BAB II TEORI KESAKSIAN DAN HAKIKAT MAS}LAH}AH A. Tinjauan Umum Tentang Kesaksian 1. Definisi Kesaksian Kesaksian adalah keterangan atau pernyataan yang diberikan saksi.1 Artinya, adanya suatu informasi yang disampaikan oleh seseorang yang disebut sebagai saksi karena ia mengetahui kejadian suatu peristiwa yang terkait dengan kesaksiannya. Dalam definisi yang lain kesaksian adalah kepastian yang diberikan kepada hakim di persidangan tentang suatu peristiwa yang diperkarakan dengan jalan memberitahukan secara lisan dan secara pribadi oleh orang yang bukan salah satu pihak dalam berperkara serta ia juga dipanggil dalam persidangan.2 Saksi dalam kitab fiqh cenderung didefinisikan dengan istilah kesaksian yang diambil dari kata ةده اشم yang artinya melihat dengan mata kepala, karena lafadz دهاش (orang yang menyaksikan) itu memberitahukan tentang apa yang disaksikan dan dilihatnya. Maknanya ialah pemberitahuan seseorang tentang apa yang dia ketahui dengan lafadz دهش ا ‚aku menyaksikan atau aku telah menyaksikannya‛.3 Saksi disebut juga dengan دهاش (saksi lelaki) atau ةدهاش (saksi perempuan) bentuk jamaknya adalah ءادهش terambil dari kata ةدهاشم yang artinya adalah menyaksikan 1 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Bahasa Indonesia, 1247. 2 Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, (Yogyakarta: Liberty, 2006), 166. 3 Louis Ma’luf al-Yassu’i, al-Munjid fi al-Lughah Wa al-A’lam (Beirut: Da>r al-Masyriq, 1986), cet ke-17, 406. 22 digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 23 dengan mata kepala sendiri.4 Para ulama juga memiliki banyak definisi tentang saksi menurut bahasa, antara lain: a. Pernyataan atau pemberitaan yang pasti5; dan b. Ucapan yang keluar dari pengetahuan yang diperoleh dengan penyaksian langsung.6 Dalam bahasa Arab saksi dikenal dengan sebutan syaha>dah. Orang yang menjadi saksi disebut sya>hid (saksi laki-laki) atau sya>hidah (saksi perempuan) yang diambil dari timbangan sya>hida – yusya>hadu – syahdan –syaha>datan ( ةداهش - ادهش – دهاش ي – دهاش ) yang berarti menyampaikan sesuatu sesuai yang ia ketahui melalui kesaksian; memberikan kabar yang pasti (akurat dan kredibel); dan menyaksikan dengan mata kepala sendiri.7 Makna lainnya yang dapat dipahami dari pengertian di atas bahwa saksi adalah orang dipandang memahami dengan baik terhadap apa yang disaksikannya.8 Dari beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa kesaksian harus memenuhi unsur-unsur berikut: a. Adanya suatu perkara; b. Dalam objek tersebut terdapat hak yang harus ditegakkan; c. Adanya orang yang memberitahukan objek tersebut secara apa adanya; 4 Ahmad Warson Munawwir, Kamus Arab-Indonesia Terlengkap, (Surabaya: Pustaka Pogressif, 1997), cet ke-1, 747. 5 Muhammad Thohir M, al-Qada’ fi>>> al-Islam, (Beirut: al-Alamiyah, t.h), 51. 6 Sayyid Sabiq, Fiqh as-Sunnah, (Beirut: Da>r al-Fikr, t.h), cet ke-6, jilid III, 332. 7 Ahmad Mukhtar Umar, al-Mu’jam al-Mausu’>i li alfa>z} al-Qur’an> al-Kari>m wa Qira>’atih, (Riyadh: Mu’assasah at-Turas> \, 2002), 976. 8 Ibid. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 24 d. Orang yang memberitahukan memang melihat atau mengetahui kebenaran objek tersebut; dan e. Pemberitahuan tersebut diberikan kepada pihak yang berwenang untuk menyatakan adanya hak bagi orang yang seharusnya berhak.9 2. Syarat-Syarat Saksi Agar kesaksian dapat diterima, Islam melalui hasil ijtihad para pakar hukum Islam menentukan beberapa kriteria yang mesti dipenuhi seseorang yang menjadi saksi. Beberapa kriteria itu adalah: a. Dewasa Jumhur ulama sepakat bahwa kesaksian anak-anak yang belum baligh tidak diterima kesaksiannya. Karena kesaksian anak-anak dianggap tidak memungkinkan untuk bisa mengantarkan persaksiannya sesuai dengan yang diharapkan (kebenaran ucapan dengan fakta).10 Oleh sebab itu, anak kecil tidak boleh menjadi saksi, walaupun dia bersaksi atas anak kecil yang seperti dia, sebab mereka kurang mengerti kemaslahatan utuk dirinya, lebih-lebih untuk orang lain.11 9 Huzaemah Tahido Yanggo, Fikih Perempuan Kontemporer.., 153. 10 Wahbah az-Zuhaili, al-Fiqh al-Islamy Wa’adilatuhu, (Beirut: Da>r al-Fikr, 1989), Juz VI, 562. 11 Moh Rifa’i, Tarjamah Khulashah Kifayatul Ahy}ar, (Semarang: Toha Putra, 1978), 281. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 25 b. Berakal Kesaksian orang gila dan orang yang tidak waras tidak dapat diterima, sebab kesaksian mereka ini tidak membawa kepada keyakinan yang berdasarkan perkara yang dihukumi.12 c. Beragama Islam Para ahli fiqih bersepakat bahwa seorang saksi harus beragama Islam. Dengan demikian kesaksian yang diberikan oleh orang kafir dalam kasus yang menimpa seorang muslim tidak bisa diterima sebab orang kafir dicurigai akan melakukan pelanggaran-pelanggaran berkenaan dengan hak seorang muslim. Ulama mazhab Hanafi dan Hanbali membolehkan seorang kafir memberikan kesaksian dalam masalah wasiat yang terjadi dalam perjalanan.13 Dalilnya adalah firman Allah swt: ... Artinya: ‚Wahai, orang-orang yang beriman! Apabila salah seorang (di antara) kamu menghadapi kematian, sedang ia akan berwasiat, maka hendaklah (wasiat itu) disaksikan oleh dua orang yang adil di antara kamu, atau dua orang yang berlainan (agama) dengan kamu...‛(QS. al-Ma>idah: 106)14 d. Adil Para ulama telah sepakat bahwa syarat bagi saksi adalah adil. Berdasarkan Firman Allah swt: 12 Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah 14, (Bandung: Al-Ma ’arif, 1987) 56. 13 Wahbah az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa’adilatuhu, (Jakarta: Gema Insani, 2011) Jilid 8, 182. 14 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya.., 125. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 26 .... Artinya: ‚....dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil di antara kamu dan hendaklah kamu tegakkan kesaksian itu karena Allah.‛ (QS. at-Thala>q: 2)15 Adapun yang dimaksud adil di sini adalah orang yang menjauhkan dirinya dari berbuat dosa besar dan tidak terbiasa (berkenalan) berbuat dosa kecil, dosa besar umumnya berzina, membunuh, makan riba, mencaci ibu bapak, meninggalkan sholat, dan sebagainya. Dosa- dosa kecil seperti mengeluarkan kata-kata yang kurang sopan didengar, bersenda gurau.16 Adapun kriteria adil menurut madzhab Abu Hanifah menetapkan bahwa kriteria adil adalah sisi lahiriah kemusliman seseorang. Dengan demikian, seorang saksi tidak perlu ditanyai mengenai keadilan nya kecuali jika lawan perkaranya mempertanyakan kadilan nya tersebut. Akan tetapi, apabila kasusnya adalah h}udud dan qis}as}, seorang saksi harus ditanyai mengenai keadilan nya meskipun perkaranya tidak meminta itu. Dalil yang menyatakan bahwa untuk menetapkan keadilan seseorang cukup hanya dengan sisi lahiriah kemuslimannya adalah sabda Nabi Muhammad saw: : : : 15 Ibid., 558. 16 Ibnu Mas’ud dan Zainal Abidin, Edisi Lengkap Fiqih Madzhab Syafi’i, (Bandung: Pustaka Setia, 2007), 624. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 27 17. Abu Bakar Ibn Abi Syaibah berkata: bahwa Abu Bakar telah berkata kepadaku bahwasannya Abdur Rahim bin Sulaiman berkata kepadanya dari Hajjaj, dari Amr bin Syuaib, dari ayahnya, dari kakeknya, beliau berkata: Rasulullah SAW bersabda: ‚Semua orang muslim adalah adil antara sebagian dan sebagiannya kecuali seorang muslim yang pernah dihukum had karena menuduh orang lain berzina‛.18 e. Saksi harus dapat melihat Dalam masalah ini, menurut pendapat Abu Hanifah, Muhammad, dan Imam al-Syafi’i bahwa syarat saksi adalah harus bisa melihat. Maka menurut mereka kesaksian orang buta tidak dapat diterima. Karena seseorang yang buta tidak dapat membedakan suara, sehingga kesaksiannya diragukan. Maka Hanafiyah mengukuhkan pendapatnya tersebut dan tidak setuju diterimanya saksi orang yang buta.19 Hal ini juga dikaitkan dengan makna asal dari pada saksi menurut bahasa yang disebutkan di atas, yaitu harus bisa menerangkan tentang apa yang ia lihat, dengar, serta yang dialaminya. f. Saksi harus dapat berbicara Seorang saksi harus bisa berbicara. Apabila ia bisu dan tidak dapat berbicara maka kesaksiannya tidak dapat diterima, sekalipun ia dapat mengungkapkan dengan isyarat, dan isyaratnya itu dapat dipahami, kecuali ia menuliskan kesaksiannya dengan tulisan. Demikianlah pendapat Abu Hanifah, Ahmad dan pendapat yang sah dari mazhab 17 Abu Bakar Ibnu Abi Syaibah, Al-Mushonnaf lil Aha>di>ts wa Al-A>tsa>r, jilid IV, (Riya>dh: Maktabah ar-Rusyd, 2004), 352. 18 Wahbah az-Zuhaili, al-Fiqh al-Islamy Wa’adilatuhu.., 184. 19 Sayyid Sabiq, Fiqh as-Sunnah .., 433-434. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 28 Imam al-Syafi’i. Golongan Malikiyah menerima kesaksian orang yang bisu, bila saksi tersebut dapat dipahami dalam mengungkapkan dengan isyarat. Sedangkan menurut Wahbah az-Zuhaili, bahwasannya dalam masalah persaksian, yang dituntut adalah suatu keyakinan, oleh sebab itu yang diharapkan di sini adalah persaksian dengan ucapan. Menurut pendapat ahli hukum yang lain, syarat-syarat kesaksian yang dituntut padanya ada dua segi, yaitu: 1) Syarat ia membawa kesaksian itu, yaitu kesanggupan memelihara dan menghafal kesaksian 2) Syarat Islam menunaikan kesaksian itu, yaitu kesanggupan mengungkapkan dengan ucapan yang benar menurut syara’.20 Tentang syarat sahnya seorang menjadi saksi, Sayyid Sabiq menambahkan dua hal lagi, yaitu: pertama, saksi itu harus cermat dan faham, karena menurutnya kesaksian orang yang buruk hafalannya, banyak lupa dan salah, maka kesaksiannya tidak dapat diterima karena ia kehilangan kepercayaan pada pembicaraannya.21 Kedua, bersih dari tuduhan. Karena orang yang dituduh karena percintaan atau permusuhan, kesaksiannya tidak diterima. Perihal syarat-syarat seseorang menjadi saksi, Sayyid Sabiq memberikan tambahan yaitu bahwa seorang saksi harus memilik daya ingatan yang baik dan bebas dari tuduhan negatif (tidak ada permusuhan). 20 Usman Hasyim dan M Ibnu Rahman, Teori Pembuktian Menurut Fiqih Jinayah Islam, (Yogyakarta: Andi Offset, 1984), cet ke 1, 4. 21 Sayyid Sabiq, Fiqh as-Sunnah .., 435. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 29 Syarat tidak adanya paksaan bagi saksi maksudnya orang yang memberikan kesaksian atas dasar intimidasi demi orang lain bisa mendorongnya untuk mempersaksikan hal yang bukan pengetahuannya. Oleh karenanya dapat mempengaruhi kepercayaannya terhadap kesaksiannya. Hal itu berdasarkan sabda Rasulullah saw: ( ح م ) ‚Tidak boleh diterima kesaksian seorang laki-laki pengkhianat, kesaksian seorang wanita pengkhianat serta kesaksian orang yang mempunyai iri dengki dan permusuhan terhadap saudaranya. Juga tidak boleh diterima kesaksian pembantu terhadap keluarga tuannya.‛ (HR. Ahmad dan Abu Dawud)22 3. Dasar Hukum Kesaksian a. Al-Qur’an Al-Qur’an adalah sumber daripada segala sumber hukum Islam, bahkan sumber dari segala hukum-hukum manusia lainnya. Oleh karena itu menjadi suatu kewajiban bagi orang yang beragama Islam untuk mengembalikan segala persoalan hidupnya kepada sumber hukum ini.23 22 Termasuk di dalamnya kesaksian pembantu dan sesorang yang memberikan nafkah kepada sebuah keluarga dikarenakan adanya unsur kecintaan terhadap mereka, sehingga ia akan mengikuti permintaan mereka. Diriwayatkan oleh Ahmad, no. 6860; dan Abu Dawud, no. 3600. Menurut Ibnu Hajar dalam kitabnya at-Talkish, bahwa sanad hadits ini termasuk kuat. 23 Ibnu Elmi AS Pelu dan Abdul Helim, Konsep Kesaksian.., 25. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 30 Adapun tentang kesaksian, Allah sebenarnya mewajibkan untuk menjadi saksi terhadap sesuatu yang diketahui. Terlebih bagi yang mengetahui persoalan yang dihadapi, sementara ada orang lain yang membutuhkan kesaksian itu, maka umat Islam diwajibkan untuk menjadi saksi bahkan dilarang menyimpan informasi berharga yang berkaitan dengan kesaksian. Tujuannya adanya kesaksian ini setidaknya dapat menjadi media untuk menegakkan kebenaran, sehingga hak-hak orang yang benar pun tidak dizhalimi oleh orang- orang yang memiliki kepentingan. Ayat al-Qur’an yang berkaitan dengan hal tersebut adalah: Artinya: ‚Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu`amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah telah mengajarkannya, maka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berutang itu mengimlakan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikit pun daripada utangnya. Jika yang berutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu mengimlakan, maka hendaklah walinya mengimlakan dengan jujur. Dan digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 31 persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki di antaramu). Jika tak ada dua orang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridai, supaya jika seorang lupa maka seorang lagi mengingatkannya..‛ (QS. al-Baqara>h: 282)24 Apabila dipahami bahwa ayat Allah ini diawali dengan adanya perintah kepada manusia untuk meregistrasikan atau mencatat semua transaksi khususnya utang piutang antara satu dengan yang lainnya. Bahkan pencatatan tersebut penting dilakukan walaupun nilai transaksinya sangat kecil. Berbeda halnya apabila transaksi (perdagangan) dilakukan secara tunai, tampaknya Allah memberikan pilihan baik untuk melakukan pencatatan atau tidak melakukannya kendatipun sebenarnya apabila dikehendaki kembali Allah menghendaki agar setiap transaksi itu tetap dicatat dan dibukukan.25 Selain melakukan pencatatan, Allah juga memerintahkan agar kegiatan transaksi muamalah yang dilakukan mesti disaksikan oleh saksi. Saksi tersebut minimal berjumlah dua orang yang semuanya dari jenis kelamin laki-laki. Namun apabila di antara saksi tersebut hanya ada satu orang laki-laki dan kebetulan misalnya saksi lainnya adalah perempuan, maka saksi perempuan tersebut mesti dua orang. Adanya keharusan dua orang perempuan yang menjadi saksi karena kegiatan bisnis adalah umumnya laki-laki dan jarang atau kurang familiar dilakukan perempuan pada waktu ayat ini diturunkan sehingga apabila 24 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya .., 48. 25 Ibnu Elmi AS Pelu dan Abdul Helim, Konsep Kesaksian.., 28. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
Description: