21 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengertian Peringatan Berikut ini akan diurai kata yang berhubungan dengan peringatan atau memperingati, yang dikaitkan dengan hari besar Islam dalam bahasa Arab secara etimologi. Di samping tidak ada defenisi termilogis dalam literatur Arab, setidaknya dengan uraian secara etimologi, akar dari makna peringatan dalam literatur Arab dapat menjadi acuan. Dalam bahasa Arab terdapat beberapa kata yang berhubungan dengan kata Peringatan, di antaranya: at-Ta¥©³r, at-Tamb³h, al-In©±r, a©-ªikr dan a©-ªikr± dengan huruf ‘ya’ di akhir tidak berbaris dan tidak bertitik.1 Namun, dalam hal memperingati hari besar Islam kata al-I¥tif±l dan a©- ªikr± jamaknya ªikray±t yang dipergunakan.2 Berkenaan dengan kata al- I¥tif±l, Munawwir memaknakannya dengan perayaan, pesta, arak-arakan dan pawai.3 Kata a©-ªikr± adalah Isimun lit-Ta©k³rah4 (Kata benda untuk memperingatkan). Kata ini dalam Alquran disebutkan sebanyak 20 kali.5 Al- Munjid memaknainya dengan al-I©dik±r (zikir), at-Ta©k³r (peringatan) 1Achmad Warson Munawwir & Muhammad Fairuz, al-Munawwir: Kamus Indonesia- Arab Terlengkap, cet. 1 (Surabaya: Pustaka Progressif, 2007 ), h. 338. 2As-Said Muhammad ‘Alaw³ al-M±lik³ al-¦asan³, Maf±h³m Yajibu Antu¡a¥¥a¥, cet. 10 (Dubai: D±’irah al-Auq±f wa asy-Syu’ n al-Islamiyah, 1995/1415), h. 314, 315. 3Ahmad Warson Munawwir, al-Munawwir: Kamus Arab-Indonesia Terlengkap, ed. KH. Ali Ma’shum, KH. Zainal Abidin Munawwir, cet. 14 (Surabaya: Pustaka Progressif, 1997), h. 281. 4Ibn Man§ r, Lis±n al-‘Arab, ed. Abd Allah ‘Ali Akbir dkk, cet. 3 (t.t.p: D±r al-Ma‘±rif, t.t.), juz III, h. 1508. 5Lihat, Fai« All±h al-Hasan³ al-Muqaddas³, Fat¥ ar-Ra¥m±n li¯±lib ²y±t al-Qur’±n (Indonesia: Maktabah Dahlan, t.t.), h. 162. 22 dan zikir, baik dengan lisan maupun hati.6 Yang terakhir ini setidaknya sesuai dengan pandangan Ab al-‘Abb±s bahwa salat, membaca al-Qur’an, bertasbih, berdoa, bersyukur dan taat merupakan zikir.7 Al-Fair zab±d³ menambahkan kata a©-ªikr± bermakna Peringatan (Isimun lit-Ta©k³rah, ‘Ibrah), dengan mengutip beberapa ayat Alquran, disandingkan dengan kata al-Mu’min³n, ®lul al-B±b, at-Taubah dan ad-D±r, dunia dan akhirat, di antarai oleh huruf al-J±r: lam; mim dan ba.8 Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa penggunaan kata a©-ªikr± dengan makna peringatan disandingkan dengan kata lain, sandingan kedua kata tersebut, menunjukkan arti yang sangat penting. Oleh karena itu disandingkannya kata a©-ªikr± dengan hari besar Islam, yang mana tidak dikenal pada mulanya, karena hari besar Islam itu begitu penting, sehingga ia harus diperingati. Adapun kata al-I¥tif±l adalah ism al-Ma¡dar dari fi‘il i¥tafala bermakna berkumpul (ijtama‘a), penuh (imtala’a), mengumpul atau menimbun (i¥tasyada). Kata ini tidak terdapat dalam Alquran.9 Ibn Man© r menyandingkan kata ini dengan kata al-W±d³, al-Qaum dan al-Majlis. Contohnya: ﻞﯿﺴﻟﺎﺑ ىداﻮﻟا ﻞﻔﺘﺣإ (penuh lembah disebabkan aliran air), مﻮﻘﻟا ﻞﻔﺘﺣإ (kaum itu berkumpul), ﮫﻤﯾﺮﻜﺘﻟ:سﺎﻨﻟﺎﺑ ﺲﻠﺠﻤﻟا ﻞﻔﺘﺣإ (penuh majelis disebabkan manusia, penuhnya karena memuliakan majelis).10 Berdasarkan uraian ini dapat disimpulkan bahwa penggunaan kata al- I¥tif±l dari contoh di atas adalah contoh terakhir yang paling tepat dalam uraian ini, karena adanya tujuan untuk memuliakan sesuatu untuk berkumpul. Adapun contoh pertama berkumpulnya didasari oleh asas 6Louis Ma’luf, Al-Munjid f³ al-Lughah wa al-A‘l±m, cet. 37, (Beirut: Dar al-Masyriq, 1998), h. 236. 7Ibn Man§ r, Lis±n al-‘Arab, jilid III, h. 1508. 8Majud ad-D³n Mu¥ammad bin Ya‘q b al-Fair zab±d³ asy-Syir±z³, al-Q±m s al- Mu¥³¯ (Beirut: D±r al-Fikr, 1978), juz II, h. 35. 9al-Muqaddas³, Fat¥ ar-Ra¥m±n, h. 117, 118. 10Ibn Man§ r, Lis±n al-‘Arab, juz II, h. 932, 933. 23 kausalitas, air akan mengalir terus dan berkumpul dalam suatu tempat yang lebih rendah, berkumpulnya merupakan suatu kemestian. Sedangkan contoh kedua lebih umum, tidak diketahui motif berkumpulnya. B. Hari Besar Islam 1. Tahun Baru Islam (1 Muharram) Penetapan Muharram sebagai awal tahun Hijriah atau tahun baru dalam kelender Islam (Ra's al-‘²m) pada masa Khalifah Umar bin Khattab (berkuasa pada tahun 13-23 H atau 634-644 M) tepatnya pada hari kamis tanggal 8 Rabi’ul Awal pada tahun 17 H, bukan tidak beralasan. Sekalipun terdapat masukan penetapan awal bulan pada bulan yang lain, tetapi beberapa alasan berkenaan dengan bulan Muharram lebih diterima ketika itu, di antaranya: pada bulan ini Rasul bertekat bulat untuk hijrah ke Madinah; Alasan lain karena peristiwa hijrahnya Nabi dari Mekkah ke Madinah adalah peristiwa selamatnya Nabi dari penindasan Musyrikin Mekah dan memperoleh tempat baru (Madinah). Di mana, di Madinah lebih terbuka kesempatan dan lebih lapang ruang gerak untuk menyebarluaskan ajaran Islam. Peristiwa ini juga memisahkan periode Makkah dan Madinah dan lagi tanggal dan bulan peristiwa hijrah itu, tiada diperselisihkan orang yaitu pada tanggal 2 Rabi’ul Awal (622 M).11 Berbeda dengan ungkapan yang terakhir ini, menurut Glasse tanggal terjadinya hijrah tersebut tidak diketahui secara pasti. Ia mengatakan bahwa peristiwa hijrah terjadi pada bulan September sedangkan 1 Muharram ketika itu bertepatan pada tanggal 16 Juli tahun 622 M.12 Awal waktu 1 Muharram atau tahun baru Islam tidak sama dengan awal waktu tahun Masehi. Awal waktu tahun masehi tepatnya setelah habis 11Fuad Said, Hari Besar Islam, cet. 2 (Jakarta: Haji Masagung, 1989), h. 2,7. 12Cyril Glasse, Ensiklopedi Islam, h. 205. 24 jam 00.00, tengah malam, pada tahun sebelumnya. Sedangkan awal waktu tahun baru Islam sama dengan bulan-bulan hijriah yang lainnya yaitu pada saat terbenam matahari pada akhir hari sebelum 1 Muharram.13 Peringatan awal tahun atau tahun baru Islam (Ra's al-‘²m) telah diperingati pada masa Dinasti Fatimiyah di Mesir. Sebagaimana peringatan lain yang terdapat pada Dinasti ini, peringatan tahun baru dilaksanakan di istana Khalifah dengan mengadakan jamuan dan diakhiri dengan membagi- bagikan bingkisan.14 Secara tradisional tahun baru Islam dipandang sebagai hari yang mulia sekalipun tidak disertai dengan upacara peribadatan tertentu, namun padanya terdapat anjuran hadir ke mesjid untuk melaksanakan salat magrib.15 2. Asyura (10 Muharram) Peringatan Asyura16 berbeda bagi kalangan Sunni dan Syi’ah. Sunni memuliakan 10 Muharram didasari pada sunnah Nabi Muhammad saw. sebagai hari kasih sayang dan hari yang pernuh berkah sebagaimana hari-hari besar di dalam kelender Yahudi. Di kalangan Syi’ah hari ini dipandang sebagai puncak hari duka cita atas kematian Imam Husein bin Ali bin Abi Thalib, karena bagi Syi’ah sepuluh hari pertama bulan ini merupakan hari berkabung.17 13Ibid 14Hasan Ibrahim Hasan, T±r³kh al-Isl±m: as-Siy±s³ wa ad-D³n³ wa a£-¤aq±f³ wa al-Ijtim±‘³: al-‘Asr al-‘Abb±si a£-¤±n³, cet. 1 (Kairo: Maktabah an-Nah«ah al-Mi¡riyah, 1967), juz IV, h. 644. 15Cyril Glasse, Ensiklopedi Islam, h. 284. 16Kata Asyura berasal dari kata ‘Asyarah yang artinya sepuluh. Dikatakan Asyura karena hari itu jatuh pada hari yang ke sepuluh dari bulan Muharram. Fuad Said, Hari Besar Islam, h. 34. 17Cyril Glasse, Ensiklopedi Islam, h. 206, 284. 25 Pada hari berkabung ini diselenggarakan ta’ziyah atau sejenis kegiatan yang mencerminkan peristiwa kesyahidan Imam Husein. Pada peringatan ini terdapat sejumlah orang-orang yang memperlihatkan keanehan di jalan-jalan dengan mencambuki dan melukai diri sendiri sebagai ungkapan perasaan bersalah mereka. Hal ini merupakan sindrom kalangan Syi’ah atas penyiksaan dan penderitaan para imam Syi’ah.18 Bagi Sunni, berpuasa merupakan amalan yang dianjurkan oleh Nabi saw. berdasarkan hadis-hadis sahih19 pada hari Asyura. Oleh karena orang Yahudi juga berpuasa pada hari ini, Rasul menganjurkan untuk puasa sebelum dan sesudah 10 Muharram, di antaranya:20 نﺎﻛو ﺔﯿﻠھﺎﺠﻟا ﻲﻓ ﺶﯾﺮﻗ ﮫﻣﻮﺼﺗ ﺎﻣﻮﯾ ءارﻮﺷﺎﻋ مﻮﯾ نﺎﻛ ﺔﻨﯾﺪﻤﻟا مﺪﻗ ﺎ ﻤّ ﻠﻓ ﮫﻣﻮﺼﯾ ﻢﻠﺳو ﮫﯿﻠﻋ ﷲ ﻰﻠﺻ ﷲ لﻮﺳر ﻦﻣ لﺎﻗ نﺎﻀﻣر ضﺮﻓ ﺎ ﻤّ ﻠﻓ ﮫﻣﺎﯿﺼﺑ سﺎﻨﻟا ﺮﻣأ و ﮫﻣﺎﺻ ﮫﻛﺮﺗ ءﺎﺷ ﻦﻣ و ﮫﻣﺎﺻ ءﺎﺷ “Hari Asyura adalah hari puasa orang Quraisy pada masa Jahiliyah dan Nabi juga mempuasakannya, itu terjadi ketika Nabi sampai di Madinah dan menyuruh pengikutnya agar mempuasakannya. Tetapi tatkala telah diwajibkannya puasa Ramadhan, kemudian Nabi bersabda: “siapa yang mau berpuasa, puasalah. Siapa yang tidak mau, tidak mengapa”. مﺎﯿﺻ ﻦﻋ ﻢﻠﺳ و ﮫﯿﻠﻋ ﷲ ﻰﻠﺻ ﷲ لﻮﺳر ﻞﺌﺳ )ﻢﻠﺴﻣ هاور( ﺔﯿﺿﺎﻤﻟا ﺔﻨﺴﻟا ﺮّ ﻔﻜﯾ لﺎﻘﻓ .ءارﻮﺷﺎﻋ “Rasul saw. ditanya tentang puasa Asyura. Nabi bersabda: ia menggugurkan dosa satu tahun yang lalu”. (HR. Muslim). ﺎﻣﻮﯾ ﮫﻠﺒﻗ اﻮﻣﻮﺻو دﻮﮭﯿﻟا اﻮﻔﻟﺎﺧ و ءارﻮﺷﺎﻋ مﻮﯾ اﻮﻣﻮﺻ )ﻢﻠﺴﻣ هاور( ﺎﻣﻮﯾ هﺪﻌﺑو 18Ibid. Lihat juga. Andrew Rippin, Muslims: Their Religious Beliefs and Practices, cet. 1 (London & New York: Routledge, 1990), vol. I The Formative Period, h. 98. 19Bahkan al-Ajhuri mengatakan dari sepuluh pekerjaan yang diperbuat orang pada hari Asyura, sama sekali tiada berdasarkan hadis sahih, kecuali perintah puasa dan melapangkan kehidupan keluarga. Sebagian ulama menyatakan ada 12 perkara yang baik dikerjakan, yaitu: sembahyang, puasa, silaturrahmi, menjenguk orang sakit, menyantuni dan menyapu kepala anak yatim, melapangkan keluarga, memotong kuku dan membaca surah al-Ikhlas 1000 kali. Lihat, Fuad Said, Hari Besar Islam, h. 36. 20 Lebih lanjut lihat. Ibid., h. 36, 37, 38. 26 “Berpuasalah pada hari Asyura dan berbedalah dengan puasa Asyura Yahudi yaitu dengan berpuasa sehari sebelumnya dan sesudahnya”. (H.R. Muslim). Berdasarkan hadis di atas dapat disimpulkan: 1) Puasa Asyura telah ada sebelum Islam 2) Rasul memerintahkan (mewajibkan) mempuasakannya sebelum adanya kewajiban puasa ramadhan 3) Setelah diwajibkan puasa ramadhan, puasa Asyura boleh dikerjakan atau ditinggalkan 4) Puasa Asyura dapat menebus dosa setahun yang lalu 5) Disunnahkan puasa Asyura berbeda dengan Yahudi yaitu mengiringi puasa Asyura sebelum dan sesudahnya (hari kesembilan dan kesebelas). 3. Maulid Nabi Muhammad saw. (12 Rabi’ul Awal) ¦asan as-Sand b³, seorang cendikiawan Mesir, dalam bukunya tentang sejarah perayaan maulid (hari lahir) nabi Muhammad saw. menyatakan bahwa yang pertama kali mengadakan perayaan maulid Nabi Muhammad saw. dalam sejarah Islam adalah penguasa Fa¯im³ yang pertama yang menetap di Mesir, al-Mu’izz li ad-D³n All±h (memerintah 341/953-365/975). Menurut as-Sand b³, ia melakukan ini karena ingin mencoba membuat dirinya popular di kalangan rakyat dengan memperkenalkan beberapa perayaan, salah satunya yang paling penting adalah maulid (Nabi saw.).21 Berbeda dengan pendapat as-Sand b³, Nico Kaptein berpendapat bahwa maulid Nabi saw. diperingai pertama kali di awal abad ke-6/ke-12 atau kira-kira abad ke-5/ke-11 dalam hitungan kasar.22 Menurut Kaptein pendapatnya ini didukung oleh data tertua yang bersumber dari karya Ibn al- Ma’m n dan Ibn a¯-°uwair, adapun pendapat as-Sand b³, menurutnya, tidak dapat diterima karena ia tidak menyertakan sumber dalam menguatkan 21Nico Kaptein, Perayaan Hari Lahir Nabi Muhammad SAW.: Asal Usul dan Penyebaran Awalnya; Sejarah di Maghrib dan Spanyol Muslim sampai Abad ke-10/ke-16, Seri INIS XXII, (Jakarta: INIS, 1994), h. 20. 22Ibid, h. 23. 27 pendapatnya. Data bersumber dari Ibn al-Ma’m n tertulis bahwa awal perayaan maulid pada tanggal 13 Rab³‘ I tahun 517, sedangkan data Ibn a¯- °uwair tidak terdapat tanggal, bertepatan pada tahun diselesaikannya pendirian Mesjid al-Aqmar pada tahun 519.23 Penjelasan lain menyebutkan, misalnya Izzat Al³ ‘Iyad ‘Atiyah, bahwa peringatan maulid Nabi saw. dimulai sejak Dinasti Fatimiyah berkuasa di negeri Mesir dan Afrika pada tahun 263 H dengan Khalifah al-Mu‘izz lid³n All±h.24 Kemudian oleh panglima tentara Badr ad-D³n pada masa Khalifah al-Musta‘l± bill±h pada tahun 488 H peringatan atau perayaan maulid Nabi saw. dan beberapa peringatan lainnya diberhentikan karena dinilai bid’ah. Kemudian setelah masa Khalifah al-²mir Bia¥k±mill±h bin Musta‘l± kembali diperingati lagi pada tahun 495 H. Dan orang yang pertama yang memperingati maulid Nabi saw. di Ibr³l, Irak, adalah raja al-Mu§affar Ab Sa‘id pada abad ke-6 atau ke-7.25 Peringatan maulid Nabi saw. tidak diterima secara penuh dalam Islam hingga kira-kira Abad ke-13.26 Hal ini disebabkan karena peringatan maulid Nabi merupakan hal yang baru, tidak ada tuntutan langsung baik dari Alquran maupun Hadis dan menjadi kontroversial khususnya di kalangan Sunni. Para ahli berselisih pendapat mengenai kapan tanggal lahirnya Nabi saw., mereka sepakat Nabi lahir pada hari senin, sedangkan ahli sejarah sepakat Nabi lahir pada tahun gajah, tepat pada musim semi (fa¡l al-rab³‘) setelah terbit fajar. Perselisihan menghasilkan beberapa pendapat, pendapat 23Ibid, h. 21, 23. 24Izzat Al³ ‘Iyad ‘Atiyah, al-Bid’ah: Tahd³duh± wa Mauqif al-Isl±m minh± (Kairo: D±r al-Kutub al-¦ad³£ah, t.t.), h. 481. 25‘Atiyah, al-Bid’ah: Tahd³duh±, h. 481. Bandingkan, Sukarnawadi & H. Husnuddu’at, Meluruskan Bid’ah, ed. Saribun Anantum & Muhammad Zaki, cet. 1 (Surabaya: Dunia Ilmu, 1996), h. 78. 26Andrew Rippin, Muslims: Their Religious, h. 98. 28 masyhur mengatakan lahir Nabi pada tanggal 12 Rabi‘ul Awal, pendapat yang lain mengatakan pada tanggal 10 dan 8 Rabi‘ul Awal. Adapun pendapat selain ini dinilai lemah dan Syu© ©. Setelah diteliti oleh Ma¥m d B±sy± al- Falak³ dalam bukunya al-Muf³d Nat±’ij al-Afh±m f³ taqw³m al-‘Arab qabla al-Isl±m, ia mengatakan yang benar yaitu tanggal 9 Rabi’ul Awal karena hari senin ketika itu bertepatan pada tanggal 9 Rabi’ul Awal.27 Dalam memperingati Maulid Nabi saw. terdapat acara dan anjuran. As-Sayuti mengatakan, acara yang dilakukan, pada mulanya orang berkumpul di suatu tempat, lalu dibacakan ayat-ayat Alquran dan riwayat perjuangan Nabi saw. (termasuk peristiwa yang terjadi di sekitar kelahirannya), sesudah itu dihidangkan jamuan kemudian bubar tanpa menambah acara lain. Ahmad Zaini Dahlan dalam Siratun-Nabawiyah menambahkan, ketika dibacakan riwayat atau kisah kelahiran Rasul, masyarakat telah terbiasa berdiri tegak sebagai penghormatan ketika mendengarkannya. Abu Syamah menganjurkan pada 12 Rabi’ul Awal untuk melakukan perbuatan seperti bersedekah, berbuat baik, menyantuni anak yatim dan fakir miskin, berdandan rapi dan menghiasi diri sebagai tanda kegembiraan atas kelahiran nabi Muhammad saw..28 4. Isra’ Mi‘raj (27 Rajab) Kata Isra’ merupakan isim ma¡dar dari asr± (dengan huruf ya tidak berbaris di akhir) yusr³, isr±’an. Dalam kaidah bahasa Arab, isr±’an adalah ma¡dar dan setiap ma¡dar itu baris akhirnya dina¡abkan. Untuk mengalihkan kata isr±’an kedalam bentuk isim (kata benda) maka na¡ab dirubah menjadi rafa‘, menjadi isr±’un. Dibaca Isra’ karena dibaca waqaf, 27A¥mad asy-Syarb±¡³, Yas’al naka f³ ad-D³n wa al-¦ay±h, cet. 3 (Beirut: D±r al-J±il, 1980), jilid II, h. 397. 28Lihat, Fuad Said, Hari Besar Islam, h. 133, 134. 29 berhenti, baris akhir disukunkan. Dikatakan isim ma¡dar karena kata tersebut berasal dari ma¡dar. Kata asr± sendiri berasal dari kata sar± yang artinya berjalan pada waktu malam. Akan tetapi yang dimaksud dengan Isra’ di sini adalah perjalanan Nabi Muhammad saw. dari Masjidil Haram Mekah sampai ke Baitul Maqdis di Palestina pada malam 27 Rajab kira-kira satu setengah tahun sebelum beliau hijrah ke Madinah.29 Sedangkan kata Mi‘raj adalah isim alat yang berasal dari kata ‘araja yang berarti naik. Mi‘raj berarti alat untuk naik seperti tangga, lift. Akan tetapi yang dimaksud dengan Mi’raj di sini adalah naiknya nabi Muhammad saw. dari Baitul Maqdis di Palestina ke langit dan bertemu dengan Allah, mendapat perintah mengerjakan salat lima waktu sehari semalam.30 Kapan terjadinya Isra’ dan Mi‘raj dalam defenisi di atas merupakan pendapat yang masyhur. Para ahli beda pendapat mengenai hari/malam, tanggal, bulan dan tahun terjadinya. Mengenai hari/malam ada yang berpendapat pada malam sabtu, malam jum’at, malam senin. Yang masyhur hari senin. Mengenai tanggal dan bulan, ada yang mengatakan 7 dan 17 Rabi‘ul Awal; 23 dan 27 Rajab; 17 dan 29 Ramadhan. Yang masyhur 27 Rajab. Mengenai tahun terjadinya ada yang mengatakan setahun 5 bulan atau setahun 6 bulan sebelum Nabi Muhammad saw. hijrah ke Madinah. Ada yang mengatakan setahun sebelum Nabi ke Thaif, tahun ke-5 atau tahun ke 12 dari kenabian. Bahkan ada yang mengatakan 3 tahun sebelum beliau hijrah ke Madinah. Yang masyhur setahun setengah, 6 bulan, sebelum hijrah Nabi ke Madinah.31 Dalil terjadinya Isra’ dan Mi‘raj adalah surah al-Isr±’ ayat 1. Sebagian ulama mengatakan surah an-Najm ayat 1 sampai 18.32 Al-Qaradhawi 29Ibid., h. 138. 30Ibid. 31Ibid,, h. 138, 139. 32Ibid., h. 139, 140. 30 tampaknya menilai surah an-Najm merupakan bayan, penjelas, bagi surah al-Isr±’ ayat 1.33 Terdapat perbedaan pendapat mengenai Isra’ dan Mi‘raj-nya Nabi apakah dengan ruh, mimpi semata atau dengan ruh dan tubuh. Mu‘awiyah bin Abu Sufyan ra. berpendapat hanya dengan mimpi. Dan mimpi Nabi adalah benar. Sedangkan Aisyah ra. ummul mukmin³n berpendapat hanya dengan ruh saja, karena menurut Aisyah tubuh beliau tetap di tempatnya dan lagi surah al-Isra’ ayat 6034 menguatkan pendapat ini. Kata ar-Ru’y± di sini diartikan dengan mimpi yang menjadi ujian bagi manusia. Umumnya para ulama berpendapat dengan tubuh dan ruh. Menurut mereka apabila hanya penglihatan waktu tidur belaka, tentu tiada menimbulkan kegemparan yang hebat di kalangan masyarakat musyrikin dan kaum muslimin yang lemah- lemah. Tentu orang tidak akan dengar cerita orang lain bahwa Nabi Isra’ dan Mi‘raj hanya dalam mimpi. Dan lagi kata ‘abdihi dalam surah al-Isra’ ayat 1 mengandung arti tubuh dan ruh. Sebagian ulama sependapat dengan Aisyah dan Mu‘awiyah bukan karena tidak percaya kepada mukjizat bagi para Nabi, akan tetapi mereka berpedoman kepada ayat-ayat Alquran dan riwayat yang kuat yang disampaikan oleh orang-orang yang dipercaya. Mengenai perbedaan pendapat ini Ibn Ishak berpendapat bahwa kedua pendapat ini adalah benar.35 Sebagaimana peringatan lainnya, Peringatan Isra’ dan Mi’raj, biasa baik pada siang atau malam hari, di Mesjid atau di dalam gedung. Diselingi dengan zikir, membaca Alquran, membaca atau mendengarkan ceramah kisah Isra’ dan Mi‘raj,36 setelah atau sesudahnya membagi-bagikan makanan ringan dan lain-lain. 33Yusuf al-Qaradhawi, Perjalanan Hidupku 1, terj. Cecep Taufikurrahman, ed. Nandang Burhanuddin, cet.1 (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2003), h. 36, 37. 34 ...سﺎﻨﻠﻟ ﺔﻨﺘﻓ ﻻا كﺎﻨﯾرأ ﻰﺘﻟا ﺎﯾءﺮﻟا ﺎﻨﻠﻌﺟو... 35Fuad Said, Hari Besar Islam, h. 141, 142. 36‘Al³ Ma¥f §, al-Ibd±' f³ mad±r al-Ibtid±', cet. 7 (t.t.p.: D±r al-I'ti¡±m, t.t.), h. 272.
Description: