The Autobiography & Maxims of Chan Master Han Shan 1546-1623 Text Translated by Upasaka Richard Cheung ~~~~~ Otobiografi Master Chan Han Shan 1546-1623 Penerjemah: Tonny Surabaya, 2009 Penyunting: Team DhammaCitta Press Perancang Sampul & Penata Letak: Team DhammaCitta Press ~~~~~ © DhammaCitta, 2009 Tidak diperjualbelikan. Isi buku ini boleh dipublikasi ulang, diformat ulang, dicetak ulang, dan didistribusi ulang dalam segala bentuk dan cara. Akan tetapi, atas kebijakan DhammaCitta Press, segala jenis publikasi dan distri- busi ulang tersedia untuk umum, tidak diperjualbelikan, dan tanpa batas dan hasil tersebut dan turunan lainnya harus dinyatakan demikian juga. DAFTAR ISI Prakata prakata penerjemah Pendahuluan 1 Bagian Pertama: Otobiografi Master Han Shan Bab Satu 6 Pendidikan Awal: Tahun-Tahun Pertamaku Bab Dua 12 Menjadi Biksu Bab Tiga 21 Bertemu Miao Feng Bab Empat 43 Samadhi Bab Lima 60 Batin Sejati Cemerlang Menakjubkan Bab Enam 77 “Murnikan Pikiranmu “ Bab Tujuh 94 Pengadilan Bab Delapan 104 Nyanyian Pembawa Plakat Penutup 115 Tahun Terakhir Bagian Ke dua: Wejangan Master Han Shan 119 Catatan Kaki 146 Prakata Merupakan kebahagiaan besar untuk menyatakan terima kasihku pada Tuan dan Nyonya Wing Kam Chang dari Phoenix, Arizona, yang kedermawanan dan dedikasinya pada Buddhadharma telah memungkinkan kita dapat menerjemahkan, memublikasikan serta membagikan secara cuma-cuma otobiografi Han Shan di Wihara Hsu Yun, Honolulu, Hawai. Melalui kebaikan mereka, Bagian Internet sekarang dapat mempersembahkan karya penting ini pada pembaca di seluruh dunia. Kita semua berhutang budi pada Tuan dan Nyonya Chang. Tuan Chang dilahirkan dalam keluarga Buddhis yang sangat terhormat: orang tuanya, Upasaka Ming Ming, merupakan pengikut Yang Mulia Master Hsu Yun di China. Seluruh keluarga Tuan Chang memiliki relasi dengan Buddhisme yang telah terjalin lama dan terhormat di kalangan Buddhisme; dan merupakan kehormatan besar bagi kita semua untuk bisa menikmati dukungan yang tak habis-habisnya dari mereka. Berkat usaha dari Tuan Chang dan leluhurnya, telah banyak Sutra Buddhis yang diterjemahkan dan didistribusikan ke berbagai negara di seluruh dunia. Aku terkenang dengan kegembiraan yang aku rasakan ketika membaca sejilid salinan tulisan tangan Sutra Lotus yang dibuat oleh ayahnya untuk dibaca dan dipelajari oleh umat. Keluarga Chang juga berperan penting dalam penerjemahan dan penerbitan Sutra Altar Sesepuh Hui Neng ke dalam edisi bahasa Inggris, dan masih banyak lagi karya sastra kuno China lainnya. Jantung Buddhisme bergantung pada karakter mulia para umat Buddha. Di dunia ini tidak banyak umat Buddha yang pengabdiannya bisa dikatakan setara dengan Keluarga Chang. Tak diragukan lagi pengabdian mereka jauh di atas kita semua. Kita semua berhutang budi pada Tuan dan Nyonya Wing Kam Chang beserta keluarga yang tidak akan pernah terbalaskan secara tuntas. Jy Din Sakya, Kepala wihara Vihara Hsu Yun 42 Kawananakoa Place Honolulu, Hawaii. Prakata Penerjemah [ke Bahasa Inggris] Seluruh umat manusia, terpelajar atau tidak terpelajar, kaya atau miskin, bangsawan atau rakyat biasa, dan bahkan kaisar atau keluarganya, dalam perjalanan sejarah selama ini, tak terlepas dari pengaruh Dharma. Karya tulis para Maha Guru dan Sesepuh Buddhisme, yang mengabdikan hidup mereka dalam penyebaran Dharma, merupakan petunjuk yang berharga bagi kita semua. Dari riwayat hidup mereka, yang kita pelajari tidak hanya seluk beluk mengenai pencarian mereka akan kebenaran dan penerapan Buddhisme, tetapi juga karakter dan keteguhan mereka dalam menggapai tujuan dan mewujudkan ikrar. Master Han Shan merupakan satu dari empat biksu besar Dinasti Ming (1368-1643) di China. Beliau adalah sesepuh agung Buddhisme Zen2. Selama mempraktikkan Zen dalam hidupnya, beliau mencapai pencerahan dan berbagai penampakan mulia. Beliau membantu dan menuntun para murid untuk memahami berbagai Sutra dengan berceramah dan menulis penjelasan tentang Sutra-Sutra itu, sebagai contoh, ceramah tentang Hua Yan Xuan Tan; Penjelasan Langsung tentang Sutra Hati; Penjelasan tentang Sutra Avatamsaka; Sutra Lankavatara; Penjelasan Menyeluruh tentang Sutra Surangama; dan banyak lainnya. Beliau juga adalah seorang cendekiawan dalam bidang Sastra Klasik Tionghoa, hasil karya beliau adalah penjelasan tentang Doktrin Pikiran Chun Qiu Zuo; Zhao Lun dan lain-lain. Seandainya buku ini dapat membagikan rasa kebahagiaan mulia yang didapatkan dari penerapan agama kita dan memberikan sedikit banyak pengetahuan mengenai sejarah keemasan agama kita bagi pembaca, entah umat Buddha ataupun bukan, buku ini telah mencapai tujuannya. Terakhir, izinkan aku menyampaikan rasa terima kasih yang tulus kepada Rev. Chuan Yuan (Ming Zhen) Shakya yang telah menghabiskan banyak waktu dan usaha dalam mengolah kembali terjemahanku dari versi asli bahasa Mandarin ke dalam bahasa Inggris. Aku juga mengucapkan terima kasih kepada Ven. Jy-Din Sakya yang memberikan aku petunjuk dan penjelasan kapan pun aku butuhkan selama penulisan buku ini. Dan yang paling terakhir, aku sampaikan rasa hormat yang setinggi-tingginya atas karma baik yang telah dilakukan oleh Tuan dan Nyonya Wing K. Chang yang telah berperan penting dalam penyebaran buku ini pada dunia. Richard Cheung Honolulu, Desember 1993 Richard Cheung Honolulu, Desember 1993 PENDAHULUAN Bagi seorang pengelana di Jalan Chan, seperti halnya pengelana yang melakukan pengembaraan yang berat, penginapan, papan petunjuk, dan uluran tangan pada momen yang tepat, adalah hal-hal yang tidak boleh tidak ada. Terutama ketika menempuh jalan yang sulit, seorang pengelana membutuhkan tempat beristirahat yang aman, seperti halnya ia juga membutuhkan informasi yang jelas tentang lokasi tersebut. Ketika tersandung, ia membutuhkan uluran tangan. Ketika mengetahui dirinya tersesat, ia membutuhkan petunjuk dari seseorang yang mengenal baik kondisi jalan itu. Dalam Chan, setiap pengelana tahu bahwa ia bisa bersandar pada Buddha Dharma. Selalu tersedia kamar baginya di dalam penginapan yang paling nyaman itu. Dan itu akan terefleksi pada meningkatnya perasaan bahagia - kedamaian, kegembiraan, dan kebebasan yang dirasakannya semakin meningkat - akan memantapkan posisinya pada jalan pendakian yang curam. Akan tetapi bagaimana dengan saat-saat kritis ketika ia jatuh atau tersesat? Siapa yang datang untuk mengulurkan tangan dan menjadi teman seperjalanannya hingga ia sembuh dan dapat melanjutkan perjalanan kembali? Ketika ia bingung tak tahu arah, siapa yang akan menunjukkan padanya arah yang benar? Ketika ia tersesat, jejak kaki siapa yang akan menuntunnya kembali ke Jalan Kebenaran? Bagi seorang pengelana di Jalan Chan, uluran tangan, saran yang baik dan penyertaan telah diberikan oleh Master Han Shan. Jejak-jejak kaki yang dapat dipercaya itu juga adalah milik beliau. Bagaimana bisa, pengelana era modern mungkin bertanya, otobiografi Master China pengembara dari abad ke-16 masih relevan dengan masyarakat abad mesin jet masa kini? Ia akan tertawa berpikir bahwa < 1 > pada zaman Han Shan, kereta api yang sekarang kuno dan ketinggalan zaman, belum ditemukan hingga beberapa abad kemudian. Dan ia yang terbiasa bergantung pada rekaman jernih dan akurat dari teknologi Silicon Valley akan tidak yakin bisa menemukan sesuatu yang berguna dalam guratan kuas kabur berisi riwayat hidup seorang kawan yang menyebut dirinya Han Shan . . . “Gunung Absurd.” Namun jiwa manusia tidak sepenuhnya tunduk pada kajian ilmiah. Perjalanan ke Nirwana tidak dilakukan dengan pesawat ulang-alik atau Union Pacific. Hari ini, seperti pada masa Siddhartha, kemajuan dalam Jalan diraih dengan pencapaian cinta, pemahaman dan kerendah-hatian. Han Shan membantu kita untuk mendapatkan harta ini. Siapa di antara kita yang tidak pernah kesal dengan perintah orang tuanya, dalam program pembelajaran yang menjadi wewenang orang tua, di balik nama “melakukan yang terbaik untuk jangka panjang” yang memaksanya mengikuti pelajaran yang tidak diinginkan? Sebelum “jangka panjang” itu terjadi, bertahun-tahun kekesalan ditanggungnya. Siapa pun yang sedang menanggung kekesalan itu, atau bahkan hanya sisa-sisanya saja, pasti akan mendapat manfaat dari pengalaman Han Shan. Dengan sedih beliau bercerita bahwa sebagai bocah yang sedang tumbuh dewasa dalam kebahagiaaan, beliau diberitahu harus meninggalkan kampung halaman menuntut ilmu di sekolah yang jauh “untuk mendapatkan pendidikan terbaik.” Berpisah dari semua yang beliau kenal dan cintai, terutama ibunda tercinta, hal ini tak pernah terpikirkan oleh beliau, maka itu beliau protes dengan keras, menolak untuk naik ke kapal yang akan membawa beliau pergi. Coba bayangkan kepedihan dan kesedihan yang beliau rasakan saat sang ibu memerintahkan untuk melemparkan beliau ke sungai, berbalik dan meninggalkan beliau yang hanya bisa menangis mengharapkan bantuan dari orang lain. Cinta beliau pada ibunda beralih menjadi kebencian dan kepahitan yang hanya bisa diobati dengan ketidakacuhan. < 2 > Bayangkan rasa sakit yang beliau rasakan saat setelah tumbuh dewasa dan mengetahui bahwa selama hari-hari dan tahun-tahun kepergian beliau, sang ibunda secara rutin pergi ke tepi sungai, duduk dan menangis karena cinta dan kerinduan pada beliau. Han Shan dihormati sebagai salah satu pujangga terbesar China. Ke mana pun beliau pergi, orang-orang menginginkan tulisan beliau. Bagi yang berhasil meminta beliau menulis sebait puisi, mereka memperlakukan bait-bait tersebut laksana sebuah trofi penghargaan. Namun, Han Shan tahu dengan jelas bahwa keahlian dan pencerahan yang membuatnya memperoleh penghargaan yang demikian besar merupakan hasil dari “pendidikan terbaik” yang telah dibayar sang ibunda dengan mahal; kemarahan, kebencian, dan kebenciannya luntur menjadi rasa malu. Demi cinta pada beliau, sang ibunda mengorbankan kebahagiaan diri sendiri, dan beliau membalas cinta yang besar tersebut dengan kebisuan seonggok batu diam yang sedih. Tidakkah kita bisa belajar banyak dari pengalaman ini? Siapa yang tidak pernah dituduh melakukan suatu kesalahan yang tidak pernah ia lakukan? Dan jika ia kemudian melarikan diri karenanya, siapa yang tidak takut akan kemungkinan munculnya dakwaan di esok harinya? Jika ia tidak bisa membuktikan ketidakbersalahannya, dengan cara bagaimana ia akan bertahan menjalani hukumannya? Akankah ia menjadi pembohong yang menjijikkan atau akankah ia mempertahankan martabatnya dan terus mengejar tujuannya tanpa menghiraukan rintangan fitnah yang dihadapinya? Han Shan secara tidak benar dituduh sebagai penjahat, sebab itu catatan perilaku pribadi beliau dapat dijadikan sebagai teladan bagi siapa pun yang mengalami kesialan yang serupa. Siapa di antara kita yang tidak pernah menyombongkan diri sendiri sehingga menyebabkan hilangnya kemampuan untuk melihat kebenaran? Begitu kemampuan intelektual Han Shan meningkat, ego menjadi membesar menyetarakan diri sebagai yang terbaik. Beliau menjadi sangat arogan hingga hampir memutuskan hubungan dengan teman baik beliau < 3 > karena teman tersebut tidak memberi penghormatan yang layak. Kita akan mengenang “hardikan” yang diberikan pada beliau oleh seorang pembimbing spiritual senior, sebuah peringatan yang menyadarkan beliau. Setiap halaman buku ini penuh dengan pelajaran-pelajaran berharga. Wejangan-wejangan beliau juga luar biasa bermanfaat karena sangat tajam dan menembus, dengan cepat memasuki inti kebingungan kita. Cahaya kecerdasan Han Shan kemudian bersinar di dalamnya dan menuntun kita maju mencari pemurnian batin. Dalam wejangan1 ke sebelas Han Shan: “Taruh ikan di daratan dan ia akan teringat dengan samudera hingga ajal merengut. Taruh burung dalam sangkar, ia juga tak akan melupakan langit. Masing-masing tetap merindukan rumah sejatinya, tempat di mana sifat-alamiahnya menetapkan di mana ia seharusnya berada.” “Manusia dilahirkan dalam keadaan tanpa noda. Sifat aslinya adalah cinta kasih, welas asih dan murni. Namun ia bertumimbal lahir dengan tak acuh bahkan tanpa memikirkan rumah lamanya. Bukankah ini lebih menyedihkan daripada ikan dan burung?” Setelah membaca Han Shan, kita tidak bisa bersikap tak acuh dengan tumimbal lahir kita. Biksu Chuan Yuan (Ming Zhen) Shakya 25 Nopember 1994 Wihara Hsu Yun Honolulu, Hawaii < 4 >
Description: