BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Akuntansi 2.1.1 Definisi Akuntansi Pengertian akuntansi menurut American Accounting Association seperti yang dikutip oleh Soemarso (2004:3) adalah : Akuntansi adalah proses mengidentifikasikan, mengukur dan melaporkan informasi ekonomi, untuk memungkinkan adanya penilaian dan keputusan yang jelas dan tegas bagi mereka yang menggunakan informasi tersebut . Proses akuntansi merupakan proses yang berkelanjutan yang dimulai dengan suatu kejadian atau peristiwa ekonomi kemudian diakhiri dengan tersedianya laporan keuangan dimana laporan keuangan yang dihasilkan dapat digunakan sebagai dasar dalam pengambilan keputusan. Hal ini sesuai dengan definisi yang dikeluarkan oleh American Institute of Certified Public Accountant (AICPA). Definisi Akuntansi menurut American Institute of Certified Public Accountant (AICPA) : Accounting is the art of recording, classifying, and summarizing in a significant manner and in terms of money, transaction and events which are in part at least, of a financial character, and interpreting the results thereof . Financial Accounting Standards Board mendefinisikan akuntansi secara umum adalah : Accounting is the body knowledge and functions concered with systematic originating, recording, classifying, processing, summerizing, analyzing, interpreting and supplying of dependable and significant information covering, transaction, and event wich are, in part at least, of financial character, required for the management and operation of an entity and for report that have to be submitted there on to meet fiduciary and other responsibilities . Dalam prakteknya akuntansi digunakan berdasarkan kepentingan penggunanya, akuntansi secara umum saja dimana dihasilkannya laporan keuangan sebagai hasil akhir yang nantinya akan dijadikan sebagai dasar pengambilan keputusan tidak dapat memenuhi tujuan pengguna laporan keuangan, karena pengguna laporan keuangan mempunyai tujuan yang lebih spesifik untuk dijadikan sebagai dasar pengambilan keputusan. Oleh karena itu, akuntansi masih dibagi lagi kedalam beberapa spesialisasi bidang sesuai fungsi dan tujuannya. 2.1.2 Spesialisasi Bidang Akuntansi Menurut Warren Reeve Fees (2005:12), jenis akuntansi yang sering digunakan yaitu akuntansi keuangan dan akuntansi manajemen, termasuk juga jenis akuntansi yang lainnya seperti akuntansi lingkungan, akuntansi pajak, sistem akuntansi, akuntansi internasional, akuntansi organisasi non profit, dan akuntansi sosial. 1) Akuntansi Keuangan Financial accounting is primaliry concerned with the recording and reporting of economic data and activities for a business. Although such report provide useful information for managers, they are the primary report for owners, creditors, governmental agencies, and the public . Warren Reeve Fees (2005:12) 2) Akuntansi Manajemen Managerial accounting, or management accounting, uses both financial accounting and estimated data to aid management in running day-to-day operations and in planning future operations. Management accountants gather and report information that is relevant and timely to the decision making needs of management . Warren Reeve Fees (2005:12) 2.2 Akuntansi Forensik 2.2.1 Definisi Akuntansi Forensik Banyaknya spesialisasi bidang akuntansi masih dirasa kurang lengkap, di jaman sekarang ini munculah fenomena baru bahwa akuntansi bukan lagi hanya digunakan untuk mencatat kejadian-kejadian atau peristiwa-peristiwa ekonomi yang menghasilkan laporan keuangan untuk dijadikan dasar dalam pengambilan keputusan, tetapi ada satu peranan dalam spesialisasi bidang akuntansi yang mempunyai keterkaitan dengan pengadilan atau hukum yaitu akuntansi forensik. Forensik, menurut Merriam Webster s Collegiate Dictionary edisi ke 10 seperti yang dikutip oleh T.M. Tuanakotta (2007:5) dapat diartikan : Berkenaan dengan pengadilan atau berkenaan dengan penerapan pengetahuan ilmiah pada masalah hukum . Oleh karena itu akuntasi forensik dapat diartikan penggunaaan ilmu akuntansi untuk kepentingan hukum. Akuntansi forensik dahulu hanyalah digunakan untuk urusan hukum dan admisistratif yang memadukan antara kemampuan di bidang auditing dan akuntansi, misalnya penggunaan akuntansi forensik untuk pembagian harta gono- gini. Seiring berjalannya waktu, akuntansi forensik kini banyak digunakan di dalam mengungkapkan kejahatan atau kecurangan-kecurangan yang terjadi pada lembaga atau institusi baik di sektor pemerintah maupun swasta. Wally Smieliauskas (2006:16) The conventional definition of forensic accounting is the application of accounting and auditing skills to legal and administrative proceedings. This concept can be expanded to include all economic cheater detection. Cheating is a broader concept than fraud, e.g., it incorporates lack of value for money (VFM) or lack of value for resources utilized . Menurut D. Larry Crumbley, editor in chief dari Journal of Forensic Accounting (JFA) yang dikutip oleh T.M. Tuanakotta (2007:7), akuntansi forensik secara sederhana dapat dikatakan: Akuntansi forensik adalah akuntansi yang akurat (cocok) untuk tujuan hukum. Artinya, akuntansi yang dapat bertahan dalam kancah perseteruan selama proses pengadilan, atau dalam proses peninjauan judicial atau administrative . Istilah akuntansi forensik dikenal juga dengan istilah audit kecurangan atau akuntansi investigasi, seperti yang dikemukakan oleh Jack Bologna dan Paul Shaw (1989), yang dikutip oleh Amin Widjaja (2001:36) : Forensic accounting, sometimes called fraud auditing or investigative accounting, is a skill that goes beyond the realm of corporate and management fraud, embezzlement or commercial bribery. Indeed, forensic accounting skill go beyond the general recalm of white collar crime. Terjemahan : Akuntansi forensik, kadang-kadang disebut sebagai audit kecurangan atau akuntansi investigasi, adalah keahlian yang berada di atas bidang kecurangan korporat dan manajemen, penggelapan atau penyuapan komersial. Keahlian akuntansi forensik tentu saja berada di luar bidang umum kejahatan kerah putih . 2.2.2 Lingkup Akuntansi Forensik Menurut Theodorus M. Tuanakotta (2007:41) lingkup akuntansi forensik dibagi menjadi dua, yaitu pada sektor swasta dan sektor pemerintah. 1. Praktek di Sektor Swasta Dalam prakteknya, ada perusahaan yang menekankan pada atau mendalami suatu aspek tertentu dari akuntansi forensik. Kantor-kantor akuntan global yang dikenal sebagai the big four dan perusahaan yang berkecimpung dalam penelusuran asset akan menekankan kegiatan mereka pada asset tracing dan asset recovery. 2. Praktek di Sektor Pemerintah Di sektor publik (pemerintah), praktek akuntansi forensik serupa dengan di sektor swasta. Perbedaannya adalah bahwa tahap-tahap dalam seluruh rangkaian akuntansi forensik terbagi-bagi di antara berbagai lembaga. Ada lembaga yang melakukan pemeriksaan keuangan negara, ada beberapa lembaga yang merupakan bagian dari pengawasan internal pemerintahan, ada lembaga-lembaga pengadilan, ada lembaga yang menunjang kegiatan memerangi kejahatan pada umumnya, dan korupsi khususnya (seperti Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan), dan lembaga-lembaga lainnya seperti Komisi Pemberantasan Korupsi. Juga ada lembaga masyarakat yang berfungsi sebagai pressure group. Di samping itu, keadaan politik dan macam-macam kondisi lain akan mempengaruhi lingkup akuntansi forensik yang diterapkan, termasuk pendekatan hukum dan non hukum. 2.2.3 Tujuan Akuntansi Forensik Menurut Theodorus M. Tuanakotta (2007:41) tujuan akuntansi forensik adalah untuk menagani (memeriksa, menyelidiki, menyidik, menuntut, mengadili) fraud, khususnya dalam pengertian corruption dan misappropriation asset. Akuntansi forensik digunakan untuk membantu penyidik yang meminta bantuan tenaga ahli (auditor) di dalam mendeteksi, memeriksa dan mengungkapkan fraud, dimana hasilnya akan dijadikan barang bukti yang nantinya akan diselesaikan lewat jalur litigasi maupun non litigasi. 2.2.4 Model Akuntansi forensik Menurut Theodorus M. Tuanakotta, Model Akuntansi Forensik bisa terdiri dari berbagai macam tergantung situasi dan kondisi yang dihadapi. Akuntansi forensik pada awalnya adalah perpaduan yang sederhana antara akuntansi dan hukum. Contoh penggunaan akuntansi forensik dalam pembagian harta warisan. Disini terlihat unsur akuntansinya, unsur hitung-menghitung besarnya harta yang akan diterima oleh ahli waris. Segi hukumnya dapat diselesaikan di dalam atau di luar pengadilan, secara litigasi atau non litigasi. Model ini dapat digambarkan sebagai berikut. AKUNTANSI HUKUM Gambar 2.1 Diagram Akuntansi Forensik Sumber: Tuanakotta (2007:17) Dalam kasus yang lebih rumit, ada satu bidang tambahan (di samping Akuntansi dan Hukum). Bidang tambahan ini adalah audit, sehingga model akuntansi forensiknya dipresentasikan dalam tiga bidang. AKUNTANSI AUDIT HUKUM Gambar 2.2 Diagram Akuntansi Forensik Sumber: Tuanakotta (2007:18) Dalam suatu audit secara umum maupun audit yang khusus untuk mendeteksi fraud, auditor (internal maupun eksternal) secara proaktif berupaya melihat kelemahan-kelemahan dalam sistem pengendalian intern, terutama yang berkenaan dengan perlindungan terhadap asset (safeguarding of asset) yang rawan akan terjadinya fraud (kecurangan). Kalau dari suatu audit umum (general audit atau opinion audit) diperoleh temuan audit, atau ada tuduhan (allegation) dari pihak lain, atau ada keluhan (complaint), auditor bersikap reaktif, yaitu dengan menanggapi temuan, tuduhan dan keluhan tersebut. Dalam Gambar 2.3 digambarkan dua bagian dari suatu fraud audit, yang bersifat proaktif dan yang investigatif. Audit investigatif dimulai pada bagian kedua dari audit fraud yang bersifat reaktif, yakni sesudah ditemukannya indikasi awal adanya fraud. Audit investigatif merupakan bagian dan titik awal dari akuntansi forensik. Dari Gambar 2.3 tersebut, terlihat proses audit investigatif, akuntansi dan hukum. Bagan ini merupakan pengembangan dari Gambar 2.2., bagan ini tidak dapat dikembangkan lebih lanjut dengan memasukkan unsur tindak pidana, misalnya tindak pidana korupsi (tipikor). Akuntansi Forensik Jenis penugasan Fraud Audit Proaktif Investigatif A Temuan audit K H U Sumber Informasi Risk Assesment Tuduhan Temuan Audit U N K Keluhan T U A M N S Identifikasi Indikasi awal Bukti ada/tidaknya I Output potensi fraud adanya fraud pelanggaran Gambar 2.3 Diagram Akuntansi Forensik Sumber: Tuanakotta (2007:19) 2.3 Atribut, Standar, dan Kode Etik Akuntansi Forensik Setiap profesi mempunyai persyaratan bagi anggotanya. Umumnya persyaratan bagi akuntan forensik serupa dengan para auditor pada umumnya. Misalnya dalam menerapkan professional skeptism dan sifat pantang menyerah (persistent). Namun, sifat khas pekerjaan investigator (auditor yang melakukan investigasi) atau akuntan forensik, mewarnai ciri khas tuntutan dan persyaratan profesi ini. 2.3.1 Atribut Akuntansi Forensik Sudah menjadi suatu kewajiban bagi seorang professional akuntan sebelum menerima penugasan audit harus mengetahui dengan pasti, hasil pekerjaannya digunakan untuk kepentingan apa. Kalau saja latar belakang pihak yang akan memanfaatkan hasil auditnya tidak diketahui dengan pasti, besar kemungkinan dimanfaatkan untuk tujuan yang merugikan akuntan sendiri. Untuk itu menurut Soejatna S. (2008:20) ada lima sifat yang harus dimiliki oleh seorang akuntan, yaitu : 1. Seorang akuntan harus mempunyai rasa curiga yang besar. 2. Seorang akuntan juga dituntut punya rasa ingin tahu yang besar. 3. Mempunyai daya analisis yang kuat. 4. Mempunyai logika yang bagus. 5. Seorang akuntan tidak cepat putus asa. Menurut Howard R. Davia (2000:42) seperti yang dikutip oleh Tuanakotta (2007:45) auditor pemula di dalam melakukan investigasi terhadap fraud harus memperhatikan hal-hal berikut, yaitu : 1. Hindari pengumpulan fakta dan data yang berlebihan secara prematur. Banyak auditor berkutat pada pengumpulan fakta dan temuan, dan tidak bisa menjawab pertanyaan yang paling penting : who did it ?. 2. Fraud auditor harus mampu membuktikan niat pelaku melakukan kecurangan (preparator s intent to commit fraud). 3. Be creative, think like a preparatory, do not predictable (dalam hal pemeriksaan, penyelidikan atau investigasi). 4. Auditor harus tahu banyak kecurangan dilakukan dengan persekongkolan (collusion, conspirasi). 5. Dalam memilih proactive fraud detection strategy (strategi untuk menemukan kecurangan yang dilakukan di dalam pembukuan atau di luar pembukuan). Untuk menjadi seorang akuntan forensik atau pemeriksa kecurangan (fraud), maka seorang akuntan forensik harus mempunyai karakter dan keahlian tertentu. Karakteristik seorang pemeriksa fraud menurut Fraud Examiners Manual (2006): Pemeriksa fraud harus memiliki kemampuan yang unik. Di samping keahlian teknis, seorang pemeriksa fraud yang sukses mempunyai kemampuan mengumpulkan fakta-fakta dari berbagai saksi dan fair, tidak memihak, sahih (mengikuti peraturan perundang-undangan), dan akurat, serta mampu melaporkan fakta-fakta itu secara akurat dan lengkap . Pemeriksa fraud adalah gabungan antara pengacara, akuntan, kriminolog, dan detektif (atau investigator). Seorang detektif atau investigator juga perlu memiliki sikap penuh kehati-hatian, berkpikir kreatif, pantang menyerah dan penting untuk mmpunyai kemampuan berpikir seperti pencuri. Kualitas yang harus dimiliki oleh seorang detektif dijelaskan oleh Allan Pinkerton seperti yang dikutip T.M. Tuanakotta (2007:50) yaitu: Detektif harus memiliki kualifikasi yang berikut: hati-hati (tidak gegabah), menjaga kerahasian pekerjaannya, kreatif, pantang menyerah, berani, dan di atas segala-galanya, jujur; di samping ketangguhannya mencari informasi seluas-luasnya yang memungkinkan menerapkan segala dan secara efektif talentanya sebagai seorang detektif, dengan kedalaman yang diperlukan . G. Jack Bologna and Robert J. Lindquist (1995) yang dikutip oleh Tuanakotta (2007:51) menjelaskan kualitas yang harus dimiliki oleh akuntan forensik adalah: Kreatif Kemampuan untuk melihat sesuatu yang orang lain menganggap situasi bisnis yang normal dan mempertimbangkan interpretasi lain, yakni bahwa itu tidak perlu merupakan situasi bisnis yang normal. Rasa ingin tahu Keinginan untuk menemukan apa yang sesungguhnya terjadi dalam rangkaian peristiwa dan situasi. Tak menyerah Kemampuan untuk maju terus pantang mundur walaupun fakta (seolah-olah) tidak mendukung, dan ketika dokumen atau informasi sulit diperoleh. Akal sehat Kemampuan untuk mempertahankan perspektif dunia nyata. Ada yang menyebutnya, perspektif anak jalanan yang mengerti betul kerasnya kehidupan. Business sense Kemampuan untuk mengetahui bagaimana sesungguhnya bisnis berjalan, dan bukan sekedar memahami bagaimana transaksi dicatat. Percaya diri Kemampuan untuk mempercayai diri dan temuan kita sehingga kita dapat bertahan di bawah cross examination (pertanyaan silang dari jaksa penuntut umum dan pembela) Sedangkan menurut Amin Widjaja (2001:43), auditor kecurangan yang efektif harus melakukan berikut ini dengan kemampuan yang cukup: 1. Mempelajari pengendalian intern. 2. Menilai kebaikan dan kelemahan pengendalian itu. 3. Skenario didesain dari kerugian kecurangan yang potensial berdasarkan kelemahan yang diidentifikasi dalam pengendalian intern. 4. Mengidentifikasi akun yang dipertanyakan, saldo akun dan hubungan antara akun, untuk perbedaan dari yang diperkirakan sekarang dan hubungan masa lalu (rasio masa lalu). 5. Mengidentifikasi transaksi yang dipertanyakan, misalnya terlalu tinggi, terlalu rendah, terlalu sering, terlalu jarang, terlalu banyak, terlalu sedikit, waktu yang janggal, tempat yang janggal, orang yang janggal. 6. Membedakan kesalahan manusia yang sederhana dan penghilangan masukan dari ayat jurnal yang curang (kesalahan yang disengaja vs. kesalahan yang tidak disengaja). 7. Mengikuti arus dokumen yang mendukung transaksi. 8. Mengikuti arus dana ke dalam dan ke luar dari akun organisasi. 9. Mencari dokumen pendukung untuk transaksi yang dipertanyakan. 10. Mempelajari dokumen itu untuk keanehan seperti naiknya jumlah, pemalsuan bon palsu, faktur atau klaim, perusakan data, klasifikasi akun yang tidak tepat, ketidakteraturan urutan serial, kuantitas, harga, perkalian dan footing , substitusi dari fotokopi untuk dokumen asli. 11. Mengkonstruksi kembali data pendapatan dan pengeluaran melalui sumber di luar dan independent. 12. Mengkonfirmasi nilai aktiva dan hutang melalui sumber di luar dan independent. 13. Mengumpulkan dan meyimpan bukti untuk memperkuat kerugian aktiva, kecurangan transaksi dan laporan keuangan yang salah. 14. Mendokumentasikan dan melaporkan kerugian kecurangan untuk tujuan kriminal, sipil atau transaksi. 2.3.2 Standar Akuntansi Forensik Menurut T.M. Tuanakotta (2007:52), secara sederhana, standar adalah ukuran mutu . 2.3.2.1 Standar Profesi Akuntan Di dalam pekerjaan audit, para auditor ingin menegaskan standar mereka. Seorang auditor atau akuntan publik di dalam melaksanakan tugasnya harus menjunjung tinggi sikap profesionalismenya karena akuntan publik atau auditor adalah profesi yang banyak berhubungan dengan pihak lain. Untuk itu seorang auditor atau akuntan publik di dalam menjalankan profesinya diatur dalam suatu standar yaitu standar professional akuntan publik.
Description: