BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN ATURAN SINTAKSIS Pada tahap analisis dan perancangan, dilakukan analisis terhadap penelitian- penelitian yang telah dilakukan sebelumnya dan perancangan aturan sintaksis yang akan digunakan pada penelitian ini dengan mengacu kepada hasil analisis sekaligus beberapa referensi teori. Penelitian sebelumnya yang dimaksud adalah penelitian yang telah dilakukan oleh Joice [JOIC02] dan I Made Dwijendra Sulastra [SULA01], sedangkan beberapa referensi teori yang digunakan antara lain buku Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia [ALWI03] dan buku Lexical Functional Grammar [DALR01]. 3.1 Kategori dan Subkategori Ada 9 kategori yang digunakan pada penelitian ini, yaitu verba, adverbia, adjektiva, nomina, numeralia, pronomina, penggolong, preposisi, dan konjungtor. Kategori verba, adverbia, nomina, numeralia, pronomina, dan preposisi memiliki subkategori, sedangkan adjektiva, penggolong, dan konjungtor tidak memiliki subkategori. Informasi kategori atau subkategori disimpan pada entri-entri leksikal, sehingga penjelasan lebih lanjut tentang setiap kategori terdapat pada subbab 3.3. 3.2 Rancangan Aturan-aturan Sintaksis Rancangan aturan-aturan sintaksis meliputi rancangan aturan sintaksis kalimat (subbab 3.2.1), rancangan aturan sintaksis frasa verbal (subbab 3.2.2), rancangan aturan sintaksis frasa adverbial (subbab 3.2.3), rancangan aturan sintaksis frasa adjektival (subbab 3.2.4), rancangan aturan sintaksis frasa nominal (subbab 3.2.5), dan rancangan aturan sintaksis frasa preposisional (subbab 3.2.6). 3.2.1 Rancangan Aturan Sintaksis Kalimat Penelitian ini dibatasi pada kalimat deklaratif, atau disebut juga kalimat berita. Rancangan aturan-aturan sintaksis kalimat deklaratif dalam bahasa Indonesia yang digunakan pada penelitian sebelumnya, yaitu penelitian [SULA01] yang kemudian dilanjutkan pada penelitian [JOIC02], adalah sebagai berikut: 1. Kalimat berpredikat verba transitif “ekatransitif” kalimat = subjek + predikat + objek + (keterangan) 31 Universitas Indonesia Pengembangan aturan..., Arawinda Dinakaramani, FASILKOM UI, 2009 32 2. Kalimat berpredikat verba transitif “dwitransitif” kalimat = subjek + predikat + (objek) + pelengkap + (keterangan) 3. Kalimat berpredikat verba transitif “semitransitif” kalimat = subjek + predikat + (objek) + (keterangan) 4. Kalimat berpredikat verba intransitif “berpelengkap” kalimat = subjek + predikat + pelengkap + (keterangan) 5. Kalimat berpredikat verba intransitif “tak berpelengkap” kalimat = subjek + predikat + (keterangan) 6. Kalimat berpredikat verba intransitif “pasif” kalimat = subjek + predikat + (pelengkap) + (keterangan) 7. Kalimat berpredikat Numeralia kalimat = subjek + predikat + (keterangan) 8. Kalimat berpredikat Nomina kalimat = subjek + predikat + (keterangan) 9. Kalimat berpredikat Adjektiva dengan subkategori “warna” kalimat = subjek + predikat + (keterangan) 10. Kalimat berpredikat Adjektiva dengan subkategori “bandingan” kalimat = subjek + predikat + pelengkap + (keterangan) 11. Kalimat berpredikat Adjektiva dengan subkategori “biasa” kalimat = subjek + predikat + (pelengkap) + (keterangan) Aturan-aturan sintaksis tersebut didasarkan pada pola kalimat dasar, kelas kata, dan subkategori. Pola kalimat dasar yang dimaksud adalah subjek-predikat, subjek-predikat-objek, subjek-predikat-pelengkap, subjek-predikat-keterangan, subjek-predikat-objek-pelengkap, dan subjek-predikat-objek-keterangan, dengan subjek, predikat, objek, pelengkap, keterangan adalah fungsi-fungsi sintaksis. Rancangan aturan-aturan sintaksis kalimat deklaratif yang digunakan pada penelitian ini dibatasi menjadi sebagai berikut: 1. Kalimat berpredikat verba aktif transitif kalimat = subjek + predikat + objek + (pelengkap) + (keterangan) Universitas Indonesia Pengembangan aturan..., Arawinda Dinakaramani, FASILKOM UI, 2009 33 2. Kalimat berpredikat verba aktif intransitif kalimat = subjek + predikat + (pelengkap) + (keterangan) 3. Kalimat berpredikat verba pasif kalimat = subjek + predikat + (pelengkap) + (keterangan) Pada penelitian-penelitian sebelumnya, rancangan aturan sintaksis tersebut diimplementasikan menjadi aturan (rule) yang dapat digunakan untuk parsing kalimat dan menghasilkan pohon struktur dengan label setiap node pada pohon tersebut berupa fungsi sintaksisnya. Seperti yang disebutkan pada salah satu referensi, yaitu [DALR01, hal. 92], sebagian besar teori linguistik yang menampilkan informasi frasal dalam bentuk pohon struktur frasa menggunakan aturan struktur frasa untuk mengekspresikan kemungkinan konfigurasi struktur frasa dalam suatu bahasa. Pada teori LFG, fungsi sintaksis seperti subjek dan objek tidak didefinisikan dalam konfigurasi struktur frasa. Oleh karena itu, rancangan aturan sintaksis kalimat yang digunakan pada penelitian ini tidak berdasarkan pada fungsi sintaksis melainkan berdasarkan kepada kategori sintaksis. Bahasa Indonesia memiliki empat kategori sintaksis utama, yaitu verba, nomina, adjektiva, dan adverbia. Selain empat kategori utama tersebut, ada satu kategori lagi, yaitu kata tugas, yang terdiri dari beberapa subkategori, misalnya preposisi, konjungtor, dan partikel. Setiap kategori sintaksis dapat dikembangkan menjadi frasa yang sesuai dengan kategori tersebut [ALWI03, hal. 36]. Berdasarkan pola umum kalimat dasar dalam bahasa Indonesia (3.1) [ALWI01, hal. 322] serta dengan mengadaptasi aturan struktur frasa [DALR01, hal. 92] yang mendefinisikan suatu kalimat dapat berupa konfigurasi frasa nominal dan frasa verbal, kalimat dapat dituliskan seperti pada rancangan aturan sintaksis (3.2). (3.1) kalimat = subjek + predikat + (objek) + (pelengkap) + (keterangan) (3.2) kalimat = frasa nominal + frasa verbal Universitas Indonesia Pengembangan aturan..., Arawinda Dinakaramani, FASILKOM UI, 2009 34 Suatu kalimat juga dapat berupa gabungan dua atau lebih kalimat yang dihubungkan oleh konjungtor. Pada penelitian ini, jumlah kalimat yang dapat digabungkan menjadi sebuah kalimat dibatasi menjadi dua kalimat, seperti dituliskan pada rancangan aturan sintaksis (3.3). (3.3) kalimat = kalimat + konjungtor + kalimat Jika ditulis dalam bentuk aturan struktur frasa, aturan sintaksis (3.2) dan (3.3) akan menjadi (3.4) dan (3.5). (3.4) S NP VP (3.5) S S CONJ S Dalam LFG, bagian kanan dari aturan struktur frasa dapat berupa ekspresi regular, sehingga memungkinkan munculnya urutan label-label kategori dimana salah satunya adalah opsional, beberapa kategori dapat diulang berkali-kali, dan memungkinkan adanya disjungsi. Dengan menggunakan salah satu sifat LFG tersebut, rancangan dua aturan sintaksis di atas dapat ditulis menjadi bentuk aturan sintaksis (3.6). (3.6) S {NP VP | S CONJ S} Aturan sintaksis yang mengadaptasi aturan struktur frasa tersebut baru akan menampilkan c-structure sebagai hasil parsing dari suatu kalimat. Untuk mendeskripsikan f-structure yang dapat diterima (sah atau valid), perlu ditulis batasan-batasan fungsional di dalam aturan sintaksis tersebut. Dengan menambahkan batasan-batasan fungsional tersebut, aturan sitaksis di atas dapat ditulis ulang menjadi bentuk (3.7). Universitas Indonesia Pengembangan aturan..., Arawinda Dinakaramani, FASILKOM UI, 2009 35 (3.7) S { NP VP | S CONJ S } (↑ SUBJ) = ↓ ↑ = ↓ ↓ ↑ ↓ ↑ Aturan pertama mendefinisikan bahwa suatu kalimat mendominasi atau membawahi frasa nominal (Noun Phrase atau NP) dan frasa verbal (Verb Phrase atau VP). VP merupakan inti (head) dari kalimat dan memiliki fungsi sintaksis sebagai predikat dalam kalimat, sedangkan NP memiliki fungsi sintaksis sebagai subjek dalam kalimat. Hal itu sesuai dengan pembatasan rancangan aturan-aturan sintaksis kalimat deklaratif yang digunakan pada penelitian ini, seperti yang telah disebutkan sebelumnya pada bagian awal subbab ini. Aturan kedua mendefinisikan bahwa suatu kalimat dapat berupa gabungan dua atau lebih kalimat yang dihubungkan oleh konjungtor (conjunction atau CONJ). Mengadaptasi koordinasi kalimat pada [DALR01, hal. 362-363], suatu kalimat dapat terdiri dari minimal satu kalimat, diikuti oleh sebuah konjungtor, dan diikuti oleh sebuah kalimat terakhir. Untuk menjamin bahwa ada satu atau lebih kalimat yang muncul di sebelah kiri konjungtor, aturan kedua menggunakan operator Kleene plus +. 3.2.2 Rancangan Aturan Sintaksis Frasa Verbal Seperti telah disebutkan pada subbab sebelumnya, inti dari kalimat berupa frasa verbal. Frasa verbal yang memiliki fungsi sintaksis sebagai predikat pada suatu kalimat memiliki peranan penting untuk menentukan jenis kalimat tersebut, misalnya kalimat aktif transitif, kalimat aktif intransitif, atau kalimat pasif. Hal itu terjadi karena informasi kategori suatu kalimat disimpan di dalam kata-kata yang termasuk ke dalam kategori verba di leksikon. Aturan yang menentukan jenis kategori atau fungsi sintaksis yang boleh mengikuti suatu verba didefinisikan di aturan frasa verbal. Frasa verbal terdiri dari verba inti dan kata lain yang berperan sebagai penambah arti verba tersebut. Verba inti diperluas oleh pewatas (modifier) yang ditempatkan di muka atau di belakang verba inti. Pewatas yang ditempatkan di muka disebut pewatas depan, sedangkan pewatas yang ditempatkan di belakang disebut pewatas belakang. Seperti pada penelitian [JOIC02], pewatas-pewatas tersebut Universitas Indonesia Pengembangan aturan..., Arawinda Dinakaramani, FASILKOM UI, 2009 36 dimasukkan ke dalam kategori adverbia, sehingga akan dijelaskan lebih lanjut pada subbab 3.2.3. Rancangan aturan sintaksis frasa verbal pada penelitian ini dapat diibaratkan menggantikan aturan sintaksis kalimat pada penelitian-penelitian sebelumnya. Fungsi sintaksis objek yang dinyatakan di aturan sintaksis pada penelitian sebelumnya, pada penelitian ini dinyatakan sebagai frasa nominal. Fungsi sintaksis pelengkap yang dinyatakan di aturan sintaksis pada penelitian sebelumnya, pada penelitian ini dinyatakan sebagai salah satu dari frasa nominal, frasa verbal, frasa adjektival, dan frasa preposisional. Fungsi sintaksis keterangan yang dinyatakan di aturan sintaksis pada penelitian sebelumnya, pada penelitian ini dinyatakan sebagai salah satu dari frasa nominal, frasa preposisional, dan frasa adverbial. Perubahan tersebut didasarkan pada dua hal, yaitu penggunaan aturan struktur frasa pada penelitian ini, seperti yang telah dijelaskan pada subbab sebelumnya, dan penjelasan tentang fungsi-fungsi sintaksis, antara lain tentang persamaan dan perbedaan antara objek dan pelengkap, yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya. Dengan perubahan-perubahan tersebut, rancangan aturan sintaksis frasa verbal yang digunakan pada penelitian ini dapat ditulis seperti pada (3.8). (3.8) frasa verbal = (frasa adverbial) + verba + (frasa adverbial) + (frasa nominal) + (frasa nominal | frasa verbal | frasa adjektival | frasa preposisi) + (frasa nomina | frasa preposisional | frasa adverbial) Selain berupa verba inti yang diperluas oleh kata lain atau pewatas, frasa verbal juga dapat berupa gabungan dari dua atau lebih verba atau frasa verbal yang dihubungkan oleh konjungtor. Pada penelitian ini, jumlah verba atau frasa verbal yang dapat digabungkan menjadi sebuah frasa verbal dibatasi menjadi dua frasa verbal. Jika yang digabungkan adalah dua buah verba maka gabungan kedua verba tersebut menjadi inti dari frasa verbal, atau dapat dikatakan inti dari frasa verbal dapat berupa sebuah verba tunggal maupun gabungan dua verba yang dihubungkan oleh Universitas Indonesia Pengembangan aturan..., Arawinda Dinakaramani, FASILKOM UI, 2009 37 konjungtor. Untuk mendefinisikan bentuk frasa verbal tersebut, dirancang aturan sintaksis frasa verbal (3.9) dan (3.10). (3.9) frasa verbal = frasa verbal + konjungtor + frasa verbal (3.10) verba = verba + konjungtor + verba Suatu verba dapat dinegasikan oleh kata pengingkar tidak. Selain tidak, ada kata pengingkar bukan yang merupakan pengganti *tidak sudah, yang tidak terdapat dalam bahasa Indonesia. Karena frasa verbal dapat berupa verba maupun negasi dari verba, maka dirancanglah aturan sintaksis frasa verbal (3.11). (3.11) frasa verbal = (pengingkar) + verba + ... Rancangan (3.11) digunakan untuk menyatakan bahwa suatu verba dapat diingkarkan dengan menambahkan pengingkar di muka verba inti. Di belakang verba inti pada rancangan (3.11) dapat diikuti oleh frasa-frasa lainnya seperti pada rancangan (3.8). Aturan sintaksis frasa verbal (3.8), (3.9), (3.10), dan (3.11) dapat digabungkan dan ditulis dengan menggunakan bentuk aturan struktur frasa menjadi aturan sintaksis frasa verbal (3.12) dan (3.13). (3.12) VP { (AdvP) { V | V' } (AdvP) (NP) (↑ AdvP) = ↓ ↑ = ↓ ↑ = ↓ (↑ AdvP) = ↓ (↑ OBJ) = ↓ ({NP | VP | AdjP | PP}) ({NP | PP | AdvP}) (↑ PEL) = ↓ (↑ KET) = ↓ | VP CONJ VP ↓ ↑ ↓ ↑ } Universitas Indonesia Pengembangan aturan..., Arawinda Dinakaramani, FASILKOM UI, 2009 38 (3.13) V' V CONJ V ↓ ↑ ↓ ↑ Pada aturan sintaksis frasa verbal (3.13), simbol V' tidak menyatakan kategori tersendiri. Simbol V' digunakan karena inti dari frasa verbal dapat berupa verba maupun gabungan dua verba, sehingga dibutuhkan suatu “perantara“ untuk menyatakan verba inti yang berupa gabungan dua verba. 3.2.3 Rancangan Aturan Sintaksis Frasa Adverbial Adverbia pada penelitian ini digunakan untuk menjelaskan kategori verba, nomina, dan adjektiva. Penjelasan lebih rinci tentang adverbia dapat dibaca pada subbab Adverbia pada bab sebelumnya. Dengan mempertimbangkan berbagai informasi tentang adverbia yang telah dijelaskan pada subbab 2.2.6, rancangan aturan sintaksis frasa adverbial yang digunakan untuk penelitian ini dibagi menjadi dua kelompok besar. Kelompok pertama untuk frasa adverbial yang mendefinisikan adverbia aspek, adverbia pewatas belakang, dan adverbia pengingkar, sedangkan kelompok kedua mendefinisikan frasa adverbial verba bantu. Rancangan aturan sintaksis frasa adverbial untuk kelompok pertama dapat dilihat pada (3.14). (3.14) frasa adverbial = adverbia Adverbia aspek dan pewatas belakang dapat diingkarkan dengan menempatkan kata pengingkar di depan adverbia tersebut. Rancangan aturan sintaksis frasa adverbial untuk adverbia aspek dan pewatas belakang yang didahului oleh pengingkar dapat dilihat pada (3.15). (3.15) frasa adverbial = pengingkar + adverbia non pengingkar Seperti telah dijelaskan pada subbab 2.2.6, verba bantu dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu verba bantu dengan urutan kemunculan 1, verba bantu dengan urutan Universitas Indonesia Pengembangan aturan..., Arawinda Dinakaramani, FASILKOM UI, 2009 39 kemunculan 2, dan verba bantu dengan urutan kemunculan 3. Ketiga kelompok verba bantu tersebut dapat muncul sebanyak tiga kata berturut-turut, misalnya akan harus dapat. Verba bantu dapat didahului atau disisipi oleh aspek atau pengingkar. Dengan mempertimbangkan informasi-informasi pada paragraf di atas, rancangan aturan sintaksis frasa adverbial dengan inti frasa berupa adverbia verba bantu dibagi menjadi tiga. Pertama, aturan sintaksis frasa adverbial (3.16) dengan inti frasa berupa verba bantu dengan urutan kemunculan 1. Kedua, aturan sintaksis frasa adverbial (3.17) dengan inti frasa berupa verba bantu dengan urutan kemunculan 2. Ketiga, aturan sintaksis frasa adverbial (3.18) dengan inti frasa berupa verba bantu dengan urutan kemunculan 3. (3.16) frasa adverbial = ((pengingkar) + adverbia aspek) + (pengingkar) + adverbia verba bantu 1 + ((pengingkar) + adverbia aspek) + ((pengingkar) + adverbia verba bantu 2) + ((pengingkar) + adverbia aspek) + ((pengingkar) + adverbia verba bantu 3) (3.17) frasa adverbial = ((pengingkar) + adverbia aspek) + ((pengingkar) + adverbia verba bantu 1) + ((pengingkar) + adverbia aspek) + (pengingkar) + adverbia verba bantu 2 + ((pengingkar) + adverbia aspek) + ((pengingkar) + adverbia verba bantu 3) (3.18) frasa adverbial = ((pengingkar) + adverbia aspek) + ((pengingkar) + adverbia verba bantu 1) + ((pengingkar) + adverbia aspek) + ((pengingkar) + adverbia verba bantu 2) + ((pengingkar) + adverbia aspek) + (pengingkar) + adverbia verba bantu 3 Universitas Indonesia Pengembangan aturan..., Arawinda Dinakaramani, FASILKOM UI, 2009 40 Jika aturan-aturan frasa adverbial (3.14), (3.15), (3.16), (3.17), dan (3.18) ditulis dalam bentuk aturan struktur frasa dengan ditambahkan batasan fungsional, kelima rancangan aturan tersebut dapat ditulis menjadi aturan frasa adverbial (3.19). (3.19) AdvP { ADV ↑ = ↓ | (ADV) ADV (↓ SUBCAT) = INGKAR ↑ = ↓ (↓ SUBCAT) ≠ INGKAR | ( (ADV) ADV ) (↓ SUBCAT) = INGKAR (↓ SUBCAT) = ASPEK (ADV) ADV (↓ SUBCAT) = INGKAR ↑ = ↓ (↓ SUBCAT) = 1 ( (ADV) ADV ) (↓ SUBCAT) = INGKAR (↓ SUBCAT) = ASPEK ( (ADV) ADV ) (↓ SUBCAT) = INGKAR (↓ SUBCAT) = 2 ( (ADV) ADV ) (↓ SUBCAT) = INGKAR (↓ SUBCAT) = ASPEK ( (ADV) ADV ) (↓ SUBCAT) = INGKAR (↓ SUBCAT) = 3 | ( (ADV) ADV ) (↓ SUBCAT) = INGKAR (↓ SUBCAT) = ASPEK ( (ADV) ADV ) (↓ SUBCAT) = INGKAR (↓ SUBCAT) = 1 ( (ADV) ADV ) (↓ SUBCAT) = INGKAR (↓ SUBCAT) = ASPEK (ADV) ADV (↓ SUBCAT) = INGKAR ↑ = ↓ (↓ SUBCAT) = 2 Universitas Indonesia Pengembangan aturan..., Arawinda Dinakaramani, FASILKOM UI, 2009
Description: