Ekspansi Kelapa Sawit di Asia Tenggara: Kecenderungan dan implikasi bagi masyarakat lokal dan masyarakat adat 4. Ekspansi kelapa sawit di Filipina Analisis isu-isu keamanan hak atas tanah, lingkungan dan pangan1 Jo Villanueva Pengantar Dalam beberapa tahun terakhir, ekspansi perkebunan kelapa sawit yang belum pernah terjadi sebelumnya dan cepat di Asia Tenggara, terutama di Malaysia dan Indonesia, telah mendorong kekhawatiran yang cukup besar dalam hal dampak negatifnya terhadap lingkungan, keanekaragaman hayati, pemanasan global, penggusuran masyarakat lokal (dan adat), pengikisan mata pencaharian tradisional, dan pelemahan hak-hak masyarakat dan 1 Studi ini telah dipublikasikan sebagai satu bab dalam “Oil Palm Expansion in South East Asia: Trends and Implications for Local Communities and Indigenous Peoples. (FPP & SawitWatch 2011). 1 Ekspansi Kelapa Sawit di Asia Tenggara: Kecenderungan dan implikasi bagi masyarakat lokal dan masyarakat adat pekerja adat. Di Indonesia, ekspansi kelapa sawit telah berkontribusi terhadap deforestasi, degradasi gambut, hilangnya keanekaragaman hayati, kebakaran hutan dan berbagai macam konflik sosial yang belum terselesaikan. Di Sarawak, Malaysia, dampak dari kelapa sawit mencakup hilang dan rusaknya sumber daya hutan, pembagian keuntungan yang tidak merata, polusi air dan penipisan unsur hara tanah. Di tengah peningkatan keuntungan minyak sawit di pasar dunia, fleksibilitas produk turunannya dan potensinya sebagai sumber biomassa dalam industri makanan dan manufaktur, perdebatan sengit terjadi di antara masyarakat sipil dan pihak industri tentang apakah minyak sawit merupakan kejahatan yang diperlukan atau apakah dampak negatif industri ini terhadap kehidupan, tanah dan lingkungan jauh lebih besar daripada nilainya. Meskipun dianggap sebagai industri baru di sektor agribisnis Filipina dan meski ukurannya jelas kecil jika dibandingkan dengan jutaan hektar perkebunan kelapa sawit di Malaysia dan Indonesia, Filipina telah mengembangkan dan mengolah minyak sawit selama tiga dekade terakhir. Dalam beberapa tahun terakhir, permintaan akan Minyak Sawit Mentah (CPO) yang meningkat dan tingginya nilai komersial produk itu telah mendorong pertumbuhan industri minyak sawit lokal. Saat ini, kapasitas produksi CPO sebagian besar diarahkan untuk kebutuhan pasar domestik, tetapi permintaan yang mendesak baik dari pasar domestik maupun internasional mendorong industri itu untuk secara agresif melakukan ekspansi perkebunan kelapa sawit. Perkebunan kelapa sawit yang ada di Filipina berpusat di beberapa daerah di Mindanao, provinsi Bohol di Visayas dan Palawan di Luzon. Dalam konteks persaingan (dan sering pertentangan) lahan dan pemanfaatan sumberdaya dan mekanisme tenurial, kehancuran ekosistem yang meningkat, pelanggaran hak-hak masyarakat dan masyarakat adat oleh industri ekstraktif, dan perecepatan perkebunan untuk pertanian dan produksi bahan bakar nabati, studi ini berupaya untuk menguji kondisi industri minyak sawit di Filipina saat ini dan untuk mengedepankan beberapa pengalaman masyarakat lokal, pemilik tanah, petani dan pekerja di kawasan lahan kelapa sawit yang berbeda. 2 Ekspansi Kelapa Sawit di Asia Tenggara: Kecenderungan dan implikasi bagi masyarakat lokal dan masyarakat adat Di Filipina, keterbatasan informasi dan kurangnya gambaran akan keadaan industri minyak sawit saat ini dan kekhawatiran masyarakat lokal, petani kecil dan pekerja selama beberapa tahun terakhir, telah membatasi dan mencegah keterlibatan masyarakat sipil dalam mengatasi isu-isu penting yang terkait dengan kelapa sawit. Karena menyadari keterlibatan masyarakat sipil dan resistensi masyarakat terhadap tantangan dan ancaman ekspansi minyak sawit di Malaysia dan Indonesia, studi ini bertujuan untuk memberi kontribusi dalam membangun gambaran yang komprehensif tentang ekspansi perkebunan kelapa sawit di Asia Tenggara. Diharapkan bahwa studi ini akan membawa kesadaran lebih besar akan peluang dan ancaman yang ditimbulkan oleh ekspansi perkebunan kelapa sawit, membantu menginformasikan tindakan pemangku kepentingan yang berbeda, dan memacu tanggapan atau inisiatif bersama di antara berbagai sektor baik di dalam maupun di luar industri itu. Ruang lingkup dan metodologi Studi ini dicapai melalui penggabungan data primer dan sekunder. Metodologi pengumpulan data meliputi wawancara informan kunci dan diskusi kelompok terfokus (FGD) dengan pejabat dari industri minyak sawit dan perusahaan, pejabat pemerintah, koperasi lokal, petani/petani plasma, masyarakat lokal di lokasi kelapa sawit dan NGO. Studi kasus dilakukan di Palawan, Agusan del Sur, Bukidnon dan Sultan Kudarat. Kunjungan lapangan juga dilakukan di beberapa perkebunan kelapa sawit di Mindanao dan Palawan. Mengingat skala ekspansi kelapa sawit yang telah terjadi selama beberapa tahun terakhir dan ruang lingkup geografis operasinya saat ini, masih belum memungkinkan untuk melakukan pengujian mendalam terhadap semua isu yang ditimbulkan oleh ekspansi ini. Studi ini utamanya memberikan gambaran umum dari industri minyak sawit di Filipina dan khususnya melihat situasi masyarakat lokal, koperasi lokal dan pekerja di wilayah-wilayah utama lahan sawit. Susunan laporan 3 Ekspansi Kelapa Sawit di Asia Tenggara: Kecenderungan dan implikasi bagi masyarakat lokal dan masyarakat adat Bagian 1 terdiri atas pengantar singkat studi ini, sedangkan bagian 2 memberikan gambaran dari industri minyak sawit di Filipina dan kecederungan dalam produksi dan pertumbuhan CPO. Bagian 3 membahas kecenderungan itu dan kerangka kerja hukum dalam pembebasan tanah dan bagian 4 menyajikan lima studi kasus mengenai situasi tertentu dan pengalaman masyarakat lokal, pekerja dan koperasi di lahan perkebunan kelapa sawit yang berbeda. Bagian 5 adalah rangkuman dari isu, tantangan dan pembelajaran yang didapat dari pengalaman yang dibahas dalam studi kasus. Bagian 6 menyajikan kesimpulan dan memberikan sekumpulan rekomendasi untuk pengembangan kelapa sawit di Filipina. Tim riset Studi Negara Filipina adalah bagian dari inisiatif riset regional tentang minyak sawit yang dipelopori oleh the Forest Peoples Programme (FPP) dan didukung oleh the Rights and Resources Initiative (RRI). FPP, sebuah NGO yang berbasis di Inggris, menjembatani kesenjangan antara pembuat kebijakan dan masyarakat hutan. FPP mendukung visi alternatif tentang bagaimana hutan harus sebaiknya dikelola dan dikontrol berdasarkan pada penghormatan terhadap hak-hak masyarakat yang paling mengenalnya. FPP bekerja dengan masyarakat hutan di Amerika Selatan, Afrika Tengah, Asia Selatan dan Asia Tenggara untuk membantu mereka mengamankan hak-hak mereka, membentuk organisasi mereka sendiri dan bernegosiasi dengan pemerintah dan perusahaan tentang bagaimana sebaiknya mencapai pembangunan ekonomi dan konservasi di tanah mereka. Riset tentang negara Filipina dikoordinir oleh the Samdhana Institute yang bekerja untuk meningkatkan dan memperkaya pemahaman akan pendekatan inovatif terhadap pengelolaan sumberdaya yang berkelanjutan dan lewat ini, memperluas opsi- opsi mata pencaharian masyarakat setempat. The Samdhana Institute bekerja sama dengan the Alternate Forum for Research in Mindanao (AFRIM) dan the Environmental Legal Assistance Centre (ELAC) untuk studi kasus di Bukidnon, Sultan Kudarat dan Palawan. Kolaborator lain dalam studi ini adalah: the Columbio Multi-Sectoral Environmental Movement (CMEM) yang telah 4 Ekspansi Kelapa Sawit di Asia Tenggara: Kecenderungan dan implikasi bagi masyarakat lokal dan masyarakat adat menulis buku panduan mengenai kelapa sawit, Rene Espinosa dari Bohol dan Kasanyangan Foundation, Inc. (KFI). Kecenderungan nasional dalam pengembangan kelapa sawit Sejarah singkat Industri minyak sawit di Filipina bermula pada tahun 1950-an dengan perkebunan seluas 200 hektar yang dibuka oleh Menzi Agricultural Corporation di Basilan, Zamboanga. Perusahaan itu menghentikan operasi perkebunan kelapa sawitnya saat tanahnya diserahkan kepada pekerja pertanian di bawah the United Workers Agrarian Reform Beneficiaries Multi-Purpose Cooperative, sebagai bagian dari Program Reforma Agraria Komprehensif (the Comprehensive Agrarian Reform Program).1 Pada tahun 1967, Kenram Industries, Inc. mengubah perkebunan rami (Boehmeria nivea) mereka menjadi perkebunan kelapa sawit dan membangun perkebunan inti seluas 1.100 hektar serta pabrik CPO berkapasitas 20 ton. Tanah-tanah tersebut didistribusikan kepada penerima manfaat reforma agraria yang membentuk koperasi pada tahun 2002.2 Pada tahun 1980, the National Development Corporation (NDC), sebuah perusahaan milik pemerintah, yang bekerja sama dengan Guthrie Corporation, sebuah perusahaan milik Inggris yang kemudian dijual kepada pemerintah Malaysia, membuka 4.000 hektar perkebunan kelapa sawit di Agusan del Sur. Kemitraan ini mengawali pembentukan NDC-Guthrie Plantations, Inc. (NGPI). Pada tahun 1983, NDC menandatangani kerja sama lain dengan perusahaan Malaysia, Kumpulan Guthries Sendirian Berhad, yang melahirkan NDC-Guthrie Estate, Inc. (NGEI). NGEI kemudian membuka satu lagi perkebunan kelapa sawit seluas 4.000 hektar di wilayah-wilayah berdekatan yang mencakup kotamadya Rosario dan Bunawan, Agusan del Sur. Perusahaan ini juga mendirikan pabrik CPO berkapasitas 40 ton untuk memproses TBS dari dua perkebunan itu. 3 Menyusul pembuatan UU Reforma Agraria Komprehensif (Comprehensive Agrarian Reform Law/CARL) oleh Presiden Corazon Aquino pada 1988, lahan yang dikuasai perkebunan kelapa 5 Ekspansi Kelapa Sawit di Asia Tenggara: Kecenderungan dan implikasi bagi masyarakat lokal dan masyarakat adat sawit NGEI dan NGPI didistribusikan ke 1.368 pekerja melalui pemberian sertifikat kepemilikan tanah (Certificates of Land Ownership Award / CLOA). Pada tahun 1991, 40% saham Guthrie dibeli oleh Filipinas Palm Oil Plantations, Inc. (FPPI), sebuah konsorsium Filipina-India-Malaysia. Lalu pada tahun 1994, mereka membeli 60% saham NDC, sehingga memperoleh kepemilikan dan kendali penuh atas pabrik minyak sawit itu dan perkebunan yang terkait. Pada tahun 1993, kerjasama patungan dari investor Singapura, Filipina dan Malaysia membuka jalan bagi pendirian Agusan Plantations, Inc. (API). API membuka perkebunan kelapa sawit seluas 1.800 hektar di Trento, Agusan del Sur. Sebuah pabrik CPO berkapasitas 30 ton dibangun pada tahun 1998. Meski API menguasai wilayah yang lebih kecil daripada FPPI, perusahaan ini merintis skema petani plasma dan telah secara agresif mencoba memperluas investasi minyak sawitnya di Maguindanao, Bohol dan di Palawan. Hingga saat ini, perusahaan ini memiliki dan mengoperasikan 3 pabrik kelapa sawit di Mindanao dan di Visayas. Petani plasmanya tersebar luas di berbagai wilayah di Mindanao seperti di provinsi Surigao, Compostela Valley, Davao del Norte, Cotabato Utara, Sultan Kudarat dan Misamis Oriental. Pada tahun 2003, A. Brown Company, Inc. mulai menanamkan investasi di kelapa sawit. Perusahaan ini 100% dimiliki Filipina, berbasis di Cagayan de Oro City dan bergerak antara lain di bidang real estat, penghasil sumber energi/listrik, perdagangan, pertambangan dan penggalian. A. Brown membangun dua anak perusahaan untuk investasi minyak kelapa sawit; the Nakeen Development Corporation (Nakeen) dan A. Brown Energy Resources Development, Inc. (ABERDI). Nakeen mengelola perkebunan kelapa sawit seluas 1.200 hektar di Impasugong, Bukidnon, sementara ABERDI mengelola pabrik CPO berkapasitas 10 ton di daerah yang sama. Saat ini, keempat perusahaan ini, FPPI, API, Kenram dan ABERDI, adalah pemain utama dalam ekspansi kelapa sawit di Filipina. Kebijakan dan target pemerintah 6 Ekspansi Kelapa Sawit di Asia Tenggara: Kecenderungan dan implikasi bagi masyarakat lokal dan masyarakat adat Selama bertahun-tahun, presiden-presiden dari Negara ini (mulai dari era Ferdinand Marcos hingga Gloria Macapagal-Arroyo) telah membantu memajukan "pertumbuhan" industri minyak sawit. Slogan promosi untuk industri ini antara lain minyak kelapa sawit adalah "industri matahari terbit" dan pohon kelapa sawit adalah “pohon perdamaian”. Potensi kelapa sawit di pasar dunia telah diakui oleh Departemen Pertanian, yang mengklaim bahwa "permintaan global akan minyak kelapa sawit diperkirakan mencapai 20 juta ton per tahun dan diperkirakan bertambah dua kali lipat pada 2020." Namun, "pertumbuhan" ini, setidaknya di Filipina, belum tercapai. Investor dan pendukung bisnis industri ini masih menunggu bentuk nyata dukungan pemerintah misalnya antara lain dalam bentuk kebijakan yang ramah minyak sawit, dukungan infrastruktur, anggaran untuk penelitian dan pembiayaan. Mantan Sekretaris DAR Lorenzo juga melihat bahwa "Filipina telah gagal untuk menghargai potensi minyak sawit dan dukungan pemerintah bersifat setengah hati dan kadang ada kadang tidak."4 Otoritas Kelapa Filipina The Philippine Coconut Authority (PCA) adalah badan pemerintah yang diberi mandat untuk "mengawasi pengembangan industri kelapa dan minyak sawit lainnya dalam semua aspeknya dan memastikan bahwa petani kelapa menjadi peserta langsung dalam dan penerima manfaat dari pembangunan dan pertumbuhan tersebut."5 Misi Keputusan Presiden 1468 adalah untuk "memajukan pengembangan industri kelapa dan minyak sawit lainnya yang kompetitif secara global yang akan memberikan kontribusi untuk ketahanan pangan, pendapatan yang lebih baik dan partisipasi para pemangku kepentingan meningkat.” Termasuk dalam fungsi-fungsi utamanya adalah sebagai berikut: • Merumuskan dan mendorong sebuah program pengembangan strategis dan komprehensif untuk industri kelapa dan minyak sawit dalam segala aspeknya; • Menerapkan dan meneruskan penanaman dan peremajaan kelapa di seluruh negeri, pemupukan dan rehabilitasi, dan program produktivitas pertanian lainnya; 7 Ekspansi Kelapa Sawit di Asia Tenggara: Kecenderungan dan implikasi bagi masyarakat lokal dan masyarakat adat • Melakukan kerja-kerja penelitian dan penyuluhan mengenai produktivitas pertanian dan pengembangan proses untuk kualitas dan diversifikasi produk; • Menetapkan standar kualitas bagi produk kelapa dan kelapa sawit dan produk turunannya; dan • Mengembangkan dan memperluas pasar-pasar domestik dan luar negeri; • Meningkatkan kapasitas dan memastikan kesejahteraan sosial- ekonomi petani kelapa dan petani kelapa sawit dan buruh tani. Sebuah draft dokumen berjudul "Policy Framework for the Development of Palm Oil Industry” (Kerangka Kebijakan untuk Pengembangan Industri Kelapa Sawit)6 menguraikan tentang mandat dari Dewan Pengurus PCA, dan mencakup poin-poin berikut: 1) Industri minyak sawit harus melengkapi industri kelapa. Pada akhirnya, industri minyak sawit akan melampaui swasembada dan membidik pasar regional yang berkembang di Asia- Pasifik; 2) Pengembangan industri minyak sawit harus dilakukan melalui inisiatif sektor swasta. Pemerintah harus menyediakan insentif dan tindakan peraturan yang akan mendorong, mempercepat dan melindungi industri itu; 3) Prioritas dalam budidaya kelapa sawit harus diberikan ke daerah kosong, tidak produktif dan tertinggal; 4) Penanaman kelapa sawit akan dianjurkan hanya di wilayah di mana fasilitas pabrik minyak tersedia atau terjamin. Investasi di pabrik minyak harus difasilitasi jika ada penanaman skala besar; 5) Budidaya kelapa sawit akan didorong melalui pekebun- pekebun terorganisir yang memiliki hubungan pemasaran dengan pabrik-pabrik minyak; 8 Ekspansi Kelapa Sawit di Asia Tenggara: Kecenderungan dan implikasi bagi masyarakat lokal dan masyarakat adat 6) Semua operator pembibitan kelapa sawit wajib mendaftar pada dan diakreditasi oleh PCA untuk menjamin pekebun- pekebun mendapat bahan tanam berkualitas; 7) Upaya-upaya penelitian dan dokumentasi lokal (R&D) akan didukung dan dikoordinir oleh pemerintah. Hingga saat ini, kerangka kebijakan ini masih berupa sekumpulan rekomendasi karena Dewan Pengurus PCA belum mengeluarkan resolusi untuk menyetujuinya. Menurut Direktur PCA Wilayah 10, kerangka kebijakan ini juga belum didukung dengan pedoman penerapan dan karenanya bukan merupakan dokumen kebijakan resmi dari PCA. Selain itu, mandat PCA tampaknya bersifat agak umum dan mengenai pengembangan minyak sawit (dibandingkan industri kelapa, yang merupakan mandat utama mereka) dan menghadapi beberapa tantangan internal yang serius sebagai badan pemerintah yang terus-menerus kekurangan uang. Namun, PCA telah memberikan dukungan bagi industri minyak sawit melalui tindakan-tindakan berikut: 7 • Memfasilitasi persetujuan dari Dewan Pengurus PCA untuk pembentukan Dewan Pengembangan Kelapa Sawit Filipina (Philippine Oil Palm Development Council / POPDC) pada bulan Juli 2003. POPDC adalah wadah bagi berbagai sektor dan pemangku kepentingan untuk secara adil diwakili dalam hal-hal yang berkaitan dengan industri minyak sawit. Tugas khusus dari Dewan itu mencakup: 1) mengkoordinir perencanaan dan pelaksanaan berbagai kebijakan dan program untuk memastikan kelangsungan industri kelapa sawit, termasuk penelitian dan pengembangan, 2) memperluas bantuan teknis dalam produksi dan pengolahan pertanian, dan 3) mendorong pengembangan perdagangan dan pasar; • Mendirikan Palm Oil Development Office/PODO (Kantor Pengembangan Kelapa Sawit) yang berlokasi di Pusat Pelatihan Penyuluhan Kelapa di Davao City pada Oktober 2002 lalu. Tugas PODO adalah untuk membangun pusat data bagi industri itu dan memimpin dalam perumusan buku panduan, manual dan informasi lainnya untuk industri itu; 9 Ekspansi Kelapa Sawit di Asia Tenggara: Kecenderungan dan implikasi bagi masyarakat lokal dan masyarakat adat • Berkolaborasi dengan Dewan Industri Minyak Sawit Filipina (Philippine Palm Oil Industry Council/PPOIC) yang terdiri dari perwakilan koperasi para pekebun kecil dan pengolah minyak sawit, dengan menyusun Rencana Pengembangan Industri Minyak Sawit Filipina (2004-2010) yang merencanakan arahan dan dorongan industri itu selama 6 tahun. Terlepas dari semua pencapaian ini, PCA percaya bahwa hanya melalui kepemimpinan sektor swasta-lah industri minyak sawit bisa melenting mempertahankan pertumbuhan. Jadi selama beberapa tahun terakhir, dorongan dan ekspansi yang agresif telah dilakukan oleh investor (pemilik dan pemimpin pabrik minyak sawit/pengolah dan para pekebun kelapa sawit/penanam) dan dengan dukungan dari badan-badan pemerintah lainnya seperti Departemen Perdagangan dan Industri (DTI), Departemen Reforma Agraria (DAR), Departemen Pertanian (DA) dan juga Unit Pemerintah Daerah (LGU) di provinsi Sultan Kudarat, Cotabato Utara, Maguindanao, Agusan, Bukidnon, Bohol dan Palawan, diantaranya. Undang-Undang Bahan Bakar Nabati (Biofuel) Pada tahun 2006, pemerintah Filipina mengesahkan Republic Act 9367, yang juga dikenal sebagai UU Bahan Bakar Nabati tahun 2006.8 Departemen Energi (DOE) instansi pemerintah terkemuka yang bertanggung jawab untuk melaksanakan kebijakan ini. Sebuah Dewan Bahan Bakar Nabati Nasional (National Bio-fuels Board/NBB) yang terdiri dari berbagai instansi/badan pemerintah nasional telah dibentuk sebagai lengan utamanya untuk mengawasi program bahan bakar alternatif milik pemerintah dan untuk menjamin pasokan dan kualitas bahan bakar nabati. Berdasarkan riset AFRIM pada bahan bakar agro, Rencana Pembangunan Filipina Jangka Menengah (Medium Term Philippine Development Plan/MTPDP) untuk 2004-2010 mengidentifikasi 2 juta hektar lahan untuk tujuan agribisnis. Setidaknya 429.000 hektar dari lahan ini diperuntukkan untuk budidaya bahan bakar nabati. Beberapa tanaman yang diidentifikasi sebagai sumber bahan baku untuk bio- diesel adalah minyak sawit, kelapa dan jarak pagar, sementara tebu dan singkong adalah sumber utama bio-etanol. 10
Description: