ebook img

Berhala itu bernama budaya pop PDF

105 Pages·37.919 MB·Indonesian
Save to my drive
Quick download
Download
Most books are stored in the elastic cloud where traffic is expensive. For this reason, we have a limit on daily download.

Preview Berhala itu bernama budaya pop

I d tqatet ?^Uu- I t t 'i: ITU BERNAMA BUDAYA POP 'Bulil' tidll0 R[0ma LffiUTIKA ..: Berhala ltu Bernama Budaya Pop : Flidho "Bukan" Rhoma : M. Soiahudin irr-:-- i:-- i' ctrrci : Catur Ary CS a'.1 -a'.2/, : Anwar Leutika Jl. Suhwesi No.7C, Ring Road Utara, Yogyakarta 55284 Tel/Far (0274) 880387 www.leutika.com e-mail: redaksi @ leutika.com -:( a c:,- : rcrrgi oleh undang-uniang -- a'a-; ".-!Lrlp atau memperbanyar ::--=) i' ='.i- S: -l-h S bU\.t rr' '2::a :' :a:r,s cai'i Penerbrl ::, :-::-:-:t-t:-i- 1. dimaksud oalam pasal 2 (satu) bulan dan/atau denda paling llulD-cmD Ponils $rtur.-tama dan yang paling utama serta tidak akan lama-lama. I Para hadirin dan hadirat. Pak Amin dan Pak Amat. Baik yang sudah kawin maupun yang belom sunat. Juga para pembaca yang sukanya mangap (huwaaaa). Saya ingin mengucapkan sepatah, dua patah, hingga kata-kata saya bisa membuat goyang patah-patah. Annisa Bahar pun kalah, apalagi lnul dan yang sealiran darah, dalam sambutan ini. Kita dilarang begadang, begadang sih boleh saja, asal ada manfaatnya. Demikian kata ayah saya, Pak Haji"Bukan" Rhoma. Gak berpanjang lebar. Karena kalau panjang-panjang kasian para ibu dan kalau lebar-lebar kasian para bapak. Holah, ngomong opo iki. Yups, singkat aja. Berbicara tentang budaya pop, maka tak lain kita sedang membicarakan tentang budaya yang sedang ngepop alias sedang rn di sekitar kita. 50, jelas banyak dong. Di tengah arus yang serba ngepopini, tentu kita sadar bahwa kita telah dihipnotis oleh berbagai rayuan sehingga menghilangkan kesadaran kita sebagai manusia. Kita jangan mau dikendalikan oleh budaya yang sebenarnya buatan manusia sendiri, sehingga terkadang kita menjadikannya sebagai berhala baru yang disembah-sembah. Kita harus bangun dari CuoVcuap Penulis -iii .i _r:1 .:. dunia yang ,eninaboborcan kita, dunia khayar yang memberikari mimpi-mimgi mfulgder.- Apa itu pi mimpi_mim mbetgedest Semuanya ada d hlar l* l(.rF itt' dperrenrbd{ran b,at mereka yang suka memrototitivi tanpa h€fid- hstmerclayang'.,ka maenan Hp (dengan segara merk- n)'a). Buat mereta yang gandrung ngegame. Buat mereka lang suka nongkrong d m{ and caft (asal nggak di Wc aja. Bau cing). Buat para cervek (khususnya) yang suka banget ama fesyen. Buatladis-gadis yang nrka bersolekdan berdandan abrsakibat korban proiuk_produk gkorsym lie ntgik d aBnu ayat npga nke ucasnedruaah nt mnae tftoercse. bSoekr.tsae blau amt amt ebree rktea my aa nn g-i edRo gy aa nn berhala baru itu yraw- _ Buku ini gadogado. Ada kacang, tahu, wortel, tempe, dan telur. Satu porsi lima rebu, pesen gak? (hus, ngawur).Maksudnya, kadang lucu, wagu, ato serius buanget (tapi banyak seriusnya Aingl. Sq buku lniterbuka untuk diapakan saja, asatjangan dibuang [kasiariyang nutis, hi, hi, hi-..). Dibaca keseruruhan (excereit). Dibaca beberapa bab saja (guuuuud). Hanya membaca daftar isiatau pengantarnya (sip waelah, no camment). Atau sekedar membaca judur buku di sampurnya (monggo wes). Nggak ada yang merarang. oh ya, thanksa /ot buat Mas Eko Prasetyo yang udah kasih kata pengantar. I Ridho "Bukan,, Rhoma Wirobrajan, akhir April 2009 c C( 1t s( n g yi ki u iv - Eerhalo ltu Bernoma Budayo pop teu Pengantar: tcsenmgil Hlg llilayalm *) Eko Prasetyo Penyesala n untuk hol-hal yang kita lakukon bisa semakin berkurang dengon berlalunyawaktu; penyesalan untukhal-halyang tidakkito lakukan itulahyong - tidakbisa dihibur (SdneyJ Hans). llm gadis remaja menjemput saya. Dengan kendaraan Nissan lfTerrano mereka membawa saya ke sebuah panggung. Letaknya di muka halaman sekolah. Pagi itu mereka meminta saya untuk berbicara soal kuliah. lni anak-anak yang sebentar lagi lulus. Semua anak kelas 3 SMU. Kaya, pintar, dan bersinar. Mereka memiliki segalanya. Sekolah yang komplit fasilitas. Orang tua yang tidak enggan mengeluarkan ongkos berapapun. Hari depan seakan mereka genggam erat. Mereka tahu tak ada yang bisa mengenyahkan mimpi yang sudah terajut rapi itu. Di muka panggung saya menyaksikan kampus-kampus yang mengiklankan diri. Kampus itu menjajakan diri untuk ditawar. Anak-anak manja, manis, dan segar itu saya lihat hanya *) Penulis Buku Seriol Dilarang Miskin. Koto Pengantot - v l mengintip sekadarnya. Stand kampus itu diisi dengan sebuah meja, penjaga, dan pajangan foto. Beberapa membawa majalah yang bersemangatkan pencarian siswa. Janggal, tak menarik dan mungkin juga tidak memikat. Kampus initaktahu kalau mereka kini berhadapan dengan generasi yang tak butuh janji. Anak-anak muda yang dipintarkan oleh google, dihibur dengan sajian film Twilght, dan dimanjakan oleh Mall. Sekolah, kampus, dan tempat ibadah seperti museum yang sesekali saja mereka kunjungi. Sekolah seperti rumah yang mengekalkan kebiasaan. Tempat ibadah menjadi pelarian paling menyenangkan. Dan kampus hanya lahan untuk mematut diri. Ketiganya itu kini dengan mudah beradaptasi dengan tuntutan yang serba cepat, praktis, dan menyenangkan. Andai kita saksikan sekolah tampak kalau mereka begitu menjaga kenyamanan siswa. Beberapa sekolah menyediakan fasilitas dan kegiatan yang berlebihan. Pacuan kuda, konser musik, atau wisata ke luar negeri. Malahan ada kampus yang mendirikan restoran yang memuat semua masakan dunia. Begitu pula dengan tempat ibadah: pelatihan baca Qur'an singkat atau training sholat khusyu'hingga menikah usia dini. Kecepatan, kepraktisan, dan efisiensi adalah roh budaya pop. Budaya yang muncul dari rahim ekonomi neoliberalisme. Sebuah sistem yang amat memuja kemudaan, temuan baru dengan semangat siap pakai. Disana berlaku hukum: Apa yang kamu pakaiakan menunjukkan dimana posisi kelasmu. Sama halnya dengan kredo yang bunyinya nyiyir: dimana kamu sekolah disanalah masa depanmu ditentukan. Agaknya Ridho berada dalam pinggiran budaya ini, Sekolahnya saja di lAlN. Kampus yang kita tahu paras dan penampilan mahasiswanya. Merubah diridengan nama UIN tak membuat kampus inijadimagnet kaum muda borjuis,liberal, dan mapan. Pilihan mereka masih seputar: Ul, lTB, UGM. Kemudian ia aktif di lkatan Remaja Muhammadiyah yang kini berubah jadi lPM. Sarang gerakan yang memang jauh lebih progresil militan, dan mendobrak ketimbang organisasi sejenisnya, seperti: pramuka. Dan ia bertempat tinggal di Yogyakarta. Kota yang dibanjiri oleh pelajar dan aktivitas modal, Di Yi - Berhato ltu Eernoma Budaya Pop - dekat kampus UIN bertengger mall-mall yang berlomba discount a, harga. Dikelilingi situasi itulah pembentukan identitas sosial begitu rg rentan. Kepemilikan memang jadi dasar identitas, di samping in kemampuan bahasa dan kepemilikan simbol-simbol kultural. Ridho tn seperti anak muda lainya, berusaha untuk menegaskan identitas g sembari menggapai serta menegaskan posisi. Baik sebagai seorang n -ri sarjana, aktivis, maupun seorang pria. Buku ini salah satu cara dirinya menyatakan diri. rt Ditulis dengan bahasa renyah, segar, dan sederhana buku ini ra men g utarakan kegel isaha n. Perjum paan hya dengan hand phone, tivi, game, google, cafe, facebooh atau chatting melalui internet adalah h luapan pengalaman yang dimaknaidan ditafsirkan dalam benak posisi n serta kepentingannya. Benaknya memendam rasa yang bercampur- a campur: senang, kesal sekaligus mengejutkan. Ridho mungkin tak n (, terlampau geram tapi menikmati sekaligus sedikit gelisah. Geliat itu yang beredar melalui tulisan-tulisannya. la membungkus semua yang n dilihat dengan bahasa kesangsian yang polos,lugu, dan bersemangat n t bertanya. Ridho memang tak mengusut dari mana datangnya budaya pop, akarnya dari siapa, dan bekerja mengikuti logika macam apa. rl Yang dibayangkannya tetap sebuah gairah sekaligus gelisah. Kuman- ri dangnya dalam tiaptulisan hanya isyarat ringan dan tidak pedih. Ridho tak menemukan korban dan teftumbuk pada aparatus budaya pop. la t: ) hanya ingin mencoba kembali, memberi peringatan akan kekuatan ini. sugestif budaya ) + Agresivitas budaya pop ini dilambangkan dengan energik oleh media. Kuasa media yang dengan mahir menciptakan kisah, tokoh sekaligus monumen tentang apa yang sudah mereka kerjakan. Landasan untuk berkuasanya budaya pop yang memang selalu berpatokan: cepat, dangkal, dan massal. Lihatlah film-film horor lndonesia yang tidak menakutkan tapi menguatirkan akal sehat. Sama halnya dengan semangat patriarki yang melandasi semua adegan sinetron. Seperti sebuah kota mati maka budaya pop menangguk massa potensial. Mereka pasrah, ikut, dan terendam di dalamnya. Mereka mempunyai umat yang muda, agresif, dan be-rgaya kota. Kata Pengontar -vii Saksikan sa.1a bagaimana potongan baju modis yang kini dikenakan oleh anak ko'ta rringga pedusunan. _luga lndomaret dan Alfamart yang nrengisi samping can depan sawah. Atau pertumbuhan salon Kecanti(an i,ang memberi menu SPA hingga kiat membersihkan 1era,,,rat, Ringkasnya desa dan kota tak lagi dibedakan oleh tata rias tapi'derajat da n kedalaman' eksploitasi kapital. sebuah eksproitasi )1ang menEgairahkan karena semua orang merasa dilibatkan dan ikut serta dalam pekan raya budaya pop ini. jika begitu maka tulisan ini jangan dihakimi sebagai ilmiah, ieatu re, at: u essa i. Tu I isa n in i adalah bentuk perayaan itu sendiri. Ridho :':reski agak qeranr tapi juga begitu menikniati. Saksikan tulisanr:ya ieni; l-rg fac*bock.JarlnE per(emana n yan g seja rahrrya begitu dikuasa i ineiebihi pengetahriannya tentang hari lahir RA Kartini. Begitu pula ln*ngenai televisi" Budaya tonton yang sekarang ini hendak dirnatikan. Semangat nrenarik karena IPM (lkatan pelajar Muhammadiyah) punya kampanye mengenai matikan TV. Karenanya tulisan ini adalah keterlibatan yang intens budaya pop. Diarn-diam kita merayakan, rnengamini, dan rnencangkokkan diri kesana. Bukan sebuah kekeliruan.Tidak sesuatu yang sesat. Hanya itu salah satu kecanggihan budaya pop menusuk kita semua. Dan tampaknya kita selalu punya kesempatan untuk mensiasati. Kita punya banyak ruang untuk menegoisasi. Ridho dalam tulisannya itu berusaha untuk mentoleransi sekaligus berusaha untuk melawan, mencari ruang, dan menggariskan peran yang bisa dilakukan. Sehagai penutup, buku ini memang sangat unik dan meparik. Ridho sepefii biasanya rnemprovokasi kita untuk percaya jika budaya pop bukan sesuatu yang,'tamat' begitu saja. Ada pergolakan, tarik- nnenarik, dan semangat untuk tidak mau takluk. Tulisan ini kemudian seperti sebuah perayaan kembali. Disegarkan ingatan kita atas lubang-lubang kepercayaan atas budaya pop.Kita tak bisa menghindar, tak mampu bersembunyi tapi bisa bersiasat. Karenanya tulisannya begitu mendidih. walau agak ringan, lompatannya untuk menelaah benih-benih budaya pop telah menyadarkan kita akan ancamannya. Viii - Berhala ltu Eernoma Eudoyo pop Jadi, buku ini memang menarik untuk tidak sekadar dibaca, tapi rrenjadi renungan. Sebuah renungan yang akan membangunkan kita cahwa'nalar dan kesadaran'kritis memang tak mudah ditidurkan begitu saja. Ridho memancing kita untuk mengusut keyakinan kita. Nyatanya hidup dalam budaya pop tak sekadar disiasati tapi juga butuh perlawanan tangguh. Ridho memberi bukti bagaimana budaya pop itu dihidupkan, dikhianati, dan diterjang. la menjadi salah satu scsok muda yang berusaha untuk membaca dengan 'tafsir baru'atas budaya pop. Selamat membaca. Yogyakarta, l0 Mei 2009 Kota Penqontar - ix

See more

The list of books you might like

Most books are stored in the elastic cloud where traffic is expensive. For this reason, we have a limit on daily download.