API YANG TAK PERNAH PADAM Catatan Kongres Pejuang HAM 2009 API YANG TAK PERNAH PADAM Catatan Kongres Pejuang HAM 2009 Diterbitkan oleh: KontraS Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan Jl. Borobudur No.14 Menteng | Jakarta Pusat 10320 Tlp: 021-3926983, 3928564 | Fax: 021-3926821 www.kontras.org, email: [email protected] Penyunting : Farouk Arnaz Ali Nursahid Perancang Sampul : Grafisosial Tata letak : Agus Danarto Cetakan pertama : Maret 2010 Dicetak : CV. Rinam Antarika telp. 021 83791556 email: [email protected] Prolog Senin 16 Maret 2009, Wisma Makara, Universitas Indonesia jadi saksi saat ratusan korban pelanggaran HAM yang berasal dari bagian Barat hingga Timur Indonesia, bahkan termasuk dari Timor Leste, berkumpul di satu tempat dengan tujuan bersama: mengkonsolidasikan gerakan pejuang HAM dalam merebut ruang politik pemajuan HAM. Wisma yang terletak di Depok, sebelah selatan Jakarta, pun berubah wajah. Di lorong-lorongnya terpasang memorialisasi kasus atau peristiwa dari setiap korban atau keluarganya yang datang mengikuti kegiatan kongres. Ada foto, pakaian, maupun barang-barang lain yang mengait dengan peristiwa di masa lalu yang terus dibungkam namun tak pernah berhenti untuk terus ’bersuara’. Malam hari, sebelum pembukaan kongres yang dilaksanakan pada 17- 20 Maret, peserta yang baru datang diminta meletakan dan memasang material sebagai memorialisasi terkait kasus-kasus pelanggaran HAM yang terjadi atau mereka alami. Juga material perjalanan advokasi dan pengorganisasian yang telah mereka lakukan bersama. Untuk kegiatan ini disediakan ruangan khusus memorialisasi di sebuah lorong panjang dan lokasi terbuka yang menghubungkan antara kamar peserta dengan tempat pertemuan. Setelah semua terpasang, peserta berkumpul dan menyusuri memorialisasi yang terpampang di sepanjang lorong. Di setiap memorialisasi, korban -yang sekaligus pejuang- menceritakan kisah dan makna dibalik benda-benda yang terpasang termasuk kasus yang mereka hadapi. Identitas dan curahan pengalaman sebagai sesama korban mengeratkan mereka pada satu semangat perjuangan yang sama. Terdapat 20 memorialisasi yang terkait penculikan dan penghilangan aktivis; Trisakti, Semanggi I, dan Semanggi II; Mei 1998; Tragedi 1965; Tanjung Priok; Talangsari; Timor Leste; masyarakat Bojong Tempat Pengolahan sampah Terpadu; Ahmadiyah; pengrusakan hutan di Riau; pembunuhan Munir; perjuangan nelayan Kalimantan Selatan; dan perjuangan buruh PT Magnolia Utama. Yang lainnya adalah kasus Tambang di Nusa Tenggara Timur; penggusuran taman BMW Jakarta dan Pisangan Jakarta Timur; kekerasan DOM di Aceh; pengambilalihan perkebunan di Medan, iii Sumatera Utara; kasus kekerasan di Poso; dan proses pengadilan mengambang. Dari kegiatan ini peserta diharapkan mengetahui latar belakang peserta kongres dan kasus kekerasan yang terjadi baik sipol maupun ekosob. Setiap korban yang hadir malam itu mendapati realita watak penguasa yang acapkali menjadi aktor utama berbagai kasus pelanggaran HAM di Indonesia. Betapa kekerasan itu membawa dampak sampai saat ini. Ironisnya belum ada niatan dan tindakan yang sungguh-sungguh untuk menyelesaikannya. Kongres Nasional Pejuang HAM 2009 diharapkan menjadi titik awal perjuangan korban terhadap penuntasan kasus pelanggaran HAM tersebut. Jakarta, 19 Maret 2010 iv Sekapur Sirih Kongres Pejuang HAM ini dibuat sebagai reaksi komunitas korban pelanggaran HAM akan situasi politik terbaru saat itu, khususnya menjelang Pemilu eksekutif dan legislatif 2009. Berbagai kampanye telah dimulai, meski masih bersifat informal, oleh para calon legislator, tokoh-tokoh ambisius yang punya harapan besar menjadi presiden, wakil presiden, atau paling tidak menteri. Di tengah gencarnya kampanye lewat berbagai macam medium dari selebaran hingga iklan di TV, ada sekelompok orang yang merasa terhina dan martabatnya terganggu. Mereka itu adalah mereka yang pernah menjadi korban pelanggaran HAM; entah itu mereka yang pernah dirampas salah satu anggota keluarganya, mereka yang tanahnya dirampas, mereka yang kehilangan pekerjaan, aktivis buruh, petani, nelayan, dan pembela kaum miskin, yang muak melihat para penjahat seolah-olah mau menjadi malaikat. Inisiatif yang menggumpal tersebut kemudian bersambut dan dimaterialkan lewat persiapan yang maraton oleh banyak aktivis NGO dengan berbagai latar kompetensi, khususnya yang ada di Jakarta. Kebetulan lima tahun sebelumnya pernah ada inisiatif serupa oleh kelompok yang tidak jauh berbeda. Dahsyatnya selama berhari-hari para pejuang HAM – jumlah intinya sekitar 100 orang dari segala penjuru Indonesia plus Timor-Leste- ini berkumpul, berdiskusi, dan berdebat, tidak muncul suatu situasi putus asa dan pesimis. Sebaliknya energi solidaritas sesama korban-pejuang HAM membuat masa depan Indonesia yang bermartabat HAM justru kelihatan cerah. Terkesan kongres ini menjadi momen pemompa semangat untuk melawan diam dan melawan kalah. Para panitia yang begitu sibuk dalam mempersiapkan dan mengorganisir acara ini, tidak sedikit pun merasa lelah dan justru merasa bangga bisa berkontribusi pada suatu gerakan sosial yang sangat potensial ini. Momen penting lainnya adalah bagaimana gerakan korban sesaat juga menyatukan inisiatif dari berbagai kelompok NGO yang beragam, dari mereka yang fokus pada isu pelanggaran HAM, lingkungan hidup, perempuan, dan sebagainya. Tentu saja kongres ini tidaklah cukup untuk melawan ketidakadilan dan eksploitasi kemanusian yang telah hadir secara sistemik di negeri ini selama berpuluh-puluh tahun. Perlu satu usaha lain untuk terus merawat semangat gerakan korban ini. Pembuatan buku narasi soal v kongres yang lalu merupakan salah satu inisiatif berkelanjutan tersebut. Buku ini diharapkan bisa menjadi alat merekam memori kolektif yang auranya begitu luar biasa selama beberapa hari di satu tempat di kota Depok. Ada harapan inisiatif ini terus bergulir di mana-mana dengan kekayaan konteks lokal yang berbeda, namun satu tujuan; Indonesia yang bermartabat, berkeadilan, dan nir-eksploitasi. Terorganisirnya artikulasi keyakinan ini tidak terlepas dari kerja kolektif yang dilakukan KontraS, ICTJ, Demos, IKOHI, JSKK, LBH Jakarta, JATAM, WALHI, PBHI Jakarta, Yappika, Praxis, Sawit Watch, Demos, JRK, INFID, Foker LSM Papua, Koalisi NGO HAM Aceh, KontraS Aceh, Media Bersama, Watchdoc, yang didukung oleh Kairos, Hivos. Selain itu kerja kolektif ini juga didukung para mahasiswa yang selama terlibat aktif mendukung penyelesaian kasus pelanggaran HAM. Dalam menjalankan komitmen para pejuang HAM melakukan konvoi untuk menolak caleg dan capres pelanggar HAM. Sejumlah pemasangan baliho bertema “Ingatkah Anda Jejak Mereka” yang berisi wajah para calon Presiden juga terpampang. Selain itu, loby partai politik meminta agar parpol-parpol di atas, tidak melakukan koalisi dengan para partai yang melindungi para pelanggar HAM, tidak mengusung capres maupun cawapres yang terindikasi terlibat sejumlah kasus pelanggaran HAM, serta menjadikan agenda HAM dan penyelesaian kasus-kasus sebagai agenda prioritas. Sementara untuk mensosialisasikan hasil kongres dan memperkuat kampanye menolak caleg dan capres pelanggar HAM, dilakukan diskusi di beberapa basis komunitas korban, di antaranya: Bogor, Jawa Barat, Kongres Nelayan Sulawesi dan di Komunitas Pedagang pasar Blok M serta komunitas petani dan nelayan di Jawa. KontraS mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang turut mendukung terbitnya buku ini. Buku ini disunting oleh Farouq Arnas, seorang wartawan dari Jakarta Globe yang selama ini memiliki perhatian khusus terhadap perjuangan korban pelanggaran HAM, Ali Nursahid (staf KontraS) serta Grafissosial. Kami berharap catatan ini menjadi alat refleksi dan pembelajaran bersama dalam memperjuangkan keadilan sekaligus ruang pengingat atas perjuangan yang masih panjang. Usman Hamid vi Pengantar Editor Pemilu Presiden 8 Juli 2009 mendudukan pasangan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Boediono sebagai pemenang. Jumlah suara yang mereka kantongi mutlak mengalahkan pesaingnya dengan raihan sebesar 73.874.562 suara atau 60,80 persen suara memaksa pemilu cukup digelar dalam satu putaran saja. Namun, meski mengantongi suara mayoritas meninggalkan pasangan Megawati-Prabowo Subianto dengan 26,79 persen (32.548.105 suara) dan Jusuf Kalla-Wiranto yang mengantongi 12,41 persen suara (15.081.814) akan tetapi ada juara lain dalam pemilu tahun lalu itu. Data resmi yang dilansir Komisi Pemilihan Umum (KPU) mencatat ada 49.212.131 juta pemilih yang tidak menggunakan hak suaranya dengan berbagai alasan. Dari 177.195.786 pemilih yang terdaftar hanya 127.983.655 pemilih yang menggunakan suara. Itupun 6.479.174 suara diantaranya tidak sah. Walaupun, tentu saja, juara kedua Pemilu 2009 itu tak mempunyai ruang untuk mengartikulasikan dan mengagregasikan kepentingan mereka dalam sistim politik di negeri ini dan suka tidak suka kelompok ini tetap harus mengakui SBY-Boediono sebagai pemenang resmi tapi setidaknya angka itu menjadi cermin bagi penguasa negeri ini. Fakta bahwa ada 42 juta lebih pemilih yang memilih tidak memilih meski tentu saja ada di antara mereka yang tidak memilih itu ada yang benar-benar berangkat dari kesadaran politik atau hanya sekadar karena ketidakpedulian atau ketidaktahuanya saja. Meminjam istilah Asmara Nababan, mereka yang sadar memilih tidak memilih ini tahu benar bahwa, hakekat pemilu adalah hari penghakiman. Rakyat menjadi hakim mengadili calon anggota legeslatif dan partai politik yang tidak peduli.korban. Mereka harus dijatuhi hukuman yakni : Jangan Dipilih! Pemilu dijadikan momentum perlawanan dan bukan sekadar jargon di masa Orde Baru bahwa pemilu adalah pestanya rakyat. Kesadaran tentang perlawanan melalui pemilu juga terekam di dalam Kongres Pejuang HAM yang digelar beberapa saat menjelang Pemilu 2009 atau tepatnya pada 17-20 Maret di Wisma Makara, Universitas Indonesia itu. vii 85 korban yang datang dari seluruh penjuru Indonesia bahkan hingga Timor Leste- itu berembuk tentang pilihan untuk menggunakan atau tidak menggunakan pilihan politik mereka. Untuk itulah meski kongres digelar hampir setahun lalu itu masih relevan untuk dibahas saat ini. Kongres yang berisi geliat pemikiran para korban pelanggaran HAM masa lalu yang belum juga mendapatkan keadilan meski reformasi sudah berhembus lebih dari sepuluh tahun lalu. Buku ini merekam pergulatan para korban dalam menghadapi momentum Pemilu 2009. Seluruh gagasan dan ide mereka bahas dan akhirnya menelurkan sikap bersama dalam bentuk Ikrar Pejuang HAM. Di dalam buku ini juga akan ditemukan istilah-istilah yang akrab dengan para korban. Mulai dari Amdal hingga TSS dan BLT sampai HIV. Namun tentu saja para korban tak menyanyikan lagu-lagu pemilu di masa lalu. Pemilihan Umum telah memanggil kita.seluruh rakyat menyambut gembira. Tak ada pesta, yang ada adalah kesadaran politik untuk terus melakukan perlawanan merebut hak. Selamat membaca Wassalamualaikum Wr. Wb. Jakarta, 19 Maret 2010 viii Daftar Singkatan dan Akronim Amdal : Analisa Dampak Lingkungan Askeskin : Asuransi Bagi Masyarakat Miskin BBM : Bahan Bakar Minyak BIN : Badan Intelejen Negara BOS : Bantuan Operasional Tunai BPN : Badan Pertanahan Nasional Bapedalda : Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah Brimob : Brigade Mobil BLT : Bantuan Langsung Tunai Caleg : Calon Legeslatif Capres : Calon Presiden Cawapres : Calon Wakil Presiden CAVR : Comissão de Acolhimento, Verdade e Reconciliação de Timor Leste Dinkes : Dinas Kesehatan Dishut : Dinas Kehutanan Dephan : Departemen Pertahanan Demos : Demokrasi dan Hak Asasi DPR/ DPRD : Dewan Perwakilan Rakyat/ Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DPD : Dewan Perwakilan Daerah DOM : Daerah Operasi Militer Ekosob : Ekonomi Sosial dan Budaya FOPPI : Federasi Organisasi Pedagang Pasar Indonesia Golput : Golongan Putih HAM : Hak Asasi Manusia HGU : Hak Guna Usaha ix HIV/ AIDS : Human Immunodeficiency Virus/ Acquired Immune Deficiency Syndrome ICTJ : International Center for Transitional Justice INFID : International NGO Forum on Indonesian Development Jamkesmas : Jaminan Kesehatan Masyarakat KBRI : Kedutaan Besar Republik Indonesia KDRT : Kekerasan Dalam Rumah Tangga KKP : Komisi Kebenaran dan Persahabatan KKR : Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi KPR : Kredit Pemilikan Rumah KPK : Komisi Pemberantasan Korupsi Kades : Kepala Desa Kapolda : Kepala Polisi Daerah Kapolres : Kepala Polisi Resor Kapolsek : Kepala Polisi Sektor Kepres : Keputusan Presiden Kodim : Komando Distrik Militer Komnas HAM : Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Komnas Perempuan : Komisi Nasional Perempuan KontraS : Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan KPAI : Komisi Perlindungan Anak Indonesia KTP : Kartu Tanda Penduduk Lantamal : Pangkalan Utama Angkatan Laut LBH : Lembaga Bantuan Hukum LPSK : Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban x
Description: