32 ANALISIS TEBAL LAPIS PERKERASAN DENGAN METODE BINA MARGA 1987 DAN AASHTO 1986 Sri Nuryati Universitas Islam “45” Bekasi Jl. Cut Meutia No. 83 Bekasi, Telp: 021-88344436 E-mail : [email protected] Abstrak Konstruksi perkerasan jalan umumnya terbagi atas dua jenis yaitu perkerasan lentur (flexible pavement) dan perkerasan kaku (rigid Pavement). Kinerja dari kedua perkerasan tersebut ditentukan berdasarkan keamanan dan kenyamanan mengemudi (riding quality) terhadap fungsi jalan. Pada penelitian ini perencanaan perkerasan jalan menggunakan perkerasan lentur (flexible pavement). Perhitunga tebal lapis perkerasan menggunakan metode Bina Marga 1987 dan ASSHTO 1986 (American Association of State Highway Traffic Officials) dengan umur rencana 20 tahun yang akan datang. Kedua metode tersebut dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, beban lalulintas, bahan material dan umur rencana jalan. Dari hasil perhitungan diketahui bahwa tebal lapis permukaan (surface course) dengan metode Bina Marga 1987 lebih besar dibandingkan metode AASHTO 1986 yaitu sebesar 15 cm, lapis pondasi atas (base course) 20 cm dan lapis pondasi bawah (subbase course) 20 cm. Sedangkan dengan metode AASHTO lapis permukaan sebesar 13 cm, lapis pondasi atas 17,5 cm dan lapis pondasi bawah 17,5 cm. Hal ini disebabkan karena faktor lingkungan untuk masing-masing negara adalah berbeda-beda. Pekerjaan lapis tambahan (overlay) pada umur rencana terjadi pada tahun ke 15 yaitu sebesar 6,5 cm dengan metode Bina Marga dan 3,0 cm dengan metode AASHTO 1986. Kata Kunci : Surface course, Base course, Subbase course. I. Pendahuluan Jalan raya merupakan prasarana transportasi darat untuk melayani pergerakan manusia dan atau barang dari suatu tempat ke tempat lain secara aman, nyaman, dan ekonomis. Perkembangan pertumbuhan jumlah penduduk menyebabkan berkurangnya jaringan jalan yang disebabkan oleh peningkatan jumlah kendaraan yang terus meningkat setiap tahunnya yaitu berkisar antara 10 % - 55 % per tahun dan tidak berimbang dengan perkembangan panjang jalan yang hanya berkisar 1,9 % pertahun (Waldijono, 1992). Lapis perkerasan lentur jalan terbagi atas lapis permukaan (surface course), lapis pondasi atas (base course), lapis pondasi bawah (subbase course) dan tanah dasar (subgrade). Faktor utama yang mempengaruhi tebal lapis perkerasan tersebut adalah beban lalulntas (LHR), kondisi lingkungan dan karakteristis material (Paquetee, 1987). Jumlah LHR dihitung berdasarkan angka pertumbuhan lalulintas pada saat, sebelum dan sesudah perkerasan jalan dilakukan. II. Perkerasan Jalan Perkerasan jalan adalah konstruksi yang dibangun diatas lapisan tanah dasar (subgrade), yang berfungsi untuk menopang beban lalu-lintas. Jenis konstruksi perkerasan jalan pada umumnya ada dua jenis, yaitu perkerasan lentur (flexible pavement) dan perkerasan kaku (rigid Pavement). Selain dari dua jenis tersebut, sekarang telah banyak digunakan jenis gabungan (composite pavement), yaitu perpaduan antara lentur dan kaku. 33 Perencanaan perkerasan jalan dikatakan baik apabila konstruksi tersebut memberikan beberapa sifat yaitu kuat, nyaman dan bernilai ekonomis. Konstruksi perkerasan harus mampu mendukung beban lalulintas serta ketahanannya terhadap kondisi lingkungannya (Kilreski, 1990). 2.1. Perkerasan Lentur Jalan Raya Perkerasan lentur (flexible pavement) menurut Departemen Pekerjaan Umum (1987) adalah perkerasan yang umumnya menggunakan bahan campuran beraspal sebagai lapis permukaan serta bahan berbutir sebagai lapisan dibawahnya. Perkerasan lentur jalan terdiri dari beberapa lapis yaitu lapis permukaan (surface course), lapis pondasi (base course), lapis pondasi bawah (subbase course) dan lapisan tanah dasar (subgrade). 1. Lapis Permukaan (surface course) Fungsi utama lapis permukaan perkerasan jalan adalah berfungsi sebagai: 1. Struktural yaitu bagian yang secara langsung mendukung beban lalulintas di atasnya (Bina Marga, 1990 dan Sukirman, 1992). 2. Non struktural, yaitu bagian yang memberikan bentuk permukaan yang halus, rata, dan nyaman bagi para pemakai jalan (Witczak, 1975). Bahan lapis perkerasan berpengaruh terhadap umur perkerasan jalan, rapat air untuk melindungi lapisan dibawahnya dan merupakan lapisan aus. Bahan material yang digunakan relatif lebih tinggi dibandingkan lapis bawahnya. 2. Lapis Pondasi Atas (Base Course) Lapis pondasi atas (base course) pada perkerasan lentur difungsikan sebagai lapisan penambah kapasitas daya dukung beban-beban yang terjadi dengan tingkat kekakuannya, kekuatan serta ketahanan bahan yang cukup baik. Fungsi utama dari lapis pondasi atas adalah : a. Mendukung kerja lapis permukaan sebagai penahan gaya geser dari beban roda, dan menyebarkannya ke lapisan di bawahnya b. Memperkuat konstruksi perkerasan, sebagai bantalan terhadap lapisan permukaan c. Sebagai lapis peresapan untuk lapisan pondasi bawah Berdasarkan peraturan dari Bina Marga pengunaan material untuk lapis pondasi atas harus memilki nilai CBR ≥ 50% dan PI < 4%. 3. Lapis Pondasi Bawah (Subbase Course) Yaitu merupakan bagian dari perkerasan yang terletak antara tanah dasar dan lapis pondasi atas. Fungsi utama dari lapis pondasi bawah adalah : a. Untuk menyebarkan beban roda ke lapisan yang ada dibawahnya. b. Sebagai lapisan awal (lantai kerja) untuk melaksanakan pekejaan perkerasan jalan misalnya pada penghamparan bahan lapis pondasi. c. Sebagai lapis peresapan air, nilai kepadatannya mencegah masuknya air dari tanah dasar ke lapisan pondasi. d. Untuk mencegah masuknya tanah dasar yang berkualitas rendah ke lapis pondasi atas, 4. Tanah Dasar (Subgrade) Adalah lapisan tanah dasar dibawah perkerasan jalan, fungsinya untuk mendukung perkerasan jalan. Subgrade dapat berupa tanah asli setempat yang dipadatkan, tanah urugan badan jalan yang dipadatkan, tanah timbunan atau galian setempat. Fungsi tanah dasar sebagai bahan perkerasan adalah sebagai bahan yang mampu menahan beban lalulintas dan untuk menghindari meresapnya air ke dalam lapisan perkerasan yang ada diatasnya. 2.2. Perencanaan Tebal Lapis Perkerasan dengan Metode Bina Marga Beberapa faktor yang mempengaruhi perhitungan tebal lapis perkerasan lentur jalan menurut pedoman perencanaan lapis perkerasan baik untuk jalan baru maupun jalan lama dengan metode analisa komponen no. 01/PD/B/1987, Dirjen Bina Marga adalah Koefisien distribusi arah 34 kendaraan (c) , Angka Ekivalen Sumbu Kendaraan (E), Lintas Ekivalen, Daya dukung Tanah (DDT), Faktor Regional (FR), Indek permukaan (IP), Indek tebal perkerasan (ITp), dan Koefisien kekuatan relatif. 1. Koefisien Distribusi Arah Kendaraan (c) Prosentase jenis kendaraan pada jalur rencana adalah jumlah kendaraan yang melintasi jalur jalan yang sesuai dengan karakteristik jalan itu sendiri. Jumlah kendaraan yang melewati lajur rencana masing-masing beratnya diperhitungkan dengan nilai koefisien distribusi arah kendaraan (c). 2. Angka Ekuivalen (E) Angka ekivalen (E) dihitung berdasarkan beban sumbu kendaraan dihitung dari letak titik berat kendaraan dalam memberikan prosentase beban pada roda depan (as tunggal) dan roda belakang (as tunggal/ganda). Persamaan angka ekivalen adalah sebagai berikut : a. Untuk sumbu tunggal : (1-1) 4 b. Untuk Sumbu ganda : 𝐵𝑒𝑏𝑎𝑛 𝑠𝑎𝑡𝑢 𝑠𝑢𝑚𝑏𝑢 𝑡𝑢𝑛𝑔𝑔𝑎𝑙 (𝑘𝑔) 𝐸 𝑡𝑢𝑛𝑔𝑔𝑎𝑘=1 [ 8160 ] (1-2) c. Untuk sumbu Triple : 𝐵𝑒𝑏𝑎𝑛 𝑠𝑎𝑡𝑢 𝑠𝑢𝑚𝑏𝑢 𝑔𝑎𝑛𝑑𝑎 (𝑘𝑔) 4 𝐸 𝐺𝑎𝑛𝑑𝑎=0,086 [ 8160 ] (1-3) 4 (𝑏𝑒𝑏𝑎𝑛 𝑠𝑎𝑡𝑢 𝑠𝑢𝑚𝑏𝑢 𝑡𝑟𝑖𝑝𝑙𝑒 (𝑘𝑔) 𝐸 𝑡𝑟𝑖𝑝𝑙𝑒=0,053 8160 3. Lintas Ekivalen Lintas ekivalen adalah repetisi beban yang dinyatakan dalam lintas sumbu standar yang diterima oleh konstruksi jalan terhadap jumlah lalulintas harian rata-rata (LHR). Lintas ekivalen terdiri dari : a. Lintas Ekuivalen Permulaan (LEP) : besarnya lintas ekivalen pada saat jalan tersebut dibuka atau pada awal umur rencana. Persamaan LEP : (1-4) b. Lintas E𝑛kuivalen Akhir (LEA) : besarnya lintas ekivalen pada saat jalan tersebut 𝐿m𝐸e𝑃m=bu∑tu𝑗h=k1a𝐿n𝐻 p𝑅er𝑗b 𝑥a i𝐶k𝑗a n𝑥 (𝐸a𝑗khir umur rencana). Persamaan LEA : (1-5) Dimana : 𝑛 𝑈𝑅 i =𝐿 t𝐸in𝐴gk=at∑ p𝑗e=r1tu𝐿m𝐻b𝑅u𝑗h (a n1 l+alu𝑖 )linta 𝑥s 𝐶𝑗 𝑥 𝐸𝑗 UR = umur rencana c. Lintas Ekuivalen Tengah (LET), dihitung dengan persamaan : (1-6) d. Lintas Ekuiv1alen Rencana (LER) Lint𝐿as𝐸 e𝑇k=iva2l e[n 𝐿 s𝐸e𝑃lam+a𝐿 u𝐸m𝐴u )r rencana (AE18KSAL/N) adalah jumlah lintasan ekivalen yang akan melintasi jalan selama masa pelayanan, dari saat dibuka sampai akhir umur rencana. Persamaan LER : LER = LET X FP (1-7) Dimana : FP = faktor penyesuaian 𝑈𝑅 4. Daya D𝐹𝑃uk=un 1g0 Tanah (DDT) Daya dukung tanah/ kekuatan tanah dasar (subgrade) adalah kemampuan tanah untuk menerima beban yang bekerja padanya. DDT di ukur dengan tes California Bearing Ratio (BCR). Nilai CBR menyatakan kualitas tanah dasar dibandingkan dengan beban standar berupa batu pecah yang mempunyai nilai CBR sebesar 100% dalam memikul beban lalu lintas, atau 35 perbandingan antara beban penetrasi pada suatu bahan dengan beban standar pada penetrasi dan kecepatan pembebanan yang sama. Beban penetrasi yang telah dikoreksi CBR= Beban standar x 100% 5. Faktor Regional (FR) Faktor regional/faktor lingkungan adalah faktor yang menunjukkan keadaan lingkungan setempat dimana tiap-tiap negara adalah berbeda-beda. Beberapa hal yang mempengaruhi nilai FR adalah air tanah dan hujan, perubahan temperatur (iklim) dan kemiringan medan. Tabel 1. Faktor Regional (FR) Kelandaian I Kelandaian II Kelandaian III Curah (< 6%) (6-10%) (> 10%) Hujan % Kend. berat % Kend. berat % Kend. berat ≤ 30% > 30% ≤ 30% > 30% ≤ 30% > 30% Iklim I 0,5 1,0 - 1,5 1,0 1,5 - 2,0 1,5 2,0 - 2,5 < 900 mm/th Iklim II 1,5 2,0 - 2,5 2,0 2,5 - 3,0 2,5 3,0 - 3,5 > 900 mm/th Sumber : SKBI -2.3.26.1987 (Bina Marga, 1987) Catatan : Pada bagian-bagian jalan tertentu, seperti persimpangan, pemberhentian atau tikungan tajam (jari-jari 30 m) FR ditambah dengan 0,5. Pada daerah rawa-rawa FR ditambah dengan 1,0 6. Indek Permukaan (IP) Adalah besaran yang dipakai untuk menyatakan kerataan/kehaluasan serta kekokohan permukaaan jalan sehubungan dengan tingkat pelayanan jalan. Nilai indeks permukaan jalan terdiri dari : a. Indeks Permukaan Awal (IPo) : ditentukan berdasarkan jenis lapis permukaan pada awal umur rencana (kerataan/kehalusan serta kekokohan). b. Indeks Permukaan Akhir (IPt) : ditentukan berdasarkan faktor-faktor klasifikasi fungsional jalan dan jumlah ekivalen rencana (LER). Nilai IPt < 1,0 : kondisi jalan rusak berat ITp = 1,5 : Tingkat pelayanan jalan terendah IPt = 2,0 : permukaan jalan cukup baik ITp = 2,5 : permukaan jalan baik dan cukup stabil Untuk perencanaan perkerasan jalan menurut Bina Marga untuk periode rencana 10 tahun nilai IPt adalah 1 ; 1,5 ; 2 dan 2,5. 7. Indek Tebal Perkerasan (ITP) Nilai ITP ditentukan dengan nomogram ITP yang dikorelasikan dengan nilai daya dukung tanah, lintas ekivalen rencana, faktor regional dan indek permukaan. Persamaan nilai ITP adalah sebagai berikut : ITP = a1D1 + a2D2 + a3D3 (1-8) Dimana : a1, a2, a3 = Koefisien kekuatan relatif bahan perkerasan. D1, D2, D3 = tebal masing-masing lapis perkerasan (cm) Angka 1,2,3, masing-masing lapis permukaan, lapisan pondasi dan lapisan pondasi bawah. 8. Koefisien Kekuatan Relatif (a) dan Tebal Minimum Lapis Perkerasan (D) Nilai koefisien kekuatan relatif (a) dan tebal minimum lapis perkerasan (D) dapat dihitung setelah nilai ITP diketahui dari grafik nomogram. Tebal minimum lapis pondasi bawah untuk setiap nilai ITP ditentukan sebesar 10 cm (Bina Marga, 1987). 36 2.3. Perencanaan Tebal Lapis Perkerasan Metode AASHTO, 1986 Perencanaan tebal perkerasan lentur metode AASHTO (American Association of State Highway Traffic Officials) berkembang sejak dimulainya pengujian/penelitian lapangan secara berkala yang dilakukan di Ottawa, negara bagian Illions, USA pada bulan Oktober 1958 sampai November 1960. Faktor utama yang mempengaruhinya adalah : batasan waktu, beban lalulintas dan tingkat pertumbuhan lalulintas, reliabilitas dan simpangan baku keseluruhan, kondisi lingkungan, kriteria kinerja jalan, nilai modulus resilien tanah dasar (Mr), faktor drainase (m), Indek Tebal Perkerasan (ITP=PSI, dinyatakan dalam SN (Struktur Number) dan jenis perkerasan yang digunakan serta tebal masing-masing perkerasan. Nilai daya dukung tanah (DDT) metode AASHTO 1986 dinyatakan dalam modulus resilien (Mr) atau korelasi dengan CBR, sedangkan faktor regional (FR) dinyatakan dengan koefisien drainase, kehilangan tingkat pelayanan, dan simpangan baku keseluruhan. Persamaan tebal lapis perkerasan menurut AASHTO adalah : ∆𝑃𝑆𝐼 log[(4,2−1,5) lDoigm𝑊an1a8 : =𝑧𝑟 𝑥 (𝑆𝑜)+ 9,36 𝑙𝑜𝑔10 (𝑆𝑁+1)− 0,20+ (𝑆0𝑁,4++11)059,149 + 2,23 𝐿𝑜𝑔10(𝑀𝑟)− 8,07 SN = a1D1 + a2D2M2 + a3D3M3 ( 1-9 ) ∆PSI = IPo – IPt (1-10) W18 = Lintas ekivalen selama umur rencana Zr = Simpangan baku So = gabungan kesalahan baku dari perkiraan lalulintas dan kinerja perkerasan So = 0,30 – 0,40 : Rigid pavement So = 0,4 – 0,5 : flexible pavement SN = struktur number (ITP) yaitu menyatakan hubungan antara nilai kekuatan relatif bahan perkerasan dgn tebal perkerasan PSI = selisih indek perkerasan (IP) awal dan akhir Mr = Modulus relisien tanah dasar )Psi) D = tebal masing-masing lapis perkerasan a = koefisien kekuatan relatif M = koefisien drainase tiap lapis Nilai indek permukaan (PSI) berkisar antara 0 – 5 berdasarkan jenis lapisan permukaan serta kelas jalan. Pada jalan yang baru dibuka nilai indek permukaan sebesar IPo = 4,2 (Witczak, 1975). Selama periode tertentu, nilai indek permukaan mengalami penurunan dari IPo = 4,2 hingga mencapai indek permukaan terminal IPt = 1,5 ; 2,0 ; atau 2,5. 37 III. Metode Penelitian Metode penelitian merupakan kerangka penulisan dalam penelitian yang digambarkan dalam bentuk flow chart. MULAI KAJIAN PUSTAKA PENYUSUNAN METODOLOGI IVENTARISASI KEBUTUHAN DATA DATA DATA SEKUNDER PRIMER METHODE ANALISIS TEBAL LAPIS PERKERASAN BINA MARGA 1987 AASHTO 1986 KESIMPULAN DAN SARAN SELESAI Gambar 1. Bagan Alir Penelitian 3.1. Lingkup Data Data-data yang dibutuhkan dalam perhitungan perencanaan tebal lapis perkerasan jalan adalah data : 1. LHR (lalulintas harian Rata-rata) 2. Faktor regional (FR) : keadaan topografi dan kelandaian 3. Agregat kelas A untuk pondasi atas 4. Agregat kelas B untuk pondasi bawah 5. CBR tanah dasar 6. Data ATB, ATBL, dan HRS untuk lapis permukaan jalan 3.2. Data Material Perkerasan Data –data hasil laboratorium untuk bahan material perkerasan : a. Lapis permukaan, HRS (MS : 843) : 0,275 b. Lapis permukaan, ATBL (MS : 746) : 0,2438 c. Lapis permukaan , ATB (MS : 1232) : 0,41 d. Lapis pondasi (A) (CBR 80%) : 0,13 e. Lapais pondasi B (CBR 30%) : 0,12 3.3. Data Lalu lintas Harian Rata-rata Jumlah LHR yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 38 Tabel 2. Data Lalu lintas Harian Rata-rata Jenis Kendaraan SMP Kendaraan ringan 2 ton 12.838,00 Bus 441,00 Truk 2 as 2.457,00 Truk 3 as 296,00 Truk 5 as 148,00 Jumlah 16.180,00 Sumber : Hasil survei Angka pertumbuhan lalulintas pada penelitian ini untuk masa sekarang direncanakan sebesar 5 % pertahun dan untuk umur rencana 20 tahun sebesar 6% pertahun. IV. Hasil Analisis 4.1. Metode Bina Marga 1987 Jumlah lalulintas harian rata-rata (LHR) untuk perhitungan perkerasan jalan dihitung pada masa sekarang (saat), sebelum, sedang, dan sesudah pengerjaan perkerasan jalan. Angka pertumbuhan jumlah kendaraan pada masa yang akan datang dihitung dengan persamaan : LHRn = (1 + i)^n Angka pertumbuhan lalulintas pada penelitian ini pada masa sekarang adalah 5% dan untuk masa yang akan datang (umur rencana, 20 tahun y.a.d) sebesar 6%. Hasil perhitungan jumlah LHR perkiraan (smp) berdasarkan tabel sebelumnya adalah seperti pada tabel 3 berikut : Tabel 3. Jumlah LHR Perkiraan Akibat Pertumbuhan Lalulintas Jenis Kendaraan LHR LHR Perkiraan (SMP) (SMP) Pertumbuhan 5% Pertumbuhan 6% Kendaraan Ringan 1 2.838,00 13.479,90 41.173,21 Bus 4 41,00 463,05 1.414,35 Truk 2 as 2.457,00 2.579,85 7.879,93 Truk 3 as 2 96,00 310,80 949,31 Truk 5 as 1 48,00 155,40 474,66 JUMLAH LHR 16.989,00 51.891,45 Sumber : Hasil Perhitungan Dari hasil perhitungan diketahui bahwa angka pertumbuhan jumlah lalulintas untuk 20 tahun yang akan datang meningkat 28,65%. 4.1..2. Angka Ekivalen (E) Angka ekivalen beban kendaraan di hitung berdasarkan persamaan (1-1) dan (1-2) berdasarkan persamaan (1-1) dan (1-2). Hasil perhitungannya seperti pada tabel : Tabel 4. Angka Ekivalen dari Beban Kendaraan Jenis Kendaraan Roda As Kendaraan (ton) Angka Depan Belakang Gandengan Ekivalen, E Kendaraan Ringan 2 ton 0,0002 0,0002 0,0004 Bus 8 ton (as depan 3 ton + as belakang 5 ton) 0,0183 0,1410 0,1593 Truk ringan 13 ton (as depan 5 ton + as belakang ganda 8 ton) 0,1410 0,0794 0,2204 Truk sedang 20 ton (as depan 6 ton + 2 as belakang (ganda) 7 ton) 0,2923 1,4904 1,7827 Truk berat 30 ton (as depan 6 ton + 2 as belakang (ganda) 7 ton + 2 as gandengan masing-masing 5 ton) 0,2923 1,4904 0,2820 2,0647 Sumber : Hasil Perhitungan 39 4.1.3. Faktor Distribusi Kendaraan (c) Faktor distribusi kendaraan ditentukan berdasarkan jumlah jalur/lajur dan jumlah arah Jalan. Pada penelitian ini diasumsikan jalan terdiri dari 2 jalur dan 2 arah, berdasarkan tabel sebelumnya, besarnya faktor distribusi kendaraan (c) diambil sebesar 0,5 4.1.4. Analisis Lintas Ekivalen Berdasarkan persamaan (1-4) sampai (1-7) , hasil perhitungan lintas ekivalen seperti pada tabel 5. berikut : Tabel 5. Hasil Perhitungan Lintas Ekivalen Jenis Kendaraan Lintas Ekivalen LEP LEA LET LER Kendaraan ringan 2 ton 2,5680 8,2300 Bus 35,1260 112,6500 Truk ringan 2 as 270,7610 868,3700 Truk sedang 3 as 153,5500 492,4600 Truk berat 5 as 97,6430 313,1500 Jumlah 559,6480 1794,8600 1177,2540 2354,5080 Sumber : Hasil Perhitungan 4.1.5. Daya Dukung Tanah (DDT) Nilai Daya dukung tanah (DDT) untuk tebal lapis perkerasan dihitung menggunakan nomogram korelasi CBR. Nilai CBR adalah : a. CBR = 8,0%, dari tabel korelasi CBR, diperoleh DDT = 5,5 b. Jalan lingkar utara termasuk jalan arteri, berdasarkan hasil LER diperoleh IPo = 3,9 – 3,3 dan IPt = 2,0 (tabel 2.4) 4.1.6. Faktor Regional (FR) Nilai Faktor lingkungan (FR) pada perhitungan berdasarkan pada tabel 2.1 diambil sebesar 1,0 4.1.7. Indek Tebal Permukaan (ITP) Indek tebal lapis permukaan dihitung berdasarkan data-data berikut : LER = 2.354,5080 FR = 1,0 ITP = 9,9 DDT = 5,5 Berdasarkan tabel dan nomogram IPo = 3,9 – 3,5 (terlampir) IPt = 2,0 Nilai ITP tersebut selanjutkan dimasukaan ke dalam persamaan (1-8) untuk menghitung tebal lapis perkerasan dengan nilai : a1 = koefisien lapis permukaan, laston = 0,32 a2 = koefisien base course kelas A = 0,14 a3 = koefisien subbase course kelas B = 0,12 D2 = tebal lapis pondasi = 20 cm D3 = tebal lapis pondasi bawah = 20 cm Maka , ITP = a1D1 + a2D2 + a3D3 9,9 = 0,32 . D1 + 0,14 . 20 + 0,12 . 20 D1 = 14,6875 cm ≈ diambil 15 cm (tebal lapis permukaan) 40 Susunan lapis perkerasan seperti pada gambar berikut : 15 cm Lapis permukaan Lapis pondasi 20 cm Lapis pondasi awah 20 cm Tanah dasar Gambar 4.1. Susunan tebal lapis perkerasan metode Bina Marga, 1987 4.1.8. Perhitungan Umur Rencana Perkerasan Jalan Perhitungan umur rencana perkerasan dihitung berdasarkan lintas ekivalen rencana (LER) sehingga diketahui kapan pekerjaan tambahan lapis perkerasan (overlay) pada umur rencana dilakukan. Berdasarkan nilai LER (tabel 4.3) maka : LER = LET20 . UR/10 2.354,5080 = 1.794,87 . UR/10 UR = 13,118 tahun ≈ 15 tahun Jadi pada tahun ke 15 dari umur rencana, perkerasan jalan tersebut harus dilakukan pekerjaan overlay untuk perawatan perkerasan jalan. Nilai ITP umur rencana perkerasan dihitung dengan menentukan nilai ITP (bahan material sub bab 3.2) sebagai berikut : ITP20 = a1.D1 + a2.D2 + a3.D3 + ..... + an.Dn ITP20 = 0,275 . 3 + 0,2348 . 5 + 0,41 . 5 + 0,13 . 20 = 9,094 a. Perhitungan Overlay Jalan Lama Perubahan lapis permukaan perkerasan akibat kerusakan yang disebabkan beban lalulintas mengakibatkan kondisi lapis perkerasan berkurang sampai 40% dari awal jalan tersebut dibuka. Sehingga perlu direncanakan adanya penambahan lapis perkerasan pada jalan lama (overlay). Diketahui hasil tes laboratorium untuk lapis permukaan perkerasan dan data lainnya adalah Laston (MS : 746) = 15 cm ; Agregat kelas A (CBR : 80%) = 20 cm ; Agregat kelas B (CBR : 30%) = 20 cm ; LER20 = 2.354,5080 ; FR = 1,0 ; DDT = 5,8 (CBR 9,1%) ; IPt = 2,0 dan ITP20 = 9,094. Berdasarkan data tersebut diatas maka penambahan tebal lapis perkerasan dapat ditentukan sebagai berikut : - Lapis permukaan : 60% . 15 . 0,32 = 2,88 - Lapis pondasi atas : 100% . 20 . 0,14 = 2,8 - Lapis pondasi bawah : 100% . 15. 0,12 = 1,8 . + Ʃ ITP = 7,48 Maka tebal lapis perkerasan sampai umur rencana tahun ke-20 adalah : ITP = ITP20 – Ʃ ITPawal = 9,094 – 7,48 = 2,02 ITP = a1.D1 D1 = 2,02/0,32 = 6,3125 cm ≈ 6,5 cm 41 Susunan lapis perkerasan dengan overlay adalah sebagai berikut : 6,5 cm Lapis tambahan 15 cm Lapis permukaan 20 cm Lapis pondasi 15 cm Lapis pondasi awah Tanah dasar Gambar 2. : Lapis perkerasan tambahan (overlay) metode Bina Marga, 1987 4.2. Metode AASHTO 1986 Perhitungan tebal lapis perkerasan jalan dengan metode AASHTO 1986 , dihitung berdasarkan tabel 3.2 dan data-data lain berikut : Data –data lain yang diperlukan adalah : - Periode analisis : 20 tahun - Angka pertumbuhan lalulintas : 6% - Fungsi jalan : Urban - Klasifikasi jalan : Arteri - Tanah dasar (CBR) : 8 % - Indek Plastisitas (IP) : 12,00 Data – data yang diasumsikan : - Tingkat Pelayanan awal (Po) : 4,2 (lapis permukaan beton aspal) - Keandalan (R) a. Jalan arteri urban diambil : 90 % b. Untuk 2 tahab (perkerasan awal dan 1 kali overlay), R = 0,9^½ : 95 % c. Zr (simpangan baku normal) untuk R = 95 % : -1,645 - Koefisien drainase (m) a diambil 0,8 untuk keadaan drainase cukup dan waktu pengeringan dalam keadaan lembab sampai jenuh > 25 % - Standar Deviasi keseluruhan (So) Untuk perencanaan antara 0,4 – 0,5 diambil So = 0,45 - Tanah dasar (Mr = Modulus resilien) Mr = 1500 x CBR = 1500 x 8 = 12.000 Psi 4.2.1. Analisis Lalulintas Dengan asumsi awal Snawal = 3,3 dan Pt = 2,0 diperoleh faktor ekivalen masing-masing kendaraan seperti pada tabel berikut : Tabel 6. Faktor Ekivalen Kendaraan menurut Metode AASHTO 1986 Jenis Kendaraan Faktor Ekivalen Kendaraan ringan, 2 ton 0,0008 - As depan 1 ton = 2,24 kip - As belakang 1 ton = 2,24 kip Bus, 8 ton 0,1672 - As depan 3 ton = 6,72 kip - As belakang 5 ton = 11,2 kip Truk 2 as, 13 ton 0,8029
Description: