ebook img

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Biografi Ki Hajar Dewantara dan KH Ahmad PDF

58 Pages·2017·0.44 MB·Indonesian
by  
Save to my drive
Quick download
Download
Most books are stored in the elastic cloud where traffic is expensive. For this reason, we have a limit on daily download.

Preview BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Biografi Ki Hajar Dewantara dan KH Ahmad

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Biografi Ki Hajar Dewantara dan K.H. Ahmad Dahlan 1. Biografi Ki Hajar Dewantara Ki Hajar Dewantara lahir pada tanggal 2 Mei 1889 bertempat tinggal di Yogyakarta dan beliau wafat pada tanggal 26 April 1959 di Mujamuju Yogyakarta. Ki Hajar Dewantara merupakan putera ke-5 dari Suryadiningrat putra Paku Alam III. Nama kecil Ki Hajar Dewantara adalah Soewardi Soeryaningrat, beliau mendapat gelar Raden Mas (RM) dan berganti menjadi Raden Mas Suryaningrat. Ayah Ki Hajar Dewantara bernama Kanjeng Pangeran Harjo Surjaningrat putera Kanjeng Gusti Pangeran Hadipati Harjo Surjosasraningrat dengan gelar Sri Paku Alam III. Ki Hajar Dewantara menikah dengan R.A. Sutartinah, putri dari G.P.H. Sasraningrat, adik dari G.P.H. Surjaningrat (Soeratman, 2009: 2). Adapun daftar keturunan Paku Alam : Kanjeng Gusti Hadipati Harjo Surjosasraningrat atau Sri Paku Alam III memiliki 7 orang putera yaitu: K. P. H. Purwoseputro, B. R. M. H. Surjohudojo, K. P. H. Surjaningrat (Ayah dari Ki Hajar Dewantara), B. R. M. H. Surjokusumo, B. R. Ayu Nototaruno, G.P. H. Sasraningrat (Ayah dari Nyi Hajar Dewantara) dan G.B. R. Ayu Hadipati Paku Alam VI. Pangeran Harjo Surjaningrat memiliki putra sembilan orang yakni: R.M. Surjopranoto, R.M. Surjosisworo, R. Ayu Suwartijah, R. Ayu Suwardinah, R.M. 43 Suwardi (Ki Hajar Dewantara), R.M. Djoko Suwarto (K.R.T. Surjaningrat), R.M. Suwarman Surjaningrat, R.M. Sutirman Surjodiputro, R.M. Harun Al Rasid. Riwayat pendidikan Ki Hajar Dewantara, sejak kecil Ki Hajar Dewantara telah dididik dalam suasana religius dan dilatih mendalami kesasteraan Jawa. Ki Hajar Dewantara mendapatkan pendidikan formal di lingkungan Istana Paku Alam. Selain itu beliau juga mendapatkan pendidikan formal diluar Istana Paku Alam diantaranya: lulusan dari Sekolah Dasar Belanda III (ELS) pada tahun 1904, Kweek School di Yogyakarta, STOVIA yaitu merupakan sekolah kedokteran di wilayah Jakarta. Pendidikan STOVIA tidak dapat dilanjutkan dikarenakan beliau sakit selama empat bulan (Gunawan, 1992: 301-303). Selanjutnya beliau juga menerima berbagai penghargaan diantarannya: Hari kelahirannya dijadikan sebagai Hari Pendidikan Nasional, ia juga dijadikan sebagai Pahlawan Penggerak Nasional, beliau menerima gelar Doctor Honoris Causa (Sr. H. C) dari Universitas Gajah Mada, namanya diabadikan sebagai salah satu nama kapal perang Indonesia. Selain itu potret gambar dirinya diabadikan dalam uang pecahan kertas 20.000 rupiah. (Yunita, Robi dan Anindya, 2017: 162). Pada tahun 1908, Ki Hajar Dewantara aktif sebagai seksi propaganda Boedi Oetomo yang bertujuan untuk mengsosialisasikan dan membangkitkan kesadaran masyarakat Indonesia. Namun beliau pindah ke Sarikat Islam bahkan menjadi ketua Sarikat Islam untuk cabang 44 Bandung. Kemudian bersama Douwes Dekker dan dr. Mangoenkoesoemo mendirikan Indische Partij (Partai politik pertama beraliran Nasionalisme Indonesia). Beliau juga ikut membentuk Komite Bumi Poetra pada November 1913. Adapun kiprah perjuangan Ki Hajar Dewantara dalam bidang politik, jurnalitik, kebudayaan dan pendidikan sebagai berikut: a. Politik Ki Hajar Dewantara berkiprah diberbagai organisasi politik. Budi Utomo merupakan salah satu organisasi politik yang dijalankan oleh Ki Hajar Dewantara. Pada tahun 1908, aktivitas politik Ki Hajar Dewantara dalam Budi Utomo adalah seksi propaganda yang bertugas menyosialisasikan dan membangunkan kesadaran masyarakat Indonesia tentang pentingnya persatuan dan kesatuan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Kemudian beliau bergabung di Sarikat Islam dan meninggalkan Budi Utomo. Kiprahnya di Sarikat Islam beliau menjadi ketua pada cabang Bandung. Selanjutnya Ki Hajar Dewantara bersama Douwes Dekker dan Cipto Mangun Kusuma yang dikenal dengan tiga serangkai mereka mendirikan partai politik pertama di Hindia Belanda mendirikam Indische Partij pada tanggal 25 Desember 1912. Indische Partij merupakan partai politik pertama beraliran nasionalisme Indonesia dalam mempertahankan kedaulatan suatu Negara dan mencapai 45 kemerdekaan Indonesia. Tiga serangkai berusaha mendaftarkan partai Indische Partij agar diakui dan memperoleh status hukum pada pemerintahan kolonial Belanda, namun melalui Gubernur Jendral Idenburg menolak pendaftaran pada 11 Maret 1013 dengan alasan organisasi ini dianggap membangkitkan rasa nasionalisme rakyat dan bersatu untuk menentang penerintah kolonial Belanda. Atas dasar itu Ki Hajar Dewantara turut andil dalam membentuk Komite Bumi Poetra sekaligus sebagai komite tandingan dari Komite Perayaan 100 Tahun Kemerdekaan Bangsa Belanda. Dalam Hal ini Komite Bumi Poetra melakukan kritik terhadap Pemerintah Belanda dengan tulisan Ki Hajar Dewantara yang berjudul “ Als Ik Eens Neserlander Was (Seandainya Aku Seorang Belanda)” dimuat dalam surat kabar de Expres. Tulisan ini berdasarkan kritik yang dilakukan Bumi Poetra terhadap Komite Belanda atas perayaan kemerdekaan seratus tahun bebasnya Belanda dari penjajahan Perancis dengan menarik uang rakyat Indonesia untuk mendanai penyelenggaraan pesta tersebut. Akibat dari tulisan Ki Hajar Dewantara, pemerintah kolonial Belanda menjatuhkan hukuman kepada beliau berupa internering (hukuman pengasingandi daerah terpencil) yaitu di pulau Bangka. Douwes Dekker dan Cipto Mangun Kusumo melihat hal itu dan merasakan rekan seperjuangannya diperlakukan dengan tidak adil, Dekker membuat tulisan dengan judul “Pahlawan Kita, Cipto 46 Mangun Kusumo dan Suwardi Surjaningrat”. Atas dasar itu, Douwes Dekker dan Cipto Mangun Kusumo di asingkan ke Negeri Belanda. Pada masa pengasingan ketiganya tidak menyia-nyiakan kesempatan, mereka mengembangkan dan mematangkan potensi diri. Ki Hajar Dewantara mengembangkan potensinya dalam bidang pendidikan pengajaran, jurnalistik dan seni. Kiprah dalam dunia pendidikan dan pengajaran Ki Hajar Dewantara berhasil memperoleh Erupeesche Akte. Setelah masa pengasingan berakhir beliau mencurahkan perhatian dalam bidang pendidikan sebagai salah satu jalan perjuangan untuk meraih kemerdekaan Indonesia. Selain pendidikan, beliau terjun kembali ke medan perjuangan: politik, jurnalistik, budaya dan pendidikan. b. Jurnalistik Ki Hajar Dewantara sudah mulai menulis sejak setengah abad lalu, di berbagai surat kabar, majalah dan brosur- brosur dan lain lain yang tersebar di Indonesia dan di Nederland. Dalam bidang jurnalistik beliau bergabung dengan berbagai surat kabar Sedoyo Utama (Jawa) yaitu surat kabar yang berada di Yogyakarta, Midden Java (Belanda) di Bandung dan De Express (Belanda), Oettoesan (Hindia), Tjahaja Timoer dan Poesara. 47 c. Kebudayaan Kiprah Ki Hajar Dewantara dalam bidang kebudayaan merupakan kekhawatiran akan menghilangnya kultur nasional rakyat Indonesia. Hal ini didasari oleh keadaan masyarakat yang cenderung mengikuti budaya negara lain menginginkan kesetaraan dengan bangsa barat dan meninggalkan adat kultur sendiri. Seperti ungkapan Ki Hajar Dewantara (Dewantara, 1967: 78) Saudaraku semua selama kita hidup pada zaman berpisah kultur dan rakyat asli, merendahkan bahasa, seni, dan adab kita. Janganlah mengharapkan akan menjauhkan anak-anak berkeinginan hidup seperti Belanda-poland. Sebaliknya: kalau anak-anak kita dapat dididik sebagai anak-anak bangsa , agar jiwanya bersifat nasional dan mereka dapat kembali dan memegang kultur bangsa kita, tentulah penghidupan bangsa asing yang berfaedah saja yang akan diambil dengan fikiran dan rasa yang jernih. Oleh karena itu cara untuk membangkitkan ke arah kesatuan kebudayaan bangsa, Ki Hajar Dewantara memberikan pemahaman bahwa perkembangan budaya ke arah kesatuan agar tetap terjaga dapat dilakukan dengan dengan perantara radio, bacaan-bacaan, majalah yang berisi kebudayaan dari tiap-tiap daerah. Penanaman nilai-nilai kebudayaan ini juga dapat dilakukan dengan pertunjukan, film, rapat, pidato yang disampaikan kepada semua daerah sehingga dengan mudah mereka menerima pengaruh-pengaruh tentang budaya bangsa pada tiap-tiap daerah. Di dalam pengajaran umum juga dimuat pengajaran-pengajaran 48 tentang kebudayaan bangsa yang pelajarannya bersumber dari keagamaan, adat-istiadat, kesusilaan, kesenian, dll. d. Pendidikan Pada masa penjajahan oleh kolonial Belanda, bidang pendidikan merupakan salah satu bidang yang terabaikan. Adapun rekayasa politik dalam pendidikan yang diadakan oleh penjajah seperti fakta adanya pengajaran gubernemen seolah-olah dijadikan sebagai usaha untuk menjunjung derajat bangsa Indonesia ternyata tidak dapat memberikan penghidupan sehingga nasib rakyat Indonesia saat itu semata-mata untuk kepentingan bangsa lain (Dewantara, 1977: 103). Sekolah bumiputera merupakan sekolah yang diperuntukkan untuk golongan tertentu hanya kaum priyayi yang diijinkan untuk menuntut ilmu di sekolah Belanda dan melanjutkan di sekolah tinggi sedangkan masyarakat umum tidak diijinkan. Sekolah bumiputera kelas satu yang menjadi H.I.S sebagai salah satu harapan bagi bangsa Indonesia namun tetap sia-sia. Kekecewaan pengajaran H.I.S. yaitu anak-anak kehilangan jiwa kerakyatan, mereka setiap harinya dituntut untuk membaca kitab- kitab berbahasa Belanda, terkadang mereka dituntut untuk membaca cerita dan mengarang cerita yang mengurangi kepercayaan dan kebanggaan terhadap rakyat Indonesia sehingga mereka hanya diperbudak oleh kolonial Belanda. Pemerintah 49 kolonial mengetahui bahwa mencerdaskan bangsa Indonesia akan mengancam stabilitas pemerintahannya. Oleh karena itu, jalan untuk menghalangi adalah dengan membatasi sarana dan kesempatan menimba ilmu rakyat Indonesia sehingga generasi muda tidak terbuka pemikiran ke arah kemerdekaan. Atas dasar ketidakadilan bagi generasi muda dan rakyat Indonesia dalam mengenyam pendidikan, Ki Hajar Dewantara berkeinginan kuat untuk memajukan pendidikan di Indonesia. Ki Hajar Dewantara berkeyakinan bahwa Indonesia dapat membuat Sistem Pendidikan Nasional dilihat dari ungkapan beliau (Dewantara, 1977: 106): Janganlah orang mengira, bahwa bangsa kita tak mempunyai sistem pengajaran sendiri. Tentang pendidikan tentulah kita semua mengetahui bahwa di dalam kesusteraan Nasional kita terdapat kitab-kitab pendidikan. Pendidikan merupakan salah satu kunci untuk mencapai kemerdekaan bangsa oleh karena itu Ki Hajar Dewantara mengemukakan tiga fatsal bahwa kita (rakyat Indonesia) wajib berusaha sendiri untuk: memperbanyak sekolah-sekolah bagi anak-anak diseluruh Indonesia, memperbaiki pelajaran sehingga anak-anak dengan mudah dapat menuntut ilmu yang lebih tinggi, mendidik anak-anak kita agar mereka bangga sebagai anak rakyat Indonesia. Ketiga fatsal ini dapat dilakukan dengan keyakinan bahwa bangsa Indonesia hendaknya memiliki rakyat yang kuat lahir dan betin untuk menjunjung tinggi derajat bangsa. 50 Keyakinan itulah yang mendasari direalisasikannya Perguruan Taman Siswa yang berdiri pada tanggal 3 Juli 1922 di Yogyakarta. 2. Biografi K.H. Ahmad Dahlan K.H. Ahmad Dahlan lahir di Kauman Yogyakarta (1258 H) dan beliau wafat pada tanggal 23 Februari 1923 dimakamkan di Karangkajen,Yogyakarta. K.H. Ahmad Dahlan adalah putera ke empat dari tujuh bersaudara keluarga H. Abu Bakar yang merupakan ulama dan khatib terkemuka di Masjid Kesultanan Yogyakarta. Ibu K.H. Ahmad Dahlan bernama Siti Aminah binti kyai haji Ibrahim yang merupakan penghulu besar di kota Yogyakarta. Adapun saudara Ahmad Dahlan menurut urutannya yaitu: Nyai Chatib Arum, Nyai Muhsinah, Nyai Sholeh, Muhammad Darwis (K.H. Ahmad Dahlan), Nyai Abdurrahman, Nyai Muhammad F. (Ibu dari Ahmad Badawi) dan Muhammad Basir). Dalam silsilah Ahmad Dahlan termasuk keturunan kedua belas dari Maulana Malik Ibrahim seorang wali besar yang terkemuka diantara wali songo, beliau merupakan pelopor penyebaran agama Islam ditanah Jawa. Silsilah keluarga K.H. Ahmad Dahlan ialah: K.H. Ahmad Dahlan bin Kiai H. Abu Bakar bin Kiai H. Sulaiman bin Kiai Murtadha bin Kiai Ilyas bin Demang Jurang Juru Kapido bin Demang Jurang Juru Sapisan bin Maulana Sulaiman Ki ageng Gribig (Jatinom) bin Maulana Mohammad Fadlul’llah (Prapen) bin Maulana ‘Ainul Yaqin bin Maulana Ishaq bin Maulana Malik Ibrahim Waliyullah (Salam, 2009: 56). 51 Semasa kecil, Muhammad Darwis tidak studi di pendidikan formal, hal ini didasari sikap orang Islam yang melarang anak-anak sekolah di Gubernemen. Pendidikan dasar Darwis dimulai dengan belajar mengaji, membaca, dan menulis kitab ayat Al-Qur’an dan kitab agama. Pendidikan ini diperoleh secara langsung dari ayahnya. Kemudian beliau melanjutkan pelajaran mengaji, tafsir hadits, fiqih dan bahasa Arab kepada ulama-ulama di Yogyakarta dan sekitarnya. Pada tahun 1883 beliau pergi ke Baitullah untuk pertama kalinya & tinggal di Mekkah selama 5 tahun beliau mulai berinteraksi dengan pemikiran pembaharuan Islam. Selama studi di Mekkah Muhammad Darwis mendalami berbagai ilmu agama seperti tafsir, qiraat, fiqih tasawuf dll. keseriusan dalam menuntut ilmu menjadikan pengetahuan agamanya bertambah. Pengalaman ini mendorong Darwis untuk mengadakan perubahan-perubahan dalam kehidupan umat muslim di Indonesia. Menjelang kepulangan dari Mekkah beliau berganti nama menjadi Haji ahmad Dahlan, nama ini diambil dari seorang mufti terkenal dalam mazhab syafi’i Mekkah yaitu Ahmad bin Zaini Dahlan. Gelar Haji yang beliau sandang membuatnya merasa rendah hati, sehingga beiau terus belajar dan mendalami ilmu agama melalui kakaknya yang bernama Nyai Haji Shaleh dan belajar keulama besar diantaranya: K.H. Muhammad Shaleh merupakan ahli dalam bidang fiqih, K.H. Muhsin ahli dalam ilmu nahwu, K.H.R. Dahlan ilmu falak, dll. (Abdul M., 1993: 12).

Description:
melanjutkan pelajaran mengaji, tafsir hadits, fiqih dan bahasa Arab ilmu agama seperti tafsir, qiraat, fiqih tasawuf dll. keseriusan dalam menuntut
See more

The list of books you might like

Most books are stored in the elastic cloud where traffic is expensive. For this reason, we have a limit on daily download.