BAB II BIOGRAFI SINGKAT SYED MUHAMMAD NAQUIB AL-ATTAS A. Silsilah Keturunan Syed Muhammad Naquib Al-Attas Syed Muhammad Naquib Al-Attas bin Ali bin Abdullah bin Muhsin bin Muhammad Al-Attas, lahir pada tanggal 5 September 1931 di Bogor, Jawa Barat, Indonesia.1 Al-Attas adalah anak kedua dari tiga bersaudara, merupakan adik kandung dari Syed Hussein Al-Attas, seorang ilmuan dan pakar sosiologi pada Universitas Malaya, Kuala Lumpur, Malaysia sekaligus pernah menjabat sebagai wakil Rektor. Sedangkan adiknya, Syed Zaid Al-Attas adalah seorang insinyur teknik kimia dan pernah menjabat sebagai dosen pada Institut Teknologi MARA.2 Al-Attas termasuk orang yang beruntung secara inheren. Sebab dari kedua belah pihak, baik ayah maupun ibu merupakan orang-orang yang berdarah biru. Ibunya bernama Sharifah Raquan binti Syed Muhammad Al-Aydarus, dari keturunan kerabat raja-raja pada kerajaan Sunda Sukapura di Singaparna, Jawa Barat. Ayahnya bernama Syed Ali bin Abdullah Al-Attas yang masih tergolong bangsawan di Johor. Syed Ali Al-Attas sebenarnya berasal dari Saudi Arabia dengan silsilah dari keturunan ulama dan ahli tasawuf yang sangat terkenal dari kelompok Sayyid.3 Dalam tradisi Islam, orang yang mendapat gelar Sayyid merupakan keturunan langsung dari Rasulullah. Wan Daud Mencatat bahwa silsilah keluarga Al-Attas dapat dilacak hingga ribuan tahun kebelakang melalui silsilah Sayyid dalam keluarga 1 Wan Mohd. Nor Wan Daud, Filsafat dan Praktik, hal. 1. 2 Ibid., hal. 46. 3 Lihat Kemas Badaruddin, Filsafat Pendidikan Islam, Analisis Pemikiran Prof. Dr. Syed Muhammad Naquib Al-Attas, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), hal. 9. 28 29 Ba’lawi di Hadramaut dengan silsilah yang sampai kepada Imam Husain, cucu Nabi Muhammad Saw. Silsilah resmi keluarga Al-Attas yang terdapat dalam koleksi pribadinya menunjukkan bahwa beliau merupakan keturunan ke 37 dari Nabi Muhammad Saw.4 Syed Abdullah Al-Attas sebagai seorang kakek Syed Naquib Al-Attas adalah seorang wali yang pengaruhnya tidak hanya di Indonesia, bahkan hingga ke Saudi Arabia. Salah seorang pengikutnya adalah Syed Hassan Fad’ak yang pernah dilantik menjadi penasehat agama saudara laki-laki Raja Abdullah dari Yordania yakni Amir Faisal yang kemudian dikenal sebagai ahli hukum kontemporer. Sedangkan neneknya, (dari ayah) bernama Ruqayah Hanum, yang termasuk keturunan bangsawan Turki yang sebelumnya menikah dengan Ungku Abdul Majid, adik bungsu Sultan Abu Bakar Johor (w. 1895). Sultan tersebut, menikah dengan Khadijah (adik Ruqayyah) dan menjadi Ratu Johor. Setelah Ungku Abdul Majid wafat, Ruqayyah menikah lagi dengan Syed Abdullah Al-Attas dan dikaruniai seorang anak yang bernama Syed Ali Al-Attas yang merupakan ayah dari Syed M. Naquib Al-Attas.5 Diantara leluhurnya banyak yang menjadi ulama besar dan orang-orang terkenal di negerinya, seperti Muhammad Al-Aydarus leluhur dari pihak ibu merupakan seorang ulama sufi besar beliau adalah guru dari sufi Syed Abu Hafs Umar bin Syaiban dari Hadramaut yang mengantarkan Nur Al-Din Al-Raniri salah seorang ulama terkemuka di dunia melayu ke tarekat Rifa’iyyah. dari pihak ayah Saudara-saudara neneknya banyak juga yang menjadi orang-orang terkenal di negeri 4 Wan Mohd. Nor Wan Daud, Filsafat dan Praktik. hal 1-2. 5 Ibid., hal. 45. 30 Malaysia. Misalnya Engku Abdul Aziz bin Abdul Madjid sepupu neneknya pernah menjadi menteri besar Johor dan Datuk Onn ibn Ja’far paman Al-Attas yang menjadi perdana menteri Malaysia seorang tokoh pendiri UMNO (United Malay National Organization),6 yakni kelompok nasionalis yang pernah berkuasa di Malaysia sampai Sultan Mahmud Iskandar, Sultan Johor dan di Petuan Agung Malaysia.7 B. Riwayat Pendidikan dan Karir Syed Muhammad Naquib Al-Attas Sejarah pendidikannya dimulai sejak Al-Attas masih berumur 5 (lima) tahun, yakni ketika ia berada di Johor Baru, saat ia tinggal bersama pamannya (saudara ayah) yang bernama Encik Ahmad. Kemudian selanjutnya Al-Attas ikut dan dididik oleh Ibu Azizah, sampai pecahnya perang dunia kedua (1936-1941M). ketika itu secara formal Al-Attas belajar di NGEE (Neng English Premary School) di Johor Baru8 sampai usianya 10 tahun. Melihat perkembangan yang kurang menguntungkan ketika Jepang menguasai Malaysia, maka Al-Attas dan keluarga pindah lagi ke Indonesia. Di sini, ia kemudian melanjutkan pendidikan di sekolah ‘Urwah Al- Wusqa, Sukabumi (Jawa Barat) selama 5 tahun.9 Di tempat ini Al-Attas mulai mendalami dan mendapatkan pemahaman tradisi Islam yang kuat, terutama tarekat. Hal ini bisa difahami, karena saat itu, di Sukabumi telah berkembang perkumpulan tarekat Naqsabandiyah. 6 Partai yang menjadi tulang punggung kerajaan Malaysia sejak dimerdekakan Inggris. Wan Mohd Wan Daud, Filsafat dan Praktik, hal. 47. 7 M.A. Jawahir “Syed M. Naquib Al-Attas Pagar Agama, Pembela Akidah dari Pemikiran Islam yang Dipengaruhi Paham Orientalis” dalam Panji Masyarakat no. 603, edisi 21-28 Februari 1989, hal 32. 8 Kemas Badaruddin, Filsafat Pendidikan Islam, hal. 9. 9 Al-Rasyidin dan Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam: Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis cet.2, (Jakarta: Ciputat Press, 2005), hal. 118. 31 Setelah itu, pada tahun 1946 ia kembali ke Johor Baru untuk melanjutkan pendidikannya di Bukit Zahrah School kemudian di English College Johor Baru (1946-1951 M)10 dan tinggal bersama paman (saudara ayahnya) yang lain lagi yang bernama Engku Abdul Aziz (kala itu menjabat sebagai Menteri Johor Baru), Ia memiliki perpustakaan manuskrip Melayu yang sangat bagus, terutama sastra dan sejarah. Al-Attas pun berkesempatan membaca dan mendalami manuskrip- manuskrip tersebut.11 Kemudian setelah Engku Abdul Aziz pensiun Al-Attas tinggal dengan pamanya yang lain yakni Datuk Onn ibn Ja’far12 sampai menyelesaikan pendidikan menengahnya. Setelah tamat dari sana Al-Attas kemudian melanjutkan di resimen melayu sebagai leader dengan nomor 6675, atau Dinas Tentara sebagai Perwira kader dalam Laskar Melayu-Inggris. Karena kecermerlangannya ia dipilih Jendral Sir Gerald Templer, ketika itu menjabat sebagai British Commissioner di Malaysia untuk mengikuti pendidikan dan latihan kemiliteran di Eaton Hall, Chester, Wales, kemudian ke Royal Military Academy, Sandhurst, Inggris (1952-1959 M.) sampai akhirnya ia mencapai pangkat letnan. Ketika di Sandhurst, pertama kali berkenalan dan terkesan dengan pemikiraan metafisika sufi terkemuk Nur Al-Din Abd Al- Rahman bin Ahmad Al-Jami. Ia juga menyempatkan waktu untuk mengunjungi kawasan lain seperti Spanyol dan Afrika.13 10 Kemas Badaruddin, Filsafat Pendidikan Islam , hal. 10. 11 Wan Mohd. Nor Wan Daud, Filsafat dan Praktik, hal. 47. 12 Yang kemudian menjadi Menteri Besar Johor Baru yang sekaligus menjabat sebagai ketua umum UMNO pertama 13 Lihat Wan Mohd. Nor Wan Daud, Filsafat dan Praktik, hal. 47-50. 32 Karena merasa bukan bidangnya, maka Al-Attas pun keluar dari Dinas Militer untuk selanjutnya kuliah lagi ke University Malaya (1957-1959 M.) pada Fakultas Kajian Ilmu-ilmu Sosial (social sciences studies), yang pada saat itu masih di Singapura. Saat itu Al-Attas mengambil program S1 di University Malaya, ia telah menulis buku Rangkaian Ruba’iyyat, yang dicetak oleh Dewan Bahasa dan Pustaka, Kuala Lumpur, pada tahun 1959. Buku ini termasuk di antara karya sastra pertama yang dicetak oleh penerbit tersebut dan Some Aspects of Sufism as Understood and Practiced Among the Malays. yang di terbitkan oleh Lembaga Penelitian Sosiologi Malaysia pada tahun 1963. Karena begitu berharganya karya ini sampai pemerintah Kanada memberi apresiasi yang tinggi atas kedua buku ini dengan memberi Al-Attas beasiswa di Mc Gill University, Montreal, Kanada.14 Di Mc Gill University, Al-Attas belajar dan mendalami ilmu di Institute of Islamic Studies selama tiga tahun terhitung sejak 1960 melalui Canada Council Fellowship. Disini Al-Attas bisa melakukan kontak intelektual langsung dengan pemikir Islam terkemuka seperti H.A.R Gibb (Inggris), Fazlur Raman (Pakistan), Toshihiko Isutzu (Jepang), dan Sayyed Hossein Nasr (Iran). Tesisnya berjudul Raniri and the Wujudiyyah of 17th Century Acheh. Al-Attas memang sebelumnya tertarik dengan praktek sufi yang berkembang di Indonesia dan Malaysia, dengan tesisnya tersebut, ia ingin membuktikan bahwa Islamisasi yang berkembang di Indonesia bukan dilaksanakan oleh Belanda, melainkan murni dari upaya umat Islam itu 14 Kemas Badaruddin, Filsafat Pendidikan Islam, hal. 10. 33 sendiri. Al-Attas mendapatkan gelar M.A (Master of Art) dengan nilai membanggakan pada tahun 1963 M. 15 Kemudian pada tahun yang sama atas dorongan beberapa tokoh seperti A. J. Arberry, Montimer Wheeler, dan Richaerd Winsted dan pimpinan Royal Asiatic Society serta melalui sponsor Sir Richard of Oriental and African Studies University of London, Al-Attas melanjutkan study S-3nya ke SOAS (School of Oriental African Studies), University London. yang oleh banyak kalangan dianggap sebagai pusat kaum orientalis. Disisni Al-Attas belajar dibawah pimpinan Profesor Arberry dan Dr. Martin Lings. Profesor Martin Lings ini merupakan orang yang berperngaruh atas pemikiran Al-Attas, walaupun hanya sebatas tataran metodologis. Salah satu pengaruh yang besar dalam diri Al-Attas adalah asumsi yang menyatakan bahwa terdapat integritas antara realitas metafisis, kosmologis dan psikologis. Sampai akhirnya kurang lebih dua tahun (1963-1965) atas bimbingan Profesor Martin Lings, Ia mendapat gelar Philosophy of Doctor (Ph.D) dengan predikat Cumlaude dalam bidang Filsafat Islam dan Kesusteraan Melayu Islam pada tahun 1965.16 Setelah menyelesaikan dua jilid disertasi doktoralnya yang berjudul The Mysticism Hamzah Fansuri.17 Sekembalinya dari Inggris, Al-Attas mengabdikan diri pada almamaternya, University Malaya sebagai dosen tetap. Disinilah awal dari kiprah karir dan prestasi seorang Syed Muhammad Naquib Al-Attas. Pada tahun 1968-1970 ia menjabat sebagai ketua Departemen Kesusteraan dalam Pegkajian Melayu, saat itu ia sempat 15 Syed M. Naquib Al-Attas, Islam dalam Sejarah dan Kebudayaan Melayu, (Bandung: Mizan, 1990), hal. 68. 16 Wan Mohd. Nor Wan Daud, Filsafat dan Praktik, hal. 47. 17 Ibid., hal. 50. 34 merancang dasar-dasar bahasa Malaysia untuk fakultas sastra. Ia termasuk salah seorang pendiri Universitas Kebangsaan Malaysia pada tahun 1970. Kemudian pada tahun 1970-1973 ia menjabat Dekan Fakultas Sastra, posisi ini menegaskan otoritas Al-Attas sebagai ahli di bidang sastra dan kebudayaan melayu dan pada tanggal 24 Januari 1972, Al-Attas juga dikukuhkan sebagai professor Bahasa dan Kesusastraan Melayu, dengan membacakan pidato ilmiah dengan judul: ”Islam dalam Sejarah dan Kebudayaan Melayu”.18 Di saat itu juga Al-Attas berusaha memperbarui struktur akademik fakultas dan kerangka pengembangan keilmuan yang terkoordinasi dan tidak berjalan sendiri-sendiri. Hal itu juga diperlihatkakn Al-Attas dalam pendirian Universitas Kebangsaan Mlaysia (1970) yang berupa dasar-dasar filsafat Universitas Kebangsaan Malaysia (UKM), serta mempelopori pendirian fakultas ilmu dan kajian Islam sesuai kerangka pikirnya. Pada saat yang sama (1973), Al-Attas mendirikan Institut Bahasa, Ksusteraan dan Kebudayaan Melayu (IBBKM) di UKM. Guna merealisasikan konsep dan metode baru kajian bahasa sastra dan kajian peranan dan pengaruh Islam kaitannya dengan bahasa dan kebudayaan lokal dan Internasional yang telah digagas sejak tahun 1970. Karena kapasitaasnya, Al-Attas dipilih sebagai ketua lembaga bahasa dan kesustraan melayu di UKM (1970-1984).19 Otoritas kepakaran Al-Attas dalam berbagai bidang, seperti filsafat, sejarah dan sastra telah di akui oleh dunia internasional, seperti pada tahun 1970 ia dilantik oleh para filsuf Amerika Serikat sebagai International Member American 18 Kemas Badaruddin, Filsafat Pendidikan Islam, hal. 11. 19 M. Syafi’i Anwar “ISTAC Rumah Ilmu Untuk Masa Depan’’, Ulumul Qur’an 1992 dalam buku karya Ach. Maimun Syamsudin, Integrasi Multidimensi Agama dan Sains: Analisis Sains Islam Al-Attas dan Mehdi Golshani, (Yogyakarta: IRSCiSoD, 2012), hal. 111. 35 Philosophical Association. Al-Attas juga pernah diundang ceramah di Temple University Philadelphia, Amerika Serikat dengan topik Islam in Southeast Asia: Rationality Versus Iconography (September 1971), dan di Institut Vostokovedunia, Moskow, Rusia, dengan topik “The Role of Islam in History of Culture of the Malays” (Oktober 1971). Juga pernah menjadi pimpinan panel bagian Islam di Asia Tenggara dalam XXIX Congress International des Orientalist, Paris (Juli 1973). 20 Pada tahun 1975 atas kontribusinya dalam perbandingan filsafat, ia dilantik sebagai anggota Imperial Iranian Academy of Philosophy.21 Ia juga pernah menjadi konsultan utama penyelenggaraan festifal Islam Internasional (world of Islamic Festival) yang diadakan di London pada tahun 1976 sekaligus menjadi pembicara dan utusan dalam Konferensi Islam Internasional (International Islamic Conference) yang diadaakan secara bersamaan ditempat yang sama. Ia pun rajin menghadiri kongres seniman Internasional sebagai tenaga ahli panel mengenai Islam, filsafat, dan kebudayaan, baik yang diadakan oleh UNESCO, maupun badan-badan ilmiah dunia lainnya. Al-Attas menjadi pembicara dan peserta yang aktif dalam Konfereni Dunia pertama mengenai Pendidikan Islam (First World Conference on Islamic Education) yang dilangsungkn di Makkah pada tahun 1977 dan dia ditunjuk untuk memimpin komite yang membahas tujuan dan definisi pendididkan Islam. Karir dan intelektualnya semakin terlihat di level international dari undangan dan jabatan yang terkait dengan medan keahliannya, yaitu studi Islam di Asia Tenggara, sastra dan 20 Kemas Badaruddin, Filsafat Pendidikan Islam, hal. 11-12. 21 Sebuah lembaga yang anggotanya, antara lain terdiri dari beberapa orang profesor terkenal seperti Henry Corbin, Sayyed Hossein Nasr dan Toshihiko Izutsu. 36 kebudayaan melayu. Diantranya sebagai profesor tamu (visiting professor) untuk studi Islam di Universitas Temple (1976-1977), juga diminta UNESCO untuk memimpin pertemuan para ahli sejarah Islam di Aleppo, Suriah. Setahun kemudian, dia mendapatkan anugerah Medali Seratus Tahun Meninggalnya Sir Muhammad Iqbal (Iqbal Centenary Commemorative Medal) dari presiden Pakistan Jenderal Muhammad Zia ul-Haq. Setidaknya, dia juga telah menyampaikan lebih dari 400 makalah ilmiah di negara-negra Eropa, Amerika, Jepang, Timur Jauh, dan pelbagai negara Islam.22 Ia juga ikut mengembangkan pemikirannya untuk pendirian Universitas Islam kepada Organisasi Konferensi Negara-negara Islam (OKI) di Jeddah, Saudi Arabia, bahkan terlaksananya konferensi tentang pendidikan Islam sedunia I di Makkah tersebut, adalah diilhami oleh gagasan Al-Attas yang menyatakan bahwa persoalan yang paling urgen dihadapi umat Islam saat ini adalah persoalan ilmu pengetahuan. Gagasannya ini di tuangkannya ke dalam surat yang dikirimnya ke sekretariat Islam di Jeddah tertanggal 15 Mei 1973. Ia juga pernah ditawari untuk menjadi profesor program pascasarjana dalam bidang Islam di Temple University dan Profesor tamu di Berkeley University, calofornia, Amerika serikat. Semua itu ditolak karena Al-Attas ingin berkonsentrasi pada jabatannya sebagai Direktur Institut Pemikiran dan Tamaddun Islam (The Institute of Islamic Thought and Civilization/ ISTAC) Malaysia yang di badaninya sendiri kelahirannya sejak lama, sebagai perwujudan dan obsesi atau cita-cita intelektualnya.23 22 M. Syafii Anwar, ISTAC dalam karya Ach Maimun Syamsyudin, Integrasi Multidimeensi Agama dan Sains, hal. 13. 23 Kemas Badaruddin, Filsafat Pendidikan Islam, hal. 12. 37 Melihat kegemilangan Al-Attas, maka pada tahun 1975 kerajaan Iran memberi anugrah tertiggi dalam bidang ilmiah sebagai sarjana akademik falsafah maharaja Iran, Fellow of The Imperial Iranian Academy of Philosophy. Dalam surat penganugerahan tersebut disebutkan: “pengakuan atas sumbangan besar tuan dalam bidang falsafah, terutama falsafah perbandingan”, kemudian pada tahun 1980 ia ditunjuk sebagai orang pertama yang menduduki kursi ilmiah Tun Razak di Ohio University Amerika Serikat, berdasarkan sumbangannya yang begitu besar dalam bidang bahasa dan kesusteraan serta kebudayaan Melayu. Al-Attas pun pernah diangkat menjadi anggota di berbagai badan ilmiah internasional lainnya, seperti: 24 1. Member of International Congress of the VII Centenary of St. Thomas Aquinas. 2. Member of International Congress of the VII Centenary of St. Bonaventura da Bognaregia. 3. Member Malaysia Delegate International Congress on the Millinery of al- Biruni. 4. Principal Consultant World of Islam Festival Congress. 5. Sectional Chairman for Education World of Islam Festival Congress. Pada Konferensi pendidikan Islam sedunia I, Al-Attas sebagai pemakalah utama dengan judul: “Preliminary Thought on the Nature of Knowledge and the Definition and Aims of Education”. Maka pada konferensi kedua di Islamabad, Pakistan pada tanggal 15 sampai 20 Maret 1980, ia kembali mengulang dan mengelaborasi pemikirannya. 24 Ibid., hal. 12-13.
Description: