ebook img

ATURAN HUKUM ISLAM DALAM PENYELESAIAN KONFLIK TANAH SEMPADAN Oleh: Ali Akbar ... PDF

13 Pages·2017·0.59 MB·Indonesian
by  
Save to my drive
Quick download
Download
Most books are stored in the elastic cloud where traffic is expensive. For this reason, we have a limit on daily download.

Preview ATURAN HUKUM ISLAM DALAM PENYELESAIAN KONFLIK TANAH SEMPADAN Oleh: Ali Akbar ...

69 ATURAN HUKUM ISLAM DALAM PENYELESAIAN KONFLIK TANAH SEMPADAN Oleh: Ali Akbar Dosen Fakultas Syariah Dan Hukum UIN SU Abstrak Land problem can experienced by whole community. Increasing population, development and access of many people to obtain land as the basic capital of various interests, some times becomes a conflict. Conflict over lands are actual issues that always comes up. One alternative solution to the land conflict is mediation. This mediation alternative has the characteristic that is short time, structurized, task orientation and a way of intervention involving various parties actively. The success of mediation is determined by the goddwill of both parties are in conflict to find an agreed way out. Mediation gives a sense of equalization so that the decision taken is without pressure.58 Keywords: Conflict, Land Border ABSTRAK Masalah tanah bisa dialami oleh seluruh masyarakat. Meningkatnya jumlah penduduk, pembangunan dan akses banyak orang untuk mendapatkan tanah sebagai modal dasar berbagai kepentingan, beberapa kali menjadi konflik. Konflik atas tanah adalah isu aktual yang selalu muncul. Salah satu solusi alternatif konflik tanah adalah mediasi. Alternatif mediasi ini memiliki karakteristik yaitu waktu yang singkat, terstruktur, orientasi tugas dan cara intervensi yang melibatkan berbagai pihak secara aktif. Keberhasilan mediasi ditentukan oleh dewi dari kedua belah pihak dalam konflik untuk menemukan jalan keluar yang disepakati. Mediasi memberi rasa pemerataan sehingga keputusan yang diambil tanpa tekanan Kata Kunci: Konflik, Tanah Sempadan 58 Konflik pertanahan merupakan isu yang selalu muncul dan aktual. Konflik di bidang pertanahan meningkat seiring dinamika di bidang ekonomi, sosial dan politik. Selain penyelesaian sengketa melalui pengadilan/litigasi, salah satu alternatif penyelesaian konflik (tanah) adalah melalui upaya mediasi. Akhirnya, hasil akhir perundingan dicapai menurut kesepakatan bersama tanpa tekanan atau paksaan. 70 PENDAHULUAN Allah SWT telah menganugerahkan tanah kepada umat manusia dimuka bumi dan menjadi kebutuhan dasar manusia sebagai tempat tinggal dan sumber kehidupan. Karena itu, tanah mempunyai dimensi filosofis, ekonomi, sosial, kultural politik dan ekologis. Dalam sejarah peradaban umat manusia, tanah merupakan faktor yang utama dalam perjuangan hidup dan menentukan produksi. Tidak heran jika masalah tanah dapat memicu berbagai masalah sosial yang rumit. Menyadari nilai dan arti penting tanah, para pendiri Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) merumuskan tentang tanah dan sumber daya alam secara ringkas tetapi sangat filosofis substansial di dalam Konstitusi, Pasal 33 Ayat (3) Undang-undang Dasar 1945, sebagai berikut : ‖Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat‖, sebagai sumber agraria terpenting. Seiring perkembangan penduduk dan kebutuhan yang tidak sebanding dengan luas tanah yang tidak bertambah dilengkapi dengan adanya ketimpangan struktur penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah serta ketimpangan terhadap sumber -sumber produksi lainnya menyebabkan terjadinya konflik pertanahan. Konflik pertanahan merupakan persoalan yang seringkali muncul di berbagai tempat. Hukum pertanahan dalam Islam dapat didefinisikan sebagai hukum-hukum Islam mengenai tanah dalam kaitannya dengan hak kepemilikan (milkiyah), pengelolaan (tasharruf), dan pendistribusian (tauzi‟) tanah.59 Sengketa atau konflik pertanahan adalah bentuk permasalahan yang multi dimensi. Oleh karena itu diperlukan usaha pencegahan, penanganan dan penyelesaiannya yang memperhitungkan berbagai aspek baik secara hukum maupun non hukum. Penyelesaian terhadap sengketa dan konflik pertanahan dihadapkan pada berbagai kepentingan. Diperlukan keseimbangan pemikiran atas konflik yang terjadi dan pemahaman pada akar konflik, faktor pendukung dan faktor pencetusnya sehingga dapat dirumuskan strategi dan solusinya. Selain penyelesaian sengketa melalui pengadilan/litigasi, di dalam sistem hukum nasional dikenal penyelesaian sengketa melalui lembaga di luar peradilan sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Salah satu alternatif penyelesaian sengketa (tanah) menurut undang-undang 59 Yasin Ghadiy, al-Amwal wa al-Amlak al-„Ammah fi Islam, Mu‘tah: mu‘assasah raam, 1994. hal. 19. 71 tersebut adalah melalui upaya mediasi60. Mediasi sebagai penyelesaian sengketa alternatif menawarkan cara penyelesaian sengketa yang khas. Karena prosesnya relatif sederhana, maka waktunya singkat dan biaya dapat ditekan. Penyelesaian masalah dengan menggunakan jasa pihak ketiga yaitu mediator diharapkan sengketa dan konflik pertanahan dapat diminimalisasi dan menciptakan suasana kondusif, terwujudnya kepastian hukum dan keadilan agraria yang mensejahterakan. KONFLIK PERTANAHAN Istilah sengketa dan konflik pertanahan seringkali dipakai sebagai suatu padanan kata yang dianggap mempunyai makna yang sama. Akan tetapi sesungguhnya kedua istilah itu memiliki karakteristik yang berbeda. Berdasarkan Peraturan Kepala BPN RI Nomor 3 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Pengkajian dan Penanganan Kasus Pertanahan, Badan Pertanahan Nasional RI memberi batasan mengenai sengketa, konflik maupun perkara pertanahan. Pasal 1 Peraturan Kepala BPN tersebut menyatakan bahwa kasus pertanahan adalah sengketa, konflik dan perkara pertanahan yang disampaikan kepada Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia untuk mendapatkan penanganan, penyelesaian sesuai peraturan perundang-undangan dan/atau kebijakan pertanahan nasional. Konflik pertanahan dapat diartikan sebagai konflik yang lahir sebagai akibat adanya hubungan antar orang atau kelompok yang terkait dengan masalah bumi dan segala kekayaan alam yang terdapat di atas permukaan maupun di dalam perut bumi61. Sengketa pertanahan adalah perselisihan pertanahan antara orang perseorangan, badan hukum atau lembaga yang tidak berdampak luas secara sosio-politis. Penekanan yang tidak berdampak luas inilah yang membedakan definisi sengketa pertanahan dengan definisi konflik pertanahan. Sengketa tanah dapat berupa sengketa administratif, sengketa perdata, sengketa pidana terkait dengan pemilikan, transaksi, pendaftaran, penjaminan, pemanfaatan, penguasaan dan sengketa hak ulayat. Sedangkan konflik pertanahan merupakan perselisihan pertanahan antara orang perseorangan, kelompok, golongan, organisasi, badan hukum atau lembaga yang mempunyai kecenderungan atau sudah berdampak luas secara sosio politis. Perkara pertanahan adalah perselisihan pertanahan yang penyelesaiannya dilaksanakan oleh lembaga peradilan atau putusan lembaga peradilan yang masih dimintakan 60http://korankota.co.id/index.php/web/berita/HUKUM/4305/penyelesaian-sengketa-tanah-melalui- mediasi 61 Direktorat Konflik Pertanahan Badan Pertanahan Nasional RI 2012 72 penanganan perselisihannya di BPN RI62. Dalam penyelesaian perkara pertanahan diperlukan penelitian tentang akar konflik pertanahan penting untuk diidentifikasi serta diinventarisasi guna mencari jalan keluar atau bentuk penyelesaian yang akan dilakukan. Akar permasalahan konflik pertanahan dalam garis besarnya dapat ditimbulkan oleh hal-hal sebagai berikut : (1) konflik kepentingan, yaitu adanya persaingan kepentingan yang terkait dengan kepentingan substantif, kepentingan prosedural, maupun kepentingan psikologis, (2) konflik struktural, yang disebabkan pola perilaku destruktif, kontrol perilaku sumberdaya yang tidak seimbang, (3) konflik nilai, karena perbedaan kriteria yang dipergunakan mengevaluasi gagasan/perilaku, perbedaan gaya hidup, idiologi atau agama /kepercayaan, (4) konflik hubungan, yang disebabkan karena emosi yang berlebihan, persepsi yang keliru, komunikasi yang buruk/salah, pengulangan perilaku yang negatif, (5)konflik data, yang disebabkan karena informasi yang tidak lengkap, informasi yang keliru, pendapat yang berbeda tentang hal-hal yang relevan, interpretasi data yang berbea, dan perbedaan prosedur penilaian. Penyebab umum timbulnya konflik pertanahan dapat dikelompokkan dalam dua faktor, yaitu faktor hukum dan faktor non hukum. a. Faktor Hukum. Beberapa faktor hukum yang menjadi akar dari konflik pertanahan belakangan ini antara lain : 1) Tumpang tindih peraturan. UUPA sebagai induk dari peraturan di bidang sumber Daya agraria lainnya, dalam perjalanannya dibuat beberapa peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan sumber daya agraria tetapi tidak menempatkan UUPA sebagai undang-undang induknya, bahkan justru menempatkan UUPA sejajar dengan undang- undang agraria. UUPA yang mulanya merupakan payung hukum bagi Direktorat Konflik Pertanahan Badan Pertanahan Nasional RI 2012 5 kebijakan pertanahan di Indonesia menjadi tidak berfungsi dan secara substansial bertentangan dengan diterbitkannya berbagai peraturan perundangan sektoral seperti UU Kehutanan, UU Pokok Pertambangan, UU Transigrasi dan lain-lain. 2) Tumpang tindih peradilan. Pada saat ini terdapat tiga lembaga peradilan yangdapat menangani suati konflik pertanahan yaitu peradilan perdata, peradilan pidana dan peradilan tata usaha negara (TUN). Dalam bentuk konflik tertentu, salah satu pihak yang menang secara perda ta belum tentu menang secara pidana (dalam hal konflik disertai tindak pidana). b. Faktor Non Hukum. 62 Ibid. 73 3)Tumpang tindih penggunaan tanah. Sejalan dengan waktu, pertumbuhan penduduk yang cepat mengakibatkan jumlah penduduk bertambah, sedangkan produksi pangan tetap atau mungkin berkurang karena banyak tanah pertanian yang beralih fungsi. Tidak dapat dihindarkan bahwa dalam sebidang tanah yang sama dapat timbul kepentingan yang berbeda. 4) Nilai ekonomis tanah tinggi. 5) Kesadaran masyarakat meningkat. Adanya perkembangan global serta peningkatan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi berpengaruh pada peningkatan kesadaran masyarakat. Pola pikir masyarakat terhadap masyarakatpun ikut berubah. Terkait tanah sebagai aset pembangunan, maka muncul perubahan pola pikir masyarakat terhadap penguasaan tanah, yaitu tidak lagi menempatkan tanah sebagai sumber produksi akan tetapi menjadikan tanah sebagai sarana untuk investasi atau komoditas ekonomi63. 6)Tanah tetap, penduduk bertambah. Pertumbuhan penduduk yang sangat cepat baik melalui Kelahiran maupun migrasi serta urbanisasi, serta jumlah lahan yang tetap, menjadikan tanah sebagai komoditas ekonomi yang nilainya sangat tinggi, sehingga setiap jengkal tanah dipertahankan sekuatnya. 7)Kemiskinan. Kemiskinan merupakan masalah kompleks yang dipengaruhi oleh berbagai faktor yang saling berkaitan. Terbatasnya akses terhadaptanah merupakan salah satu faktor penyebab kemiskinan dalam kaitan terbatasnya aset dan sumber daya produktif yang dapat diakses masyarakat miskin. Upaya untuk win-win solution itu ditentukan oleh beberapa faktor : 1) Proses pendekatan yang obyektif terhadap sumber sengketa lebih dapat diterima oleh pihak-pihak yang memberikan hasil yang saling menguntungkan, dengan catatan bahwa pendekatan itu. Harus menitikberatkan pada kepentingan yang menjadi sumber konflik dan bukan pada posisi atau kedudukan para pihak. 2). Kemampuan yang seimbang dalam proses negosiasi atau musyawarah. Perbedaan kemampuan tawar menawar akan menyebabkan adanya penekanan oleh pihak yang satu terhadap yang lain. Dengan berjalannya waktu, penyelesaian konflik pertanahan melalui ADRsecara implisit dimuat dalam Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2006 tentang Badan Pertanahan Nasional (BPN). Dalam struktur organisasi BPN dibentuk satu kedeputian, yaitu Kedeputian Bidang Pengkajian dan Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan. BPN telah pula menerbitkan Keputusan Kepala BPN No. 34 Tahun 2007 tentang 63 Direktorat Konflik Pertanahan Badan Pertanahan Nasional RI 2012 74 Petunjuk Teknis Penanganan dan Penyelesaian Masalah Pertanahan yang telah diganti dengan Peraturan Kepala BPN No. 3 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Pengkajian dan Penanganan Kasus Pertanahan. Dalam menjalakan tugasnya menyelesaikan konflik pertanahan, BPN melakukan upaya antara lain melalui mediasi. Pembentukan kedeputian tersebut menyiratkan dua hal. Pertama, bahwa penyelesaian berbagai konflik pertanahan itu sudah merupakan hal yang sangat mendesak sehingga diupayakan membentuk kedeputian untuk menanganinya. Kedua, terdapat keyakinan bahwa tidak semua konflik pertanahan harus diselesaikan melalui pengadilan. Kedeputian Bidang Pengkajian dan Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan mempunyai tugas merumuskan dan melaksanakan kebijakan di bidang pengkajian dan penanganan masalah, sengketa, perkara dan konflik pertanahan. Dalam melaksanakan tugasnya Deputi Bidang Pengkajian dan Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan berpedoman pada peraturan prundang-undangan yang berlaku, terutama Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Pengkajian dan Penanganan Kasus Pertanahan ;1).Mekanisme penanganan dan penyelesaian konflik oleh BPN. Penanganan dan penyelesaian terhadap konflik pertanahan oleh BPN RI didasarkan pada Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Pengkajian dan Penanganan Kasus Pertanahan, yang meliputi mekanisme pelayanan pengaduan dan informasi, pengkajian, penanganan, dan penyelesaian konflik pertanahan, serta bantuan hukum dan perlindungan hukum. Dalam salah satu tahapan penyelesaian perkara pertanahan dilakukan gelar mediasi yaitu gelar yang menghadirkan para pihak yang berselisih untuk memfasilitasi penyelesaian kasus pertanahan melalui musyawarah64. Gelar Mediasi bertujuan : menampung informasi/pendapat dari semua pihak yang berselisih, dan pendapat dari unsur lain yang perlu dipertimbangkan; menjelaskan posisi hukum para pihak baik kelemahan/kekuatannya; memfasilitasi penyelesaian kasus pertanahan melalui musyawarah; dan pemilihan penyelesaian kasus pertanahan. Hak atas tanah sangat berarti sebagai tanda eksistensi, kebebasan, dan harkat diri seseorang. Di sisi lain, negara wajib memberi jaminan kepastian hukum terhadap hak atas tanah itu walaupun hak itu tidak bersifat mutlak karena dibatasi oleh kepentingan orang lain, masyarakat dan negara. 64 Direktorat Konflik Pertanahan Badan Pertanahan Nasional RI 2012 13 75 TIPOLOGI KASUS PERTANAHAN Tipologi kasus pertanahan merupakan jenis sengketa, konflik dan atau perkara pertanahan yang disampaikan atau diadukan dan ditangani oleh Badan Pertanahan Nasional, secara garis besar dikelompokkan menjadi : 1. Penguasaan tanah tanpa hak, yaitu perbedaan persepsi, nilai atau pendapat, kepentingan mengenai status penguasaan di atas tanah tertentu yang tidak atau belum dilekati hak (tanah Negara), maupun yang telah dilekati hak oleh pihak tertentu. 2. Sengketa batas, yaitu perbedaan pendapat, nilai kepentingan mengenai letak, batas dan luas bidang tanah yang diakui satu pihak yang telah ditetapkan oleh Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia maupun yang masih dalam proses penetapan batas. 3. Sengketa waris, yaitu perbedaan persepsi, nilai atau pendapat, kepentingan mengenai status penguasaan di atas tanah tertentu yang berasal dari warisan. 4. Jual berkali-kali, yaitu perbedaan persepsi, nilai atau pendapat, kepentingan mengenai status penguasaan di atas tanah tertentu yang diperoleh dari jual beli kepada lebih dari 1 orang. 5. Sertipikat ganda, yaitu perbedaan persepsi, nilai atau pendapat, kepentingan mengenai suatu bidang tanah tertentu yang memiliki sertipikat hak atas tanah lebih dari 1. 6. Sertipikat pengganti, yaitu perbedaan persepsi, nilai atau pendapat, kepentingan mengenai suatu bidangtanah tertentu yang telah diterbitkan sertipikat hak atas tanah pengganti. 7. Akta Jual Beli Palsu, yaitu perbedaan persepsi, nilai atau pendapat, kepentingan mengenai suatu bidang tanah tertentu karena adanya Akta Jual Beli palsu. 8. Kekeliruan penunjukan batas, yaitu perbedaan pendapat, nilai kepentingan mengenai letak, batas dan luas bidang tanah yang diakui satu pihak yang teiah ditetapkan oleh Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia berdasarkan penunjukan batas yang salah. 9. Tumpang tindih, yaitu perbedaan pendapat, nilai kepentingan mengenai letak, batas dan luas bidang tanah yang diakui satu pihak tertentu karena terdapatnya tumpang tindih batas kepemilikan tanahnya. 10. Putusan Pengadilan, yaitu perbedaan persepsi, nilai atau pendapat, kepentingan mengenai putusan badan peradilan yang berkaitan dengan subyek atau obyek hak atas tanah atau mengenai prosedur penerbitan hak atas tanah tertentu. 76 Kriteria Penyelesaian Kasus Pertanahan Kasus pertanahan yang terdapat dalam basis data BPN RI merupakan kasus-kasus lama maupun kasus-kasus baru yang timbul sebagai implikasi kasus-kasus lama. Setelah dilakukan identifikasi terhadap kasus-kasus tersebut, diperoleh informasi bahwa tipologi kasus kasus tersebut tidak dapat dilakukan generalisasi dalam melakukan upaya penanganan kasusnya. Sehubungan dengan hal tersebut, dalam upaya penyelesaiannya dikategorikan dalam beberapa kriteria sebagai berikut: 1. Kriteria 1 (K1) : penerbitan surat pemberitahuan penyelesaian kasus pertanahan dan pemberitahuan kepada semua pihak yang bersengketa. 2. Kriteria 2 (K2) : penerbitan Surat Keputusan tentang pemberian hak atas tanah, pembatalan sertipikat hak atas tanah, pencatatan dalam buku tanah atau perbuatan hukum lainnya sesuai Surat Pemberitahuan Penyelesaian Kasus Pertanahan. 3. Kriteria 3 (K3) : Pemberitahuan Penyelesaian Kasus Pertanahan yang ditindaklanjuti mediasi oleh BPN sampai pada kesepakatan berdamai atau kesepakatan yang lain disetujui oleh pihak yang bersengketa. 4. Kriteria 4 (K4) : Pemberitahuan Penyelesaian Kasus Pertanahan yang intinya menyatakan bahwa penyelesaian kasus pertanahan akan melalui proses perkara di pengadilan. 5. Kriteria 5 (K5) : Pemberitahuan Penyelesaian Kasus Pertanahan yang menyatakan bahwa penyelesaian kasus pertanahan yang telah ditangani bukan termasuk kewenangan BPN dan dipersilakan untuk diselesaikan melalui instansi lain. CONTOH KASUS Kasus yang diangkat dalam pembahasan ini adalah kasus yang terjadi di Medan Labuhan tahun 2008 yaitu yang terjadi pada penulis sendiri menyangkut sengketa tanah sempadan. Garis Sempadan adalah garis batas luar pengaman yang ditetapkan dalam mendirikan bangunan dan atau pagar yang ditarik pada jarak tertentu sejajar dengan jalan, tepi luar kepala jembatan, tepi sungai, tepi saluran, kaki tanggul, tepi situ/rawa, tepi waduk, tepi mata air, as rel kereta api, jaringan tenaga listrik dan pipa gas, tergantung jenis garis sempadan yang dicantumkan. Di bagian luar dari garis ini, pemilik tanah tidak diperkenankan untuk mendirikan bangunan. Sebelum mendirikan bangunan dan mengajukan permohonan Izin 77 Mendirikan Bangunan (IMB), pemilik lahan harus mengetahui berbagai garis sempadan yang terdapat di lahan yang dimiliki. Namun pada umumnya, pemilik lahan mengabaikan dengan alasan tidak menyadari atau melupakan keberadaan garis batas tersebut setelah beberapa waktu, dan ingin melakukan modifikasi terhadap bangunan. Hal ini seharusnya bisa dihindari karena setiap kali melakukan perubahan terhadap bangunan, IMB harus diurus ulang, sehingga kembali mendapat pemberitahuan mengenai garis sempadan yang berlaku. Pelanggaran juga sering dilakukan oleh pemilik bangunan liar yang tentunya tidak memiliki IMB dan tidak mengakses informasi mengenai garis sempadan ini. Dinas yang berwenang akan memberikan surat peringatan terhadap pelanggaran ini dan memberikan kesempatan untuk memperbaiki sebelum peringatan terakhir datang, yang kemudian diikuti dengan tindakan pembongkaran paksa65. Tahun 2008 ketika penulis bersama seluruh ahli waris (kakak dan adik) berniat menjual tanah warisan dari almarhum orang tua yang bersempadan sebelah Utara yaitu berbatasan dengan tanah Bapak Muhajir. Pada saat dilakukan pengukuran tanah, telah berkumpul yaitu penulis bersama ahli waris yang lain sebagai pihak penjual, pihak pembeli, sekreataris camat Medan Marelan selaku pihak pemerintah dan Bapak Muhajir sebagai sempadan. Pengukuranpun dilakukan berdasarkan patokan yang ada, pihak penjual menanyakan pada Bapak Muhajir apakah tanah beliau telah sesuai dengan ukuran sesuai surat tanah. Menurut Bapak Muhajir tanah beliau berdasarkan patokan yang ada dalam kondisi lurus dari Timur maupun Barat. Ternyata, setelah diperiksa ke lapangan oleh semua pihak yang tersebut di atas, tanah Bapak Muhajir bengkok (masuk ke ukuran tanah warisan pihak penjual dalam hal ini penulis dan keluarga) lebih kurang sampai tiga meter setelah ditarik tali dari Timur ke Barat. Kemudian pihak penjual menanyakan kembali pada Bapak Muhajir tentang kondisi ukuran tanah dan beliau tetap bersikukuh mengatakan tanahnya lurus. Setelah menghadirkan pihak sempadan (Bapak Muhajir) dan semua pihak, pada kenyataannya tanah itu tidak lurus. Namum, Bapak Muhajir tetap menjual tanahnya yang tidak lurus bersempadan dengan penulis sampai 3 meter. Penulispun menuntut pertanggungjawaban Bapak Muhajir atas kenyataan yang merugikan ini, secara tidak disadari oleh beliau karena diliputi emosi yang tak terhingga atas pertanyaan yang diajukan kepadanya tentang kondisi luas tanah tersebut ia akhirnya melayangkan tinjunya ke wajah penulis hingga terluka, masalahnyapun menjadi meluas pada kasus kriminal. Penulispun 65Kamus penataan ruang, diakses dari situs Kementrian Pekerjaan umum http://id.wikipedia.org/wiki/Garis_sempadan 78 segera melaporkan tindakan kekerasan ini pada polisi dengan bukti cedera diwajah diiringi oleh keluarga dengan maksud memberi pelajaran pada Pak Muhajir agar tak semena-mena memutuskan sesuatu karena akan berakibat pada dirinya sendiri. Iapun dipanggil polisi untuk bertanggung jawab atas perbuatannya, akhirnya ia meminta berdamai saja dengan membayar sejumlah uang yang telah disepakati dengan penulis. Solusi Penyelesaian Kasus Pertanahan Terhadap suatu kasus pertanahan yang disampaikan atau diadukan dan ditangani oleh Badan Pertanahan Nasional dapat dilaksanakan dengan tahapan sebagai berikut: 1. Pelayanan pengaduan dan Informasi Kasus  Pengaduan disampaikan melalui Loket pengaduan.  Dilakukan Register terhadap pengaduan yang diterima.  Penyampaian informasi, digolongkan menjadi : o Informasi rahasia : Perlu ijin Kepala BPN RI atau Pejabat yang ditunjuk. o Informasi Terbatas : Diberikan pada pihak yang memenuhi syarat. o Informasi Terbuka untuk umum : Diberikan pada pihak yang membutuhkan. 2. Pengkajian Kasus  Untuk mengetahui faktor penyebab.  Menganalisis data yang ada.  Menyusun suatu rekomendasi penyelesaian kasus. 3. Penanganan Kasus Penanganan suatu kasus pertanahan yang disampaikan atau diadukan dan ditangani oleh Badan Pertanahan Nasional RI dilakukan dengan tahapan :  Pengolahan data pengaduan, penelitian lapangan/koordinasi/investigasi.  Penyelenggaraan gelar kasus/penyiapan berita acara.  Analisis/Penyusunan Risalah Pengolahan Data/surat keputusan.  Monitoring dan evaluasi terhadap hasil penanganan kasus.

Description:
access of many people to obtain land as the basic capital of various Sengketa atau konflik pertanahan adalah bentuk permasalahan yang multi
See more

The list of books you might like

Most books are stored in the elastic cloud where traffic is expensive. For this reason, we have a limit on daily download.