Edited with the trial version of Foxit Advanced PDF Editor To remove this notice, visit: www.foxitsoftware.com/shopping BAB III PEMBENTUKAN KOTA BAWAH DI SURABAYA A. Kota Surabaya Sampai Abad Ke-17 1. Surabaya Pada Masa Majapahit Majapahit adalah sebuah kerajaan yang termasyhur di Jawa. Kerajaan ini berdiri sekitar tahun 1293 sampai 1527 M. Majapahit merupakan kerajaan terakhir yang menganut faham hindu-budha, sebelum berkembangnya kerajaan bercorak Islam di Indonesia. Berdirinya Majapahit pada tahun 1293 bisa ditafsirkan melalui Kidung Harsya Wijaya, Demung VI Kidung 84-b dan 85-b, yang berbunyi:1 Lah iya ujarira anging mben ikapanjang punang diwasayu ri purneng karttikamasa iku abecik. Tan-dwa prapta pancadaci cukleng kacatur ndan siradhipati enjang mangkyangdani pan byuban ing karya punang wong atrewuh aliweran jalw istri prasama aky’ amundut sawidhiwidhana karma ning boma ambbiseka prabbu ri purwa ning pangstryan tang pangastbulan. Hanya demikianlah katanya, bahwa besuk lusa hari kelima belas bulan kartika itu adalah baik. Tiada lama kemudian telah sampailah pada waktunya, tanggal lima belas waktu purnama ke empat, pada pagi hari sang adhipati telah banyut dalam tugas pekerjaannya, semua orang juga kelihatan sibuk laki-laki perempuan mempersiapkan untaian kalung boreh konyoh untuk dipersembahkan pada awal pelantikan 1Sartono Kartodirejo, Soekmono, dkk, 700 Tahun Majapahit 1293-1993: Suatu Bunga Rampai,( 1992), xi. 44 Edited with the trial version of Foxit Advanced PDF Editor To remove this notice, visit: w4w5w .foxitsoftware.com/shopping Dari kidung di atas maka dapat ditafsirkan bahwa hari kelahiran Majapahit disesuaikan dengan hari pelantikan raja pertama Majapahit, Raden Wijaya, yang dilaksanakan pada hari ke-15, bulan kartika, tahun 1215 Çaka. Bulan kartika pada kalender Tahun Çaka adalah bulan keempat. Sedangkan menurut perhitungan, tahun Çaka 78 tahun lebih muda dibandingkan tahun Masehi. Sehingga dapat disimpulkan bahwa hari ke-5, Bulan keempat tahun 1215 Çaka bertepatan dengan hari ke-12 Bulan ke-11, tahun 1293 Masehi atau tanggal 12 November 1293 Masehi. Majapahit banyak melakukan ekspansi hampir di pelosok tanah air. Kekuasaannya mencapai sebagaian besar pulau Jawa, Madura, Bali, dan masih banyak lagi wilayah di Indonesia. Kala itu, Surabaya juga menjadi bagian dari wilayah kekuasaan dari kerajaan majapahit. Perkembangan Surabaya mengikuti berkembang ataupun kemunduran dari kerajaan majapahit itu sendiri. Surabaya merupakan pelabuhan terpenting bagi Majapahit. Ketika tahun 1416 H, sebagaimana diceritakan oleh sumber-sumber cina yang dihimpun oleh W.P. Groeneveldt dalam bukunya “Historical Notes on Indonesia and Malaya” bahwa Surabaya sudah ditempati oleh orang-orang kaya termasuk warga Cina. Kawasan ini terletak di aliran sungai mulai dari Patjekan (Jagir) hingga ke Panggung, kampung Baru, dan ke Timur di Nyamplungan.2 2Nanang purwono, Melacak Jejak Tembok Kota Soerabaia, (Surabaya: Badan Arsip dan Perpustakaan Kota Surabaya, 2010), 11. Edited with the trial version of Foxit Advanced PDF Editor To remove this notice, visit: w4w6w .foxitsoftware.com/shopping Berdasarkan sumber-sumber sejarah awal tentang Surabaya, berikut akan diuraikan bagaimana kota Surabaya telah ada pada masa Kerajaan Majapahit di bawah pimpinan Raja Hayam Wuruk. Mulai dari sumber Prasasti Trawulan I (1358 A.D), Nagarakretagama, dan Babad Tanah Jawi. a. Prasasti Trawulan I (1358 A.D) Prasasti Trawulan merupakan sebuah prasasti dari zaman Raja Hayam Wuruk (Raja Sanagara). Prasasti tersebut terdiri dari delapan lempengan tembaga, huruf dan bahasanya Jawa kuna. Dalam prasasti tersebut terdapat nama desa-desa penyeberangan di seluruh mandala Jawa. Desa-desa penyeberangan tersebut beberapa di antaranya merupakan desa di jalur-jalur pelayaran dan perdagangan. Terdapat 78 desa penyeberangan tersebut, seperti dalam kutipan Prasasti pada lempengan V, yang memberitakan tentang Surabaya sebagai berikut: Nusa, Temon, Parajengan, Pakatekan, Wunglu, Rabutri, Banu Mredu, gocor, Tambak, Pujut, Miring Dmak, Klung, Pagedangan, Mabuwur, Godong (?), Rumasan, Canggu, Randu Gowok, Wahas, Nagra, Sabra, Waringin Pitu, Lagada, Pamotan, Tulangan, Panumbangan, Jeruk, Trung, Kambang Cri, Tda, Gasang, Bukul, Curabhaya, serta desa- desa di pinggir sungai tempat penyeberangan, yaitu Madanten, Waringin Wok, Bajrapura, Sambo, Jerebeng, Pabulangan, Balawi, Luwayu, Katapang, Pagaran, Kamudi, Parijik, Parung, Paslwurang, Kedal, Bhangkal, Widang, Pakhoban, dan lain sebagainya.3 Namun, Prasasti Trawulan I (1358 A.D), bukan sebuah prasasti tentang pendirian desa menjadi daerah perdika4. Melainkan, sebuah prasasti yang dikeluarkan 3Sartono Kartodirejo, Soekmono, dkk, 700 Tahun Majapahit 1293-1993: Suatu Bunga Rampai, 197. 4Orang (daerah) yang dibebaskan dari kewajiban membayar pajak kepeda pemerintah. Edited with the trial version of Foxit Advanced PDF Editor To remove this notice, visit: w4w7w .foxitsoftware.com/shopping oleh Raja Hayam Wuruk sebagai bentuk perintah kepada Panji Marggabhaya Ki Ajaran Rata, yang tinggal di desa Canggu dan Panji Angraksaji Ki Ajaran Ragi yang tinggal di Trung, untuk memegang teguh peraturan penyeberangan dan keswantantaraan yang sudah ada. Keterangan tersebut berdasarkan interpretasi dari data sebagai berikut:5 - I pingsornyajňa paduka Çri maharaja, kumo nakěn ikanang anambangi sayawadwipamandala. Makadi panji marggabhaya, makasi kasir ajaran rata. Stapita. Munggwi canggu. Pagawayakna sang hyang ajnahaji pracasti. Rajasanagararalancana. Munggwe salah si kining tamra. Riptopala. Kapagkwa denikang anambangi sayawadwipamandala. Maka……………………………………. - Kuneng tingkahikang anambangi sayawadwipamandala. Makadi panji marnggabhaya. Kyajaran rata. Wang panjiangraksaji. Kyajaran ragi. Kwalaswantara…………………………………. - Kuneng sangka ri gengnyadhimuktinikang anambangi sayawadwipa mandala makadi panji marggabhaya, mwa (ng) panjyangraksaji. Kyajaran ragi. Stapita. Munggwi trung. Artinya: - Turunlah titah paduka Çri Maharaja, memerintahkan kepada orang yang menambahkan penyeberangan di segenap mandala pulau Jawa, terutama Panji Marggabhaya, yang bernama (= keturunan dari) Ajaran Rata, yang bertempat tinggal di Canggu, di atas sebuah lempeng perunggu, ataupun di atas sebuah batu. (piagam itu) harus dipegang teguh oleh (segenap) orang yang menambang penyeberangan di segenap mandala Pulau Jawa, terutama…………………………………………………………. - Konon kebiasaan orang yang menambang penyeberangan di segenap mandala Pulua Jawa, terutama Panji Marggabhaya Ki 5William H. Frederick, Soeri Soeroto (Ed.), Pemahaman Sejarah Indonesia: Sebelum dan Sesudah Revolusi, (Jakarta: LP3ES, 2005), 206-207. Edited with the trial version of Foxit Advanced PDF Editor To remove this notice, visit: w4w8w .foxitsoftware.com/shopping Ajaran Rata dan Panji Angraksaji Ki Ajaran Ragi, melakukan hak swatantra………………………………………………………. - Tetapi karena besar pembaktian mereka yang diseberangkan di sungai segenap mandala Pulau Jawa, terutama Panji Marggabhaya dan Panji Angraksaji Ki Ajaran Ragi, yang bertempat tinggal di Trung…………………………………………………… b. Nagarakretagama Dalam Nagarakretagama, Pupuh XVII/5 diberitakan bahwa nama Surabaya sudah ada pada masa Majapahit yang dipimpin oleh Raja Hayam Wuruk. Pada saat itu, Surabaya telah menjadi tempat penyeberangan untuk perahu kecil yang akan menuju ke Buwun. Namun, untuk pelayaran yang jauh biasanya melewati Tuban dan Gresik. Berikut merupakan Pupuh XVII/5: “Atau pergilah beliau bersembah bakti kehadapan Hyang Acalapati. Biasanya terus menuju Blitar, Jimur mengunjungi gunung-gunung permai di Daha terutama ke Polaman, ke Kuwu dan Lingga hingga desa Bangin. Jika sampai di Jenggala, singgah di Surabaya, terus menuju Buwun”.6 Dari data tersebut di atas Sdr. Sunarto Timur telah membuat suatu interpretasi bahwa kunjungan baginda (Rajasanagara) di Surabaya itu pada tahun sebelum 1353 A.D. berdasarkan kenyataan ini, dapat disimpulkan bahwa Surabaya telah dikunjungi Hayam Wuruk sebelum Pajang atau sebelum tahun 1353 A.D. dan berarti Surabaya sudah ada pada masa Majapahit. c. Babad Tanah Jawi HJ. De Graaf berhasil menerjemahkan buku De Regering van Panembahan Senapati Ingalaga, yang bercerita mengenai sejarah raja-raja Jawa-Mataram. Dengan 6Ibid., 282. Edited with the trial version of Foxit Advanced PDF Editor To remove this notice, visit: w4w9w .foxitsoftware.com/shopping bertitik tolak dengan kronik-kronik pribumi, dan dengan menggunakan sumber Belanda, bahkan Portugis ia mencoba mengungkap riwayat kebangkitan Mataram pada masa pemerintahan Senapati. Dalam buku Awal Kebangkitan Mataram dijelaskan mengenai pangeran Surabaya dari Babad Tanah Jawi. Diberitakan bahwa setelah terbunuhnya Raja Demak oleh putra “Pate Pondan” yang merupakan pangeran Surabaya, membunuh orang yang tidak bersalah, bahkan ayahnya , ketiga kakaknya, dan 62 anggota keluarga lainnya, juga ikut dibunuh. Selanjutnya, delapan pembesar kerajaan di Jepara akhirnya memilih seorang bernama “Pete Sudayo”, pangeran Surabaya yang berada di “Pisammanes”, sebagai kaisar. Dari sana ia dipanggil ke Demak, disambut sangat meriah, dan diangkat sebagai kaisar, yang memerintah seluruh “laoa, Bale” dan Madura. Setelah itu, ia menetap di Demak. Tedapat beberapa asumsi mengenai “Pate Sudayo”. Pertama, bahwa Pate Sudayo merupakan Gusti Sidayu. Namun kiranya tidak masuk akal, apabila Gusti Sidayu itu sekaligus juga menjadi Gusti Surabaya. Dalam Naskah Museum Nasional di Jakarta mempunyai sebuah tulisan tangan (Koleksi Brandes, No. 474), yang memuat daftar para penguasa Surabaya.7 Tokoh No. 9 dalam daftar itu, bernama Pangeran Sunjaya, yang mempunyai persamaan bunyi dengan Sudayo. Menurut H.J. De Graaf, bahwa Sunjaya ini segera diganti oleh Pangeran Pekik yang terbunuh pada tahun 1659. Dalam daftar silsilah 7H.J. De Graaf, Awal Kebangkitan Mataram: Masa Pemerintahan Senapati, (Jakarta: Grafiti Pers, 1897), 56. Edited with the trial version of Foxit Advanced PDF Editor To remove this notice, visit: w5w0w .foxitsoftware.com/shopping Surabaya itu tercatat bahwa Pangeran Pekik adalah keturunan dari Sunan Ampel. Dengan kata lain, raja-raja abad ke-17 dari Surabaya menganggap dirinya, keturunan Sunan Ampel. Dalam Babad Tanah Djawi, juga menyebutkan bahwa Pangeran Pekik adalah “seorang keturunan pandita”. Pandita yang mana tidak disebutkan, namun yang paling dekat adalah Sunan Ampel. Para keturunan Pangeran Pekik juga sangat memuja Sunan Ampel. Dikisahkan, suatu ketika mereka (keturunan Pangeran Pekik), berjalan beriringan untuk berziarah ke Makam Sunan Ampel, bahkan tidak takut untuk berperang dengan lawan politik mereka agar makam Sunan Ampel dipertahankan. Dalam perkembangannya, Surabaya menjadi daerah yang terkuat di Jawa Timur. Suatu lawan yang pantas untuk Mataram.8 2. Surabaya Pada Masa Kesultanan Demak Telah dijelaskan sebelumnya, bahwa perkembangan Islam di Jawa bersamaan dengan melemahnya posisi Majapahit. Sehingga, peristiwa itu memberi angin segar bagi penguasa-penguasa Islam untuk mendirikan sebuah kekuasaan yang independen. Di bawah pimpinan Sunan Ampel, wali songo bersepakat untuk mengangkat Raden Patah menjadi Raja Islam pertama. Raden Patah diberi gelar Senopati Jimbun Ngabdurrahman Panembahan Palembang Sayidin Panatagama. Ketika itu, Demak masih bernama Bintoro, yang merupakan daerah asal Majapahit yang diberikan raja 8Ibid., 57. Edited with the trial version of Foxit Advanced PDF Editor To remove this notice, visit: w5w1w .foxitsoftware.com/shopping Majapahit kepada Raden Patah. Raden Patah berkuasa atas kerajaan Demak pada akhir abad ke-15 sampai awal abad ke-16.9 Setelah Raden Patah meninggal tampuk kekuasaan Demak dilanjutkan oleh anaknya yang bernama Sambrang Lor, dikenal juga dengan nama Pati Unus. Setelah ia naik tahta, ia merencanakan untuk menakhlukkan Malaka. Semangatnya itu semakin memuncak ketika Malaka berhasil ditakhlukkan oleh Portugis pada tahun 1511. Namun Pati Unus, harus menelan sakitnya kekalahan besar. Setelah Pati Unus berkuasa ia digantikan oleh Trenggono yang dilantik sebagai sultan oleh Sunan Gunung Jati, yang mendapat gelar Sultan Ahmad Abdul Arifin, ia memerintah pada tahun 1524 sampai 1546 M. Pada masa inilah Islam berkembang ke seluruh Jawa, bahkan sampai ke Kalimantan Selatan. Pada tahun 1527 Demak berhasil menakhlukkan Sunda Kelapa dan juga Tuban. Selanjutnya, tahun 1529 berhasil menakhlukkan Madiun, Blora (1530), Surabaya (1531), Pasuruan (1535).10 Selanjutnya, Kesultanan Demak mengalami Kemunduran karena terjadi perebutan kekuasaan antar kerabat kerajaan. Pada tahun 1549, kekuasaan Kesultanan Demak beralih ke kesultanan Pajang yang didirikan oleh Jaka Tingkir. Pada masa kesultanan Demak, Surabaya telah mendapat otoritas dalam pengurusan wilayahnya. Digambarkan bahwa Surabaya pada tahun 1525, telah menjadi sebuah kota yang lebih maju, masyarakatnya lebih dinamis sehingga mereka 9Purwadi, The History of Javanese Kings: Sejarah Raja-Raja Jawa, (Yogyakarta: Ragam Media, 2010), 269. 10Samsul Munir, Amin, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Amzah, 2009), 336. Edited with the trial version of Foxit Advanced PDF Editor To remove this notice, visit: w5w2w .foxitsoftware.com/shopping merasa mampu untuk mengurus administrasinya sendiri. Bahkan, Surabaya digambarkan sebagai sebuah kota besar seperti halnya Majapahit. G.H. Von Vaber, menjelaskan bahwa Surabaya sudah mapan dengan administrasinya, yang berupa Kepangeranan atau Kadipaten Surabaya. Pangeran Pekik, sebagaimana disebutkan dalam Babad Tanah Jawi, merupakan Pangeran pertama di Surabaya yang mengaku keturunan dari Sunan Ampel. Menurut Prof. Dr. Aminudin Kasdi, dalam bukunya Perlawanan Penguasa Madura atas Hegemoni Jawa, Relasi Pusat Daerah pada Periode Akhir Mataram 1726-1745, mendeskripsikan Surabaya pada tahun 1680-1709, sebagai sebuah wilayah yang terletak di tepi sungai besar (Brantas) dan merupakan kota terpenting dan terbesar di Kerajaan Jawa. Sekitar 10.000 kepala keluarga yang telah mendiami wilayah Surabaya. Di Surabaya juga banyak keturunan Cina, jalan-jalan kota Surabaya besar, indah, dan bagus. Surabaya juga memiliki Paseban11 yang luas, masjid yang besar beserta pasarnya juga besar.12 Surabaya sebagaimana dijelaskan di atas merupakan sebuah kawasan Kadipaten, jelas tidak heran apabila terdapat nama-nama kampung yang memperkuat bahwa di kawasan ini pernah tinggal para punggawa kraton seperti Kampung Carikan (carik), Kampung Tumenggung (Tumenggung), Maspati (Patih), Kepatihan (Kepatian), Kampung Praban (Prabu), dan Kampung Kranggan (Ronggo). 11Balai yang digunakan untuk mengahadap raja dsb,;balai penghadapan yang besar. 12Aiminuddin Kasdi, Perlawanan Penguasa Madura Atas Hegemoni Jawa: Relasi Pusat- Daerah Pada Periode Mataram (1726-1746), (Yogyakarta: Jendela, 2003), 251. Edited with the trial version of Foxit Advanced PDF Editor To remove this notice, visit: w5w3w .foxitsoftware.com/shopping Sementara itu, terdapat beberapa bukti bahwa di kawasan ini pernah berdiri tembok kraton dapat dianalisa dari nama kampung yang memiliki arti fisik terhadap tembok kraton. Misalnya, kampung Bubutan (Butotan atau Pintu Gerbang) di sebelah barat kraton, Lawang Seketeng (pintu) di sebelah timur, dan Baliwerti (benteng penguat) sebelah selatan. 3. Surabaya Pada Masa Kesultanan Mataram Seiring dengan runtuhnya kesultana Demak (1478-1546) dan berdirinya Kesultanan Pajang (1548-1582), serta diikuti dengan bangkitnya Kesultanan Mataram (1575-1755), Surabaya menjadi sasaran utama penakhlukan Mataram. Awal dari Kerajaan Mataram adalah ketika Sultan Adiwijaya (Pajang), yang meminta bantuan Ki Pamanahan yang berasal dari daerah pedalaman untuk menghadapi pemberontakan dari Aria Panangsang. Sebagai balasanya, Ki Pamanahan mendapat sebidang tanah di daerah Mataram. Disanalah keturunana dari Ki Pamanahan mendirikan Kesultanan Mataram.13 Kesultanan mataram didirikan oleh Sutawijaya. Pada masa keemasannya, kesultanan Mataram berhasil menyatukan tanah Jawa dan sekitarnya, termasuk wilayah Madura. Pada tahun 1601-1613 tampuk pemerintahn kesultanan Mataram berada dalam kekuasaan Prabu Hanyokrowati atau Panembahan Seda Ing Krapyak. 13Asy’ari, Akhwan Mukarrom dkk, Pengantar Studi Islam, (Surabaya: IAIN SUNAN AMPEL PRESS, 2004), 276.
Description: