ebook img

rohingya : suara etnis yang tak boleh bersuara PDF

191 Pages·2015·4.15 MB·Indonesian
by  
Save to my drive
Quick download
Download
Most books are stored in the elastic cloud where traffic is expensive. For this reason, we have a limit on daily download.

Preview rohingya : suara etnis yang tak boleh bersuara

ROHINGYA : SUARA ETNIS YANG TAK BOLEH BERSUARA Editor : Heru Susetyo Heri Aryanto Ryan Muthiara Wasti Penerbit : Pusat Advokasi Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PAHAM) Pusat Informasi dan Advokasi Rohingya Arakan (PIARA) Jl. T.B. Simatupang Komplek Depsos No. 19 JAKARTA TIMUR 13761 Pewajah sampul : Anggi Aribowo Penata letak : Heru Susetyo Pemeriksa aksara : Heru Susetyo & Ryan Muthiara Wasti Diterbitkan pertama kali oleh PAHAM Indonesia, Mei 2013 ISBN : ROHINGYA : SUARA ETNIS YANG TAK BOLEH BERSUARA Kumpulan laporan investigasi, kunjungan lapangan, pendampingan, observasi, wawancara dan opini Aktifis dan Relawan Pusat Informasi dan Advokasi Rohingya- Arakan (PIARA) PAHAM tentang Kasus Rohingya, Etnis Myanmar yang ditindas, dianiaya, didiskriminasikan, dipinggirkan dan dilupakan The Stateless and Forgotten People... Editor : Heru Susetyo Heri Aryanto Ryan Muthiara Wasti Pusat Advokasi Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PAHAM) Pusat Informasi dan Advokasi Rohingya-Arakan (PIARA) Jakarta 2013 DAFTAR ISI Kata Pengantar i Pengantar Editor (Heru Susetyo) Menyuarakan Suara Etnis yang Tak Boleh Bersuara 1 Bagian Satu Rohingya : Data Lapangan Menjumpai Rohingya di Bumi Myanmar (Heri Aryanto) 7 Menjumpai Rohingya di Bumi Indonesia (Heri Aryanto) 21 Perempuan dan Anak : Duka Rohingya yang Lain (Ryan Muthiara W.) 32 Bagian Dua Rohingya : Peta Masalah Etnis Rohingya : Korban Kekerasan Struktural yang Menyejarah (Heru Susetyo) 41 Rohingya : Problem and Solution (Mahbubul Haque) 48 Kekerasan Negara Sumbu Konflik Myanmar (Heru Susetyo) 62 Pembersihan Etnis sebagai Kejahatan Genosida (Nasrulloh Nasution) 66 Bagian Tiga Sisi Lain Rohingya dan Myanmar Duka Etnis Rohingya (Heru Susetyo) 74 Tin Yu dan Kemiskinan di Negeri Penuh Anomali (Heru Susetyo) 80 Muslim Non Rohingya di Myanmar (Heru Susetyo) 86 Bagian Empat Mengurai Akar Masalah Rohingya Bagian dari Siapa dan Tanggung Jawab Siapa? (Ulfah Yanuar S.) 94 Pencari Suaka dan Pengungsi (Fitria) 102 Penanganan Pencari Suaka dan Pengungsi di Indonesia (Fitria) 114 Implementasi Perlindungan terhadap Etnis Rohingya (Fitria) 137 Bagian Lima Solusi dan Rekomendasi Solusi Tuntutan dan Rekomendasi untuk Kasus Rohingya (PIARA) 142 Solution to Rohingya Problem 147 Bagian Enam Press Release Press Release ARNO 150 Press Release PIARA 1 152 Press Release PIARA 2 154 Press Release PIARA 3 155 AKTIFITAS PIARA 158 Tentang Penulis 185 Tentang PIARA 189 Kata Pengantar Direktur Eksekutif PAHAM Indonesia Bismillahirrahmanirrahim Alhamdulillah atas ijin Allah SWT buku Rohingya : Suara Etnis yang Tak Boleh Bersuara ini dapat juga diterbitkan dan sampai ke tangan para pembaca tercinta. Buku ini adalah buah pengalaman, pemikiran dan curahan hati para aktifis dan relawan PIARA (Pusat Informasi dan Advokasi Rohingya Arakan), lembaga semi otonom di dalam organisasi Pusat Advokasi Hukum dan HAM Indonesia (PAHAM). Lembaga PIARA adalah kumpulan para pembela dan pemerhati hak-hak warga Rohingya yang berpuluh tahun lama-nya berstatus stateless dan forgotten (tanpa kewarganegaraan dan dilupakan). Berdiri karena kepedulian dan keprihatinan akan nasib bangsa yang tak boleh bersuara di rumahnya sendiri. Maka, PIARA, yang merupakan lembaga semi otonom di bawah PAHAM Indonesia, memiliki misi utama untuk menyuarakan suara etnis Rohingya, yang lidah dan tenggorokannya dicekat. Supaya penderitaan dan harapan- harapan mereka diketahui dan menjadi memori publik juga. Sehingga negara dan masyarakat, khususnya di Indonesia, dapat berperan aktif untuk mengembalikan hak-hak etnis Rohingya yang direnggut negara dan sesama masyarakat Myanmar sendiri. Dan, buku ini adalah salah satu wujud dari kepedulian dan keprihatinan tersebut. Buah dari pemikiran, pengalaman, observasi, kunjungan lapangan, dan misi kemanusiaan yang dilakukan di sampai ke Aceh, Sumatera Utara, Kepulauan Riau dan bumi Arakan sendiri di negara Myanmar. Terimakasih kami ucapkan untuk seluruh aktifis dan relawan PIARA- PAHAM, juga untuk para mitra lembaga kemanusiaan yang tergabung dalam SEAHUM (Southeast Asia Humanitarian Committee) yang tak dapat kami sebutkan satu persatu. Terimakasih juga untuk aktifis kemanusiaan Rohingya, antara lain Mr. Mahbubul Haque (Bangladesh/ Thailand), Mr. Nurul Islam (London), Mr. Zaw Min Htut (Tokyo) serta jaringan Universal Justice Network (UJN) peduli Rohingya baik di Sekretariat Penang maupun di London. Selamat membaca dan semoga Allah SWT memberkahi kita semua. Jakarta, Mei 2013 Nasrulloh Nasution, SH. Direktur Eksekutif PAHAM Indonesia PENGANTAR EDITOR : MENYUARAKAN SUARA ETNIS YANG TAK BOLEH BERSUARA Oleh : Heru Susetyo “Rohingya are not our people and we have no duty to protect them.” (Thein Sein, President of Myanmar) Menulis tentang Rohingya adalah suatu kewajiban sejarah. Karena, etnis minoritas Myanmar yang tertindas berpuluh-puluh tahun di negerinya sendiri ini disebut oleh Medicine Sans Frontiers (MSF) sebagai “one of the ten world populations in danger of existence and survival.” Alias satu dari populasi masyarakat dunia yang terancam eksistensinya. Human Rights Watch, organisasi internasional yang bergerak di bidang HAM, secara tegas menyebut dalam laporannya pada April 2013 bahwa Myanmar telah melanggar HAM dengan melakukan kampanye pembersihan etnis Rohingya, utamanya pada tahun 2012. Sebegitu serius kasus etnis yang dikenal sebagai ‘stateless and forgotten people’ ini, namun ternyata tidak banyak warga dunia yang akrab dengan isu ini. Sama halnya dengan di Indonesia. Warga di negeri muslim terbesar di dunia ini banyak yang baru terbuka mata dan telinganya ketika mendengar dan membaca ribuan etnis Rohingya terdampar di Aceh dan Sumatera Utara sebagai manusia perahu (boat people) sejak tahun 2008. Dapat dikatakan, ‘popularitas’ Rohingya sebagai etnis tertindas kalah jauh apabila dibandingkan dengan warga terdiskriminasi lainnya seperti orang Palestina, Kurdi, Gypsy, Armenia, dan lain-lain. Sejatinya, Rohingya adalah nama kelompok etnis yang tinggal di negara bagian Arakan/ Rakhine sejak abad ke 7 Masehi (788 M). Ada beberapa versi tentang asal kata “Rohingya”. Rohingya berasal dari kata “Rohan” atau “Rohang”, nama kuno dari “Arakan”. Sehingga orang yang mendiaminya disebut “Rohingya”. Versi lain menyebutkan bahwa istilah “Rohingya” disematkan oleh peneliti Inggris Francis Hamilton pada abad 18 kepada penduduk muslim yang tinggal di Arakan. Etnis Rohingya bukanlah orang Bangladesh ataupun etnis Bengali. ‘Rohingya’ adalah ‘Rohingya’. Nenek moyang Rohingya adalah berasal dari campuran Arab, Turk, Persian, Afghan, Bengali, Moors, Mughal, Pathans, Maghs, Chakmas, Dutch, Portuguese dan Indo-Mongoloid. Banyak dari orang Rohingya yang merupakan keturunan campuran dari orang Arab dan warga lokal. Sehingga ketika itu nama ‘Rohan” adalah cukup populer di kalangan para musafir Arab, bahkan jauh sebelum Islam masuk ke Arakan. Arakan sendiri adalah nama kerajaan Bengal di sisi timur daerah yang kini bagian dari Bangladesh yang eksis sejak abad ke 8 Masehi. Kerajaan Arakan sebelum bergabung dengan Union of Myanmar pada 1948 berturut-turut dikuasai oleh kerajaan Hindu, kerajaan Islam (pada abad 15-18), dan Buddhist. Saat ini Arakan adalah negara bagian dari Union of Myanmar yang terletak di sisi arat laut Myanmar berbatasan dengan Bangladesh. Nama Arakan berubah menjadi “Rakhine” pada tahun 1930 dan belakangan disebut juga “Rakhaing.” Nama “Rakhine” merujuk pada etnis Rakhine Buddhist (Moghs), sehingga istilah “Rakhine” sejatinya tidak mewakili etnis Rohingya yang mayoritas beragama Islam. Populasi orang Rohingya saat ini diprediksi sekitar 1.5 juta – 3 juta jiwa. Dimana 800.000-an tinggal di Arakan dan sisanya menyebar di banyak negara. Jumlah tersebut semakin lama semakin berkurang karena banyak orang Rohingya yang mengungsi dan mencari suaka ke negeri seberang dengan menjadi ‘manusia perahu’. Sedangkan,mereka yang bertahan di Arakan tidak sedikit yang menjadi korban ‘pembersihan etnis’. Kalau ditanyakan, apa saja kedukaan yang dialami warga Rohingya? Jawabannya amat panjang dan berderet. Namun intinya kedukaan tersebut berasal dari kebijakan “Burmanisasi” dan “Budhanisasi” yang secara struktural telah mengeluarkan dan memarjinalkan warga Rohingya di tanahnya sendiri di Arakan. Maka, etnis Rohingya mengalami intoleransi karena mereka dianggap berbeda. Karena beragama berbeda (muslim), identitas etnis berbeda, serta memiliki ciri-ciri fisik plus bahasa yang berbeda dengan mainstream. Oleh karenanya, mereka selalu menjadi subyek penyiksaan utamanya sejak 1962, ketika rezim militer U Ne Win mengambil alih pemerintahan negara Burma. Rezim militer Thein Sein yang kini berkuasa juga menolak memberikan kewarganegaraan Myanmar pada Rohingya. Lebih buruk lagi, ia memasukkan Rohingya pada daftar hitam (blacklisted). Sejatinya, etnis Rohingya tidak sekali-sekali ingin merdeka dan memisahkan diri dari Union of Myanmar. Mereka hanya ingin diakui sebagai bagian dari warganegara Myanmar yang berhak untuk hidup bebas dari rasa takut dan kemiskinan. Bebas bergerak dan berpindah kemanapun serta bebas berekspresi, beribadah dan menjalankan keyakinan agamanya. Suatu keinginan yang amat wajar. Adalah fitnah belaka menyebutkan perjuangan Etnis Rohingya adalah didukung dan dikelola oleh kelompok ‘teroris’ seperti Al Qaeda dan Jama’ah Islamiyah. Etnis Rohingya tidak ingin dan juga tidak punya kapasitas untuk menjadi kelompok teroris apalagi untuk mendirikan negara sendiri dengan cara-cara terror dan kekerasan. Sama halnya dengan mengaitkan isu terorisme di Indonesia dengan masalah Rohingya adalah juga tidak relevan. Karena Rohingya pada akhirnya bukan isu agama tertentu lagi namun adalah isu kemanusiaan yang berskala internasional. Kurang arif mendudukkan masalah Rohingya sebagai semata-mata isu Islam vs Buddha. Karena sejatinya kedua agama tersebut mengagungkan perdamaian dan kesedapan hidup bersama. Namun ada pihak-pihak tertentu yang mempolitisir etnis dan agama sebagai trigger untuk politik pembersihan etnis Rohingya ini. Undang-Undang Kewarganegaraan Burma tahun 1982 telah meniadakan Rohingya sebagai etnis yang diakui di Myanmar. Selanjutnya peniadaan ini adalah juga bermakna penghilangan dan pembatasan hak etnis Rohingya dalam hal hak untuk bebas bergerak dan berpindah tempat; Hak untuk menikah dan memiliki keturunan; Hak atas Pendidikan; Hak untuk berusaha dan berdagang; Hak untuk bebas berkeyakinan dan beribadah; serta Hak untuk bebas dari penyiksaan dan kekerasan. Sedangkan, Kejahatan terhadap kemanusiaan (crime against humanity) yang dialami oleh etnis Rohingya antara lain : Pembunuhan massal dan sewenang-wenang; pemerkosaan; Penyiksaan; Penyitaan tanah dan bangunan; Kerja Paksa dan Perbudakan; Relokasi secara paksa; dan Pemerasan. Akibat kekerasan struktural yang berlangsung begitu panjang, maka warga Rohingya terpaksa mengungsi dan menjadi ‘manusia perahu’, mencari negeri aman yang mau menerima mereka di Asia Tenggara atau di negeri manapun di seluruh dunia. Tidak jarang para manusia perahu itu tenggelam ataupun mati karena kelaparan dan kehausan di tengah laut. Banyak pula yang ditahan atau diperlakukan semena-mena di negara-negara transit atau di negara-negara penerima mereka. Saat ini ada 1.5 juta orang Rohingya yang terusir dan tinggal terlunta-lunta di luar Arakan/ Myanmar. Kebanyakan mereka mengungsi di Bangladesh, Pakistan, Saudi Arabia, UAE, Malaysia, Thailand, Indonesia dan lain-lain. Kekerasan di Arakan terhadap etnis Rohingya ini mulanya tidak diketahui oleh dunia. Hanya media-media lokal yang anti muslim dan xenophobic yang dapat beroperasi dan menyebarkan informasi-informasi yang palsu (fabricated). Petugas kemanusiaan banyak yang dihalangi untuk ke Arakan bahkan ditangkap. Bahkan pemerintah Myanmar memberi peringatan

Description:
Di samping itu, kelompok ekstrimis ini juga telah menghancurkan. 4000 lebih rumah orang muslim dan 13 . perekonomian muslim di Myanmar, dengan cara menghancurkan kedai- kedai 786 milik muslim di Arakan Direct and public incitement to commit genocide;. (d). Attemp to commit genocide;.
See more

The list of books you might like

Most books are stored in the elastic cloud where traffic is expensive. For this reason, we have a limit on daily download.