ebook img

BAB III AIN NI AIN DALAM EKSISTENSI MASYARAKAT KEI Bab ini akan secara khusus akan PDF

59 Pages·2017·2.09 MB·Indonesian
by  
Save to my drive
Quick download
Download
Most books are stored in the elastic cloud where traffic is expensive. For this reason, we have a limit on daily download.

Preview BAB III AIN NI AIN DALAM EKSISTENSI MASYARAKAT KEI Bab ini akan secara khusus akan

BAB III AIN NI AIN DALAM EKSISTENSI MASYARAKAT KEI Bab ini akan secara khusus akan menjelaskan beberapa hal pokok mengenai pertama, profil makro masyarakat Kei; kedua, ain ni ain dalam tutur sejarah masyarakat Kei Besar, dan ketiga, sistem nilai dan makna ain ni ain. Pokok-pokok pikiran yang dibahas dalam bab ini menjurus pada ain ni ain sebagai suatu pendekatan konseling perdamaian di Kei Besar. A. PROFIL MAKRO MASYARAKAT KEI Bagian ini akan mendeskripsikan profil makro dari masyarakat Kei, yang mana penulis akan mengemukakan data tentang letak geofrafis dan luas wilayah, iklim, mata pencaharian, bahasa, bentuk-bentuk kekerabatan, sistem pemerintahan, sistem kepercayaan, dan hukum adat. 1. Letak Geografis dan Luas Wilayah Gugusan kepulauan Kei yang terdapat di laut banda, dengan Astronomi terletak antara : 50 sampai 6,50 Lintang Selatan dan 1310 sampai 133,50 Bujur Timur.1 Selain itu secara geografis kepulauan Kei dibatasi antara lain oleh : Laut Arafura di Sebelah Selatan, Irian Jaya Bagian Selatan di Sebelah Utara, Kepulauan Aru di Sebelah Timur, Laut Banda di Sebelah Barat dan bagian Utara oleh Kepulauan Tanimbar. 1Dinas Komunikasi dan Informatika Pemkab. Maluku Tenggara, “demografi wilayah”, http://www.malukutenggarakab.go.id/index.php/demografi, diakses pada kamis, 23 Februari 2017, pukul 17.00 WIB. Lihat tesis luis thobias ubra, hamaren. 43 Kepulauan Kei terdiri atas 119 pulau Kecil, di antaranya ada 3 pulau di Kei Besar dan pulau-pulau lainnya di Kei Kecil yang berpenduduk. Kepulauan Kei dengan gugusan pulau-pulaunya terbagi atas dua pulau besar yakni Kei Kecil yang disebut Nuhu Roa dan Kei Besar disebut Nuhu Yuut, serta ada tiga kelompok pulau kecil, yaitu pulau Tanimbar Kei yang disebut Tnebar Evav, Kepulauan Thayando disebut Tahyad, dan Kepulauan Kur.2 Kepulauan Kei atau secara administratif disebut Maluku Tenggara dengan Langgur sebagai ibukota kabupaten saat ini terdiri dari enam kecamatan Kecamatan Kei Kecil, Kecamatan Kei Kecil Timur, Kecamatan Kei Kecil Barat, Kecamatan Kei Besar, Kecamatan Kei Besar Utara Timur dan Kecamatan Kei Besar Selatan. 2. Musim Kepulauan Kei seperti wilayah lainnya di Indonesia, termasuk daerah tropis karena terletak disekitar garis khatulistiwa. Iklim di kepulauan ini dikuasai oleh angin musim, yakni angin musim timur (April-Oktober), angin yang bertiup dari Tenggara (Benua Australia) ke arah Barat Laut (Asia Tengah). Sedangkan pada Musim Barat (November-Maret), angin bertiup dari arah Barat Daya ke arah Tenggara. Kepulauan Kei selama bulan April-Oktober mengalami musim kering atau kemarau, sementara pada bulan November-maret, melangalami musim hujan. Selain kedua musim ini ada juga musim pancaroba yang disebut ma’ir, pada musim ini angin bertiup dari banyak jurusan. Para leluhur perubahan musim itu dengan melihat peredaran Bintang Yeu dan 2 P. M. Laksono, (at.al); Kekayaan, Agama, dan Kekuasaan. Identitas dan Konflik Di Indonesia (Timur) Modern (Yogyakarta: Kanisius dan LSR, 1998), 82. 44 Bintang Far atau Bintang Biduk dan Bintang Pari. Musim pancaroba berlangsung pada bulan November di Musim Barat dan pada bulan Mei di Musim Timur.3 Iklim sangat berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat Kei terkhusus bagi mereka yang bekerja sebagai petani sekaligus nelayan. Jika angin musim Timur bertiup maka mereka tidak akan melakukan aktifitas bertani oleh karena tanah menjadi kering untuk itu mereka melakukan aktifitas mencari ikan dilaut. Sebaliknya jika angin musim barat bertiup mereka akan melakukan aktifitas bertani sebab tanah menjadi subur karena curang hujan dimusim itu.4 3. Mata Pencaharian Umumnya, masyarakat di Kepulauan Kei tinggal menetap di desa-desa sebagai petani dan menggantungkan hidup mereka dari ladang yang diolah kembali. Maksudnya, tanah yang pernah diolah dengan jenis tanaman tertentu, setelah diambil hasilnya, diolah kembali untuk menanam jenis tanaman lainnya. Ada warga yang bercocok tanam dengan cara tradisonal, tetapi ada juga dengan cara modern yaitu dengan menggunakan berbagai macam peralatan modern dan pupuk yang tersedia untuk kesuburan tanaman. Masyarakat, umumnya hanya menanam Enbal5 (Singkong beracun) sebagai makanan pokok, juga Kasbi (singkong tidak beracun), Keladi, Kacang Hijau, dan Kacang Tanah. 3 Hasil wawancara dengan Bpk. N. Rahayaan, 10 Desember 2016. 4 Hasil wawancara dengan Bpk. Nus Rahayaan, 10 Desember 2016. 5 Enbal dibuat dari singkong berracun, terlebih dulu dikeluarkan racunnya melalui proses peras airnya hingga benar-benar kering. Biasanya diolah dalam berbagai bentuk dan dijadikan sebagai oleh-oleh khas daerah Kei. 45 Masyarakat Kei selain bercocok tanam sebagai mata pencaharian primer, juga berternak, menangkap ikan, berburu di hutan dan hasta karya atau hasil kerajinan yang sederhana dalam bentuk anyam-anyaman, pembuatan suram (gerabah lokal), ukiran, dan lainnya, serta pertukangan khusus pembuatan perahu. Pekerjaan ini hanya menjadi pelengkap dari perkerjaan utama di ladang. Pekerjaan ini ada yang dilakukan secara pribadi, tetapi juga ada yang dilakukan secara bersama atau yang dikenal dengan istilah hamaren. Hasil pekerjaan ini dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi setiap hari dan selebihnya dijual di pasar untuk memenuhi kebutuhan pendidikan anak, kesehatan dan perumahan. Selain itu ada pula masyarakat yang bekerja sebagai pegawai negeri, pegawai swasta, Tentara Nasional Indonesia, dan Kepolisian. 4. Bahasa Penduduk daerah ini, kecuali orang-orang Banda Eli dan Banda Elat,6 serta pendatang, masih menggunakan Bahasa Kei sebagai bahasa pergaulan dalam kehidupan sehari-hari, baik oleh orang dewasa maupun generasi muda. Bahasa Kei memiliki dialek yang bervariasi sekurang-kurangnya terdapat lima dialek Bahasa Kei.7 Di Kei Besar terdapat tiga dialek yaitu dialek Kei Besar bagian utara (Bombai), bagian selatan misalnya Rerean, dan bagian tengah misalnya Yamtel. Sedangkan di Kei Kecil terdapat dua dialek di bagian timur dan di bagian barat. Selain itu dialek 6 Orang-orang Banda Eli dan Banda Elat adalah satu kelompok etnik yang tidak menggunakan Bahasa Kei dalam pergaulan mereka tetapi menggunakan Bahasa Banda sebagai bahasa asli daerah asal mereka. 7 Hasil wawancara dengan Ibu O. Totomutu, 26 Oktober 2016. Salah satu pendatang yang sudah menetap di Kei Besar selama ± 30 tahun. 46 dipesisir pantai berbeda dengan dialek di pegunungan. Akan tetapi apabila diucapkan dapat dimengerti oleh semua warga masyarakat Kei. Selain Bahasa Kei tentunya Bahasa Indonesia menjadi bahasa pergaulan antar sesama masyarakat Kei atau masyarakat Kei dengan orang dari suku yang berbeda. sebab kenyataan dalam ruang interaksi di masyarakat tentunya banyak pendatang dari suku yang lain juga ada dalam ruang interaksi tersebut. Sehingga Bahasa Indonesia sebagai bahasa Negara harus digunakan dalam pergaulan maupun dalam ruang interaksi. 5. Bentuk-Bentuk Kekerabatan Masyarakat Kei mengenal tiga bentuk kekerabatan dalam bidang sosial-budaya, yakni: a). Ikatan aliran darah yang kental. Bentuk kekerabatan ini terdiri atas tiga bentuk. Pertama, rahan yam. Kata ini terbagi atas dua suku kata yang memiliki arti yakni rahan yang berarti rumah dan yaman yang berarti bapak sehingga apabila diartikan secara harafiah, rahanyam berarti rumah bapak. Bentuk kekerabatan ini menunjuk pada kelompok orang yang sedarah yang berperan dalam acara atau sidang adat. Dalam praktek untuk mempertahanakan ikatan ini, maka masyarakat Kei memiliki pola hubungan sebagai berikut : yamad ubun taran yang berarti hubungan keluarga anatar cucu dengan kakek dan neneknya dari marga bapak. Kemudian yan te, merupakan singkatan dari yanyanat dan teten. Yang berarti anak atau anak-anak dan orang tua. Jadi yan te merupakan satu kesatuan keluarga yang terdiri dari bapak-ibu 47 bersama anak atau anak-anak. Bentuk kekerabatan ini didasarkan atas perkawinan dengan prinsip patrilinial yakni setiap keturungan dihitung dalam garis keturunan bapak dan menggunakan fam dari bapak. Selain itu tempat tinggal ditentukan oleh pihak bapak. Dalam bentuk ini anak-anak harus mengakui orang tua sebagai pemimpin tertinggi dalam keluarga yang mengatur segala aspek hidup termasuk perkawinannya. Prinsip ini berkaitan dengan Hukum Adat Larvul Ngabal yang mengjadikan orang tua sebagai kepala dari seluruh anggota keluarga yang memiliki hak tertinggi dan berkuasa mutlak dalam mengatur satu keluarga. Ada pula, yaan warin, adalah ikatan hubungan keluarga laki-laki dengan laki-laki atau perempuan dengan perempuan sebagai kakak beradik. Kedua, tu u tavol, yakni ikatan kekerabatan yang berasal dari keturunan ibu atau marga ibu. Pola yang digunakan msayarakat Kei adalah renen ubunte atau ren ub te yang berarti ikatan keluarga antara cucu dengan kakek dan nenek dari marga ibu; renan uran atau ren ur merupakan ikatan keluarga antar seseorang dengan dengan semua orang yang berasal dari marga ibu; dan uran warin atau ur war yang berarti ikatan antara laki-laki dan perempuan sebagai kakak beradik. Ketiga, utin kain atau utin tom merupakan ikatan kekerabatan yang sudah sangat meluas dalam pengertian ikatan ini merupakan kekerabatan dengan satu marga yang dalam sislsilah keluarga telah menyebarkan anak turunannya ke berbagai marga atau ke berbagai desa atau dengan suku yang berbeda.8 b). Ikatan kekeluargaan karena perkawinan. Ikatan ini dalam bahasa Kei disebut fau su rat, merupakan ikatan perkawinan antar marga. Dalam prakteknya dikenal dengan 8 Hasil Wawancara dengan Bpk. Nus Rahayaan, 10 Desember 2016. 48 sebutan yanur mangohoi. Kedua istilah ini menunjuk pada kelompok-kelompok nmarga yang terlibat dalam suatu acara adat perkawinan. Yanur adalah pihak penerima wanita, yang mengambil istri karena mereka datang meminta (pihak laki- laki). Sedangkan mangohoi adalah pihak pemberi wanita atau istri (pihak wanita). Biasanya bentuk kekerabatan ini akan berakhir setelah wilin atau harta kawin dilunasi oleh pihak yanur kepada mangohoi akan tetapi dalam prakteknya hubungan kekerabatan ini masih akan terus berlanjut bila salah satu telah meninggal.9 c). Ikatan kekerabatan karena suatu hubungan dalam adat atau peristiwa sejarah. Bentuk kekerabatan ini disebut juga tom tad. Yang termasuk dalam ikatan ini yakni koy maduan merupakan bentuk kekerabatan pada konteks perkawinan yaitu kepala fam dari yanur biasa disebut maduan yang berarti tuan, pemilik (pemilik orang) yang bertindak atas nama fam dari yanur untuk memberikan bantuan sedangkan yang menerima bantuan disebut koy yaitu semua anggota dari satu fam. Ohoi nuhu, yang memiliki pengertian kampung atau desa dengan tanahnya, yakni tempat beberapa marga tinggal menetap atau hidup bersama, tempat tersebut dianggap aman sebab ohoi dikelilingi ladang-ladang dan hutan rimba. Dalam konteks itu maka tanah temapat mereka hidup bersama merupakan alat pemersatu. Tea bel atau pela merupakan salah satu contoh dari ikatan ini. Kekerebatan ini terdapat di banyak tempat misalnya tea bel antara desa Hollat dengan Ohoiren, Watlar dengan Nerong dan lainnya. Ikatan ini merupakan ikatan hubungan oleh Karena adanya sumpah adata antar dua desa yang bersumpah untuk saling melindungi secara jujur dan iklas. 9 Hasil wawancara dengan Nus Rahayaan, 10 Desember 2016. 49 Kekerabatan jenis ini menurut sejarah orang Kei merupakan orang bersaudara sekandung dan tidak diperkenankan untuk melakukan perkawinan antara kedua belah pihak.10 6. Sistem Pemerintahan Masyarakat Kei Sistem pemerintahan di Kei terdiri atas suatu wilayah adat dan pemukiman, yakni: pertama, ohoi yaitu satu tempat tinggal terkecil yang didalamnya terdapat kepala kampung atau dusun, lengkap dengan kerapatan adat yang disebut seniri dusun dan tua-tua adat. Saniri merupakan orang yang dipilih oleh anggota marga untuk mewakili marganya dalam struktur pemerintahan di desa atau ohoi. Dalam satuan ohoi terbagi lagi dalam atas beberapa ohoi yang dipimpin oleh orang kay, sebagai pemimpin tertinggi di ohoinya serta bertanggung jawab melindungi masyarakat dari ancaman. Orang kay dalam pelaksanaan tugasnya akan dibantu oleh soa. sowa (soa)11 adalah pimpinan dari satu fam atau beberapa mata rumah. Fam dalam budaya masyarakat Kei disebut mata rumah.12 Setiap individu yang berhimpun dalam keluaraga dapat menjadi satu fam atau satu mata rumah namun yang terhitung hanyalah anak laki-laki dari keturunan bapak sebagai anggota fam atau marga atau mata rumah. Satu fam dapat hidup di satu desa yang sama, atau berbeda desa, atau bisa juga tinggal bersama dalam satu rumah. Kepala soa berfungsi sebagai pemersatu 10 Hasil wawancara dengan Pdt. W. Sidubun, S.Th, 03 Januari 2017. 11 Hasil wawancara dengan Nus Rahayaan, 10 Desember 2016. Baca juga, Pieter Elmas, Perjalanan Menemukan Jati Diri, dalam Ken Sa Faak: Benih Benih Perdamaian dari Kepulauan Kei, (Tual-Yogyakarta: Nen Mas Il- Insist Press, 2004) 79. 12 Mata rumah merupakan kesatuan dari laki-laki dan perempuan yang belum kawin dan kesatuan dari para istri dari laki-laki yang telah kawin. Mata rumah penting dalam mengatur perkawinan warganya secara exogami dan dalam hal mengatur penggunaan tanah-tanah dati yaitu tanah milik kerabat patrilineal. 50 kekerabatan fam sebab kepala soa dipilih oleh orang yang tertua. Kepala soa berperan untuk mengkoordinir famnya dalam membayar dan menerima harta perkawinan. Kedua, setelah satuan ohoi atau desa ada pun gabungan beberapa desa terdekat disebut utan, yang dipimpin oleh seorang Rat atau raja, terdapat lembaga orang kay (kepala desa), beberapa soa, serta saniri desa dan para tua adat. Pembagian wilayah adat ini disebut sebagai ratschaap13. Biasanya semua jabatan dipimpin oleh orang yang berasal dari kelas mel-mel jika terdapat sistem kasta yang berbeda dan juga diperoleh melalui garis keturunan sebagai warisan dari leluhur. Ketiga, bagian terbesar dari system pemerintahan adat di Kei adalah Rumpun. Dalam pembagiannya, masyarakat Kei terbagi dalam tiga bagian besar yakni ur siu atau rumpun Sembilan, lor lim atau rumpun lima, dan lor lobay atau rumpun penengah. Kepemimpinan dalam rumpun ini secara kolektif oleh beberapa raja wilayah adat. Raja-raja dianggap sebagai bapak, ibu atau anak tertua dalam komunitasnya masing-masing. 14 7. Sistem Kepercayaan Sistem kepercayaan masyarakat Kei sebelum bangsa Eropa menyebarkan Injil di Kei adalah kepercayaan animisme yang disebut ngu-mat dan dinamisme yang disebut wadar-metu. Praktik kepercayaan ini dapat dilihat dalam upacara adat di mana 13 Setara dengan kecamatan yang dahulu diakui oleh pemerintah belanda. 14 Hasil wawancara denga Nus Rahayaan, 10 Desember 2016. Baca juga Pieter Elmas, Perjalanan Menemukan Jati Diri, dalam Ken Sa Faak: Benih Benih Perdamaian dari Kepulauan Kei, (Tual-Yogyakarta: Nen Mas Il- Insist Press, 2004), 89. 51 masyarakat Kei datang dan memanggil nit-jamad-ubut atau tete-nene moyang,15 ler wuan atau matahari dan bulan, aiwarat yakni pohon-pohonan, aiwat artinya batu- batuan, rahanyam yakni mata rumah, tun-lair yang artinya tanjung dan pelabuhan, nuhu-tanat yang artinya gunung dan tanah, womakasol yang artinya pusat negeri atau desa, dan kubur-hat artinya kuburan.16 Setiap roh yang dipercaya hanya bersifat lokal dalam pengertian setiap marga atau fam, kampung memiliki roh-roh atau ilah-ilah sebagai pelindung. Roh itu disebut oleh masyarakat Kei yakni mitu.17 Memang semua kelurga dan kampung memiliki kepercayaan atau pelindung terhadap mitu akan tetapi mereka masih menyadari dan percaya bahwa ada kuasa yang lebih tinggi yang mengatasi ilah-ilah yang mereka percaya sebagai pelindung yakni Duad Ler Vuan yang berarti Tuhan Bulan dan Matahari.18 setiap kali masyarakat melakukan upacara adat yang akan dilakukan oleh masyarakat adalah mengucapkan rumusan doa dan mempersembahkan sirih pinang, tembakau, kikisan emas, dan uang. Yang memimpin upacara adat adalah mitu duan19. Upacaya yang dimaksud adalah pengresmian rumah adat, pelantikan raja, peminangan dan pembuatan kebun baru. 15 Kepercayaan terhadap tete nenek moyang ada 2 macam yakni kepercayaan terhadap roh- roh orang yang telah meninggal dunia yang disebut Nit-fayaut dan kepercayaan terhadap arwah yang masih hidup dan mengembara yakni far-wakat. Hasil wawancara dengan Nus Rahayaan, 10 Desember 2016. 16 J. Mailoa, (at.al), Sistem Gotong Royong dalam Masyarakat Pedesaan Daerah Maluku, (Jakarta: Pusat Penelitian Sejarah dan Budaya, 1979/1980),105. 17 Mitu adalah roh pelindung desa atau keluarga. 18 Hasil wawancara Drs. Hi. Abdul Hamid Rahayaan sebagai Rat Bomav Fer (Raja Fer), 12 November 2016. 19 Mitu duan adalah tuan atau pelayan mitu atau penjaga mitu. Ia berurusan dengan roh khusus atau lokal, kebumian. Ia berbeda dengan pendeta (leb), yang mengarahkan diri kepada kuasa tertinggi, ke langit. Pembagian tugas sosial-keagamaan ini dipertegas oleh kenyataan bahwa fungsi keduanya sering kali terdapat dalam diri satu orang. Hasil wawancara dengan Raja Fer, 12 November 2016. 52

Description:
Nuhu Roa dan Kei Besar disebut Nuhu Yuut, serta ada tiga kelompok pulau kecil, yaitu pulau .. Doa kepada. Duang dan kepada arwah leluhur.
See more

The list of books you might like

Most books are stored in the elastic cloud where traffic is expensive. For this reason, we have a limit on daily download.