%, 3/4%-1/4%, Suatu kenyataan yang sulit diingkari dari dan seterusnya (Singarimbun dan D. H. Penny, masyarakat nelayan, masalah ta’awwun, yakni 1976; Breman, J.1986). Di kalangan masyarakat perilaku untuk saling membantu dalam permoda- nelayan, khususnya nelayan skala kecil sampai lan ataupun dalam pelaksanaan usaha merupakan menengah, sistem bagi hasil terjadi antar pelaku aspek penting dalam kehidupan mereka. Apakah usaha penangkapan. Sistem bagi hasil tersebut aspek ta’awwun ini merupakan kearifan lokal yang tampaknya merupakan satu-satunya sistem yang berperan penting sebagai faktor berkembangnya digunakan di kalangan nelayan. Sistem upah usaha rakyat di bidang perikanan tangkap? hampir-hampir tidak dikenal di kalangan mereka. Permasalahan tersebut merupakan masalah yang Sistem bagi hasil pada dasarnya dapat menarik, sekaligus belum banyak diungkap, diterapkan secara luas di berbagai sektor. lebih-lebih lagi dari sisi syari’ah Islam. Oleh Namun demikian, dalam konteks perekonomian karena itu, aspek ta’awwun dari sistem bagi hasil modern, penerapan sistem bagi hasil tersebut usaha perikanan tangkap yang dimaksud dalam tampaknya kurang diminati. Dalam portofolio tulisan ini ditempatkan sebagai sentral diskusi. perbankan misalnya jenis pembiayaan bagi hasil hanya sebagian kecil dari pembiayaan yang TINJAUAN PUSTAKA disalurkan oleh lembaga keuangan tersebut. Terdapat beberapa hal yang menyebabkan sistem Karakteristik Ekonomi Nelayan bagi hasil kurang diminati, antara lain adanya apa yang disebut sebagai adverse selection Usaha penangkapan ikan laut mempunyai dan moral hazard (Karim, 2001). Pengusaha dinamikanya sendiri (Bucher, 2004). Sering kali dengan bisnis yang memiliki tingkat keuntungan usaha seseorang pada usaha penangkapan ikan tinggi cenderung enggan menggunakan sistem mengalami perkembangan yang mengherankan, bagi hasil. Bagi mereka, mengambil kredit tetapi sering pula usaha-usaha seperti itu dari bank dengan bunga yang sudah pasti mengalami kebangkrutan secara mendadak. jumlahnya lebih menguntungkan dari pada Resiko besar yang dapat terjadi setiap saat harus membagi keuntungan dengan pemodal merupakan faktor utamanya (Semedi, 2003). mitra. Pengusaha dengan bisnis beresiko rendah Investasi besar, biaya operasional yang tidak umumnya juga enggan terhadap pembiayaan sedikit, dan kegagalan dalam penangkapan ikan bagi hasil. Kebanyakan yang memilih model merupakan faktor-faktor penting kebangkrutan bagi hasil adalah mereka yang bergerak di bidang yang terjadi. Hasil penelitian yang dilakukan usaha yang beresiko tinggi. Selain itu, banyak oleh P2E-LIPI di Trenggalek (Jawa Timur), pengusaha melakukan tindakan yang tidak terpuji Bagansiapiapi (Riauw), dan di Karangsong (moral hazard), seperti melakukan pembukuan (Jawa Barat) memberikan ilustrasi yang menarik ganda untuk menyembunyikan keuntungan riil dari dinamika yang dimaksud (Masyhuri, 2014). yang diperoleh (Karim, 2001). Hanya dalam hitungan tahunan saja, seorang Berbeda dengan itu adalah usaha rakyat nelayan bisa menjadi seorang pengusaha besar, dibidang penangkapan ikan. Sistem bagi hasil atau sebaliknya mengalami kebangkrutan total. di kalangan mereka merupakan sistem yang Tingkat spekulasi dalam usaha penangkapan sudah berurat berakar. Apakah hal ini terjadi ikan memang sangat tinggi, dan ini menyebabkan karena usaha perikanan tangkap merupakan usaha usaha tersebut tidak stabil. Perubahan atau yang beresiko tinggi sehingga sistem tersebut kejutan-kejutan sering terjadi, baik kejutan 126 │ Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Vol 21, No. 2, Desember 2013 skala kecil maupun kejutan skala besar. Seorang banyak ikannya. Sistem andon (berpindah tempat nelayan yang pada hari ini memiliki katakanlah sementara untuk menangkap ikan) karenanya hidup dua unit kapal nelayan 30 GT, bisa saja dalam subur di kalangan nelayan. Nelayan Pasuruhan beberapa hari berikutnya nelayan tersebut tidak sebagai contohnya senantiasa melakukan andon lagi memiliki kapal (Masyhuri, 2014). Badai laut ke daerah Dungkek (Pasongsongan, Madura) atau kecelakaan misalnya bisa menenggelamkan selama beberapa bulan setiap tahunnya untuk kapal nelayan manapun. Padahal investasi yang menangkap ikan teri (Masyhuri, 2013). Usaha diperlukan untuk membangun satu unit kapal penangkapan ikan bagi nelayan bagaikan seni, nelayan sebesar itu dibutuhkan dana tidak kurang seni berburu yang penuh spekulasi, dan karenanya dari Rp.1,5 milyar1. pendapatan nelayan tidak menentu. Suatu saat Kegagalan dalam penangkapan ikan bisa juga nelayan berpendapatan besar, di lain saat mereka mengakibatkan kebangkrutan. Kegagalan yang tidak berpenghasilan sama sekali. Setiap kali berturut-turut berakibat menumpuknya hutang mereka melaut, mereka tidak pernah mempunyai biaya operasional, dan seringkali untuk membayar gambaran mengenai pendapatan yang akan hutang perbekalan seperti ini, nelayan terpaksa mereka peroleh. Semua serba tidak pasti, serba menjual kapalnya. Untuk menghadapi usaha yang meraba-raba dan tidak menentu (Masyhuri, 2006). beresiko tinggi dan bersifat spekulatif seperti ini, Keadaan seperti ini jelas mempengaruhi perilaku nelayan melakukan adaptasi, menyesuaikan diri ekonomi mereka, perilaku yang setelah melalui terhadap usaha dengan pola pendapatan yang proses waktu tertentu memola, yang kemudian kurang menentu tersebut. Perilaku nelayan yang melembaga sebagai sistem nilai, sebagai kode adaptif tersebut tampaknya melahirkan pola etik acuan berindak dalam kehidupan sehari-hari. perilaku khusus, yang berbeda dengan kelompok Berikut adalah penjelasan tentang apa yang masyarakat lainnya (Masyhuri, 2001; 2006). dimaksud dengan etika nelayan yang dimaksud. Laut bagi nelayan bukan instrumen atau Etika Pemerataan Resiko obyek produksi, tetapi sebagai subyek produksi. Keterlibatan nelayan dalam proses produksi tidak Pola pendapatan nelayan yang tidak teratur banyak, meskipun keterampilan penguasaan sebagaimana diuraikan jelas berbeda dengan teknis, pengetahuan terhadap iklim, perilaku misalnya pola pendapatan petani. Padahal atau habitat ikan, musim ikan dan sebagainya, selama ini bias dengan pertanian hampir selalu sangatlah penting. Ikan laut berpijah seirama terjadi dalam kebijakan pembangunan nelayan dengan perkembangan biologisnya. Penangkapan dan perikanan. Dalam pembangunan selama berlebihan pada perairan tertentu akan berakibat ini, berbagai kebijakan di bidang perikanan habisnya ketersediaan ikan di perairan tersebut. hampir selalu disamakan dengan kebijakan di Demikian sebaliknya, apabila tidak dilakukan bidang pertanian, sehingga sering mengalami penangkapan, maka produksi ikan perairan kegagalan. Untuk menghindari hal tersebut, tersebut tidak termanfaatkan. Overfishing bisa memperbandingkan karakteristik antara kedua terjadi setiap saat. Untuk menghindari terjadinya masyarakat tersebut menjadi penting sebagai overfishing, regulasi atau pengaturan penangkapan landasan kebijakan di masa-masa mendatang. ikan sangat diperlukan (Masyhuri, 2004). Yang jelas adalah bahwa nelayan bekerja di Nelayan dalam hal ini berlaku pasif, tidak laut, petani bekerja di lahan pertanian. Apabila melakukan tindakan apapun untuk meningkatkan laut bagi nelayan merupakan subyek produksi, populasi ikan di perairan tempat penangkapan maka lahan pertanian bagi petani merupakan ikan. Paling jauh yang mereka lakukan apabila obyek produksi. Berbeda dengan nelayan, petani ikan hasil tangkapan berkurang adalah mencari terlibat banyak dan secara langsung dalam proses daerah tangkapan baru yang diperkirakan masih produksi. Petani terlibat langsung dalam penyiapan lahan, pembenihan, penanaman, perawatan, dan 1 Hasil wawancara dengan beberapa nelayan sukses di sebagainya. Semakin intensif keterlibatan petani Karangsong (Indramayu, Jawa Barat) pada bulan April dalam proses produksi, maka semakin tinggi 2012, dan di Juana (Pati, Jawa Tengah), pada bulan Juni pula produktifitas usaha yang mereka lakukan. 2013. Ekonomi Syariah dan Etika Pemerataan Resiko (Masyhuri) │ 127 Setiap kali menanam padi, mereka mempunyai institusi kepemilikan kelompok atas sarana gambaran yang agak pasti berapa banyak produksi penangkapan ikan, atau dalam istilah fiqih Islam padi yang bakal mereka peroleh, meskipun disebut sebagai musyarakah. kadang-kadang mereka mengalami kegagalan Sistem kepemilikan kelompok atas sarana pula, akibat hama penyakit atau bencana banjir penangkapan ikan merupakan cara yang dilakukan misalnya. Mereka juga mengetahui kapan untuk saling membantu dalam mengatasi kira-kira panen berikutnya akan tiba. Petani juga hambatan permodalan yang hampir-hampir mempunyai gambaran berapa banyak pengeluaran tidak teratasi oleh nelayan secara perorangan. untuk mencukupi kebutuhan mereka sampai Pembiayaan atau modal bagi nelayan pada panen berikutnya, dan berapa banyak biaya umumnya memang masih merupakan masalah, yang dibutuhkan untuk penanaman mendatang. khususnya bagi nelayan perikanan tangkap skala Pengetahuan-pengetahuan tersebut menuntun kecil (Masyhuri, 2014). Mereka umumnya tidak petani untuk memperhitungkan secara rinci memiliki akses terhadap lembaga perbankan. segala tindakannya, baik dalam melakukan usaha Dari mana mereka mendapat modal, sementara pertanian yang mereka tekuni, maupun dalam usaha perikanan tangkap memerlukan modal membelanjakan pendapatan mereka. Mereka besar? Kenyataan bahwa usaha perikanan sangat hati-hati, kurang berani berspekulasi, tangkap merupakan usaha padat modal memang dan cenderung memilih pada hal-hal yang telah merupakan hal yang sulit dibantah2. Sistem mapan. Kegagalan panen bisa jadi menjadi kepemilikan kelompok tampaknya merupakan bencana besar bagi petani (Scott, 1967). wahana tolong menolong atau ta’awwun bagi Pola pendapatan nelayan yang tidak teratur masyarakat nelayan, khususnya tolong menolong ataupun pola pendapatan petani yang teratur dalam pengadaan modal untuk investasi. jelas mempengaruhi corak adaptasi yang mereka Bagi sejumlah nelayan tertentu, yakni lakukan. Apabila adaptasi yang dilakukan petani nelayan-nelayan yang mengalami kesuksesan, terhadap pekerjaannya dan yang kemudian permodalan bukan lagi menjadi masalah, namun mentradisi sebagai moral ekonomi petani, yang tidak demikian bagi nelayan pada umumnya. oleh Scott disebut sebagai “etika subsisteni” Secara garis besar, nelayan Indonesia setidak- (Scott, 1976), maka adaptasi yang dilakukan tidaknya dapat dikelompokkan ke dalam tiga oleh nelayan terhadap usaha penangkapan ikan yang penuh spekulasi dan ketidakpastian kategori, yakni kelompok nelayan pre-bankable, melahirkan perilaku tersendiri, perilaku yang nelayan bankable, dan nelayan post-bankable3. penuh spekulasi, dan berani menanggung resiko Nelayan-nelayan pada tataran pre-bankable kegagalan. Perilaku seperti ini kemudian memola, dengan berbagai alasannya masing-masing yang oleh Masyhuri (2006) disebut sebagai “etika umumnya tidak berani atau takut berurusan pemerataan resiko”. dengan bank. Kelompok nelayan yang berani mengajukan pinjaman dan sebagian mendapatkan Berbagai kelembagaan atau institusi yang pinjaman dari bank terutama adalah nelayan- terbentuk dalam kehidupan mereka merupakan kristalisasi dari perilaku-perilaku sebagaimana 2 Untuk pengadaan satu unit lengkap perahu kotekan (Sumenep), perahu gardan (Lamongan), perahu apung etika yang mereka ikuti. Apabila di kalangan (Bagansiapiapi), perahu slerek (Trenggalek), perahu jaring masyarakat petani ditemukan institusi-institusi apung (Indramayu) yang berukuran antara 15 GT sampai yang berfungsi sebagai penjamin keselamatan 20 GT misalnya dibutuhkan dana antara 500 juta sampai pada waktu-waktu kekurangan pangan akibat dengan 1 milyar rupiah. Perahu-perahu nelayan yang berukuran lebih kecil sekitar 10 GT harganya juga cukup gagal panen, atau musim kemarau panjang, tinggi, tidak kurang dari Rp 250 juta per unitnya (Masyhuri, seperti lumbung desa, lumbung paceklik, maka 2013; Masyhuri, 2014). di kalangan nelayan terbentuk berbagai institusi 3 Penelitian kompetitif yang berjudul Studi Model Lembaga yang berperan sebagai sarana saling membantu Pembiayaan Usaha Rakyat Pada Subsektor Perikanan dalam menghadapi resiko yang terjadi dalam Tangkap dengan M. Thoha sebagai koordinatornya dilak- sanakan sejak tahun 2012 dan akan berakhir pada tahun usaha penangkapan ikan. Diantaranya yang akan 20014. Hasil-hasil penelitian tersebut antara lain lihat ditelaah lebih lanjut dalam tulisan ini adalah Mahmud Thoha, 2013. 128 │ Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Vol 21, No. 2, Desember 2013
Description: