ebook img

Ali Nurdin NIM : 09 PEDI 1443 Syekh Burhanud PDF

110 Pages·2017·3.54 MB·Indonesian
by  
Save to my drive
Quick download
Download
Most books are stored in the elastic cloud where traffic is expensive. For this reason, we have a limit on daily download.

Preview Ali Nurdin NIM : 09 PEDI 1443 Syekh Burhanud

ABSTRAK Judul : Sejarah Berkembangnya Ajaran Syekh Burhanuddin di Kota Medan Oleh : Ali Nurdin NIM : 09 PEDI 1443 Syekh Burhanudin adalah ulama besar yang mengembangkan ajaran Islam di Sumatera Barat. Ajaran Islam yang dikembangkan melalui lembaga ’surau’ yang didirikannya berkembang sangat pesat, bahkan sebagian besar masyarakat Minangkabau telah mengenal dan mengamalkan ajaran tarekat yang dibawanya. Tidak terbatas pada masyarakat Minangkabau di Sumatera Barat, tetapi masyarakat Minangkabau yang berada di luar Sumatera Barat tetap menjadikan Syekh Burhanuddin sebagai waliyullah dan seorang ulama besar. Sampai saat ini ajaran Syekh Burhanuddin terus dikembangkan oleh murid-muridnya sampai ke Medan. Masuk dan berkembangnya ajaran Syekh Burhanuddin di kota Medan tentu memiliki sejarah yang perlu diselidiki lebih terperinci. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis proses perkembangan ajaran Syekh Burhanuddin di kota Medan, menjelaskan konsep serta pengamalan ajaran Syekh Burhanuddin yang ada di Ulakan dan di Medan, membandingkan pengamalan ajaran Syekh Burhanuddin di Ulakan dengan di kota Medan, kemudian menjelaskan hubungan ulama dan pengikut Syekh Burhanuddin di Ulakan dengan ulama dan pengikut Syekh Burhanuddin di Medan. Penelitian ini adalah penelitian sejarah sehingga pendekatan yang dilakukan dalam pengolahan dan analisis data adalah pendekatan kualitatif. Dalam pengumpulan data, peneliti menggunakan teknik observasi, wawancara, dan kajian dokumen. Disamping itu dilakukan pula kritik sumber yaitu menelaah dan meneliti dokumen, catatan-catatan penting atau arsip yang berkaitan dengan Syekh Burhanuddin dan perkembangan ajarannya, memberi penjelasan dan penilaian kritis terhadap dokumen lain berupa foto-foto, bukti-bukti fisik peninggalan Syekh Burhanuddin, alat-alat dan media yang berkaitan dengan sejarah perjalanan hidup dan pengamalan tarekat Syekh Burhanuddin dijadikan pendukung keabsahan hasil penelitian. Temuan penelitian menginformasikan bahwa berkembangnya ajaran Syekh Burhanuddin di kota Medan pertama sekali dibawa oleh murid-murid Syekh Burhanuddin dari Ulakan dengan maksud untuk mengembangkan ajarannya sekaligus memberikan bimbingan bagi para perantau Minang khususnya dari daerah Ulakan Kabupaten Padang Pariaman yang telah lama hidup dan tinggal di kota Medan. Tradisi-tradisi ritual keagamaan yang dilakukan masyarakat Minang di Medan tidak jauh berbeda dengan tradisi keagamaan yang diajarkan Syekh Burhanuddin di Ulakan, bahkan hubungan moral dan emosional yang kuat antara pengikut ajaran Syekh Burhanuddin di Ulakan dengan yang ada di Medan sangat kuat. Hal ini terbukti dengan pelaksanaan upacara adat dan tradisi, tokoh dan pemimpin keagamaan yang mengikuti pola dan paham di Ulakan antara lain gelar Labai, Imam, Tuangku, Khatib, dan Urang Siak. iii ABSTRACT Title : The History of The Teaching Expanding of Sheikh Burhanuddin in Medan City By : Ali Nurdin NIM : 09 PEDI 1443 Sheikh Burhanudin is big moslem scholar developing Islam teaching in West Sumatra. Islam Teaching developed by institute ' surau' founded expand very fast, even most society Minangkabau have recognized and practice the teaching tarekat brought. Do not limited to society Minangkabau in West Sumatra, but society Minangkabau which is beyond West Sumatra remain to make the Sheikh Burhanuddin as waliyullah and a big moslem scholar. Until now teaching of Sheikh Burhanuddin keep developed by his students in Medan. Incoming and expand the teaching of Sheikh Burhanuddin in Medan city of course own the history which require to be investigated more detailed. Therefore this research aim to describe and analyze the process of growth of teaching of Sheikh Burhanuddin in Medan city, explaining concept and also deed of teaching of Sheikh Burhanuddin which exist in Ulakan and Medan, comparing deed of teaching of Sheikh Burhanuddin in Ulakan with in Medan, then explain the relation of moslem scholar and follower of Sheikh Burhanuddin in Ulakan with the moslem scholar and follower of Sheikh Burhanuddin in Medan. This research is history research so that approach performed within processing and analyze the data is qualitative approach. In data collecting, researcher use the observation technique, interview, and document study. From other side is conducted also criticize the source that is analyze and check the document, important note or archives related to Sheikh of Burhanuddin and its teaching growth, giving critical assessment and clarification to other document in the form of photos, evidence of physical of Sheikh Burhanuddin, appliance and media related to journey history live and deed of tarekat of Sheikh Burhanuddin be made as an authenticity supporter result of research. Research finding inform that expanding the teaching of Sheikh Burhanuddin in Medan first is brought by students of Sheikh Burhanuddin from Ulakan with a view to develop his teaching at one give the tuition to all Minang imigration specially from area of Ulakan of Regency of Padang Pariaman which have lived long time in Medan. Religious Tradition Ritual is done by Minang society in Medan do not far differ from the religious tradition taught by Sheikh Burhanuddin in Ulakan, even moral relation and strong emotional between follower of Sheikh Burhanuddin teaching in Ulakan with in Medan is very strong. This matter is proven with the execution of ceremony of custom and tradition, religious leader and figure following pattern and understanding in Ulakan for example title Labai, Imam, Tuangku, Khatib, and Urang Siak. صخّ لملا ِ ناديم ةنيدم يف نيدلا ناهرب خِ يشّ لا ميلعت عسُّوَ َت خيرأت : ناونعلا نيدلارون يلع : دادعا 90 PEDI 3441 : ديقملا مقر دِهعملاب َمِلاسلإا أشنا .هيبرغلا ةرطموس يف ءِاملعلا رابك نم نيدلا ناهرب خيشّ ل . ' لا هتقيرط. هتقيرط اولمعو نوفرع نييوباكجننملا مظعم لب ,ا عير سر و طتي ه سسَأ يذلا ‘واروس َ ّ َ َ ّ ةرطموس جراخ يف نييوباكجننملا لب ،دقف هيبرغلا ةرطموس يف نييوباكجننملا ىلع رصتقت ِ خِ يشّ لل ِِذيملات أشنا و ءاملعلارابك نمو لهياءايلوا نم نيدلا ناهرب خِ يشّ لا نولعجي هيبرغلا . ةنيدم يف نيدلا ناهرب خيشلا ميلعت عسوتو لنايبو ،لوصو ناديم ىتح هبهذم نيدلا ناهرب ثحبلا اذه نم فدهلا ،كلذلو .ليصفتلاب هتسارد ىلإ جاتحي ،خيراتلا كلمي نادسم بهذم قيبطت نايبو ناديم ةنيدم يف نيدلا ناهرب خيشلا بهذم ءاشنإ ةيفيك نع ليلحتلا ،ناديم يفو نكلاوأ يف هبهذم قيبطت نيب ةنراقمو ،ناديم يفو نكلاوأ يف نيدلا ناهرب خيشلا .ناديم يف نيدلا ناهرب خيشلا عابتأو ءاملعلا ةقلاع نايب مث ثحابلا لمعتسا .ةيعون ةيرظن تانايبلا ليلحت يف ةساردلاو خيراتلا نع ثحبي ثحبلا اذه للحي يذلا ،اضيأ ردصملا دقتني رخلآا بناجلا نم.صنلا ةساردو راوحلاو تاظحلاملا .هميلعت ومنو نيدلا ناهرب خيشلاب قلعتت يتلا ةمهم تافيشرأ وأ تاظحلاملل ةقيثولا ققديو نيدلا ناهرب خيشلا نم يعيبط لليلد ،روص لكش ىلع ىرخلأا ةقيثولا ىلإ مييقتو حيضوتو ديؤمل ةجيتنك نانوكت نيدلا ناهرب خيشلا ةايح ةلحر ب قلعتت يتلا ملاعلإا ةزهجأ ةدعو .ثحبلا لبق نم لمحي ،ناديم يف نيدلا ناهرب خيشلا ميلعت عيسوت يذلا ثحبلا داجيإ نم فرعي نم اصوصخ جننيم جاهنم ءاطعإو هميلعت ريوطت فدهي نكلاوأ نم نيدلا ناهرب خيشلا بلاط .نامزلا ميدق نم ناديم يف اوشاع دق نيذلا نمايراب جنداب نكلاوأ ةقطنم ينيدلا يديلقتلا نع فلتخت لا اديم يف جننيم عمتجم لمعي ةينيدلا ةيديلقتلا تاداع نمم ةقيرط عابيأ نيب يوق يفطاعو ةيقلاخأ قلاع لب .نكلاوأ يف نيدلا ناهرب خيشلا هملع يذلا ةداعلا مسارم مادعإب ةبثت ةلأسملا هذه .ادج ايوق ناديم يفو نكلاوأ يف نيدلا ناهرب خيشلا ،يابلا ءادأ لاثملا ليبس ىلع نكلاوأ يف مهفلا نوعبتي نيذلا نيدلا لاجرو ميعز .ةيديلقتلاو .كايس جنروأ ،بيطخ ‘وكناوت ،مامإ BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Minangkabau telah lama dikenal sebagai suatu suku bangsa yang ahli dalam prosa lirik atau sastra lisan. Tiga ratus tahun sebelum masehi, negeri dan masyarakat Minangkabau telah dikenal memiliki falsafah hidup yang sangat tinggi. Orang Minangkabau merupakan salah satu diantara suku bangsa yang menempati bagian tengah pulau Sumatera sebagai kampung halamannya. Minangkabau berada dalam wilayah provinsi Sumatera Barat dengan sebutan istilah wilayah dengan nama ‘Ranah Minang”. Orang Minangkabau menyebut negeri mereka dengan nama Alam Minangkabau. Di dalam Tambo Minangkabau dijelaskan bahwa alam Minangkabau terdiri dari dua wilayah utama yaitu kawasan Luhak Nan Tigo dan Rantau. Luhak Nan Tigo terletak di pedalaman yang merupakan tempat asal orang Minang. Karena terletak di pedalaman disebut juga darek atau darat. Darek merupakan kawasan pusat atau inti Minangkabau, sedangkan rantau adalah daerah pinggiran, daerah yang berbatasan dan mengelilingi kawasan pusat atau inti Minangkabau itu.1 Sebelum agama Islam masuk ke Minangkabau, agama Hindu dan Budha terlebih dahulu telah berkembang, namun tidak mendapat dukungan yang besar dari masyarakat karena mereka lebih memegang teguh kepercayaan nenek moyang yang didasarkan pada falsafah dan atad-istiadat Minangkabau. Bahkan sebelum Islam berkembang, bangunan tradisional masyarakat Minangkabau yang disebut “surau”2 sudah ada sejak zaman kerajaan Budha. Hal ini terbukti pada masa pemerintahan Adityawarman didirikan tiga pusat pendidikan agama Budha 1N.Dt.Perpatih Nan Tuo, et.al., Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah Pedoman Hidup Banagari (Padang: Sako Batuah, 2002), h. 22. 2 Istilah surau yang digunakan oleh orang Islam untuk menunjuk lembaga pendidikan Islam tradisional di Minangkabau sebenarnya berasal dari pengaruh Hindu-Budha. Surau merupakan tempat yang dibangun sebagai tempat beribadah orang Hindu-Budha pada masa Raja Adityawarman. Pada masa itu surau digunakan sebagai tempat berkumpul para pemuda untuk belajar belajar ilmu agama. Pada masa Islam kebiasaan ini terus dilajutkan dengan mengganti fokus kajian dari Hindu-Buddha pada ajaran Islam. 1 yang sakral yaitu di Biaro, Pariangan, di Baso dan di Petok, Pasaman dengan memanfaatkan bangunan tradisional surau.3 Dengan demikian jelas bahwa pendidikan menurut adat Minangkabau sudah berjalan jauh sebelum kedatangan agama Budha. Pendidikan itu disampaikan secara lisan dari generasi ke generasi dan keberhasilan pendidikan itu dinilai dari penguasaan adat dan keahlian menyelesaikan masalah kehidupan. Untuk dapat menguasai pengetahuan dan pelaksanaan adat yang luas dan rumit itu dipelajari melalui contoh dan laku perbuatan dalam kehidupan sehari-hari yang disampaikan dalam bentuk pepatah petitih, pantun-pantun, syair dan prosa-prosa lirik. Masyarakat Minangkabau yang memiliki falsafah hidup ‘alam takambang jadi guru’ benar-benar menjadikan alam terbentang menjadi soko guru tempat menimba ilmu dan menggali nilai-nilai budaya luhur. Salmi Saleh menyatakan sebagai berikut : “Sebagai masyarakat yang berbudaya, orang Minangkabau sampai saat ini masih menjunjung tinggi nilai-nilai adat negerinya dan masih diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Susunan peraturan hidup ciptaan orang tuo-tuo ini dinamakan Limbago Kato-kato, yaitu lembaga kata-kata adat yang berasal dari Karang Buatan ninik moyang di Nagari Pariangan, Padang Panjang. Daerah ini biasa juga disebut dengan nama Tangkai Alam Minangkabau”.4 Masuknya Islam dan sejarah perkembangannya di Minangkabau sejajar dengan sejarah pertumbuhan kota-kota dagang di rantau Minang. Awal abad ke – 7 M atau abad I Hijriah rantau timur Minangkabau telah menerima dakwah Islam. Gerakan pembaharuan di dalam kehidupan beradat dan beragama dapat dikatakan satu gerakan pembaruan oleh para ulama zuama, yakni para cendekiawan yang hidup dengan latar belakang kehidupan adat Minangkabau yang kuat dan kemudian menuntut ilmu pengetahuan agama Islam ke negeri-negeri sumber ilmu, sampai ke Mekkah dan Madinah dan wilayah Timur Tengah lainnya yang kemudian diwarisi sambung bersambung membentuk mata rantai sejarah yang panjang dan berkelanjutan terus ke abad-abad sesudahnya. 3Zaiyardam Zubir, ”Sumpah Satie Bukit Marapalam : Tinjauan Terhadap Pengetahuan Sejarah Masyarakat,” Makalah pada Seminar Sehari Sumpah Satie Bukit Marapalam dan Perpaduan Adat dengan Agama di Minangkabau (Padang: Universitas Andalas, 31 Juli 1991). 4Salmi Saleh, Minangkabau Menjawab Tantangan Jaman (Padang: LHAP, 2002), h. 20. Salah seorang ulama pembaharu yang terkenal di Sumatera Barat adalah Syekh Burhanuddin. Syekh Burhanuddin telah banyak dikenal dan diperbincangkan para ilmuwan, baik dalam literatur maupun dari laporan bangsa Eropa lainnya. Salah satu sumber utama yang menjelaskan tentang perkembangan surau-surau dan lahirnya pembaharuan Islam di Minangkabau berasal dari naskah kuno tulisan Arab Melayu. Naskah itu berjudul “Surat Keterangan Saya Faqih Saghir Ulamiyah Tuanku Samiq Syekh Jalaluddin Ahmad Koto Tuo, yang ditulis pada tahun 1823. Buku ini menjelaskan peranan surau dalam menyebarkan agama Islam di pedalaman Minangkabau yang dikembangkan oleh murid-murid Syekh Burhanuddin Ulakan.5 Di samping itu, riwayat ulama ini telah diterbitkan dalam tulisan Arab Melayu oleh Syekh Harun At Tobohi al Faryamani (1930) dengan judul “Riwayat Syekh Burhanuddin”, dan dalam karangan Imam Maulana Abdul Manaf al Amin dalam buku yang berjudul ‘Mubalighul Islam’. Buku ini menerangkan dengan jelas mengenai diri Pono, yang kemudian bergelar Syekh Burhanuddin. Diceritakan dengan jelas kehidupan keluarga, masa mengenal Islam dengan Tuanku Medinah, kemudian berlayar ke Aceh untuk menimba ilmu kepada Syekh Abdurrauf al Singkili.6 Syekh Burhanuddin adalah salah seorang murid Syekh Abdurrauf al Singkili yang dikenal juga dengan panggilan Syekh Kuala. Sekembali dari Aceh Syekh Burhanuddin membawa ajaran tarikat Syattariyah ke Ulakan pada abad ke-17. Dari Ulakan ajaran tarikat menyebar melalui jalur perdagangan di Minangkabau terus ke Kapeh-kapeh dan Pamansiangan, kemudian ke Koto Laweh, Koto Tuo, dan Ampek Angkek. Di sebelah barat Koto Tuo berdiri surau- surau tarikat yang banyak menghasilkan ulama. Daerah ini dikenal dengan nama Ampek Angkek, berasal dari nama empat orang guru yang teruji kemasyhurannya. Perkembangan ajaran Islam melalui lembaga-lembaga yang didirikan oleh Syekh Burhanuddin berkembang sangat pesat, bahkan sebagian besar masyarakat Minangkabau telah mengenal dan mengamalkan ajaran tarikat yang dibawanya. Tidak hanya terbatas pada masyarakat Minangkabau yang bermukim di wilayah Sumatera Barat, tetapi masyarakat Minangkabau yang berada di luar Sumatera 5A.A. Navis, Bukik Marapalam (Padang: Universitas Andalas, 1991), h. 36. 6Ibid. Barat tetap menjadikan Syekh Burhanuddin sebagai waliyullah dan seorang ulama besar. Murid-murid yang belajar di surau Syattariyah terbuka untuk mempelajari seluruh rangkaian pengetahuan Islam. Salah satu buku yang dipelajari Syekh Burhanuddin dan murid-muridnya adalah karya Syekh Abdurrauf yang memperlihatkan penghargaan tertinggi terhadap syariat. Beberapa surau Syattariyah mempelajari cabang ilmu agama, sehingga terjadi spesialisasi pengajaran agama Islam di Minangkabau. Masing-masing surau memperdalam salah satu cabang ilmu agama, seperti surau Kamang dalam ilmu alat (nahu sharaf dan tata bahasa Arab), Koto Gadang dalam ilmu mantiq ma’ani, Koto Tuo dalam ilmu tafsir Quran, tarbiyah dan hadis), surau Sumanik dalam ilmu faraidh (pewarisan), hadis, surau di Talang dalam ilmu badi’, ma’ani dan bayan (tata bahasa Arab).7 Sampai saat ini ajaran Syekh Burhanuddin terus dikembangkan oleh murid-muridnya. Secara jelas dapat dilihat juga perkembangannya sampai ke kota Medan. Masuk dan berkembangnya ajaran Syekh Burhanuddin di kota Medan tentu memiliki sejarah yang perlu diselidiki lebih terperinci. B. Masalah dan Fokus Masalah Sebagai seorang ulama besar, Syekh Burhanuddin memiliki pengaruh dan pengikut yang cukup banyak khususnya di Sumatera Barat. Tetapi kenyataannya ajaran Syekh Burhanuddin tetap hidup dan diamalkan oleh masyarakat Minangkabau yang berada di luar seperti di Aceh, Jakarta, Riau, Jambi, Palembang, bahkan di Medan. Khusus untuk kota Medan, tidak sedikit jumlah surau yang memiliki ciri – ciri khusus diantaranya bercirikan khas daerah darimana masyarakat Minang itu berasal. Misalnya ada di Medan surau Toboh Gadang yang dibangun oleh kelompok masyarakat Minang dari kampung Toboh, surau Sunur, Surau Tapakis, surau Tujuh Koto, dan lain-lain. Kelompok- kelompok jama’ah dengan surau-surau sebagai pusat kegiatan tarikat Syekh Burhanuddin banyak ditemui di kota Medan. 7Andi Asoka, Sumpah Sati Bukik Marapalam, Antara Mitos dan Realita (merupakan Bab IV dari laporan Penelitian “Sejarah Perpaduan Antara Adat dan Syarak di Sumatera Barat”, 1991, tidak diterbitkan). Kajian masalah dalam hal ini adalah masuk dan berkembangnya ajaran Syekh Burhanuddin di kota Medan disebabkan adanya kebiasaan hidup orang Minang yang suka merantau dan membawa ajaran Syekh Burhanuddin, atau memang karena adanya misi dakwah khusus yang dilakukan oleh murid-murid Syekh Burhanuddin ke daerah-daerah di luar Sumatera Barat. Untuk lebih menyederhanakan masalah penelitian, maka fokus masalah dilihat dari beberapa aspek yaitu : 1. Proses berkembangnya ajaran Syekh Burhanuddin sampai ke kota Medan 2. Konsep serta pengamalan ajaran Syekh Burhanuddin di Ulakan 3. Pengamalan ajaran Syekh Burhanuddin yang berkembang di kota Medan 4. Membandingkan pengamalan ajaran Syekh Burhanuddin di Ulakan dengan yang berkembang di kota Medan 5. Hubungan ulama dan jama’ah Syekh Burhanuddin yang ada di Ulakan dengan ulama dan pengikut Syekh Burhanuddin yang ada di Medan. C. Rumusan Masalah Masuk dan berkembangnya ajaran Syekh Burhanuddin di kota Medan tentu memiliki latar belakang sejarah, masa dan waktu serta tokoh-tokoh atau orang yang membawa ajaran tersebut. Demikian pula bila dilihat dari aspek kultur budaya, ternyata ajaran Syekh Burhanuddin yang berkembang di kota Medan hanya terjadi pada kelompok etnis Minang dan tidak terjadi pada masyarakat Islam lainnya di luar suku Minang. Untuk memudahkan dalam menelusuri sejarah masuk dan berkembangnya ajaran Syekh Burhanuddin di kota Medan, penulis membuat beberapa rumusan masalah dalam bentuk pertanyaan berikut : 1. Bagaimana proses berkembangnya ajaran Syekh Burhanuddin sampai ke kota Medan ? 2. Bagaimana konsep serta pengamalan ajaran Syekh Burhanuddin di Ulakan ? 3. Bagaimana konsep serta pengamalan ajaran Syekh Burhanuddin yang berkembang di kota Medan ? 4. Bagaimana perbedaan antara pengamalan ajaran Syekh Burhanuddin di Ulakan dengan ajaran Syekh Burhanuddin yang ada di Medan ? 5. Bagaimana hubungan ulama dan pengikut Syekh Burhanuddin di Ulakan dengan ulama dan pengikut Syekh Burhanuddin di Medan ? D. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui proses berkembangnya ajaran Syekh Burhanuddin sampai ke kota Medan. 2. Menjelaskan konsep serta pengamalan ajaran Syekh Burhanuddin yang ada di Ulakan. 3. Menjelaskan konsep serta pengamalan ajaran Syekh Burhanuddin yang ada di Medan. 4. Untuk membandingkan pengamalan ajaran Syekh Burhanuddin di Ulakan dengan yang berkembang di kota Medan. 5. Untuk mengetahui hubungan ulama dan pengikut Syekh Burhanuddin di Ulakan dengan ulama dan pengikut Syekh Burhanuddin di Medan ? E. Kegunaan Penelitian Setelah tercapai tujuan penelitian tersebut di atas, hasil penelitian ini bermanfaat kepada : 1. Masyarakat Minang di kota Medan khususnya dan masyarakat Minang di daerah perantauan lain pada umumnya sebagai sumber informasi awal tentang asal usul proses transpormasi ajaran tarikat Syekh Burhanuddin di Ulakan sampai ke kota Medan. 2. Bermanfaat bagi tokoh agama dan alim ulama pengikut ajaran Syekh Burhanuddin sebagai data awal untuk melakukan pemetaaan dakwah ajaran Syekh Burhanuddin kepada kelompok-kelompok masyarakat Minang di kota Medan. 3. Bermanfaat untuk penelitian lain sebagai salah satu sumber referensi dalam mengkaji dan membahas yang berkaitan dengan tarikat dan perjalanan hidup tokoh Syekh Burhanuddin. F. Metode Penelitian 1. Sumber Data

Description:
serta pengamalan ajaran Syekh Burhanuddin yang ada di Ulakan dan di sejarah perjalanan hidup dan pengamalan tarekat Syekh Burhanuddin beraspal, sehingga arus transportasi antar daerah relatif lancar dan mudah.
See more

The list of books you might like

Most books are stored in the elastic cloud where traffic is expensive. For this reason, we have a limit on daily download.