1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Korupsi di Indonesia sepertinya telah mendarah daging dan menjadi suatu persoalan yang amat kronis. Ibarat suatu penyakit, korupsi telah menyebar ke pelosok negeri dengan jumlah dari tahun ke tahun yang cenderung semakin meningkat dengan modus yang semakin beragam. Hasil riset yang dilakukan oleh berbagai lembaga menunjukkan tingkat korupsi di negara Indonesia yang penduduknya mayoritas muslim ini termasuk yang paling tinggi di dunia. Bahkan sebuah surat kabar di Singapura menyebutkan bahwa Indonesia pernah dijuluki sebagai The Envelope Country, karena segala sesuatu bisa dibeli, baik itu lisensi, tender, wartawan, hakim, jaksa, polisi, pegawai pajak, atau yang lainnya. singkat kata, segalanya bisa lancar asalkan ada “amplop”.1 Korupsi dalam hal keuangan tentu saja sangat merugikan negara. Kwik Kian Gie, mantan Ketua Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), mengatakan lebih dari Rp. 300 triliun dana dari penggelapan pajak, kebocoran APBN, maupun hasil 1 Muhammad Nurdin, Pendidikan Antikorupsi, (Yogyakarta: Ar Ruzz Media, 2014), hlm. 20. 1 2 penggelapan sumberdaya alam, menguap masuk ke saku para koruptor.2 Korupsi akan menambah kesenjangan akibat memburuknya distribusi kekayaan. Bila sekarang kesenjangan antara si kaya dan si miskin sudah sedemikian parahnya, maka korupsi akan semakin menambah parah kesenjangan tersebut, karena uang terdistribusi secara tidak sehat. Pada awal pemerintahan mantan Presiden Soeharto dimasa kekuasaannya berjanji untuk memberantas korupsi. Tidak saja good goverment, tetapi juga clean goverment, merupakan salah satu motto kerjanya. Namun pada kenyataannya, selama 32 tahun berkuasa, Soeharto meninggalkan kekuasaannya ditengah-tengah hingar bingar korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN), dan nama Soeharto terkait dalam praktek tersebut. Baru saja terlewati, ketika masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono atau yang sering kita kenal dengan SBY mendapat pekerjaan rumah terkait Skandal Bank Century. Susilo Bambang Yudhoyono berjanji akan menyelesaikan masalah tersebut, bahkan ia mempunyai slogan “Katakan tidak pada korupsi” untuk anggota partainya. Namun pada kenyataannya, banyak anggota partainya yang terkait dengan kasus korupsi di negara ini. Bahkan yang baru ramai pada sekarang ini kasus korupsi anggaran daerah di DKI Jakarta yang menjadi polemik dalam masyarakat belum menemui titik terang. 2Ismail Yustanto, Menggagas Pendidikan Islami, dilengkapi Implementasi Praktis Pendidikan Islam Terpadu TK, SD, SMP, dan SMU, (Bogor: Al-Azhar Press, 2011), hlm. 69. 3 Kenyataan tersebut menjadi sebuah ironi. Tindakan kejahatan yang senantiasa menghadang di setiap saat dan maraknya krisis moral : korupsi, kolusi, nepotisme (KKN) merupakan kenyataan di tengah eksistensi umat Islam yang mayoritas di negara kita. Korupsi tidak hanya dilakukan oleh golongan atas saja, namun juga sampai pada golongan bawah. Apakah ada yang salah dengan keberagaman umat Islam Indonesia? Pertanyaan ini wajib mengemuka mengingat Islam secara tegas mencanangkan konsep keadilan, kejujuran, keadilan, dan konsisten mengutuk korupsi, kolusi, dan nepotisme. Sebagaimana, firman Allah di dalam Q.S Al Baqarah ayat 188 : Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, Padahal kamu mengetahui.3 Untuk mengatasi semua permsalahan tentang korupsi di Negara kita membentuk suatu lembaga Komite Pemberantasan Korupsi atau yang sering disebut dengan KPK. Lembaga ini sudah banyak menangkap para koruptor dan menjebloskannya ke dalam penjara. Pemberantasan korupsi menurut KPK terbagi menjadi dua macam, 3Mahmud Yunus, Tarjamah Qur’an Karim, (Bandung: Al Ma’arif, 2004), hlm. 27. 4 tindakan represif dan preventif. Perumusan klasifikasi pemberantasan korupsi tersebut terkait dengan wacana dan kesadaran moral bahwa untuk memberantas korupsi yang sudah menggurita ke segala aspek kehidupan masyarakat negeri ini selain melalui mekanisme hukum (represif), juga membangun filosofi baru berupa penyemaian nalar dan nilai-nilai baru antikorupsi melalu pendidikan formal. Hal ini dilakukan karena pendidikan dianggap sebagai alternatif yang bersifat preventif. Menurut Kementrian Pendidikan Nasional, korupsi merupakan fenomena sosial yang bersifat kompleks, sehingga sulit didefinisakan secara tepat ruang lingkupnya.4 Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia menjelaskan bahwa korupsi adalah berbuatan busuk, palsu, dan suap.5 Dengan demikian korupsi merupakan berbuatan buruk yang bisa menyebabkan kerugian dalam segala bidang. Korupsi tidak hanya terjadi dalam dunia politik dan ekonomi saja, namun juga dalam dunia pendidikan, dalam seleksi penerimaan mahasiswa baru banyak sekali perjokian dengan harapan bisa diterima di Perguruan Negeri. Ketika anak-anak disekolah sedang melaksanakan ujian mereka juga melakukan tindakan korupsi dengan mencontek. Selain itu tindakan korupsi dilakukan dengan memberikan uang pelicin untuk melancarkan suatu urusan. 4Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, Integrasi Pendidikan Antikorupsi Pada Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan SMP/MTs Kelas VIII, (Jakarta: Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Dasar, 2011), hlm. 1. 5Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Bahasa Indonesia untuk pelajar, (Jakarta: Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, 2011), hlm. 28. 5 Untuk mengatasi semua tindakan korupsi maka perlu adanya pendidikan antikorupsi dalam dunia pendidikan. Pola pendidikan yang sistematik akan membuat anak mengenal secara dini tentang hal-hal yang berkenaan dengan korupsi, termasuk sanksi yang akan diterima jika melakukan tindakan korupsi tersebut. Pendidikan merupakan proses belajar dan penyesuaian individu- individu secara terus menerus terhadap nilai-nilai budaya dan cita-cita masyarakat, suatu proses dimana bangsa menyiapkan generasi mudanya untuk menjalankan kehidupan dan memenuhi tujuan hidup secara efektif dan efisien. Ki Hajar Dewantara menyatakan bahwa pendidikan adalah upaya untuk memajukan budi pekerti, pikiran dan jasmani anak- anak selaras dengan alam dan masyarakatnya.6 Ada pendapat yang mengatakan bahwa kegagalan pendidikan karena praktik pendidikannya yang hanya memperhatikan aspek kognitifnya dari pertumbuhan kesadaran nilai-nilai islami (internalisasi), dan mengabaikan aspek afektif dan konativolitif, yakni kemauan dan tekad untuk beramal.7 Maka dari itu, pendidikan yang merupakan upaya normatif yang mengacu pada nilai-nilai mulia yang menjadi bagian dari kehidupan bangsa, maka pendidikan tersebut dilakukan melalui peran transfer pendidikan baik secara aspek kognitif, 6Ki Hajar Dewantara, Pendidikan, (Yogyakarta: Majelis Luhur Persatuan Tamansiswa, 1977), hlm. 14. 7Muhaimin, Rekonstruksi Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2009), hlm. 182. 6 sikap (afektif), maupun ketrampilan (psikomotorik).8 Pendidikan akan menjadikan manusia menjadi makin dewasa secara intelektual, moral dan sosial. Selain itu juga harus mampu melakukan transformasi nilai sebagai dasar (fondasi) terutama nilai-nilai islami. Pendidikan antikorupsi adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan proses belajar mengajar yang kritis terhadap nilai-nilai anti korupsi. Dalam pendidikan tersebut, maka pendidikan antikorupsi bukan hanya sekedar media bagi transfer pengalihan pengetahuan (kognitif), namun juga menekankan pada upaya pembentukan karakter (afektif) dan kesadaran moral dalam melakukan perlawanan (psikomotorik) terhadap penyimpangan perilaku korupsi. Agar pendidikan antikorupsi ini berhasil, maka perlu adanya dukungan dari seluruh elemen bangsa, terutama dari sekolah. Karena sekolah merupakan aspek penting, maka perlu mengembangkan materi kurikulum berbasiskan pada internalisasi nilai- nilai Islami sejak dini dalam membentuk kesadaran antikorupsi. Karena kurikulum di negara kita sudah gemuk, maka pendidikan antikorupsi bisa saja diselipkan dalam seluruh muatan materi mata pelajaran, yang salah satunya pada muatan materi Pendidikan Kewarganegaraan ditingkat SMP, yang bahkan dalam materi pelajaran ini ada bab khusus yang membahas tentang pendidikan antikorupsi. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi 8Agus Wibowo, Pendidikan Antikorupsi di Sekolah, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013), hlm. 35. 7 menjelaskan Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) dimaksudkan untuk meningkatkan kesadaran, wawasan, perilaku, sikap antikorupsi, kolusi, dan nepotisme. Pokok bahasan yang ada dalam muatan materi pendidikan antikorupsi mencakup nilai-nilai Islami. Nilai-nilai Islami itu terdiri dari aspek kejujuran, kepedulian, keadilan, tanggung jawab dan amanah,kerja keras, ikhlas, istiqamah, kedisiplinan dan sabar. Internalisasi nilai-nilai Islami merupakan salah satu cara untuk membentuk mental manusia agar memiliki kepribadian yang bermoral, berbudi pekerti luhur, dan besusila (akhlakul karimah). Internalisasi nilai-nilai Islami berarti pula membentuk mental dan kepribadian anak didik dalam usia remaja. Diharapkan dari titik awal ini, anak didik ketika tumbuh menjadi remaja akan terhindar dari hal-hal yang dapat menghambat mentalnya untuk melakukan tindakan negatif, seperti tindakan korupsi misalnya. Ada tiga sikap moral fundamental yang utama yang akan membuat orang menjadi kebal terhadap godaan korupsi, yakni kejujuran, rasa tanggung jawab dan rasa keadilan yang kesemuanya merupakan nilai-nilai Islami.9 Jujur berarti berani menyatakan keyakinan pribadi dan menunjukkan siapa dirinya. Kejujuran adalah modal dasar dalam kehidupan bersama. Ketidakjujuran akan menghancurkan komunitas bersama. Adil berarti memenuhi hak orang lain dan mematuhi segala kewajiban yang mengikat dirinya sendiri. Jika 9Muhammad Nurdin, Pendidikan Antikorupsi: Strategi Internalisasi nilai-nilai Islami dalam Menumbuhkan Kesadaran Antikorupsi di Sekolah, (Yogyakarta: Ar Ruzz Media, 2014), hlm. 29. 8 bersikap baik tapi melanggar keadilan, maka ia tidak menunjukkan sikap yang baik. Tanggung jawab berarti teguh hingga terlaksananya tugas dan tekun melaksanakan kewajiban sampai tuntas. Untuk membendung korupsi di negara kita ini, maka salah satu caranya adalah dengan mengembangkan kesadaran antikorupsi dengan mengembangkan materi kurukulum berbasiskan internalisasi nilai-nilai Islami sejak dini. Pendidikan antikorupsi adalah hal yang mendasar, mengingat tujuan dari pendidikan tidak hanya mengembangkan aspek kognitif saja, tetapi juga dimensi afektif. Pendidikan karakter dan akhlak selama ini kurang mendapat penekanan dalam dunia pendidikan, karena hanya sebatas teori tanpa adanya refleksi dari nilai-nilai pendidikan tersebut. Akibatnya, anak tumbuh menjadi tidak berkarakter bahkan tidak bermoral. Padahal penanaman moral untuk mencetak generasi yang cerdas sangat diperlukan. Oleh karena itu perlu adanya pembenahan dalam pembentukan karakter dan moralitas pendidikan yang termuat secara tersembunyi di dalam kurikulum (hidden curriculum). Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 3 menyatakan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan 9 Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Pembinaan pendidikan antikorupsi pada jalur pendidikan merupakan wahana untuk mendukung fungsi dan tujuan pendidikan nasional. Pendidikan antikorupsi merupakan wahana yang strategis untuk membina generasi muda untuk menanamkan pendidikan antikorupsi. Pendidikan antikorupsi dalam dunia pendidikan ini digunakan sebagai sarana preventif untuk memutus mata-rantai korupsi di negara kita. Dari penjelasan tersebut maka sangatlah penting memasukkan pendidikan antikorupsi pada tiap mata pelajaran di sekolah. Pendidikan antikorupsi ini akan bertujuan untuk membangun karakter teladan anak yang baik yang bermoral baik, maka dalam pendidikan antikorupsi ini harusnya sesuai dengan nilai-nilai yang diajarkan dalam Islam. SMP Negeri 3 Wonogiri adalah salah satu sekolah pilihan bagi masyarakat di daerah Wonogiri. Karena sekolah tersebut letaknya sangat srategis jauh dari pusat keramaian, maka banyak anak yang memilih sekolah tersebut sebagai tempat menimba ilmu. Selain itu, sekolah tersebut banyak sekali melakukan inovasi yang membuat masyarakat tertarik untuk sekolah di sana. Salah satu inovasi yang dilakukan sekolah tersebut adalah dengan memakai kurikulum pendidikan antikorupsi yang masih jarang dilakukan oleh sekolah- sekolah SMP lain di Wonogiri. 10 Animo masyarakat untuk menyekolahkan anaknya di SMP Negeri 3 Wonogiri semakin meningkat tajam, dengan adanya integrasi pendidikan antikorupsi pada tiap kurikulum pembelajarannya. Terutama dalam muatan materi Pendidikan Kewarganegaraan yang menginternalisasikan nilai-nilai Islami dalam materi pendidikan antikorupsi. Internalisasi nilai-nilai Islami tersebut akan membuat anak lebih sadar untuk bersikap jujur, adil, tanggung jawab, disiplin, istiqamah, dan memiliki rasa ikhlas. Berdasarkan alasan di atas, maka menarik minat penulis untuk mengetahui lebih dalam lagi tentang seperti apa penerapan pendidikan antikorupsi pada muatan materi Pendidikan Kewarganegaraan dan internalisasi nilai-nilai Islami dalam pendidikan antikorupsi pada muatan materi pendidikan kewarganegaraan smp kelas VIII tersebut, sehingga bisa dijadikan sebagai langkah awal dan menjadi solusi alternatif untuk membendung arus korupsi di negara kita. Berdasarkan deskripsi di atas mendorong penulis untuk melakukan penelitian dengan judul: “ Internalisasi nilai-nilai Islami dalam Pendidikan Antikorupsi pada Muatan Materi Pendidikan Kewarganegaraan SMP Kelas VIII Studi kasus di SMP Negeri 3 Wonogiri Tahun 2015/2016”. B. Rumusan Masalah Berdasarkan penjelasan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka rumusan masalahnya:
Description: