ebook img

Doktrin Ekonomi Islam PDF

12 Pages·2016·0.39 MB·Indonesian
by  
Save to my drive
Quick download
Download
Most books are stored in the elastic cloud where traffic is expensive. For this reason, we have a limit on daily download.

Preview Doktrin Ekonomi Islam

[Faizin: Hukum Perceraian Disebabkan Oleh Li’an] HUKUM PERCERAIAN DISEBABKAN OLEH LI’AN Faizin Mahasiswa Doktor University Malaya Malaysia [email protected] Abstract Abstrak According to Islamic law, the despair and Menurut syari’at Islam, putus asa dan the end of a marriage in a conjugal berakhirnya suatu perkahwinan dalam situation can occur at the instance of her keadaan suami-istri dapat terjadi atas husband through divorce. While the kehendak suami melalui talak. Sedangkan conclusion of a marriage is the will of the berakhirnya suatu perkawinan atas husband and wife can occur through kehendak suami juga isteri dapat terjadi curses, that the oath taken spouses in melalui li’an, yaitu sumpah yang dilakukan which there is the curse of God if the suami atau isteri yang didalamnya statement is not true with respect to his terdapat pernyataan sikap dilaknat Allah vow husband alleged that his wife had jika sumpahnya tidak benar sehubungan committed adultery with another man. The dengan tuduhan suami bahwa isterinya allegations in the absence of witnesses, as telah berbuat zina dengan laki-laki required for the issue of adultery four lain.Tuduhan itu tanpa kehadiran saksi, witnesses. My husband Saw his wife seperti disyaratkan untuk masalah admitted having sexual relations with perzinaan yaitu empat orang saksi. Suami another person, whereas witness Saw the mengaku menyaksikan isterinya melakukan act of adultery, the wife or husband denies hubungan seksual dengan orang lain, and says that for several months did not sebagailayaknya saksi menyaksikan have sexual relations with a variety of perbuatan zina, atau suami mengingkari reasons. Under the provisions of article kandungan isterinya dan mengatakan 162 is a common thread that can be taken bahwa selama sekian bulan tidak pernah by the husband and wife do li'an each melakukan hubungan seksual dengan other, then there was a break between berbagai alasan. Berdasarkan ketentuan them for ever. Children conceived pasal 162 tersebut dapat diambil benang following his mother. merah bahwa suami-isteri saling melakukan li’an, maka terjadilah Keywords: Law, Divorce, Li'an perpisahan antara keduanya untuk selama- lamanya. Anak yang dikandung dimasabkan kepada ibunya Kata Kunci: Hukum, Perceraian, Li’an Jurnal Islamika, Volume 14 Nomor 1 Tahun 2014 17 [Faizin: Hukum Perceraian Disebabkan Oleh Li’an] Pendahuluan Perkawinan adalah perkara utama dalam kehidupan manusia, sehingga dari segi lain timbullah rumah tangga dengan keturunan yang akan mengisi dengan memakmurkan bumi ini. Perkawinan merupakan suatu susunan keluarga kecil yang kelak akan menjadi masyarakat luas. Untuk tercapainya tujuan tersebut sangat tergantung kepada ketentraman, kedamaian dan saling tenggang rasa, cinta dan kasih di dalam mengurangi bahtera kehidupan terjalin rasa tanggung jawab dan saling memperhatikan hak dan kewajiban yang sama dalam keluarga tersebut. Adapun prinsip perkawinan itu salah satunya adalah memenuhi dan melaksanakan perintah agama, memberi batasan rukun dan syarat-syarat yang perlu dipenuhi. Menurut syariat Islam, putus dan berakhirnya suatu perkawinan dapat terjadi atas kehendak suami melalui talak li’an, illa’, dan zhihar. Sedangkan berakhirnya suatu perkawinan atas kehendak suami juga isteri dapat terjadi melalui li’an yaitu sumpah yang dilakukan suami atau isteri yang di dalamnya terdapat pernyataan siap dilaknat Allah jika sumpahnya tidak benar sehubungan dengan tuduhan suami bahwa isterinya telah berbuat zina. Sumpah li’an dalam syariat Islam diatur secara tegas dalam Al-Qur’an surat An-Nur ayat 6-7 yang berbunyi:   Artinya: “Hai orang-orang yang menuduh isterinya (berzina), padahal mereka tidak ada mempunyai saksi-saksi selain dari mereka sendiri, maka persaksian orang itu ialah empat kali bersumpah dengan nama Allah, bahwa sesungguhnya dia termasuk orang- orang yang benar. Dan sumpah yang kelima, bahwa la’nat Allah akan ditempakan atasnya, jika ia termasuk orang yang berdusta (An-Nur, ayat 6-7)1 .i Dari ayat di atas dapat dipahami bahwa li’an adalah tuduhan suami kepada isterinya bahwa istrinya telah melakukan perzinahan. Tuduhan itu bisa dilaksanakan tanpa kehadiran saksi sebagaimana yang telah disyaratkan untuk masalah perzinaan yaitu empat orang saksi. Suami mengaku menyaksikan isterinya melakukan hubungan seksual dengan orang lain, sebagai layaknya saksi menyaksikan perbuatan zina, atau suami mengingkari kandungan isterinya dan mengatakan bahwa selama sekian bulan tidak pernah melakukan hubungan seksual dengan berbagai alasan2. ii Jurnal Islamika, Volume 14 Nomor 1 Tahun 2014 18 [Faizin: Hukum Perceraian Disebabkan Oleh Li’an] Pengertian Li’an Li’an menurut bahasa artinya laknat (kutukan). Maksudnya adalah laknat atau kutukan Allah kepada suami-isteri yang saling bermula’anah atau saling untuk yang telah lima kali mengucapkan kesediaan di laknat oleh Allah SWT. Li’an juga berarti menjauhkan suami isteri yang bermula’anh karena setelah terjadinya li’an, mereka mendapat dosa dan dijauhkan di antara keduanya dusta, dialah yang dilaknat Allah SWT. Li’an juga berarti menjauhkan suami isteri yang bermula’anah karna setelah terjadinya li’an, mereka mendapat dosa dan dijauhkan di antara keduanya dusta, dialah yang dilaknat Allah SWT. Pengertian li’an menurut Kamal Mukhtar adalah: saling menyatakan bahwa bersedia dilaknat Allah setelah mengucapkan persaksian empat kali oleh diri sendiri yang dikuatkan dengan sumpah yang dilakukan oleh suami dan isteri karena salah satu pihak bersikeras menuduh pihak yang lain melakukan perbuatan zina, atau suami tidak mengakui anak yang dikandung atau dilahirkan oleh isterinya sebagai anaknya, dan pihak yang lain bersikeras pula menolak tuduhan tersebut sedang masing-masingnya itu tidak mempunyai alat bukti yang dapat diajukan kepada hakim. Dari pengertian di atas kita dapat tiga macam ciri-ciri li’an yaitu: a. Persaksian yang dilakukan oleh diri sendiri sebanyak empat kali yang dikuatkan dengan sumpah dan kesediaan masing-masing pihak menerima laknat Allah SWT. b. Masing-masing tetap pada pendiriannya. c. Tidak ada satupun alat-alat bukti yang dapat diajukan sebagai bukti3. iii Menurut H. Muhammad Anwar dijelaskan, tuduhan zina itu adakalanya disertai dengan anak yang baru lahir dari isterinya dengan alasan seperti : a. Si suami yang belum pernah menjima’ isterinya tiba-tiba melahirkan anak. b. Lahirnya bayi itu kurang dari waktu enam bulan sejak menjima’ isterinya, sedangkan bayinya seperti bayi yang cukup umur; c. Atau lahirnya bayi itu sesudah lebih dari empat tahun tidak di jima’4. iv Tuduhan itu kalau disertai dengan empat orang saksi yang dihadirkan dalam sidang pengadilan dimuka hakim atau kalau tidak ada empat orang saksi, penuduh berani bersumpah dengan ucapan sebagai berikut: “Saya bersaksi kepada Allah bahwa saya benar dalam tuduhan saya kepada isteri / suami saya, bahwa ia pernah berzina. Dan kalau ada anak yang baru lahir, harus ditambah, dan anak ini bukan anak saya”. Jurnal Islamika, Volume 14 Nomor 1 Tahun 2014 19 [Faizin: Hukum Perceraian Disebabkan Oleh Li’an] Perkataan sumpah itu harus diucapkan empat kali berulang-ulang dan pada ucapan kelima kalinya harus ditambah sebagai berikut: “Dan bagi saya laknat Allah, kalau saya berdusta dalam tuduhan saya ini”. Dijelaskan oleh Sudarsono bahwa li’an kutukan atau sumpah dari suami kepada isterinya yang dituduhnya berzina dengan laki-laki lain dan pada waktu itu suami harus menunjukkan adanya 4 orang saksi yang membenarkan adanya satu perzinahan, tetapi jika tidak bisa mendapatkannya maka suami harus menghadap tuduhan di depan hakim yang mengatakan bahwa isterinya telah berzina dan tuduhannya adalah benar yang kemudian diikuti dengan sumpah demi Allah (Wallahi). Suami misalnya mengatakan: Demi Allah tuduhan saya benar (diucapkan sebanyak 4 kali) dan jika saya berdusta maka semoga Tuhan mengutuk saya5. v Dalam hal itu, isteri boleh menolak tuduhan tersebut dengan mengatakan misalnya Demi Allah tuduhan suami saya adalah bohong (diucapkan sebanyak 4 kali) dan semoga Tuhan mengutuk saya jika tuduhan suami saya itu benar. Hal ini sesuai dengan ayat 8-9 surat An-Nur sebagai berikut :   Artinya: “Isterinya itu dapat dihindarkan dari hukuman oleh sumpahnya sebanyak empat kali atas nama Allah, bahwa suaminya itu sungguh-sungguh termasuk orang- orang yang dusta dan sumpah yang kelima, bahwa murka Allah (akan ditempatkan) atasnya jika suaminya itu termasuk orang-orang yang benar6. vi Dengan terjadinya sumpah li’an ini maka terjadilah perceraian antara suami isteri tersebut dan antara keduanya tidak boleh terjadi perkawinan kembali untuk selamanya7. vii Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa Nabi Saw bersabda: اذً َبَا نِ اعَ مِ جْ َي اَقرَّ َفَت ارَ ِإ نِ اَىعِ َلاَتمُ لَْا Dua suami isteri yang telah saling ber li’an itu setelah bercerai tidak boleh berkumpul untuk selamanya. Menurut Kakar Masyur beliau berpendapat, kadang-kadang sebagian suami merasa curiga terhadap isterinya karena sikap isteri tidak setia lagi kepadanya, apalagi setelah mendapat anak yang jauh berbeda dan bentuk suami tersebut atau apa sebab isterinya hamil dan melahirkan. Padahal ia berpendapat tidak mungkin ia hamil karena tidak disetubuhinya, Jurnal Islamika, Volume 14 Nomor 1 Tahun 2014 20 [Faizin: Hukum Perceraian Disebabkan Oleh Li’an] dan lain-lain sehingga ia mengakui anak itu bukanlah anaknya. Kejadian seperti itu makin bertemu karena didorong pergaulan modern dengan adanya free seks. Untuk mengatasi keresahan hati suami, maka Islam sudah mengatur cara yang dinamakan li’an8. viii Selanjutnya ulasan yang beliau paparkan sebagai berikut: 1. Cara li’an dari pihak suami 2. Cara li’an dari pihak isteri 3. Li’an harus dilakukan dihadapan wali hakim atau yang ditunjuk pemerintah untuk itu. 4. Menurut pendapat sebagian ahli jiwa, bahwa ingatan isteri atau suami pada waktu bersetubuh mempengaruhi bentuk anak yang diperoleh karenanya. Dengan demikian, maka li’an adalah cara terakhir dan hukum maksimal yang tidak terelakkan lagi, disebabkan sangat memuncaknya kebencian perasaan di hati suami. 5. Mendahulukan me li’an suami itu wajib. Ini pendapat jumhur ulama fikih. 6. Boleh juga dimulai dengan isterinya, karena ayat tidak menegaskan mana yang harus didahuluinya. Ini pendapat Abu Hanifah. 7. Perceraian mereka terjadi dengan selesainya melaksanakan li’an. Ini pendapat jumhur ulama fikih. Mereka tidak boleh melanjutkan berumah tangga lagi, walaupun isteri itu sudah nikah dengan laki-laki dan sudah ditalakinya dan selesai pula dari iradahnya. 8. Apakah li’an itu sama dengan fasakh nikah ataukah talak? 8.1 Hadawiyah, Syafi’i, Ahmad, dll berpendapat sama dengan fasakh nikah, karena terjadi pengharaman selama-lamanya. 8.2 Abu Hanifah berpendapat sama dengan talak lain karena perceraian itu terjadi antara suami isteri, sedangkan fasakh itu kadang-kadang disebabkan hal yang bukan nikah. 9. Apakah li’an menggugurkan hukum dera? 9.1 Syafi’i berpendapat bahwa jika disebutkan gugurnya dalam melakukan li’an. 9.2 Abu Hanifah berpendapat bahwa hukum dera itu dengan sendirinya dan ada hak suami menuntutnya. 9.3 Malik cukup dengan hukuman celaka atas isteri. 9.4 Tidak jadi gugur hukum deranya walaupun suami menuntutnya9. ix Bentuk Perkara Li’an Berdasarkan ayat-ayat Al-Qur’an dan hadis di atas, maka proses perkara li’an ialah apabila suami atau isteri menuduh isteri atau suaminya telah berzina dengan laki-laki atau Jurnal Islamika, Volume 14 Nomor 1 Tahun 2014 21 [Faizin: Hukum Perceraian Disebabkan Oleh Li’an] wanita lain, atau suaminya tidak mengakui bahwa anak yang dikandung atau dilahirkan isterinya bukan anaknya, maka pihak-pihak yang merasa dirugikan mengajukan gugatan kepada pengadilan agama. Berdasarkan gugatan itu maka hakim memeriksa alat-alat bukti yang dapat dijadikan bukti bagi gugatan itu, maka perkara tersebut tidak termasuk perkara li’an, melainkan termasuk dalam perkara tuduhan berzina.Seandainya hakim setelah memeriksa perkara tersebut berpendapat bahwa tidak ada alat-alat bukti yang dapat diyakininya, maka perkara tersebut termasuk perkara li’an. Berbeda pendapat para ahli fikih tentang apakah suami yang wajib melakukan lian lebih dahulu atau tidak diwajibkan menurut jumhur ulama : suami wajib lebih dahulu melakukan li’an berdasarkan perbuatan Rasulullah Saw yang memerintahkan hilal melakukan li’an lebih dahulu. Menurut Abu Hanifah : boleh pihak isteri lebih dahulu melakukan li’an karena ayat Al-Qur’an hanya menyebut secara umum : tidak diwajibkan pihak suami lebih dahulu melakukan li’an daripada pihak isterinya. Bahwa “waw athaf” yang terdapat pada permulaan ayat 2 surat An-Nur tidak mengharuskan berurutan (tertib), yaitu pihak suami lebih dahulu dari pihak isteri. Ash Shan’ani (pengarang “Subulussalam”) menguatkan pendapat jumhur ulama dengan mengemukakan alasan : sekalipun “waw athaf” yang terdapat pada permulaan ayat 8 surat An-Nur tidak memfaedahkan berurutan (tertib), tetapi Allah selalu mendahulukan apa yang seharusnya didahulukan sebagai yang tersebut dalam firman-Nya10. x Perkara Li’an Di Indonesia Di Indonesia perkara li’an merupakan suatu persoalan yang belum disepakati tentang siapakah yang berwenang mengadilinya. Menurut suatu pendapat perkara li’an termasuk wewenang peradilan negeri, sedang menurut pendapat yang lain termasuk wewenang peradilan agama. Pendapat pertama, sekalipun perkara li’an itu termasuk perselisihan suami isteri akan tetapi tidak dapat diurus oleh peradilan agama karena pusat perkara li’an itu ialah untuk menetapkan tentang anak yang dikandung atau dilahirkan oleh si isteri, apakah ia anak suami atau tidak. Perkara tentang siapa sebenarnya bapak seorang anak itu termasuk kekuasaan Pengadilan Negeri (PN). Peradilan ini memutuskan menurut hukum adat atau menurut perundang-undangan negara. Persoalan apakah peradilan agama boleh menjalankan acara li’an itu tergantung kepada kenyataan apakah li’an itu telah diterima oleh hukum adat atau belum. Jurnal Islamika, Volume 14 Nomor 1 Tahun 2014 22 [Faizin: Hukum Perceraian Disebabkan Oleh Li’an] Pendapat kedua, pendapat ini adalah pendapat Biro Peradilan Agama (sekarang bernama Direktorat Pembinaan Peradilan Agama). Menurut pendapat ini perkara li’an termasuk kekuasaan peradilan agama, sesuai dengan suratnya kepada segenap instansi peradilan agama di Indonesia tanggal 23 Desember 1959 No. B/1/5260 yang sebagian isinya berbunyi : “Berhubung dengan banyaknya pernyataan-pernyataan yang disampaikan kepada kami tentang perkara li’an dan hal-hal yang berhubungan dengan itu sebagai akibat diputuskannya tali pernikahan dari suami isteri, antara lain tentang kedudukan anak dari pihak-pihak yang bersangkutan, maka bersama ini kami mahkumkan sebagai taksiran yang luas dari : a. Pasal 2a ayat (1) staatsblad 1882 No. 152 jo 1937 No. 116 Jo No. 610. b. Pasal 4 dari Peraturan Pemerintah No. 45 tahun 1957 Lembaran Negara No. 99 tahun 1957. c. Padal 3 staatsblad 1937 No. 638 jo No. 639. Maka teranglah bahwa perkara li’an itu termasuk dalam kekuasaan Peradilan Agama, Mahkamah Syari’ah dan Kerapatan Qadhi.Adapun batas wewenang instansi Peradilan Agama dalam persoalan tersebut, hanya terbatas pada memeriksa dan memberikan putusan terakhir tentang kedudukan pernikahan dari pihak-pihak yang bersangkutan (suami isteri) dan tidaklah sampai menentukan kedudukan anak dari pihak-pihak tersebut11. xi Penyelesaian Li’an Menurut Hukum Islam Perceraian perkawinan disebabkan oleh li’an karna akibat sengketa rumah tangga saja maka itu dianggap alasan bercerai yang wajar, sebab banyak sekali soal rumah tangga yang bisa menyebabkan kedua suami isteri itu berselisih paham atau sengketa.Dan malah itu bisa juga menjadi pukul-memukul atau perkelahian.Tetapi sebab sengketa itu sendiri bisa juga tidak diceritakan semua pada orang, termasuk orang tua atau famili yang terdekat. Dalam syariat Islam ada suatu ucapan yang sangat tabu diceritakan di depan publik yaitu jika seseorang suami menuduh isterinya berzina dengan laki-laki lain. Walaupun banyak juga sebab perceraian itu akibat isteri berzina dengan laki-laki lain. Apabila kita kembali memperhatikan ayat Al-Qur’an surat Al-Baqarah menerangkan bahwa tebusan halal itu tidak boleh dilakukan kecuali apabila sepasang suami isteri tidak dapat lagi menegakkan hukum-hukum Allah dan tidak dapat lagi membina suatu rumah tangga yang bahagia dan rumah tangga tersebut sudah menjadi suatu kebencian bagi mereka, Jurnal Islamika, Volume 14 Nomor 1 Tahun 2014 23 [Faizin: Hukum Perceraian Disebabkan Oleh Li’an] saling tuduh menuduh yang pada gilirannya berujung pada perceraian. Maka di dalam hal tersebut Allah mengizinkan bagi mereka untuk melaksanakan li’an. Jika li’an telah terjadi antara suami-isteri sesuai dengan cara yang telah dilakukan maka akan timbul akibat-akibat di bawah ini. a. Pemisahan antara suami isteri, sebagaimana sabda Rasulullah Saw berikut : )ملسمو راخبل ياور( امَ هُ َىيَْب قَ رَّ َفوَ رِ اصَ وَْلااْ هَ مِ ةٍ َأ رَ مْ اوَ لٍ جُ رَ هَ يَْب ملسو ًيلع الله لاص يبىلا هع لا Nabi Saw meminta seorang laki-laki dan perempuan mushar saling laknat (li’an) serta memisahkan antara keduanya (HR. Bukhari dan Muslim)12. xii b. Isteri haram dinikahi oleh sang suami selamanya. Hadis Sahl bin Sa’d. Rasulullah bersabda : )ىقاحيبو دودىب ياور( .اذً َبَأ نِ اعَ مِ جْ َي َلا مَّ ُث امَ هُ َىيَْب قَ رَّ َفُي نْ َأ هَ يْ عِ َلاَتمُ لاْ ىِف ذُ عْ َب ُتَّىسُّ لا تْ ضَ مَ ... “... telah berlaku sunnah atas dua orang yang saling melaknat. Keduanya dipisahkan dan tidak akan berkumpul lagi (dalam pernikahan) untuk selama- lamanya”. (HR. Abu Dawud dan Baihaqy)13. xiii c. Perempuan yang di li’an berhak atas maharnya, suami tidak boleh mengambilnya kembali. d. Penisbatan anak kepada perempuan mula’anah (kepada ibunya). e. Tetapnya hak waris antara anak dan wanita mula’anah (ibninya)14. xiv Sesuai dengan uraian di atas maka Sudarsono berpendapat pada prinsipnya sumpah li’an membawa akibat hukum yang mengikat dan sangat kompleks baik terhadap suami maupun isteri, bahkan terhadap masalah lain yang erat berkaitan. Akibat-akibat hukum tersebut antara lain : hukuman dera sebanyak 80 kali tidak dapat dikenakan kepada suami isteri dijatuhi hukuman zina, kecuali jika isteri membantah dengan bersedia bersumpah li’an juga15. xv Dari Ibnu Abbas tentang kisah mula’anah (wanita yang ditalak li’an : Nabi Saw memutuskan bahwa ia tidak diberi nafkah dan tidak diberi tempat tinggal karena keduanya berpisah tanpa talak dan isteri tidak ditingagl mati suaminya”. (HR. Ahmad dan Abu Dawud). Li’an Menurut Kompilasi Hukum Islam Sebagaimana kita ketahui bahwa li’an hanya dikenal dalam Islam saja.Istilah li’an berasal dari bahasa Arab yang berarti mengutuk. Maksudnya masing-masing pihak suami isteri mengutuk pihak yang lain setelah masing-masing menyatakan persaksiannya empat kali. Jurnal Islamika, Volume 14 Nomor 1 Tahun 2014 24 [Faizin: Hukum Perceraian Disebabkan Oleh Li’an] Li’an dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) di bahas dalam banyak pasal, yaitu dari pasal 125 sampai pasal 128 ditambah satu pasal pada Bab XVII bagian kelima mengenai akibat, yaitu pasal 162. Selengkapnya pasal-pasal itu dapat kita lihat berikut ini. a. Pasal 125 Lian menyebabkan putusnya perkawinan antara suami-isteri untuk selama-lamanya. b. Pasal 126 Li’an terjadi karena suami menuduh isteri berbuat zina dan atau mengingkari anak dalam kandungan atau yang sudah lahir dari isterinya, sedangkan isteri menolak tuduhan dan atau pengingkaran tersebut. c. Pasal 127 Tata cara li’an diatur sebagai berikut : 1) Suami bersumpah empat kali dengan kata tuduhan zina atau pengingkaran anak tersebut, diikuti sumpah kelima dengan kata-kata : Laknat Allah atas dirinya, apabila tuduhan dan atau pengingkarna tersebut dusta”. 2) Isteri menolak tuduhan dan atau pengingkaran tersebut dengan sumpah empat kali dengan kata tuduhan dan atau pengingkaran tersebut tidak benar diikuti sumpah kelima dengan kata-kata : “Murka Allah atas dirinya, bila tuduhan dan atau pengingkaran tersebut benar”. 3) Tata cara pada huruf a dan b tersebut merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan. 4) Apabila tata cara huruf a tidak diikuti dengan tata cara huruf b maka dianggap tidak terjadi li’an. d. Pasal 128 Li’an hanya sah apabila dilakukan dihadapan sidang pengadilan agama. e. Pasal 162 Akibat dari li’an adalah bila li’an itu terjadi maka perkawinan itu putus untuk selamanya dan anak yang dikandung dimasabkan kepada ibunya, sedang suaminya terbebas dari memberi nafkah. Kompilasi hukum Islam telah memberikan kedudukan hukum secara eksplisit. Berdasarkan ketentuan pasal 162 tersebut dapat diambil benang merah bahwa suami-isteri saling melakukan li’an, maka terjadilah perpisahan antara keduanya untuk selama- lamanya. Anak yang dikandung dimasabkan kepada ibunya. Jurnal Islamika, Volume 14 Nomor 1 Tahun 2014 25 [Faizin: Hukum Perceraian Disebabkan Oleh Li’an] Kesimpulan Setelah memperhatikan ketentuan Islam yang benar seperti tertulis di dalam Nash Al- Qur’an surat An-Nur 6-9 berkesimpulan sebagai berikut :Li’an adalah kutukan dari suami kepda isterinya yang dituduhnya berzina dengan laki-laki lain, dan pada waktu itu suami harus menunjukkan adanya 4 orang saksi yang membenarkan adanya satu perzinaan. Tetapi jika tidak bisa mendapatkan maka suami harus mengadakan tuduhan di depan hakim yang menyatakan bahwa isterinya telah berzina dan tuduhannya adalah benar yang kemudian diikuti dengan sumpah demi Allah (wallahi). Misalnya suami mengaitkan Demi Allah tuduhan saya benar (diucap sebanyak 4 kali). Jurnal Islamika, Volume 14 Nomor 1 Tahun 2014 26

Description:
act of adultery, the wife or husband denies and says .. Li'an dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) di bahas dalam banyak pasal, yaitu dari pasal 125
See more

The list of books you might like

Most books are stored in the elastic cloud where traffic is expensive. For this reason, we have a limit on daily download.