47 BAB 3 ISTANA KEPRESIDENAN RI Bab ini terdiri dari dua bagian. Pada bagian pertama akan memberikan gambaran secara umum tentang Istana-Istana Kepresidenan yang ada di Indonesia. Kemudian pada bagian berikutnya akan membicarakan secara lebih khusus tentang Istana Kepresidenan Jakarta, koleksi benda-benda seni, konsep kunjungan Wisata Istana Kepresidenan Jakarta, sarana dan prasarana, pengunjung Istana Kepresidenan Jakarta, dan kegiatan edukatif kultural yang telah dilaksanakan di Istana Kepresidenan Jakarta. 3.1 Istana Kepresidenan di Indonesia Pemerintah Republik Indonesia memiliki enam Istana Kepresidenan yang letaknya terpisah di lima wilayah yang berbeda, yaitu dua di Jakarta dan empat lainnya berada di Bogor, Cipanas, Yogyakarta, dan Tampaksiring. Keempat Istana ini sering dikenal dengan sebutan Istana Kepresidenan Daerah. Istana Kepresidenan Jakarta berfungsi sebagai kediaman resmi dan pusat kegiatan pemerintahan negara, sedangkan keempat istana lainnya digunakan sebagai kantor dan kediaman resmi Presiden. Istana-Istana Kepresidenan Daerah seperti yang disebutkan di atas secara umum dapat dijelaskan sebagai berikut: 3.1.1 Istana Bogor Istana Bogor dibangun pada bulan Agustus 1745. Istana Bogor dahulu bernama Buitenzorg atau Sans Souci yang berarti "tanpa kekhawatiran". Pada awalnya bangunan ini merupakan sebuah rumah peristirahatan. Dibangun oleh Gubernur Jenderal Gustaaf Willem Baron Van Imhoff di sebuah kampung kecil di Bogor (Kampung Baru), sebuah wilayah bekas Kerajaan Pajajaran yang terletak di hulu Batavia. Pada tahun 1750 Istana ini selesai dibangun. Baron Van Imhoff mencontoh arsitektur Blehheim Palace, kediaman Duke Malborough, dekat kota Oxford di Inggris. Berangsur-angsur, seiring dengan waktu, perubahan-perubahan pada bangunan awal dilakukan selama masa Gubernur Jenderal Belanda maupun Universitas Indonesia Komunikasi dan edukasi..., Kukuh Pamuji, FIB UI, 2010. 48 Inggris (Herman Willem Daendels dan Sir Stamford Raffles), bentuk bangunan Istana Bogor telah mengalami berbagai perubahan. sehingga yang tadinya merupakan rumah peristirahatan berubah menjadi bangunan Istana Paladian dengan luas halamannya mencapai 28,4 hektar dan luas bangunan 14.892 m². Pada tanggal 10 Oktober 1834 gempa bumi mengguncang akibat meletusnya Gunung Salak sehingga istana tersebut rusak berat. Pada tahun 1850, Istana Bogor dibangun kembali, tetapi tidak bertingkat lagi karena disesuaikan dengan situasi daerah yang sering gempa itu. Pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal Albertus Jacob Duijmayer van Twist (1851-1856) bangunan lama sisa gempa itu dirubuhkan dan dibangun dengan mengambil arsitektur Eropa abad ke-19. Pada tahun 1870, Istana Buitenzorg dijadikan tempat kediaman resmi dari Gubernur Jenderal Hindia Belanda. Penghuni terakhir Istana Buitenzorg itu adalah Gubernur Jenderal Tjarda van Starkenborg Stachourwer yang terpaksa harus menyerahkan istana ini kepada Jenderal Imamura, pemeritah pendudukan Jepang. Pada tahun 1950, setelah masa kemerdekaan, Istana Kepresidenan Bogor mulai dipakai oleh pemerintah Indonesia, dan resmi menjadi salah satu dari Istana Presiden Indonesia. Foto 3.1 Istana Kepresidenan Bogor (Sumber: Bagian Museum dan Sanggar Seni Rumah Tangga Kepresidenan) 3.1.2 Istana Cipanas Istana Cipanas terletak di kaki Gunung Gede, Jawa Barat, tepatnya lebih kurang 103 km dari Jakarta ke arah Bandung melalui Puncak. Istana ini terletak di Universitas Indonesia Komunikasi dan edukasi..., Kukuh Pamuji, FIB UI, 2010. 49 Desa Cipanas, Kecamatan Cipanas, Kabupaten Cianjur. Luas areal kompleks istana ini lebih kurang 26 hektar, namun sampai saat ini hanya 7.760 m2 yang digunakan untuk bangunan. Selebihnya dipenuhi dengan tanaman dan kebun tanaman hias yang asri, kebun sayur dan tanaman lain yang ditata seperti hutan kecil. Kata "Cipanas" berasal dari bahasa Sunda, yaitu ci yang berarti "air" dan panas yang berarti "panas". Daerah ini dinamakan Cipanas karena di tempat ini terdapat sumber air panas, yang mengandung belerang, dan kebetulan berada di dalam kompleks Istana Cipanas. Bangunan induk istana ini pada awalnya adalah milik seorang tuan tanah Belanda yang dibangun pada tahun 1740. Sejak masa pemerintahan Gubernur Jenderal Gustaaf Willem Baron van Imhoff, bangunan ini dijadikan sebagai tempat peristirahan Gubernur Jenderal Hindia Belanda. Beberapa bangunan yang terdapat di dalam kompleks ini antara lain Paviliun Yudistira, Paviliun Bima dan Paviliun Arjuna yang dibangun secara bertahap pada 1916. Penamaan ini dilakukan setelah Indonesia Merdeka, oleh Presiden Soekarno. Di bagian belakang agak ke utara terdapat "Gedung Bentol", yang dibangun pada 1954 sedangkan dua bangunan terbaru yang dibangun pada 1983 adalah Paviliun Nakula dan Paviliun Sadewa. Peristiwa penting yang pernah terjadi di istana ini setelah kemerdekaan antara lain adalah berlangsungnya sidang kabinet yang dipimpin oleh Presiden Soekarno pada 13 Desember 1965, yang menetapkan perubahan nilai uang dari Rp 1.000,- menjadi Rp 1,-. Gedung ini ditetapkan sebagai Istana Kepresidenan dan digunakan sebagai tempat peristirahatan bagi Presiden dan Wakil Presiden beserta keluarga setelah masa kemerdekaan, seperti halnya Camp David di Amerika Serikat. Universitas Indonesia Komunikasi dan edukasi..., Kukuh Pamuji, FIB UI, 2010. 50 Foto 3.2 Istana Kepresidenan Cipanas (Sumber: Bagian Museum dan Sanggar Seni Rumah Tangga Kepresidenan) 3.1.3 Istana Yogyakarta Istana Yogyakarta yang dikenal dengan nama Gedung Agung terletak di pusat keramaian kota, tepatnya di ujung selatan Jalan Ahmad Yani dahulu dikenal Jalan Malioboro, jantung ibu kota Daerah Istimewa Yogyakarta. Kawasan istana terletak di Kelurahan Ngupasan, Kecamatan Gondomanan, Kota Yogyakarta, dan berada pada ketinggian 120 m dari permukaan laut. Kompleks istana ini menempati lahan seluas 43.585 m². Gedung utama kompleks istana ini mulai dibangun pada Mei 1824 yang diprakarsai oleh Anthony Hendriks Smissaerat, Residen Yogyakarta ke-18 (1823-1825) yang menghendaki adanya "istana" yang berwibawa bagi residen-residen Belanda sedangkan arsiteknya adalah A. Payen. Karena adanya Perang Diponegoro atau Perang Jawa (1825-1830) pembangunan gedung itu tertunda. Pembangunan tersebut diteruskan setelah perang tersebut berakhir dan selesai pada 1832. Pada 10 Juni 1867, kediaman resmi residen Belanda itu ambruk karena gempa bumi. Bangunan baru pun didirikan dan selesai pada 1869. Bangunan inilah yang menjadi gedung utama komplek Istana Kepresidenan Yogyakarta yang sekarang disebut juga Gedung Negara. Pada 19 Desember 1927, status administratif wilayah Yogyakarta sebagai karesidenan ditingkatkan menjadi provinsi di mana Gubernur menjadi penguasa tertinggi. Dengan demikian gedung utama menjadi kediaman para Gubernur Belanda di Yogyakarta sampai masuknya Jepang. Universitas Indonesia Komunikasi dan edukasi..., Kukuh Pamuji, FIB UI, 2010. 51 Pada 6 Januari 1946, "Kota Gudeg" ini menjadi ibu kota baru Republik Indonesia yang masih muda dan istana itu berubah menjadi Istana Kepresidenan, tempat tinggal Presiden Soekarno beserta keluarganya, sedangkan Wakil Presiden Mohammad Hatta tinggal di gedung yang sekarang ditempati Korem 072/Pamungkas. Sejak itu Istana Kepresidenan Yogyakarta menjadi saksi peristiwa penting diantaranya pelantikan Jenderal Sudirman sebagai Panglima Besar TNI pada 3 Juni 1947 dan sebagai pucuk pimpinan Angkatan Perang Republik Indonesia pada 3 Juli 1947. Istana Yogyakarta atau Gedung Agung, sama halnya dengan Istana Kepresidenan lainnya yaitu sebagai kantor dan kediaman resmi Presiden Republik Indonesia. Selain itu juga sebagai tempat menerima atau menginap tamu-tamu negara. Sejak 17 Agustus 1991, istana ini digunakan sebagai tempat memperingati Detik-detik Proklamasi Kemerdekaan untuk Daerah Istimewa Yogyakarta dan penyelenggaraan Parade Senja setiap tanggal 17 yang dimulai 17 April 1988. Foto 3.3 Istana Kepresidenan Yogyakarta (Sumber: Bagian Museum dan Sanggar Seni Rumah Tangga Kepresidenan) 3.1.4 Istana Tampaksiring Istana Tampaksiring adalah istana yang dibangun setelah Indonesia merdeka, yang terletak di Desa Tampaksiring, Kecamatan Tampaksiring, Kabupaten Gianyar, Bali. Nama Tampaksiring berasal dari dua buah kata bahasa Universitas Indonesia Komunikasi dan edukasi..., Kukuh Pamuji, FIB UI, 2010. 52 Bali, yaitu "tampak" dan "siring", yang masing-masing bermakna telapak dan miring. Konon, menurut sebuah legenda yang terekam pada daun lontar Usana Bali, nama itu berasal dari bekas tapak kaki seorang raja yang bernama Mayadenawa. Raja ini pandai dan sakti, namun sayangnya ia bersifat angkara murka. Ia menganggap dirinya dewa dan menyuruh rakyat untuk menyembahnya. Akibat dari tabiat Mayadenawa itu, Batara Indra marah dan mengirimkan bala tentaranya. Mayadenawa pun lari masuk hutan. Agar para pengejarnya kehilangan jejak, ia berjalan dengan memiringkan telapak kakinya. Dengan begitu ia berharap para pengejarnya tidak mengenali jejak telapak kakinya. Namun demikian, ia dapat juga tertangkap oleh para pengejarnya. Sebelumnya, dengan sisa kesaktiannya ia berhasil menciptakan mata air yang beracun yang menyebabkan banyak kematian para pengejarnya setelah mereka meminum air dari mata air tersebut. Batara Indra kemudian menciptakan mata air yang lain sebagai penawar air beracun itu yang kemudian bernama "Tirta Empul" ("air suci"). Kawasan hutan yang dilalui Raja Mayadenawa dengan berjalan sambil memiringkan telapak kakinya itu terkenal dengan nama Tampaksiring. Istana ini berdiri atas prakarsa Presiden Soekarno yang menginginkan adanya tempat peristirahatan yang hawanya sejuk, jauh dari keramaian kota, cocok bagi Presiden Republik Indonesia beserta keluarga maupun bagi tamu-tamu negara. Arsitek Istana Tampaksiring ini adalah R.M. Soedarsono dan istana ini dibangun secara bertahap. Komplek Istana Tampaksiring terdiri atas empat gedung utama yaitu: Wisma Merdeka seluas 1.200 meter persegi, Wisma Yudhistira seluas 1.825 meter persegi , Wisma Negara seluas 1.476 meter persegi dan Wisma Bima seluas 2.000 meter persegi. Wisma Merdeka dan Wisma Yudhistira adalah bangunan yang pertama kali dibangun yaitu pada tahun 1957. Pada 1963 semua pembangunan selesai yaitu dengan berdirinya Wisma Negara dan Wisma Bima. Universitas Indonesia Komunikasi dan edukasi..., Kukuh Pamuji, FIB UI, 2010. 53 Foto 3.4 Istana Kepresidenan Tampaksiring (Sumber: Bagian Museum dan Sanggar Seni Rumah Tangga Kepresidenan) 3.2 Istana Merdeka Istana Merdeka merupakan istana yang paling diingat khalayak diantara enam Istana Kepresidenan. Istana Merdeka adalah tempat kediaman resmi Presiden, khususnya Presiden pertama, dan tempat berlangsungnya peristiwa- peristiwa kenegaraan. Bangunan tersebut mendapat tempat khusus di hati rakyat karena bernama “Merdeka” simbol kemenangan perjuangan bangsa Indonesia. Nama itu menandai berakhirnya penjajahan di Indonesia dan mulainya pemerintahan oleh bangsa sendiri. Istana Merdeka mulai dibangun pada pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal Hindia Belanda James Loudon, terpaut tiga perempat abad lebih muda daripada Istana Negara dengan biaya sebesar F.289.250. Istana dengan luas sekitar 2.400 meter persegi ini dibangun pada tahun 1873 dalam kavling yang sama dengan Istana Rijswijk (sekarang Istana Negara) yang mulai sesak. Bangunan Istana Merdeka terbagi dalam beberapa ruang, yaitu Serambi Depan, Ruang Kredensial, Ruang Jamuan, Ruang Resepsi, Ruang Bendera Pusaka dan Teks Proklamasi, Ruang Kerja, Ruang Tidur, Ruang Keluarga atau Ruang Istirahat dan Dapur. Istana ini menghadap ke lapangan Buffelsloo (Lapangan Monumen Nasional). Istana yang dirancang oleh seorang arsitek bernama Drossares ini selesai pada tahun 1879 pada masa pemerintahan Jenderal J.W. van Lansbarge Universitas Indonesia Komunikasi dan edukasi..., Kukuh Pamuji, FIB UI, 2010. 54 dan pada awalnya bernama Istana Gambir. Bangunan Istana Merdeka berada di kawasan yang dimasa lalu bernama Weltervreden (dalam bahasa Belanda berarti ”sangat memuaskan”) merupakan kantung permukiman orang-orang Belanda dan terhitung paling elit. Di kawasan Weltervreden ini terdapat dua taman, yaitu: Koningsplein (sekarang taman Monas) dan Waterlooplein (sekarang Lapangan Banteng). Di sisi Koningsplein yang lain, membelakangi taman pada kedua sisi anak sungai Ciliwung, terbentang dua jalan yang disebut Noordwijk (sekarang Jalan Juanda) dan Rijswik (sekarang Jalan Veteran). Weltervreden kala itu dikenal sebagai kota yang tertata cantik dengan pohon-pohon yang dipangkas rapi seperti di taman-taman Eropa. Pejabat-pejabat dan saudagar-saudagar kaya Belanda membangun rumah-rumah besar di kawasan Weltervreden ini (Kleinsteuber dan Rusdi, 2008: 32). Pemberian nama Istana Merdeka mempunyai latar belakang sejarah yang sangat penting. Pada tanggal 27 Desember 1949 Kerajaan Belanda mengakui kedaulatan Republik Indonesia Serikat. Upacara pengakuan kedaulatan ini berlangsung di dua tempat, yaitu di Istana Gambir, Jakarta, Indonesia, dan Istana Dam, Amsterdam, Belanda. Di Istana Gambir, Wakil Tinggi Mahkota Belanda A.H.J. Lovink melakukan upacara itu di hadapan Sri Sultan Hamengku Buwono IX yang bertindak sebagai Ketua Delegasi Republik Indonesia. Karena perbedaan waktu antara Amsterdam dan Jakarta, upacara di Istana Gambir itu dimulai menjelang senja. Matahari sudah hampir terbenam ketika lagu kebangsaan Belanda Wilhelmus berkumandang mengiringi bendera Merah-Putih-Biru untuk terakhir kalinya merayap turun dari puncak tiangnya. Masyarakat yang berkumpul di luar halaman Istana Gambir bersorak-sorak menyaksikan turunnya bendera tiga warna itu. Sorak-sorai kian gemuruh setelah kemudian lagu kebangsaan Indonesia Raya dikumandangkan mengantar bendera Merah-Putih ke puncak tiang. ”Merdeka ! Merdeka! Hidup Indonesia!”. Sementara di Troonzaal (Bangsal Singgasana) Istana Dam, Amsterdam, Ratu Juliana menandatangani naskah pengakuan kedaulatan itu dan menyerahkannya kepada Perdana Menteri Republik Indonesia Mohammad Hatta yang memimpin Delegasi Republik Indonesia dalam perundingan itu. Pada saat itulah untuk pertama kalinya lagu kebangsaan Indonesia Raya diperdengarkan di Istana Dam. Kobaran pekik ”Merdeka” pada Universitas Indonesia Komunikasi dan edukasi..., Kukuh Pamuji, FIB UI, 2010. 55 senja bersejarah itulah yang kemudian menggerakkan Bung Karno untuk mengubah nama Istana Gambir menjadi Istana Merdeka (http://www. Setneg.go.id.). Konsep pembangunan Istana Merdeka mengikuti konsep pembangunan rumah panggung untuk memperhitungkan kemungkinan banjir atau pasang surut air. Konsep rumah panggung itu juga berfungsi sebagai sarana aliran udara (ventilasi) untuk menyejukkan isi bangunan. Dengan hadirnya teknologi penyejuk udara di masa modern, bagian bawah bangunan ini kemudian ditembok dan diubah menjadi berbagai ruang layanan, seperti dapur, gudang, dan sebagainya. Gaya arsitektur Palladio yang merupakan kebangkitan dari gaya arsitektur Klasisisme (gaya yang dianggap sebagai puncak seni bangunan yang paling tinggi) yang dikembangkan di Yunani pada abad 5 sebelum Masehi, tampak jelas dari eksterior gedung yang menampilkan pilar-pilar bercorak Yunani. Istilah Palladio diambil dari nama seorang arsitek terbesar abad ke-16 berkebangsaan Italia, Andrea Palladio yang menciptakan gaya dan proporsi bangunan-bangunan Yunani dan Romawi kuno di daratan provinsi disekitar Venesia. Karya Palladio sangat mendasarkan pada simetri, perspektif, dan nilai-nilai formal arsitektur kuil klasik Yunani dan Romawi kuno (http://en.wikipedia.org/wiki/Andrea_Palladio). Kesan yang digambarkan oleh gaya arsitektur Palladio adalah kokoh dan anggun, sifat-sifat yang ingin dilambangkan untuk para penghuni Istana. Ada enam saka bundar laras Doria di bagian depan Istana Merdeka. Kesan arsitektur Palladio juga terlihat pada bingkai-bingkai jendela dan pintu yang besar disamping lengkung-lengkung gapura di kedua sisi Istana Merdeka. Sebagai Presiden pertama Republik Indonesia, Insinyur Soekarno beserta keluarga yang semula tinggal di Jalan Pegangsaan Timur 56, Jakarta, terpaksa mengungsi ke Yogyakarta setelah Proklamasi Kemerdekaan karena agresi Belanda. Mereka baru masuk Istana Gambir pada 28 Desember 1949, sehari setelah penyerahan kedaulatan. Rakyat yang berkumpul di depan Istana Gambir mengelu-elukan kedatangan Bung Karno dengan pekik kemerdekaan. Semua peristiwa ini dilaporkan secara pandangan mata melalui (Radio Republik Indonesia). Dengan gaya yang khas, Bung Karno kemudian berpidato di depan Universitas Indonesia Komunikasi dan edukasi..., Kukuh Pamuji, FIB UI, 2010. 56 Istana Gambir. Salah satu keputusannya adalah mengubah nama Istana Gambir menjadi Istana Merdeka dan Istana Rijswijk menjadi Istana Negara. 3.2.1 Tata Letak Ruang Istana Merdeka Bangunan Istana Merdeka didalamnya terdiri dari beberapa ruang. Ruang- ruang tersebut masing-masing memiliki nama dan memiliki fungsi yang berbeda. Ruang-ruang tersebut adalah: Ruang Serambi Depan, Ruang Kredensial, Ruang Koridor, Ruang Jepara, Ruang Terima Tamu Ibu Negara, Ruang Resepsi, Ruang Kerja Presiden, Ruang Bendera Pusaka, dan Ruang Serambi Belakang. Selanjutnya setiap bagian ruang tersebut dapat diuraikan secara lebih rinci dalam penjelasan berikut: 3.2.1.1 Ruang Serambi Depan Ruang Serambi Depan memiliki luas 219,9 meter persegi. Untuk mencapai bagian serambi depan Istana Merdeka, kita harus melewati 16 buah anak tangga yang memiliki lebar 24 meter yang terbuat dari marmer. Pada waktu ada acara penting seperti kunjungan Tamu Negara, tangga depan Istana Merdeka dijaga dua petugas Paspampres, yang berpakaian Merah Putih dengan memegang senjata laras panjang. Mereka berdiri di trap tangga paling atas dengan wajah menatap arah Monumen Nasional. Di tangga inilah tempat yang paling banyak digunakan untuk mengabadikan peristiwa-peristiwa penting. Di serambi depan ini Presiden Republik Indonesia menyambut para Tamu Negara yang merupakan kepala pemerintahan dari berbagai negara berkunjung ke Indonesia, yang sebelumnya diterima dengan Upacara Kenegaraan di halaman Istana Merdeka. Disamping itu, pada Upacara Peringatan Detik-detik Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia, di serambi depan ini Presiden Republik Indonesia menyerahkan Bendera Pusaka dan duplikatnya kepada Paskibraka untuk dikibarkan di tiang bendera di halaman Istana Merdeka. Terdapat 6 buah pilar Doria yang berdiri megah. Di ruang serambi yang terbuka ini, juga terdapat tiga buah lampu gantung Kristal yang berasal dari Negara Cekoslowakia. Pada saat upacara-upacara resmi di ruangan ini terhampar permadani berwarna merah serta tanaman-tanaman hias. Universitas Indonesia Komunikasi dan edukasi..., Kukuh Pamuji, FIB UI, 2010.
Description: