BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP ALASAN-ALASAN ALI AKBAR TENTANG KEBOLEHAN SEWA RAHIM A. Analisis al-Qiya@s Terhadap Alasan Ali Akbar Tentang Kesamaan antara Penyewaan Rahim dengan Persusuan Penulis menggunakan analisis qiya@s terhadap alasan Ali Akbar, menyusukan anak kepada wanita lain saja dibolehkan dalam Islam, malah boleh diupahkan, maka boleh pula menitipkan janin kepada wanita lain, sebab rahimnya mengalami gangguan. Itu terjadi, karena dalam alasan tersebut, Ali Akbar mengganggap hukum penyewaan rahim, sama halnya dengan hukum menyusukan anak kepada wanita lain, yakni boleh. Nah, dalam kajian Islam (us}u@l fiqh), menyamakan sesuatu yang belum disebutkan hukumnya dalam nas}, dengan sesuatu yang sudah disebutkan hukumnya dalam nas}, itu dinamakan dengan qiya@s. Untuk menganalisis alasan tersebut dalam perspektif qiya@s, pertama, penulis kemukakan rukun-rukun qiya@s, kemudian rukun tersebut dibenturkan dengan alasan yang dikemukakan oleh Ali Akbar. Kedua, jika alasan Ali Akbar telah memenuhi rukun daripada qiya@s, maka tahap selanjutnya adalah konfirmasi terhadap alasan tersebut, apakah telah memenuhi syarat-syarat daripada rukun qiya@s itu sendiri. Ketiga, Jika alasan tersebut telah memenuhi 63 digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 64 rukun dan syarat qiya@s, maka barulah dapat dikatakan sebagai qiya@s yang sah (benar). Pertama, bahwa rukun qiya@s ada empat hal, sebagaimana yang penulis kemukakan pada bab II, dalam sub bab tinjuan umum tentang qiya@s. Keempatnya adalah al-as}l, al-far’, hukm al-as}l, serta al-’illah1. Penjelasannya masing-masing sebagai berikut; 1. Al-as}l. Ia adalah sesuatu yang hukumnya termuat dalam nas} maupun ijma@’.2 Dalam hal ini, sesuatu yang hukumnya termuat dalam nas} adalah menyusukan anak kepada wanita lain (istird}a@’). Hukum tentang istird}a@’ termuat dalam surat al-Baqarah ayat 233, Artinya: ‚Jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan‛.3 1 Wahbat al-Zuh}ayli@, Usu}@l al-Fiqh al-Isla@mi@ Juz I, (Damaskus: Dar al-Fikr, 1986), 605. Lihat juga Abdul Waha@b Khala@f, Ilmu Usu}@l al-Fiqh, (Jakarta: Al-Haramain, 2004), 60. Fajruddin Fatwa et al., Usul Fiqh dan Kaidah Fiqhiyah, (Surabaya: IAIN Press, 2013), 53. 2 Ibid., 605. 3 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Surabaya: Duta Ilmu Surabaya, 2005), 47. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 65 Juga termuat dalam surat al-T}alaq ayat 6, Artinya: ‚Tempatkanlah mereka (para isteri) di mana kamu bertempat tinggal menurut kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati) mereka. dan jika mereka (isteri-isteri yang sudah ditalaq) itu sedang hamil, maka berikanlah kepada mereka nafkahnya hingga mereka bersalin, kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak)mu untukmu Maka berikanlah kepada mereka upahnya, dan musyawarahkanlah di antara kamu (segala sesuatu) dengan baik; dan jika kamu menemui kesulitan, maka perempuan lain boleh menyusukan (anak itu) untuknya‛.4 2. Al-far’ (cabang). Ia adalah kejadian atau hal yang belum ditemukan hukumnya dalam nas} atau ijma@’. Dapat juga disebut dengan al-maqi@s/al- mushabbah/al-mah}[email protected] Dalam hal ini, sesuatu yang belum ditemukan hukumnya dalam nas} adalah penyewaan rahim wanita lain. 3. Hukm al-as}l. Ia adalah hukum yang termuat dalam al-as}l, yang akan diterapkan pada al-far’.6 Dalam hal ini, hukum yang termuat dalam al-as}l, yakni hukum tentang menyusukan anak kepada wanita lain adalah iba@h}ah/muba@h} (boleh). Nah, hukum boleh inilah yang akan diterapkan pada hukum tentang penyewaan rahim 4 Ibid., 817. 5 Wahbat al-Zuh}ayli@, Usu}@l al-Fiqh al-Isla@mi@ Juz I..., 60 6. 6 Ibid., digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 66 4. Al-‘Illah. Ia adalah suatu sifat yang nyata, mund}abit} (terukur), yang dijadikan dasar hukum, serta menjadi pertimbangan akan ada dan tidaknya sebuah hukum. Sifat ini terdapat dalam al-as}l, dan sifat inilah yang akan diterapkan pada al-far’.7 Oleh karena sifat ini terdapat dalam al-as}l, maka diperlukan sebuah cara untuk mengetahui al-‘illah tersebut. Cara atau jalan yang ditempuh untuk mengetahui al-‘illah adalah masa@lik al-‘illah. Adapun masa@lik al-‘illah itu sendiri ada tiga jalan. Pertama, dengan nas}. Artinya, teks al-Qur’an maupun al-Hadith langsung menyebutkan illah tersebut dalam susunan kalimatnya. Kedua, dengan ijma@’. Artinya, illah diketahui dari sebuah masalah yang disepakati oleh para mujtahid pada masa tertentu. Ketiga, dengan sabr (meneliti) dan taqsi@m (menyeleksi). Jalan ini ditempuh tatkala al- ‘illah tak ditemui secara langsung dalam nas} maupun ijma@’.8 Dalam kaitannya dengan masalah ini, al-‘illah tak ditemui dalam nas} maupun ijma@’, sehingga penulis mengetahui illah tersebut dengan jalan sabr wa taqsi@m. Benar, bahwa dalam al-Quran surat al-Thalaq ayat 6, disebutkan Artinya: ‚Jika kamu menemui kesulitan, maka perempuan lain boleh menyusukan anak itu untuknya)‛. Namun, penggalan ayat tersebut tidak menunjukkan atas ‘illah akan diperbolehkannya menyusukan anak kepada wanita lain, karena مترساعت 7 Ibid., 651. Lihat juga Abdul Waha@b Khala@f, Ilmu Usu} @l al-Fiqh..., 65. 8 Fajruddin Fatwa et al., Usul Fiqh dan Kaidah Fiqhiyah..., 57-58. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 67 (kesulitan) hanya merupakan sebab, bukan ‘illah.9 Senada dengannya, Ali@ al- S}a@bu@ni@ dalam menafsirkan surat al-Baqarah ayat 233, mengungkapkan bahwa sebab seseorang menyusukan anaknya kepada wanita lain adalah, karena keengganan ibu kandungnya untuk menyusui, atau ketidakmampuan ibu kandungnya untuk menyusui, atau juga karena ibu kandungnya mau menikah dengan pria lain.10 Sejauh yang diketahui oleh penulis, al-Hadith pun tak menyebutkan ‘illah tentang dibolehkannya menyusukan anak kepada wanita lain, karena kebanyakan dalam al-Hadith, yang diriwayatkan adalah hadith tentang mahram sebab rad}a@’ah. Al-Ijma@’ pun demikian. Oleh karena dengan jalan nas} dan ijma@’ belum ditemukan al-‘illah, maka penulis mengambil jalan yang ketiga untuk menemukan al-‘illah, yakni dengan jalan sabr wa taqsi@m. Sabr (meneliti/menginventarisasi), artinya upaya mengumpulkan sifat sifat yang sesuai dengan diundangkannya hukum dalam al- as}l. Dari inventarisasi sifat-sifat tersebut, lalu dipilih manakah sifat yang paling sesuai dengan diundangkannya sebuah hukum pada al-as}l (taqsi@m). Sifat-sifat yang terinventarisir pada al-as}l adalah sebagai berikut; 1. Menitipkan makhluk hidup 2. Keengganan ibu kandung untuk menyusui 3. Ketidakmampuan ibu kandung untuk menyusui 9 Al-sabab lebih umum daripada al-’illah, karena setiap al-’illah sudah pasti al-sabab, sedangkan tidak semua al-sabab itu al-’illah (Wahbat al-Zuh}ayli@, Us}u@l al-Fiqh al-Isla@mi@ Juz I..., 651). 10 Ali@ al-S}a@bu@ni@, Rawa@i’ al-Baya@n fi@ Tafsi@ri Aya@t al-A h}ka@m Juz I, (Beirut: al-Maktabah al-As}riyyah, 2009), 326. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 68 4. Ibu kandungnya mau menikah pada pria lain 5. Memberikan penghidupan (nutrisi) pada makhluk hidup Setelah inventarisasi sifat-sifat tersebut, penulis menyeleksinya (taqsi@m), manakah diantara sifat-sifat tersebut yang paling memenuhi kriteria daripada al-‘illah itu sendiri, yakni sifat yang nyata (konkrit), terukur, dan yang dijadikan pijakan hukum. Sifat yang (a), dinilai nyata, namun tidak terukur dan bukan sebagai sifat yang menjadi pijakan hukum. Sifat yang (b), (c), (d), dinilai nyata, terukur, namun tidak menjadi pertimbangan akan ada dan tidaknya sebuah hukum. Ketiga sifat tersebut hanya sebagai sebab, bukan al-‘illah. Itu terjadi, karena meskipun tanpa ketiga sebab tersebut, menyusukan anak kepada wanita lain tetap dibolehkan. Adapun sifat yang (e), dinilai nyata, terukur, dan juga menjadi pijakan hukum. Sehingga, memberikan penghidupan (nutrisi) pada makhluk hidup inilah yang dijadikan illah dari al-as}l. Nantinya, al-‘illah inilah yang akan diterapkan pada al-far’. Memberikan nutrisi pada makhluk hidup dinilai nyata, karena dapat ditemukan oleh salah satu panca indera. Nutrisi tersebut adalah darah yang berubah menjadi Air Susu Ibu (ASI). Terukur, karena dari ASI tersebut, mampu menumbuhkan daging dan tulang, serta mempengaruhi terhadap fisik dan psikis anak. Menjadi pertimbangan akan ada dan tidaknya sebuah hukum, karena jika tanpa ‘illah ini, maka istirda}@’ tidak akan disyariatkan oleh Tuhan. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 69 Al-‘illah yang ditemukan oleh penulis, senada dengan al-‘illah yang dikemukakan oleh Muhammad Na’im Ya@si@n, Abdul Ha@fiz} H}ilmi@, Mus}t}afa@ al- Zarqa@, Zakariya@ al-Ba@ri@, Muhammad Al-Surt}awi@ (Dekan Fakultas Syariah Jordan University). Menurut mereka, ibu yang mengandung dan melahirkan dianggap sebagai ibu susuan, karena bayi yang dikandungnya, mendapat makanan dari darahnya sejak awal pembentukan hingga sempurna kejadian sebagai seorang bayi dan lahir.11 Kedua, konfirmasi terhadap rukun-rukun qiya@s, apakah masing-masing rukun tersebut telah memenuhi syarat-syaratnya. Rukun pertama, al-as}l. Syarat dari al-as}l adalah al-as}l telah tetap hukumnya dalam nas}.12 Dalam masalah ini, al-as}l telah sah, karena jelas telah tetap hukumnya dalam surat al-Baqarah ayat 233 dan surat al-Thalaq ayat 6. Rukun kedua, al-far’. Syarat dari al-far’ itu sendiri adalah hukum dari al- far’ (setelah diqiya@skan), tidak boleh bertentangan dengan nas} atau ijma@’.13 Dalam masalah ini, hukum bolehnya penyewaan rahim (setelah diqiya@skan dengan istirdha’) tidak bertentangan dengan nas} maupun ijma@’, artinya tidak ada nas} yang menyebutkan secara eksplisit keharaman dari penyewaan rahim. Rukun ketiga, hukm al-as}l. Syarat-syarat dari hukm al-as}l adalah, ia merupakan hukum yang bersifat muta’addi (dapat dikembangkan), bukan berupa 11 Radin Seri Nabahah bt. Ahmad Zabidi, ‚Penyewaan Rahim Menurut Pandangan Islam‛, (Makalah—American Open University, Cairo, 2004), 17-18. 12 Wahbat al-Zuh}ayli@, Usu}@l al-Fiqh al-Isla@mi@ Juz I..., 6 34. 13Ibid., 645. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 70 hukum yang dikhususkan. Juga tergolong hukum yang illahnya dapat dipahami oleh akal, bukan ta’abbudi. Ia juga harus berdasarkan al-Qur’an, atau al-Hadith, atau ijma@’, bukan berupa [email protected] Bagi penulis, ketiga syarat tersebut telah terpenuhi pada hukm al-as}l masalah ini. Rukun keempat, al-’illah. Syarat-syarat dari al-’illah adalah ia harus berupa sifat yang nyata (kongkrit). Juga harus berupa sifat yang mundabit (terukur). Juga harus berupa sifat yang sesuai dengan diundangkannya hukum, yakni menegakkan kemaslahatan.15 Juga harus bersifat muta’addi (dapat dikembangkan pada al-far’). Al-’illah pada masalah ini adalah memberikan nutrisi pada makhluk hidup. Illah tersebut dinilai nyata, karena dapat ditemukan oleh salah satu panca indera. Nutrisi dapat dilihat melalui indera, karena nutrisi adalah darah yang berubah menjadi Air Susu Ibu (ASI). Mund}abit} (terukur), karena dari ASI tersebut, mampu menumbuhkan daging dan tulang, serta mempengaruhi terhadap fisik dan psikis anak. Sesuai dengan diundangkannya hukum, karena dalam memberikan nutrisi pada makhluk hidup, terkandung hikmah hifd al-nafs (menjaga jiwa). Sehingga, syarat-syarat al-’illah pada masalah ini, telah terpenuhi. Ketiga, setelah mengamati rukun dan syarat qiya@s yang telah dipenuhi diatas, maka alasan Ali Akbar ‚menyusukan anak kepada wanita lain saja diperbolehkan dalam Islam, malah boleh diupahkan. Maka boleh pula, 14 Fajruddin Fatwa et al., Usul Fiqh dan Kaidah Fiqhiy ah..., 54. 15 Ibid., 55. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 71 menitipkan janin kepada wanita lain, sebab rahimnya mengalami gangguan‛ dinilai telah benar dan dianggap sebagai sebuah qiya@s yang shahih. Qiya@snya adalah sebagai berikut; Menitipkan janin kepada wanita lain dihukumi boleh, sebagaimana dibolehkannya menyusukan anak kepada wanita lain, karena ada kesamaan illah antara keduanya, yakni sama-sama memberikan penghidupan (nutrisi) pada makhluk hidup. Dalam masalah menyusui bayi, yang diberi penghidupan (nutrisi) adalah seorang bayi yang dititipkan oleh orang tua kandungnya. Adapun dalam menitipkan janin, yang diberi penghidupan adalah embrio yang dititipkan oleh ayah dan ibu pemilik benih. Embrio tersebut bisa hidup dan berkembang hanya di dalam rahim. Melalui rahim inilah, ibu pengganti memberikan nutrisi pada bayi yang dikandungnya. Oleh karena rahim ibu pemilik benih mengalami gangguan, maka dititipkan pada rahim wanita lain. Selain beralasan demikian, Ali Akbar juga memandang bahwa ibu yang dititipi janin, dapat diambil ukuran hukumnya kepada ibu susu. Itu berarti, beliau menyamakan ibu pengganti dengan ibu susu. Secara otomatis, ibu pengganti, hukumnya sama dengan ibu susu, yakni menjadi mahram (wanita yang haram dinikahi) bagi anak yang dititipkan padanya. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 72 Al-as}l termuat dalam surat al-Nisa@’ ayat 23, Artinya: ‚Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan; saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan‛.16 Adapun al-far’ pada masalah ini adalah ibu pengganti, yang kedudukannya dinilai sama dengan ibu susu. Hukm al-as}l pada masalah ini adalah diharamkan bagi anak yang disusui oleh wanita lain untuk menikahi wanita dan saudara-saudara dari wanita tersebut. Sedangkan al-’illah daripada keharaman menikahi ibu susuan adalah karena sebagian dari tubuh anak itu tersusun dari susu sang ibu susuan. Masa@lik al-’illahnya termuat dalam al- Hadith yang diriwayatkan oleh Abu@ Da@ud,17 Artinya: ‚Tidak dinamakan persusuan, selagi belum mampu menumbuhkan tulang dan daging‛ Setelah identifikasi rukun-rukun qiya@s diatas, maka dapat disimpulkan bahwa kedudukan ibu pengganti disamakan dengan kedudukan ibu susuan, yakni 16 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya , 105. 17 Abu Da>ud Sulaiman al-Sijista>ni, Sunan Abi Da>ud, Juz 2, (Beirut: Maktabah al-‘Asr} iyyah, tt), 222. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
Description: