BAB II\ TEORI MAS}LAH}AH A. Pengertian Mas}lah}ah Dilihat dari bentuk lafalnya, kata Mas}lah}ah adalah kata bahasa Arab yang berbentuk mufrad (tunggal). Sedangkan bentuk jamaknya Mas}@alih. Dilihat dari segi lafalnya, kata Mas}lah}ah seimbang dengan maf’alah kata as}-s}alah.1 Mas}lah}ah secara sederhana diartikan sesuatu yang baik dan dapat diterima oleh akal sehat. Diterima akal, mengandung arti bahwa akal itu dapat mengetahui dengan jelas mengapa begitu. Setiap perintah Allah di jalankan, yaitu untuk mengandung untuk manusia, baik dijelaskan sendiri alasannya oleh Allah atau tidak.2 Dari segi bahasa kata Mas}lah}ah adalah seperti lafazh al-manfa’at baik artinya maupun wazan-nya (timbangan kata), yaitu kalimat mas}dar yang sama artinya dengan kalimat as}-s}alah seperti halnya lafad} al-manfa’at artinya sama dengan al- naf’u.3Bisa juga dikatakan bahwa Mas}lah}ah itu merupakan bentuk tunggal (mufrad) dari kata Mas}@alih. Pengarang Kamus Lisan Al-‘Arab menjelaskan dua arti, yaitu Mas}lah}ah yang berarti Salah dan Mas}lah}ah yang berarti bentuk tunggal dari Mas}@alih. Semua mengandung arti adanya manfaat baik secara asal maupun melalui semua proses, seperti menghasilkan kenikmatan dan faedah, ataupun 1 Abdul Rahman Dahlan, Ushul Fiqh,( Jakarta: HAMZA, 2010), 304. 2 Mardani , Ushul Fiqh, (Jakarta: Rajawali Pers, 2013), 207. 3 Rachmat Syafe’I, Ilmu Ushul Fiqih, ( Bandung: Pustaka Setia, 2010), 117. 26 pencegahan dan penjagaan, seperti menjauhi kemud}aratan dan penyakit. Semua itu bisa dikatakan Mas}lah}ah. 4 Berdasarkan pengertian tersebut, pembentukan hukum berdasarkan kemashlahatan ini semata-mata dimaksudkan untuk mencari kemashlahatan manusia. Maksudnya di dalam rangka mencari sesuatu yang menguntungkan, dan menghindari kemudharatan manusia yang bersifat sangat luas. Mas}lahat itu merupakan sesuatu yang berkembang berdasar perkembangan yang selalu ada di setiap lingkungan. Mengenai pembentukan hukum ini, kadang-kadang tampak menguntungkan pada suatu saat, tapi pada saat yang lain justru mendatangkan mud}arat. Begitu pula pada suatu lingkungan terkadang menguntungkan pada lingkungan tertentu, tetapi mud}arat pada lingkungan lain.5 Oleh syar’i telah disyariatkan untuk melaksanakan Mas}lah}ah berdasarkan pembenaran syar’i, maka terdapat petunjuk adanya illat hukum yang disyariatkan. Mas}lah}ah, oleh Ulama@’ ushul disebut sebagai al Mas}lah}ah Mu’tabaroh (Mas}lah}ah yang diakui) oleh syar’i.6 Definisi-definisi yang dikemukakan di atas menunjukan beberapa persamaan, sebagai berikut: 4 Ibid, 117 5 Miftahul Arifin, A. Faishal Haq, Ushul Fiqh: kaidah-kaidah penetapan hukum Islam (Surabaya: Citra Media, 1997), 142-143. 6 Ibid, 143 27 a. Al-Maslahah dalam pengertian syar’ tidak boleh didasarkan atas keinginan hawa nafsu belaka, tetapi harus berada dalam ruang lingkup tujuan syariat. Dengan kata lain, disyaratkan adanya kaitan antara al-Maslahah dan asy-Syar’ b. Pengertian Maslahah mengandung dua unsur, yaitu meraih manfaat dan menghindarkan kemudharatan. Dalam hal ini, definisi yang dibuat al- Khawarizmi sudah secara inklusif mengandung pengertian tersebut. Dari sini Sa’id Ramadhan al-Buthi berpendapat bahwa syariat tetap berhubungkan dengan akan tetapi untuk menjadi landasan dan tolak ukur dalam menetapkan hukum, Maṣlah}ah tidak bersifat berdiri sendiri. Mas}lah}ah merupakan generalisasi makna yang disimpulkan dari sekumpulan al-ah}kam al juz’iyyah yang bersumber dari dalil syar’i. Oleh karena itu, secara otomatis maṣlaḥah juga menjadi dalil qahṭ’i selama tidak bertentangan dengan dalil qath’i lainnya.7 Berdasarkan pendapat para ulama us}hul fiqh di atas, maka dapat dipahami, bahwa tujuan syariat adalah untuk kehidupan manusia, baik di dunia maupun di akhirat, dan untuk menghindari mafsadat bagi kehidupan di dunia dan di akhirat. Menurut al-Syatibi ada lima tujuan pokok syariat Islam, yaitu dalam rangka melindungi agama, jiwa, akal, keturunan dan harta. Kelima pokok tersebut dinamakan dengan kulliyah al khams atau al-qawaid al-kulliyat.8 Selanjutnya al-Būṭi berpendapat bahwa maṣlaḥah diakomodir sebagai dalil hukum atau al- mas}lah}ah al-syar’iyyah jika memenuhi 5 (lima) kriteria berikut : a. Termasuk dalam tujuan al-syar’i 7 Dahlan, Ushul Fiqh.,317. 8 Mardani , Ushul Fiqh, 337. 28 b. Tidak bertentangan dengan dalil Al-Qur’an c. Tidak bertentangan dengan sunnah d. Tidak bertentangan dengan qiyas e. Tidak menyalahi Mas}lah}ah yang lebih tinggi9 B. Tingkatan Mas}lah}ah Sejauh uraian pengertian Mas}lah}ah menurut peristilahan us}huliyyin di atas, dengan segera dapat diketahui bahwa ada bermacam-macam Mas}lah}ah. Dengan kata lain, ulama us}hul fiqh berpendapat, disamping ada jenis al-maslahah yang diakui syara’ sebagai Mas}lah}ah yang sebenarnya. Bahwasannya Allah menetapkan berbagai ketentuan syariat dengan tujuan untuk memelihara lima unsur pokok manusia (adh-ḍarūriyyat al-khams), yang biasa juga disebut dengan al-Maqashid asy-syar’iyyah (tujuan-tujuan syara’). 10 Ditinjau dari segi kaidah umum (qawaid kulliyah) seperti diuraikan di muka, bahwa Mas}lah}ah bertingkat-tingkat. Mas}lah}ah yang bersifat ḍarūriyyah (kemashlahatan primer) mesti lebih dahulu diperhitungkan dari pada Maṣlaḥah hājiyyah ( sekunder). Sebaliknya, Maṣlaḥah tahsīniyyah ( tersier) di akhirkan dari Maṣlaḥah ḍarūriyyah dan hājiyyah .11 yang pertama bersifat utama, sedangkan yang kedua bersifat mendukung yang pertama ,sementara yang ketiga bersifat melengkapi yang pertama dan kedua. 9 Ibid.,318. 10 Ibid, 308. 11 Abu Zahrah, Ushul Fiqih, (Jakarta: Juli, 2001),557. 29 a) Mas}lah}ah ḍarūriyyah (primer) Mas}lah}ah ini adalah suatu hal yang urgen bagi kehidupan manusia di dunia maupun akhirat. Apabila mas}lah}ah ini tidak terwujud maka kehidupan di dunia akan timpang, kebahagian akhirat tidak tercapai dan mendapat siksa. ini ialah memelihara maqashid al-syar’iah al-kulliyah (tujuan-tujuan dasar syariat) yang mencakup lima hal, yakni hifdz al-din (memelihara agama), hifd al-nafs (perlindungan jiwa), hifd al-’aql (perlindungan terhadap akal), hifd al-nasl (pemeliharaan keturunan), hifd al-mal (dan perlindungan atas harta kekayaan).12 b) Maṣlaḥah hājiyyah ( sekunder) Merupakan hal-hal yang sangat dibutuhkan sebagai sarana mempermudah dan menghindari kesulitan. Jika ini tidak terwujud, maka manusia akan mengalami kesulitan dan kesempitan tanpa sampai mengakibatkan tidak terwujudnya sama sekali lima tujuan diatas.13 Untuk mewujudkan dan memelihara dengan taraf semacam ini, maka untuk tujuan pemeliharaan agama, syâri’ (pemegang otoritas syara’, Allah dan Rasul- Nya) mensyariatkan ritual-ritual ibadah, diperbolehkannya melakukan jama’ dan qashar shalat bagi musafir, perkenan tidak berpuasa ramaḍan bagi wanita hamil dan menyusui serta orang-orang sakit.14 Untuk tujuan melindungi jiwa syar’i memperbolehkan hewan buruan dan makanan-makanan enak. Untuk tujuan memelihara harta kekayaan syar’i 12 Rahmat Dahlan, Ushul Fiqh,309. 13 Ibid. 310. 14 Ibid. 30 menggariskan beragam ketentuan tata laksana mu’amalah berupa jasa persewaan, bagi hasil, akad pesan dll. Dan untuk memelihara garis keturunan syar’i mensyariatkan adanya mas kawin, perceraian dan terpenuhinya syarat saksi dalam hukuman zina.15 c) Maṣlaḥah tahsīniyyah ( tersier) Merupakan hal-hal yang ketiadaannya tidak sampai menyebabkan kesulitan, hanya saja perwujudannya sesuai dengan dasar melakukan yang pantas dan menjauhi yang tidak layak serta sesuai dengan budi pekerti luhur dan kebiasaan yang baik.16 Mas}lah}ah ḍarūriyyah merupakan yang bersifat paling utama, Mas}lah}ah hājiyyah bersifat pendukung dari Mas}lah}ah ḍarūriyyah, sedangkan Mas}lah}ah tahsīniyyah yaitu sebagai pelengkap dari Mas}lah}ah ḍarūriyyah dan Mas}lah}ah hājiyyah.17 Pada hakikatnya kelima tujuan pokok di atas, baik kelompok ḍarūriyyah, hājiyyah dan tahsīniyyah dimaksudkan untuk memelihara atau mewujudkan kelima pokok seperti yang disebutkan di atas, hanya saja peringkat kepentingan satu sama lain.18 15 Satria Efendi,Ushul Fiqih, 151 16 Efendi,Ushul Fiqih.,311. 17Ibid. 18 Syafe’I, Ilmu Ushul Fiqih,118. 31 Tujuan syar’i merupakan sarana untuk mewujudkan satu tujuan yang universal yaitu ibadah dan ma’rifat Allah serta riḍa-Nya. Hal ini berdasarkan firman Allah dalam Al-Qur’an yaitu: 19 1. QS Adz Dzariyat ayat 56 : (cid:120)(cid:138)(cid:180)(cid:12) (cid:83)(cid:131)(cid:53)(cid:48)(cid:83)(cid:7)(cid:6)(cid:139)(cid:136) (cid:125)(cid:71)(cid:171)(cid:78)(cid:222)(cid:29)(cid:7)(cid:6) (cid:198)(cid:48)(cid:222)(cid:12)(cid:132)(cid:32)(cid:96)(cid:97) (cid:7)(cid:141)(cid:37)(cid:139)(cid:136) (cid:174)(cid:73)(cid:136)(cid:197)(cid:107)(cid:205)(cid:26)(cid:221)(cid:206)(cid:139)(cid:109)(cid:181)(cid:28) Artinya : Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.20 2. QS Al-Qashas ayat 77 : (cid:91)(cid:99)(cid:28)(cid:141)(cid:34)(cid:6)(cid:139)(cid:202) (cid:4)(cid:7)(cid:96)☺(cid:109)(cid:181)(cid:223) (cid:172) (cid:172)(cid:221)(cid:141)(cid:42)(cid:220)(cid:18)(cid:7)(cid:6)(cid:139)(cid:136) (cid:121)(cid:138)(cid:139)(cid:136) (cid:11) (cid:132)(cid:134)(cid:141)(cid:111)(cid:171)(cid:97)(cid:41)(cid:96)(cid:7)(cid:6) (cid:139)(cid:115)(cid:6)(cid:126)(cid:7)(cid:4)(cid:7)(cid:6) (cid:143)(cid:4)(cid:7)(cid:6) (cid:11) (cid:7)(cid:139)(cid:109)(cid:221)(cid:53)(cid:115)(cid:107)(cid:28)(cid:7)(cid:6) (cid:91)(cid:172)(cid:181)(cid:37) (cid:96)(cid:26)(cid:141)(cid:26)(cid:108)(cid:171)(cid:167)(cid:141)(cid:53) (cid:91)☯(cid:64)(cid:140)(cid:34) (cid:143)(cid:4)(cid:7)(cid:6) (cid:97)(cid:71)(cid:86)(cid:123)(cid:218)(cid:129)(cid:136)(cid:9) (cid:4)(cid:7)(cid:96)☺(cid:121)(cid:21) (cid:71)(cid:171)(cid:123)(cid:218)(cid:129)(cid:136)(cid:9)(cid:139)(cid:136) (cid:96)(cid:108)(cid:7)(cid:86)(cid:123)⌧(cid:225)(cid:222)(cid:28)(cid:7)(cid:6) (cid:172)(cid:221)(cid:220)(cid:26)(cid:140)(cid:34) (cid:121)(cid:138)(cid:139)(cid:136) (cid:11) (cid:91)(cid:99)(cid:222)(cid:109)(cid:140)(cid:28)(cid:180)(cid:12) (cid:113)(cid:32)(cid:181)(cid:141)(cid:202)(cid:104) (cid:121)(cid:138) (cid:142)(cid:4)(cid:7)(cid:6) (cid:133)(cid:73)(cid:180)(cid:12) (cid:11) (cid:173)(cid:192)(cid:220)(cid:115)(cid:41)(cid:85)(cid:7)(cid:6) (cid:116)(cid:180)(cid:56) (cid:141)(cid:56)(cid:213)(cid:181)(cid:107)(cid:171)(cid:123)(cid:222)(cid:225)(cid:197)☺(cid:222)(cid:28)(cid:7)(cid:6) Artinya : Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu(kebahagiaan) negeri akhirat dan janganlah kamu melupakan kebahagiaanmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu,dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.21 Jumhur ulama mengajukan pendapat bahwa Mas}lah}ah - Mas}lah}ah merupakan hujjah syar’iat yang dipakai sebagai pembentukan hukum mengenai 19Ibid,121 20Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya,862. 21 Ibid.,623. 32 kejadian atau masalah yang hukumnya tidak ada di dalam nash atau ijma’ atau qiyas atau istihsan, maka disyar’iatkan dengan menggunakan Mas}lah}ah.22 Menurut al-Būṭi terdapat sebuah kesepakatan diantara para ulama-ulama tafsir, yaitu maksud dari bagian manusia dari dunia tersebut adalah sesuatu yang dimanfaatkan untuk kepentingan akhirat23 . (cid:220)(cid:49)(cid:202)(cid:22)(cid:161)(cid:134)(cid:64)(cid:222)(cid:12)(cid:132)(cid:32)(cid:96)(cid:97) (cid:7)(cid:96)☺(cid:148)(cid:53)(cid:136)(cid:9) (cid:217)(cid:217)(cid:50)(cid:205)(cid:41)(cid:220)(cid:26)(cid:171)(cid:123)(cid:96)(cid:140)(cid:140)(cid:223)(cid:136)(cid:9) (cid:121)(cid:138) (cid:7)(cid:139)(cid:65)(cid:222)(cid:108)(cid:140)(cid:28)(cid:180)(cid:12) (cid:220)(cid:49)(cid:202)(cid:22)(cid:148)(cid:53)(cid:136)(cid:9)(cid:139)(cid:136) (cid:7)(cid:65)(cid:62)(cid:141)(cid:26)(cid:141)(cid:201) (cid:141)(cid:73)(cid:137)(cid:201)(cid:206)(cid:96)(cid:70)(cid:220)(cid:111)(cid:206)(cid:34) Artinya : Maka apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya kami menciptakan kamu secara main-main (saja) dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada kami? (QS. Al Mukminun [23]: 115)24 Ayat ini menunjukkan bahwa penciptaan manusia pasti memiliki tujuan yang sangat mulia. Seandainya tidak ada tujuan dibalik penciptaan manusia setelah perwujudan lima Maqasid tersebut, maka dunia ini akan berjalan lamban dan menjadi sirna, padahal kenikmatan dan siksa di akhirat sangat bergantung pada penerapan Maqasid tersebut. Keadaan yang seperti ini tentu berlawanan dengan sifat Allah Yang Maha Bijaksana.25 22 A. Faishal Haq, Ushul Fiqh: kaidah-kaidah penetapan hukum Islam, 144. 23 Said Ramaḍan al-Būṭi,Ḍawābiṭal-maṣlaḥah fiy syar’iah al-Islamiyah.,122. 24 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya,540. 25 Ibid.,123. 33 Ada 2 (dua) macam bentuk pengecualian yang tidak termasuk dalam kategori Mas}lah}ah haqiqiyyah:26 (a) Sesuatu yang menyalahi 5 (lima) Maqasid secara substansial misalnya berupaya membebaskan diri dari tuntutan ibadah, menghalalkan zina, membunuh jiwa tanpa alasan yang dibenarkan (haqq) dan lain-lain. Hal-hal demikian sekilas dianggap sebagai Mas}lah}ah karena mengandung kenikmatan pada satu sisi, tetapi pada sisi lain sebenarnya lebih tepat dikategorikan sebagai mafsadat.27 (b) Sesuatu yang secara substansial tidak menyalahi 5 (lima) maqasid tetapi ia dapat merusak ruh atau spirit Maqasid tersebut karena terdapat niat dan tujuan yang tidak baik. Sebagaimana yang telah diungkapkan oleh Imam al- Syatibi seseorang yang telah melaksanakan syariat namun tidak sesuai dengan tujuan syar’i. Maka sebenarnya ia tidak mengerjakan syariat apapun.28 Dalam tinjauan pertama telah kita ketahui bahwa seluruh Mas}lah}ah dipandang dari sisi nilainya tersusun secara sistematis dalam lima tingkatan, yaitu perlindungan terhadap agama, perlindungan tehadap jiwa, perlindungan terhadap akal, perlindungan terhadap keturunan dan perlindungan terhadap harta. Mas}lah}ah yang mengandung perlindungan agama didahulukan daripada Mas}lah}ah yang 26 Ibid.,124. 27 Ibid.,115. 28Ibid. 34 berkaitan dengan perlindungan jiwa, Mas}lah}ah yang mengandung perlindungan jiwa didahulukan dari Mas}lah}ah yang berkaitan dengan perlindungan akal, dan seterusnya.29 C. Mas}lah}ah sebagai Dalil Hukum Mas}lah}ah dapat disebut juga sebagai dalil hukum yang mengandung arti bahwa Mas}lah}ah menjadi landasan dan tolak ukur dalam penetapan hukum. Dengan kata lain, hukum Mas}lah}ah tertentu ditetapkan sedemikian rupa karena menghendaki agar hukum tersebut ditetapkan pada masalah tersebut.30 Dalam mengenai dalil hukum Mas}lah}ah ada dua dalil yang menunjukkan kewajiban mengamalkan as-Sunnah: a) Pertama, komitmen untuk menjalankan sesuatu yang ditunjukkan oleh as- Sunnah, tidak ada perubahan sampai kapanpun dan dimanapun konteks as- Sunnah itu berada. b) Kedua, komitmen untuk mengikuti langkah dan alasan Rasul dalam strategi dan penjelasan suatu perkara dan upaya menyelesaikan suatu masalah tertentu. 31 Instrumen yang digunakan oleh Rasul untuk melaksanakan hukum-hukum Allah pasti terdapat perbedaan disetiap daerah dan waktu. Komitmen yang dimaksud 29Zahrah, Ushul Fiqih,249. 30 Rahman, Ushul Fiqh, 315. 31Ibid.,317.
Description: